Epilog terakhir sebelum volume baru. Author baru sadar kalau cover gak bisa di zoom. Jadi, buat yang mau lihat map-nya ke tumblr. Terus tambah "/lenowo/753693864216363008/nothing" di belakang .com


Disclaimer : Masashi Kishimoto


1

Setelah mendapatkan tes kejutan dari Naruto. Aku dan Sasuke menyadari kalau pengetahuan kami terhadap bukan hanya dunia ini, tapi negara kami sendiri saja masih benar-benar kurang. Mungkin karena pendidikan bangsawan lebih fokus pada seberapa hebatnya Konoha. Kami tidak pernah menyadari kalau keadaan ekonomi kami sedang kacau balau.

Apa yang terjadi pada tempat ini bukanlah pengecualian, tapi sebuah hal yang umum.

Tidak heran kalau penjualan hasil kreasi Sasuke tidak sebaik yang kami harapkan. Target kami, yaitu pengrajin umum banyak yang hidup susah. Selain itu, banyak dari mereka juga hanya fokus melayani pesanan dari militer yang semuanya harus sesuai spek mereka. Membuat benda-benda yang bisa mereka buat dengan tool kami hanyalah apa-apa yang masuk kategori niche yang permintaannya sedikit.

Sejak hari itu, kami memutuskan untuk mengikuti kelas Naruto yang dimulai pada bel kedua sampai bel ketiga. Atau kalian akan lebih akrab kalau aku bilang jam sembilan sampai jam dua belas.

Naruto mungkin bukan orang Konoha, tapi pengetahuan umumnya benar-benar luas. Harapan kami adalah, dengan bantuannya kami bisa merencanakan bisnis dengan lebih baik lagi. Lebih efisien, lebih tepat sasaran, dan lebih menghasilkan profit.

Awalnya kami sempat bimbang dalam mengambil keputusan untuk fokus belajar sebab teritori kami sedang dalam keadaan krisis. Tapi ketika kami mengutarakan kebimbangan kami pada Ibuku, dia langsung bilang untuk menyerahkan semuanya padanya.

Setengah bulan kemudian. Seseorang yang katanya adalah pelayan pribadi ayahku datang membawa sekotak koin emas ke depan kami.

Sepertinya Ibuku menulis surat pada ayahku dan menceritakan keadaan kami. Dia mencoba meminta agar jatah uang sakunya sedikit ditambah. Tapi sayangnya, bahkan ayahku tidak bisa seenaknya mengubah-ubah anggaran di istana. Karena itulah, dia menyisihkan harta pribadinya lalu mengirimnya ke sini.

Dengan uang itu. Masa depan kami bisa terjamin. Setidaknya untuk tiga bulan ke depan.

Pelayan ayahku bilang kalau hadiah yang mereka dapatkan itu adalah sebuah pengecualian. Jadi kami tidak bisa mengandalkan bail out dari ayahku setiap kali kehabisan uang. Meskipun dia mampu, tapi jika dia terlihat terlalu memanjakan Ibuku. Istri-istrinya yang lain akan mulai protes, dan sebab pernikahannya dengan mereka adalah karena politik. Masalah rumah tangga itu bisa menyebar kemana-mana.

Tentu saja kami kami juga tidak punya niat untuk terus bergantung pada Ayahku untuk menghidupi teritori ini. Karena itulah, sekarang aku dan Sasuke sedang sibuk mempelajari semua materi yang Naruto berikan.

"Dan hari ini, kita akan belajar geografi dasar"

Sebagai seseorang hanya bersekolah di kelas "hiasan" aku sama sekali tidak akrab dengan geografi dunia ini. Dan meski Sasuke sudah belajar geografi dia masih merasa kalau pandangan dari seseorang yang netral masih diperlukan. Oleh karena itulah hari ini kami kembali mempelajari geografi dasar.

"Pertama, nama negara ini diambil langsung dari nama benua di mana kita berada"

Tapi tidak seperti Australia yang satu benua hanya terdiri dari satu negara. Di benua ini ada banyak negara lain selain kerajaan Konoha.

Sampai lima puluh tahun yang lalu, kerajaan Konoha adalah sebuah negara land-locked. Tapi setelah mengalahkan rival lokal kami yaitu Tanzaku dan menggabungkan keduanya. Negara menjadi negara terbesar di benua dengan area hampir lima puluh persen dari total area benua ini.

Tanzaku sendiri sekarang hanya sebuah provinsi di bagian utara benua dan jadi satu-satunya akses negara ini ke laut bebas. Jauh dari lokasi awalnya setengah abad lalu yang lebih masuk ke dalam benua.

"Konoha pada dasarnya adalah de-facto super power di area ini, tapi di luar sana ada negara-negara lain belahan dunia ini yang kekuatan militer atau ekonominya tidak tertinggal atau bahkan melebihi Konoha"

Setelah itu Naruto mengeluarkan sebuah peta buta besar dan menunjukkannya pada kami. Petanya sendiri hanya berisi informasi dasar tentang lokasi umum negara-negara di area ini. Di dalamnya tidak ada informasi topografi seperti sungai, gunung, jalan dan yang sejenisnya. Hanya peta militer yang memiliki informasi sedetail itu.

"Yang pertama adalah Kiri."

Negara asal Naruto. Sebuah negara kepulauan yang dilewati oleh garis equator tenggara dari benua Konoha. Populasinya diperkirakan sekitar tujuh belas juta, hanya seperempat dari Konoha.

Tapi dalam urusan ekonomi, Kiri tidak tertinggal jauh. Posisinya yang berada di area iklim tropis membuatnya memiliki tanah subur yang bisa ditanami apapun. Kiri adalah contoh dari sebuah negara agrikultur yang sukses. Saking suksesnya mereka tidak jarang sampai kelebihan bahan pangan, membuatnya jadi eksportir penting bagi banyak negara lain.

Selain itu, sebab posisinya juga tepat di tengah antara benua-benua di utara dan benua besar di selatan. Pelabuhan-pelabuhan mereka adalah tempat favorit para pedagang yang ingin berbisnis ke bagian lain dunia.

"Yang kedua adalah Kesatuan Kerajaan Iwa"

Adalah kesatuan dari empat kerajaan yang menempati kepulauan di barat Konoha. Sebagai negara, mereka tidak diberkahi tanah sesubur Kiri. Tapi kemampuan industri mereka sangat tinggi sampai hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap keadaan ekonomi mereka. Bahkan kesuksesannya dalam industri non agrikultur mereka membuat populasi mereka hampir dua kali lipat populasi Kiri di angka tiga puluh dua juta.

"Yang ketiga adalah Ishi dan Suna di timur dan timur laut Konoha"

Mereka sudah masuk dalam bagian benua lain, yaitu Tsuchi. Sebuah benua besar yang sampai saat ini masih belum berhasil dipetakan secara keseluruhan. Tapi karena jaraknya yang relatif dekat Konoha. Keberadaan mereka juga punya pengaruh besar pada peta kekuatan area ini.

Berdua, mereka punya angkatan laut terbesar di dunia. Kemanapun kau pergi, kau akan bertemu dengan orang dari kedua negara itu. Entah itu pedagang, bajak laut, pelajar, ataupun missionaris. Secara literal, mereka ada di mana-mana.

"Populasi kedua negara itu masih misterius, tapi Suna itu besar"

Opini populer mengestimasi kalau Suna mungkin punya populasi kurang lebih empat puluh juta, sedangkan Ishi yang ukuran areanya jauh lebih kecil bahkan jika dibandingkan pulau minor di Kiri. Kemungkinan hanya punya populasi antara sembilan atau sepuluh juta orang.

"Sebelum aku lanjut, apa kalian tahu kalau Konoha sedang ada dalam perang untuk menguasai seluruh benua?"

"Yeah. . "

Aku tahu, bukan karena pendidikanku di sekolah. Melainkan karena aku sering bicara dengan orang-orang di tempat Sasuke yang notabene semuanya adalah anggota militer.

Aku sudah lama memikirkannya, tapi. . .

"Konoha benar-benar kekaisaran jahat huh. ."

Bukan hanya para pemimpinnya serakah dan sombong. Nyawa orang-orang kelas bawah juga hampir tidak ada harganya di sini. Selain itu, kami punya kebijakan ekspansi yang sangat agresif dan ambisius.

"Mungkin, tapi aku tidak bisa menyalahkan Konoha sepenuhnya"

Seperti yang sudah Naruto jelaskan sebelumnya. Populasi Konoha itu sangat tinggi kau bahkan tidak bisa membandingkannya dengan negara negara di sekitar kami. Dan memberi makan semua orang itu sama sekali tidak mudah. Apalagi kalau kau mengingat jika Konoha bukanlah negara yang punya tanah subur.

Dan meski skala industri metallurgy kami besar, untuk suatu alasan industrialisasi di negara masih di bawah Iwa. Ditambah lagi, kami tidak punya akses terhadap laut. Jika kami ingin berlayar dan melakukan bisnis dengan negara di luar benua, kau perlu pergi jauh ke Tanzaku di bagian utara benua yang pelabuhannya juga hanya terbuka selama dua musim setiap tahunnya.

Karena perjalanan ke Tanzaku terlalu mahal, terlalu memakan waktu, dan terlalu menguras tenaga.

Semua faktor itu membuat para pemimpin kami untuk mengambil jalan pintas. Melakukan ekspansi, menaklukan negara lain, lalu mengeksploitasi mereka.

"Tapi bukankah kita bisa berdagang dengan normal?"

Sebagai negara besar dengan populasi dan ekonomi yang tidak kalah besarnya. Konoha adalah sebuah pasar yang dilihat dari manapun, sangat menguntungkan. Meski kami kurang dalam masalah kemandirian pangan, kami punya banyak hal lain yang bisa dijadikan komoditas dagang.

Kami punya industri penambangan yang sangat sukses. Kami adalah eksportir emas, besi, silver, dan tembaga terbesar di bagian dunia ini. Secara literal, kami punya terlalu banyak uang sampai tidak tahu harus diapakan lagi.

Tinggal menunggu waktu saja sampai Konoha jadi super power yang tidak bisa ditandingi siapapun.

"Aku juga berpikir begitu Hanabi"

Dan secara nyata, hal itulah yang selama ini Konoha lakukan dari dulu. Kami menjual menjual material mentah dan barang yang kami buat secara domestik, lalu kami mengimport bahan makanan dari negara lain dengan tanah yang lebih subur.

Lalu, sebab kekuatan ekonomi kami sangat besar. Tidak jarang kami bahkan bisa meminta diskon.

"Tapi semua itu berubah ketika kakekmu naik naik tahta"

Dia punya pandangan kalau orang Konoha itu punya derajat yang lebih tinggi. Dia punya pandangan kalau kami tidak boleh menundukan kepala pada orang luar. Dan juga memandang kalau negara lain hanyalah kumpulan orang-orang barbar yang peradabannya ketinggalan.

Dan buruknya, pandangan itu dimiliki oleh mayoritas penguasa di negara ini.

Satu percikan api itu sudah cukup untuk membalik membakar hubungan kami dengan para negara tetangga kami. Bukan lagi mereka adalah partner bisnis yang setara. Tapi hanya pelayan yang harus menuruti kemauan kami. Bukan lagi mereka adalah sesama manusia, tapi makhluk rendahan yang harus bersyukur sudah kami izinkan untuk hidup.

Di bawah bendera kakeku. Mayoritas penguasa Konoha bersatu lalu mulai menjajah mantan-mantan teman kami untuk mengambil sumber dayanya dan mengeksploitasi orang-orangnya.

"Dari sini juga asal pertanian dianggap sebagai pekerjaan rendahan"

Yang tentu saja membuat banyak kalangan bangsawan tidak ingin membuat lahan pertanian di teritorinya. Yang akhirnya membuat Konoha semakin bergantung terhadap eksploitasi dari daerah jajahan mereka.

"Bodoh!"

Bilang Sasuke.

"Aku setuju, tapi begitulah kenyataannya"

Jawab Naruto.

Aku yakin kalau ada banyak orang yang berpikir kalau apa yang kakekku lakukan adalah hal bodoh. Tapi sejujurnya, orang-orang yang punya pikiran sebaliknya jauh-jauh lebih banyak lagi. Membuat orang-orang yang punya akal sehat seperti kami tidak bisa berbuat apa-apa setelah ditabrak oleh arus yang kakekku buat.

"Ok, sekarang ke topik selanjutnya"

Ambisi Konoha untuk menguasai seluruh benua memang berbahaya bagi kelangsungan negara-negara tetangga kami. Tapi selain mereka, ada pihak lain yang merasa tidak kalah terancamnya.

Dan mereka adalah kekuatan besar lain di luar benua.

"Iwa, Kiri, Ishi, dan Ishi! Tidak ada satupun dari mereka yang ingin Konoha jadi hegemoni"

Jika mereka membiarkan Konoha menguasai seluruh benua begitu saja. Bukan tidak mungkin mereka akan jadi target selanjutnya. Dan jika Konoha bisa menyatukan seluruh benua di bawah benderanya, maka mereka bahkan tidak akan bisa melawan.

Total penduduk mereka akan jadi sekitar 150 juta, dan jika mereka mengirimkan 10% saja dari populasinya untuk menyerang sebuah negara dalam satu waktu. Yang manapun negaranya, dia tidak akan bisa berkutik.

"Taktik human wave itu mudah dan sederhana, lalu dengan prajurit yang sebanyak itu taktik paling dasar itu akan jadi sangat efektif!"

Oleh sebab itulah, sebelum semuanya terlambat. Semua kekuatan mayor di area ini akan mulai bergerak untuk menghentikan ambisi Konoha.

"Aku dengar, dalam waktu dekat mereka akan membuat koalisi untuk melawan Konoha!"

Koalisi yang akan di pioneri oleh Iwa, Kiri, dan Ishi itu akan mengajak semua negara yang masih berdiri di benua utama untuk bergabung dan melawan balik Konoha. Lalu, meski Suna tidak punya rencana untuk ikut secara resmi dalam koalisi, mereka berjanji akan membantu dengan cara lain.

Dengan kata lain.

"Pada dasarnya, seluruh dunia akan datang untuk menyerang Konoha"

Dan ketika yang jadi musuhmu adalah seluruh dunia. Tidak peduli seberapa besarnya kau, seberapa kuatnya kau, dan seberapa keras usahamu. Kau akan kalah.

". . . ."

". . . ."

Hanabi dan Sasuke paham betul akan hal itu.

Untuk sesaat, ketiganya terdiam. Skala dari pembicaraan mereka tiba-tiba jadi sangat besar. Dan mengingat kalau yang mereka bicarakan adalah tentang perang di mana negaranya yang jadi target utama. Mereka mulai berpikir tentang. . . bagaimana kalau pasukan musuh datang besok dan menyerang tempat ini?

Mengingat kalau informasi Naruto juga tidak up to date, kemungkinannya sama sekali tidak nol.

"Hanabi, Sasuke!"

Merasa suasana jadi tidak enak, Naruto memutuskan untuk kembali bicara.

"Kalau perang sampai mencapai tempat ini! Pergilah ke Kiri! Aku dan ayahku akan memastikan keselamatan kalian"

Perang selalu memberikan gambaran tentang konflik brutal dimana partisipannya hanya berpikir untuk membunuh satu sama lain. Tapi di luar medan perang, biasanya asalkan kau menyerah pada pasukan yang datang. Mereka tidak akan seenaknya membunuh seseorang.

Tapi pengecualian selalu ada. Kadang tanpa alasan pun seseorang ingin membunuh orang lain. Kadang alasan kecil pun sudah cukup untuk mendorong seseorang untuk membunuh orang lain. Dan kadang, seseorang lebih ingin melakukan hal yang lebih buruk daripada mengirim seseorang ke alam kubur.

Membayangkan hal apa saja yang mungkin terjadi pada Sasuke, Hanabi dan Ibunya saja sudah membuat Naruto ingin muntah. Karena itulah, dia menawarkan mereka untuk kabur ke tempatnya kalau situasinya sudah berbahaya.

" . . ."

" . . ."

Aku dan Sasuke melihat satu sama lain lalu tersenyum. Setelah itu. . .

"Terima kasih kak Naruto"

Rasa terima kasihku ditambah dengan instingku sebagai seorang anak kecil bersatu dan membuatku secara reflex memeluknya meninggalkan Sasuke yang hanya mengangguk-anggung di tempatnya.

"Aku akan mengandalkanmu nanti"

". . . Ya. . ."

Naruto tidak menolak pelukanku, tapi aku merasa kalau dia merasa lumayan malu. Karena itulah, tidak lama kemudian aku melepaskan tubuhnya. Setelah itu, Sasuke kembali membuka pembicaraan. Tapi dengan topik lain.

"Aku paham kalau kau khawatir pada kami."

Kemudian melihat ke luar di mana para budakku sedang bekerja.

"Tapi saat ini, kita punya masalah yang lebih mendesak untuk dipikirkan"

"Ahaha. . . kau benar"

Naruto kemudian menggeledah tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop kecil.

"Kurasa aku punya solusinya"

Amplop itu berisi beberapa surat dari ayahnya, dan di dalamnya berisi informasi yang bisa membantu kami.

2

"Syarat kami sederhana, kalian tidak banyak tanya, kalian tidak membeberkan informasi tentang kami, dan kalian juga tidak menggali macam-macam tentang kami"

Lawan bicara Naruto mengangkat tangan lalu bilang. . .

"Baiklah, tapi jangan lupa dengan janjimu!"

Naruto meminta agar kami menyerahkan urusan negosiasi kepadanya. Dan melihat seberapa percaya dirinya selama berbicara dengan calon partner bisnis kami. Keputusan kami sama sekali tidak salah.

Kurasa, dalam masalah sosialisasi. Dia jauh lebih baik daripada siapapun yang ada di tempat ini.

"Jangan khawatir! Yang kuberikan bukan janji! Tapi kontrak! Hanabi"

Naruto menganggukan kepalanya ke arahku, memberiku tanda kalau aku sudah bisa menyodorkan tumpukan dokumen yang kubawa kepada lawan bicara kami.

"Semuanya sudah tertulis di sini, silahkan diperiksa"

Tambah Naruto.

Setelah itu, partner negosiasi kami. Gengo, membaca dokumen tadi dengan seksama. Kemudian, begitu dia memastikan kalau isinya sesuai dengan hasil pembicaraan kami. Dia menangguk beberapa kali sebelum menandatanganinya, yang kemudian diikuti oleh Sasuke yang juga menandatangani bagian dokumennya.

"Sebagai saksi, aku nyatakan kontrak antara Sasuke Frank dan perwakilan cabang Aliansi Ekonomi Rakyat Konoha cabang Yuga, tuan Gengo sah!"

Ibuku, yang jadi saksi atas perjanjian bisnis kami kemudian memberikan stempel kerajaan pada dokumen kontrak.

"Terima kasih tuan Gengo!"

Normalnya, penutupan perjanjian seperti itu diakhiri dengan sebuah jabat tangan. Tapi, sesuai norma kerajaan. Kau tidak bisa memperlakukan anggota keluarga kerajaan sebagai seseorang yang levelnya sama denganmu. Apalagi kalau kau hanya orang biasa.

Oleh sebab itulah, pria paruh baya bernama Gengo ini hanya menyentuh ujung tangan Ibuku dan mendekatkan kepalanya ke telapak tangannya.

"Terima kasih juga, yang mulia! Dan kau juga, tuan Naruto dan tuan Sasuke!"

Dia mengangguk ke arah keuda anak laki-laki itu, sebelum akhirnya pandangannya jatuh padaku.

"Kau juga, tuan putri"

Dia tersenyum lalu mulai berkemas.

Dan dengan begitu, pertemuan kami pun berakhir.

Jadi, bagaimana kami berakhir bernegosiasi dengan serikat dagang terbesar kedua di negara ini?

Semuanya bermula beberapa minggu yang lalu ketika Naruto datang pada kami dengan sambil tersenyum dan bilang.

"Aku punya kabar baik"

Sebulan setelah kami membicarakan masalah kami dengan Naruto. Anak laki-laki itu mendapatkan balasan dari surat yang dia kirimkan kepada ayahnya.

"Di kota sebelah, katanya ada kantor cabang Aliansi Ekonomi Masyarakat Konoha"

Aliansi Ekonomi Masyarakat Konoha adalah satu dari dua serikat dagang besar di negara ini. Tidak seperti Asosiasi Dagang Ameteric yang para keanggotaannya terbatas pada para bangsawan. Aliansi tidak membatasi siapapun untuk masuk ke dalamnya.

Tapi sebagai organisasi yang dibangun oleh masyarakat biasa dan ditujukan oleh masyarakat biasa. Sebagian besar anggotanya tentu saja adalah masyarakat umum.

"Jadi, kenapa itu kabar baik?"

Tanya Sasuke.

"Biar kujelaskan"

Naruto menghela nafas lalu mulai berbicara.

Aliansi Ekonomi adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan utama agar bisa menyaingi kekuatan ekonomi Asosiasi dagang yang dibacking oleh para bangsawan yang memiliki kekuasaan.

Mereka takut kalau Asosiasi akan menggunakan kekuatannya untuk menjadi monopoli, melakukan manipulasi, korupsi dan memberikan diskriminasi pada siapapun yang melawan mereka. Dan setelah melihat sendiri bagaimana anak-anak para bangsawan itu bertingkah, aku bisa bilang kalau ketakutan mereka sama tidak tanpa dasar.

Dan sebagai penantang yang lebih kecil dan lemah, mereka tidak bisa bermain pada arena yang sama dengan Asosiasi. Karena itulah, dalam melakukan bisnis mereka menggunakan metode yang berbeda jauh dari lawannya.

Birokrasi mereka kurangi, perantara mereka eliminasi, biaya mereka turunkan, lalu kontrak. . . mereka hormati.

"Kita bisa mengikat mereka dengan kontrak dan kau bisa mempercayai mereka untuk menjaganya"

"Ahhh . . aku paham"

Aku paham dengan penjelasan Naruto, tapi sepertinya Sasuke masih belum menangkap maksud tersirat dari pembicaraan kami. Karena itulah dia hanya bisa menyuarkan . . .

"Ha?. . . ."

Sambil melihat ke arah kami. Aku melihat ke arah Naruto, lalu dia mengangguk dan kembali bicara.

"Biar kuberi tambahan"

Jika kau hanya ingin menjual lebih banyak barang, kau bisa memilih Asosiasi sebagai partner dagangmu. Sebagai organisasi yang lebih besar, mereka juga punya akar distribusi yang lebih jauh dan luas. Tapi sayangnya, yang kami mau bukan hanya kemudahan distribusi dan marketing. Melainkan juga kemampuan untuk menjaga rahasia kami.

Oleh sebab itulah Aliansi jadi pilihan yang lebih baik.

"Berdasarkan riset yang sudah kupelajari dan informasi tambahan dari ayahku"

Asosiasi dagang sudah terkenal dengan birokrasinya yang berbelit dan korup. Selain itu, kontrak yang mereka juga selalu penuh jebakan dan loophole yang bisa mereka gunakan untuk mengeksploitasi dan mencurangimu, mencuri idemu, atau bahkan mengambil atau menghancurkan bisnismu.

Dengan kata lain, kau tidak bisa memegang janji mereka dan kontrak tidak bisa melindungimu dari keserakahan mereka.

"Di sisi lain, bagi Aliansi kontrak adalah mata uang pertama mereka"

Mereka menganggap kalau sebuah kontrak bahkan lebih penting daripada uang.

"Bukan karena mereka itu orang suci tentunya"

Tapi karena setiap kontrak yang mereka bisa amankan, adalah satu senjata yang mereka bisa digunakan untuk melawan Asosiasi. Setiap bisnis yang mereka bisa buat sukses, adalah satu bisnis yang lepas dari tangan Asosiasi.

"Mudahnya, jika kita bisa mendapatkan kontrak dengan Aliansi kau akan bisa dengan bebas menggunakan semua pengetahuanmu"

"Jadi begitu huh. . . aku paham"

Sasuke mengangguk kemudian memasang wajah berpikir.

"Tapi, kurasa kita tetap harus hati-hati"

Semua hal yang Naruto sebutkan tentang Aliansi kedengaran terlalu bagus mereka jadi mencurigakan. Pepatah mengatakan, kalau sesuatu yang kedengaran terlalu bagus biasanya memang hanya itu. Sesuatu yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan.

"Aku paham apa yang kau khawatirkan, oleh sebab itulah Hanabi"

"Hm? Apa kak Naruto?"

"Aku butuh bantuanmu dan Ibumu, apa kau mau menolongku?"

"Dengan senang hati!"

"Terima kasih! Dan kau Sasuke! Apa aku bisa memintamu untuk percaya padaku?"

Pada akhirnya, yang akan melakukan riset adalah Naruto. Jadi kalau Sasuke tidak bisa mempercayai omongan anak laki-laki itu semua usahanya akan sia-sia saja.

"Tentu saja!"

Keduanya berjabat tangan, lalu kamipun langsung membagi tugas.

Naruto dan aku akan menyelidiki langsung bagaimana Aliansi beroperasi, terutama kantor cabang yang kami incar. Bagaimana cara mereka menangani produk baru, bagaimana mereka memperlakukan partner mereka, dan juga modus operandi macam apa yang mereka gunakan untuk memikat calon rekan bisnis. Kami membutuhkan semua itu untuk membuat kontrak yang tidak punya celah.

Selain mencari informasi secara langsung, kami juga akan menggunakan koneksi dari luar untuk melakukan penyelidikan. Ibuku bisa meminta ayah untuk memeriksa mereka dan Naruto sekali lagi, bisa meminta ayahnya untuk memberikan informasi yang lebih detail.

Dan Sasuke. Tentu saja dia akan melakukan hal yang hanya bisa dilakukan olehnya. Sekali lagi, membuat produk yang akan kami jual.

Sebulan kemudian, kerja keras kami akhirnya membuahkan hasil. Sasuke berhasil menciptakan produk baru, kami selesai mengumpulkan semua informasi yang kami butuhkan. Lalu, akhirnya kami memberanikan diri untuk mengundang mereka datang ke teritori kami.

Dan dengan begitu, kamipun mempunyai partner bisnis yang bisa kami andalkan.

5

Posisi Konoha yang punya industri penambangan besar dan banyak koloni membuat orang-orang di dalamnya, pada dasarnya bisa mendapatkan apapun asalkan kau punya uang.

Kalau kau ingin minuman khas dari timur benua. Kau bisa mendapatkannya. Kau ingin mencoba makanan mewah dari selatan yang katanya sangat enak, bisa. Atau kau ingin melihat binatang langka yang tidak hidup di negara ini? Kau bisa meminta seseorang membawakannya padamu.

Atau dalam kasus kami, ketika kami butuh karet. Kami tinggal minta tolong ke aliansi dan beberapa minggu kemudian, kami akan mendapatkannya.

"OK, Naruto sekarang turunkan pelan-pelan"

Dua bulan berlalu, uang dari ayahku sudah hampir habis tapi ekspansi lahan pertanian kami masih belum selesai. Tapi dengan datangnya profit dari penjualan produk yang Sasuke buat. Keadaan ekonomi kami sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.

Kalau penjualan produk kami terus meningkat, yang berdasarkan estimasiku. Memang adalah apa yang akan terjadi. Aku bisa bilang dengan yakin kalau kami bahkan tidak lagi perlu bantuan keuangan dari ayahku ataupun istana. Meski tentu saja aku tidak akan menolak kalau mereka tetap mengirimkan uang.

Tidak ada yang namanya kelebihan uang.

Awalnya kami ingin menyimpan semua kelebihan uang itu untuk keadaan darurat. Tapi Sasuke punya rencana lain. Dengan adanya uang spare, akhirnya dia bisa membuat generator, power-tool, lampu listrik, dan juga mesin las untuk mempermudah pekerjaannya.

Dan berhubung permintaan akan produk kami pasti akan naik. Kami membutuhkan semua bantuan yang bisa kami dapatkan. Kontrak kami dengan aliansi ekonomi membuat apa yang kami bisa lakukan semakin flexible. Meski kami melakukan hal yang beresiko seperti ini, kami bisa mempercayakan rahasia kami pada mereka.

"Bagus, sekarang kencangkan bautnya ke bracketnya"

"Baiklah. . ."

Saat ini, Sasuke dan Naruto sedang memasang generator mikrohidro di sungai belakang sambil ditonton oleh semua orang di tempat ini. Normalnya, pekerjaan berat dan berbahaya semacam itu akan diserahkan kepada orang dewasa. Tapi sebab mereka secara literal lebih kuat dari pria dewasa, memasangnya perlu pengetahuan teknis, dan mereka tidak ingin mengambil resiko kalau-kalau sampai generator itu rusak. Akhirnya mereka memutuskan untuk memasang benda itu sendiri.

Bagaimana denganku? Tentu saja aku hanya bisa melihat dari jauh bersama Ibuku. Hal yang seperti ini sama sekali di luar keahlianku.

"Kelihatannya sudah cukup erat, Hachidai! Buka pintu bendungannya"

Sungai yang kami miliki tidak terlalu besar, jadi kami perlu membuat bendungan kecil agar generator kami bisa bekerja secara lancar. Dengan hampir selesainya ekspansi lahan pertanian, kami akhirnya punya spare tenaga kerja.

"Sekarang kita lihat bagaimana hasilnya. . "

Begitu Naruto dan Sasuke mundur, semua orang mulai mendekat dan memperhatikan generator yang baling-balingnya mulai berputar. Awalnya putranya lambat, tapi lama-lama kecepatannya semakin meningkat sampai akhirnya putarannya jadi stabil berhenti berakselerasi.

"Sepertinya tidak ada masalah"

"Berarti lanjut ke tahap selanjutnya"

"Kuserahkan padamu Naruto"

Naruto dan Sasuke mengangguk.

Semua orang di tempat ini berkumpul bukan tanpa alasan. Kamilah yang memintanya. Kami ingin memberikan penyuluhan tentang infrastruktur yang baru saja kami pasang.

"Benda ini adalah sumber energi dari mesin yang akan kalian gunakan di workshop serta lampu-lampu yang dipasang di sekitar kastil! Jadi tolong jangan biarkan ada anak kecil yang mendekatinya"

Di tempat ini ada anak-anak lain selain kami bertiga. Dan sebab semua penduduk yang ada di sekitar kastil adalah pendatang baru yang ke sini setelah Ibuku. Kebanyakan anak-anak itu lahir setelahku. Dengan kata lain, semua anak-anak itu bahkan lebih muda dariku dengan rata-rata umur antara 3 sampai 4 tahun sama seperti Miina. Anak dari salah satu budakku.

Tentu saja ada anak yang lebih tua dariku ataupun bahkan dari Sasuke dan Naruto. Tapi mereka semua berasal dari desa lain di teritori ini.

"Benda ini sama sekali tidak murah!"

Kami tidak ingin ada anak kecil yang menjadikannya mainan dan merusaknya. Kincir dari generatornya kelihatan seperti benda yang menarik, jadi sama sekali bukan tidak mungkin ada anak kecil yang ingin menjadikannya mainan. Memegang-megangnya, menyodok-nyodoknya dengan sesuatu, atau melemparkan benda-benda lain ke dalam untuk melihat reaksinya.

Seperti yang Naruto bilang. Biaya pembuatan generator itu sama sekali tidak murah. Magnet permanen yang kami butuhkan adalah barang langka yang hanya bisa diproduksi di Iwa, lalu meski material lainnya seperti tembaga, besi, grafit dan karet bisa kami dapatkan dengan mudah. Biaya transport mereka sama sekali jauh dari yang namanya terjangkau.

Selain itu, jangan lupa kalau membuat semua komponennya itu perlu banyak waktu dan tenaga. Kami tidak ingin hasil usaha kami berakhir sia-sia.

Meskipun, hal yang kami paling takutkan adalah hal lain.

"Selain itu! Benda ini berbahaya!"

Yang kami paling takuti adalah ada korban yang jatuh karena instalasi elektrik kami yang sama sekali tidak mematuhi standar keamanan karena terbatasnya alat dan material. Salah satu contohnya adalah, transformator di sekeliling kami hanya ditutupi oleh kotak metal dan kayu, kabel tembaga semua tempat hanya kami masukan ke pipa kayu yang diisi lelehan karet dan kepangan kain, lalu saklar dan juga soket hanya dilapisi sekali lagi kayu dan karet.

"Jika kau menyentuhnya sembarangan kau bisa saj. . "

"Naruto! Ke sini sebentar. . "

Naruto tidak tahu kenapa tiba-tiba Sasuke memintanya untuk mendekat. Tapi anak laki-laki itu menurut dan mendatangi lawan bicaranya. .

"Ada apaaaaaaaaaa!

Sebelum Naruto sempat menyelesaikan kata-katanya, Sasuke sudah lebih dulu menyodoknya dengan sebuah pipa besi yang berisi aliran listrik ke pinggangnya.

"Apa yang kau lakukaaaaaan!"

"Ya. . . daripada cuma penjelasan, kurasa mereka butuh contoh!"

"Pakai badanmu sendi. . . aaaaaaaaaa!"

Sasuke kembali menyetrum Naruto.

"Ahahahaha. . "

Dan kali ini, dia melakukannya sambil tertawa. Tatapan bingung semua orang sama sekali tidak ada pengaruhnya pada pemuda itu. Menunjukan kalau sepertinya bukan hanya aku yang mentalnya terpengaruh oleh usia muda tubuh kami yang sekarang. Sasukepun sama, meski harusnya sudah punya umur mental yang sama tuanya dengan kakeku. Sekarang bisa bertingkah layaknya anak kecil biasa.

"Kalau kau tidak mau berhenti aku akan menggunakan ini"

Naruto mengangkat handle dari sebuah mesin besar di belakangnya.

"Wops. . . maafkan aku! Lanjutkan!"

Mulut Sasuke mungkin berkata maaf, tapi senyumnya menunjukan kalau dia sama sekali tidak merasa bersalah. Naruto yang melihat hal itu hanya bisa mendengus marah sebelum kembali melihat ke para penonton.

"Yang tadi adalah contoh apa yang terjadi kalau menyentuh kabel di dalam workshop secara tidak sengaja!"

Tegangan listrik yang akan masuk ke mesin-mesin di workshop dan lampu-lampu sekitar sudah diturunkan sampai 5 volt. Jadi meski listrik di kabelnya akan membuatmu kaget atau sakit, kau tidak akan dalam bahaya selama kau bisa langsung melepaskan tanganmu.

Tentu saja kami tidak tahu apakah tegangan yang kami gunakan itu benar-benar 5 volt. Sebab Sasuke hanya mengandalkan perhitungan kertas. Tapi kami sudah berusaha sekeras mungkin untuk membuat semuanya aman.

"Kalau kalian berpikir reaksiku berlebihan! Kalian bisa mencobanya sendiri!"

Banyak dari orang-orang yang melihat merasa takut, tapi ada beberapa yang malah penasaran. Dan orang-orang itu dengan suka rela mencoba bagaimana sensasi disetrum oleh Sasuke. Dan reaksi mereka semua tidak berbeda jauh dari Naruto.

Begitu mereka kembali, teman-teman mereka langsung menanyakan bagaimana rasanya disetrum. Membuatku kami tidak perlu repot-repot menjelaskan panjang lebar. Mereka semua paham kalau disetrum listrik rasanya seperti tersambar petir yang sangat kecil.

"Sekarang lanjut ke topik selanjutnya! Yang kalian rasakan tadi adalah listrik yang kekuatannya sudah diturunkan ribuan kali! Tapi kalau yang kalian sentuh adalah kabel di area ini. . ."

Naruto mengangkat handle dari mesin las yang mereka siapkan sebagai bahan demonstrasi. Setelah itu, Sasuke mengikuti dengan mengangkat pipa besi lain ke arah Naruto. Kemudian mereka menyentuhkannya kedua benda itu dan. .

Sparkkkkkk. . . . ..

"Itulah yang akan terjadi"

Percikan listrik dan api, asap, serta cahaya menyilaukan serta suara berisik langsung tercipta. Membuat semua yang cukup dekat dengan mereka langsung secara reflex menempatkan tangan mereka di depan wajahnya.

"Kalian paham?"

Semua orang bilang iya atau mengangguk. Kau tidak perlu menyentuhnya untuk tahu kalau handle dari mesin las tadi itu sangat panas. Kalau besi saja bisa meleleh ketika menyentuhnya, kau bisa dengan mudah membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai benda itu menyentuh tubuhmu.

Tentu saja apa yang akan terjadi pada seseorang ketika mereka berinteraksi dengan listrik tegangan tinggi tidak seperti yang mereka bayangkan. Tapi Sasuke dan Naruto tidak merasa perlu mengoreksi impresi mereka. Sebab mereka melakukan demonstrasi itu bukan untuk memberikan mereka pendidikan tentang listrik. Melainkan hanya ingin menunjukan seberapa berbahayanya listrik kalau kau tidak hati-hati.

Dengan kata lain, mereka sedang memberikan peringatan.

Kata-kata seorang bangsawan mungkin adalah sebuah hukum di Konoha. Tapi sudah jadi pengetahuan umum kalau kalau seseorang punya hobi untuk melanggar hukum asal mereka berpikir kalau hukum itu tidak ada artinya. Dengan menunjukkan kalau kau bisa mati kalau kau tidak menaatinya. Keduanya mencegah seseorang mencoba adu nyali di tempat itu.

"Jika kalian menemukan ada masalah, jangan bertindak sendiri! Panggil aku atau Sasuke! Paham?"

"Paham!"

"Paham!"

"Paham!"

"Paham!"

"Bagus, kecuali pandai besi! Kalian semua boleh pergi!"

Dengan begitu, semua orang pun mulai meninggalkan tempat ini dan kembali ke pekerjaannya masing-masing. Aku yang sedari tadi hanya bisa bengong dan hanya jadi penonton dari jauh akhirnya bisa mendekat.

"Selamat Sasuke! Kak Naruto"

"Ya. . . . Terima kasih"

Naruto mengangguk dengan bangga. Yang jadi pionir proyek ini mungkin adalah Sasuke, tapi tanpa bantuan Naruto semua infrastruktur yang ada di sekitar kami tidak akan selesai secepat sekarang. Sebab celah antara pengetahuan Sasuke dan anak buahnya terlalu jauh, mereka sering tidak bisa paham satu sama lain. Di situlah Naruto yang jadi jembatan antara isi pikiran Sasuke dan dunia di sekitarnya.

Kontribusinya sama sekali tidak sedikit, karena itulah dia bisa merasa bangga.

Melihatnya memasang ekspresi itu membuatku ingin mengelus kepalanya dan bilang "good boy, good boy". Tapi aku yakin kalau dia tidak akan merasa nyaman diperlakukan seperti olehku.

Sedangkan Sasuke?

"Hey Hanabi, aku ingin tanya sesuatu"

Dia sedang sibuk melihatku dengan wajah bingung.

"Tanya apa?"

"Kenapa kau memanggil Naruto dengan sebutan kak tapi hanya memanggilku dengan namaku?"

"Ha?"

Pertanyaan bodoh macam apa itu?

Daripada kak kau lebih cocok kupanggil kek. Selain itu, kau sendiri yang bilang kalau aku adalah pengganti putrimu. Apa kau yakin ingin dipanggil "kak" oleh anak perempuanmu?. Sama sepertimu yang tidak akan nyaman dipanggil seperti itu olehku, aku juga tidak merasa nyaman menggunakan panggilan itu untukmu.

"Kau sudah tahu alasannya!"

Tidak mungkin kau tidak tahu. Dan ini bukan egoku sebagai wanita yang berbicara. Aku tahu kalau dia tahu sebab kami sudah membicarakannya dulu.

"Aku merasa didiskriminasi"

"Blehh. . ."

"Sebagai ganti ruginya, aku minta dipeluk! Dengan begitu aku akan memaafkanmu"

Dia main-main denganku.

"Sigh. . . . kadang-kadang aku ingin memukulmu"

"Ahahaha. . . . coba saja! Kau yang akan sakit sendiri"

Tunggu dulu, kenapa rasanya aku mengalami dejavu? Sudahlah.

"Hmm. . . ."

Aku membuka lebar kedua tanganku lalu mengangkat daguku mengisyaratkan Sasuke kalau dia sudah bisa memelukku.

"Terima kasih Hanabi"

Tidak lama kemudian, Sasuke menyambut pelukanku dan memeluk seluruh tubuhku secara penuh. Dia sedikit meremas badanku, tapi dengan lembut dan hati-hati layaknya sedang memegang benda rentah yang mudah rusak. Dia bisa memelukku dengan lebih erat dan aku akan baik-baik saja, tapi kurasa dia tidak akan pernah melakukannya.

Sebab ketika dia memelukku, dia melihat putrinya padaku. Sambil menyadari kalau aku itu bukan putrinya. Trauma orang tua ini lumayan dalam.

"Sama-sama"

Tidak lama kemudian, Sasuke melepaskan pelukannya padaku. Setelah itu, aku menghadap Naruto dengan kedua tangan masih terbuka. Memberinya tanda, kalau dia juga boleh memelukku.

"Apa?"

"Kau tidak mau kupeluk?"

"Ke. .kenapa aku harus melakukannya?"

"Begitukah . . . "

Setiap orang yang kupeluk selalu merasa senang. Ibuku, jelas. Sasuke, sama. Para pelayan juga tidak beda jauh. Aku yang dulupun akan merasa senang kalau mendapat pelukan dari diriku yang sekarang. Maksudku, memangnya siapa yang tidak mau dipeluk oleh anak kecil yang imut?

"Maafkan aku . . . . "

Kukira semua orang suka kupeluk, tapi sepertinya Naruto adalah pengecualian. Aku tidak bisa membantu terlalu banyak dalam proyek ini, jadi setidaknya aku ingin memberikan support mental. Dan sebab semua orang bilang kalau mereka merasa disembuhkan oleh pelukanku, aku mencoba memberi Naruto hal yang sama.

Tapi sekali lagi, sepertinya tawaranku malah hanya mengganggu.

"Sigh, Naruto aku tahu kalau kau malu! Tapi kau tidak perlu menolaknya setegas itu"

Jujur, reaksinya bukan hanya membuatku kecewa. Tapi juga agak sedih. Sebagai seorang anak kecil manja yang disukai oleh semua orang. Baru pertama kalinya aku merasa seditolak ini. Dan rasanya agak menyakitkan.

Aku tahu kalau isi pikiranku itu egois dan merepotkan. Oleh karena itulah aku memilih untuk diam supaya tidak ada yang sadar kalau aku adalah anak yang semenjenkelkan itu.

"Jangan sembarangan membuka aib oraaaaaaaaaa! Erwiiiinnn berhenti menyetrumku!"

"Maaf, maaf, reflex. . "

"Reflex macam apa itu?"

"Reflex ketika aku seorang membuat adik perempuanku sedih"

"Hanabi bukan adikmu!"

"Siapa yang peduli tentang detailnya"

"Sudahlah! Pergi sana!"

Sasuke mengangkat kedua tanganny lalu pergi ke arah para pandai besi yang sudah berkumpul. Setelah ini dia akan melatih semua anak buahnya cara menggunakan alat-alat ciptaannya. Meninggalkanku bersama Naruto.

"Maafkan aku Hanabi, seperti yang Sasuke bilang aku merasa malu"

Aku sudah terlalu sering bersama Sasuke sampai aku lupa, jika normalnya. Anak laki-laki dan perempuan tidak berinteraksi atau bertingkah sedekat kami kecuali kalau mereka saudara kandung. Hanya karena aku melihat Sasuke sebagai orang yang jauh lebih dewasa dan Sasuke melihatku bukan sebagai lawan jenislah yang membuat kami bisa seenakny saja saling berpelukan.

Anak laki-laki normal seperti Naruto tentu saja punya pandangan lain. Dia sedang ada dalam masa di mana dia akan merasa malu kalau dilihat bermain dengan anak perempuan.

Aku paham, aku pa. .

". . . . . "

Tiba-tiba Naruto memeluku sampai pikiranku saja ikut berhenti bekerja.

"Terima kasih, Hanabi"

Pelukannya tidak erat, durasinya hanya sekejap, dan ketika melakukannya dia mengalihkan pandangannya jauh ke tempat lain. Tapi pelukan singkatnya itu sudah cukup untuk memberitahukan seberapa pedulinya dia padaku.

Dia melawan rasa malunya agar aku tidak merasa sedih.

Kesadaranku atas hal itu membuatku memegang dadaku. Kenapa? Karena sepertinya jantungku baru saja lupa berdetak untuk sesaat. Aku merasa benar-benar bahagia dari dasar hatiku.

"Aku duluan Hanabi!"

Kalau Naruto adalah. . .

". . .Ya. . "

Benar-benar anak yang baik.

6.

"Kak Naruto, malam ini aku akan tidur denganmu"

"Sepertinya kau sedang mimpi sambil jalan! Hanabi, sini biar kuantar ke kamarmu"

Begitu aku datang kamar Naruto sambil membawa bantal dan minta tidur bersamanya. Anak laki-laki itu langsung dengan naturalnya memperlakukanku seakan aku sedang ngelindur lalu dengan halusnya mencoba mendorongku ke luar ruangannya.

"Aku serius"

Sebelum aku sempat terbawa arus, aku langsung sadar dan menghentikan langkah kakiku lalu kembali mencoba masuk.

"Ok berhenti di situ, aku tidak tahu kenapa kau ingin tidur di sini tapi aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja! Ingat posisimu Hanabi!"

Sebagai seorang tuan putri, normalnya aku bahkan tidak diperbolehkan berinteraksi dengan sembarang orang. Jadi, tentu saja tidur dengan orang asing itu tidak boleh. Apalagi lawan jenis. Dan meski aku bukan bukan tuan putri pun, tidur dengan laki-laki yang bukan keluargamu bukanlah sesuatu yang seorang anak perempuan boleh lakukan dengan santainya.

Aku paham apa yang Naruto coba sampaikan. Tapi hari ini, aku sedang tidak dalam mood untuk jadi anak penurut.

"Memangnya kenapa kak Naruto? Aku tidak paham"

"Kadang-kadang aku ingin mencubit pipimu"

"Ehehehe. . . ."

Sadar kalau dia tidak bisa memaksaku pergi, Naruto menghela nafas lalu bertanya. . .

"Apa kau sudah minta izin Ibumu?"

"Belum, tapi aku yakin kalau mama akan mengizinkannya"

Karena itulah, tidak ada masalah.

"Sigh. . ."

Kali ini Naruto menampar wajahnya sendiri. Ibuku sudah tidak lagi menganggap Naruto sebagai tamu, jadi dia tidak lagi mau repot-repot berakting seperti bangsawan. Karena itulah, Naruto paham kalau misalkan aku meminta izin padanya, Ibuku akan dengan mudahnya memberi izin sambil tertawa.

"Bagaimana dengan Sasuke?"

"Kalau Sasuke ada di sini, kau pasti melupakanku"

Mungkin dia tidak akan melupakanku, tapi kalau mereka berdua sudah bertemu. Mereka selalu berakhir ngobrol sendiri sampai aku merasa tidak dipedulikan. Dan sebab aku adalah satu-satunya anak perempuan di sini, ada banyak obrolan mereka yang aku tidak bisa pahami di mana letak menariknya.

Kami mungkin dekat, tapi jarak antara gender kami lebih jauh dari yang kalian kira.

"Atau. . . .kau tidak mau berdua denganku?"

"Harusnya aku yang bertanya begitu, apa kau yakin ingin berdua bersamaku saja? Apa kau tidak takut?"

Kalau yang kita bicarakan adalah Naruto dari beberapa bulan yang lalu. Mungkin tidak, tapi sekarang kasusnya lain. Aku bahkan yakin kalau misalkan ada pembunuh yang mencoba mengincar nyawaku. Anak laki-laki akan dengan beraninya mencoba melindungiku.

"Daripada takut, aku malah merasa aman bersamamu"

"Hanabi. . . . . kau!. . . aghh. . . sudahlah! Masuk"

"Eheheheh. . . . ."

Begitu mendapat izin dari penghuninya. Aku langsung masuk dan melompat ke kasur sambil melemparkan sandal yang kupakai. Kelakuan yang sangat jauh dari seorang tuan putri. Aku yakin kalau saudara-saudaraku tidak ada yang bisa melakukan hal semacam ini di istana.

Tidak lama kemudian, Naruto menyusulku ke atas kasur. Dan sebab kasur ini terlalu besar untuk dua anak kecil seperti kami. Seperti yang kuduga, Naruto memilih untuk menempatkan dirinya di bagian ujung kasur jauh dariku.

"Kenapa kau jauh sekali?"

Tujuanku datang malam-malam ke sini dan memaksanya menerimaku di kamarnya adalah untuk mencoba mengurangi jarak di antara kami. Aku ingin agar dia tidak lagi merasa malu atau canggung berinteraksi denganku. Karena itulah aku tidak akan membiarkannya kabur begitu saja.

"Bukankah kalau begini akan lebih hangat?"

Tanpa meminta izin dulu. Aku menjajah personal spacenya dengan menggeser bantalku dan berbaring tepat di sampingnya sampai tubuh kami menempel.

"Ugh.. . aku harus memastikan kalau tidak ada yang melihat ini"

". . .? kenapa?"

"Para pelayan akan menggodaku mati-matian"

"Kau berlebihan, aku dan Sasuke tidak pernah digoda siapapun"

Dalam masalah kedekatan fisik, aku dan Sasuke sudah hampir seperti saudara yang sesungguhnya. Kalau dia sedang tidak bekerja, dia pasti ada di dekatku. Kami makan bersama, belajar bersama, pergi ke manan bersama dan melakukan banyak hal lain bersama. Melihatku bergandengan tangan dengan Sasuke sama sekali bukan pemandangan langka, melihat kami berpelukan sudah biasa, dan melihatnya mengelus kepalaku atau mencubit pipiku juga sudah kegiatan sehari-hari.

Semua orang tahu kalau Sasuke bukan benar-benar kakakku, tapi tidak ada satupun orang yang pernah menggoda kami kecuali Ibuku.

"Tentu saja, memangnya yang berani menggoda seorang tuan putri?"

"Ahh. . . . ahaha aku lupa"

Saking lamanya aku tidak pernah diperlakukan seperti tuan putri aku sampai lupa kalau aku ini seorang TUAN PUTRI.

"Selain itu, Sasuke adalah seorang bangsawan dia juga adalah bos mereka"

Orang yang masih waras tidak akan mengambil resiko untuk bertingkah tidak sopan di depannya. Bukan hanya karena mereka takut kena hukuman, tapi juga karena takut kehilangan pekerjaan mereka. Pekerjaan yang gajinya tidak bisa dibandingkan hanya bertani di lahan kecil milik mereka sendiri.

Meski Sasuke mungkin tidak akan terlalu memikirkannya, tidak ada yang ingin mencobanya untuk mencari tahu.

"Sedangkan posisiku itu lain"

Naruto sendiri adalah seorang anak diplomat dari negara lain. Secara keturunan, dia memiliki posisi tinggi. Tapi di sini, selain Ibuku, aku dan Sasuke tidak ada yang tahu akan hal itu. Yang mereka tahu hanyalah dia adalah orang yang Ibuku undang ke sini untuk jadi guruku.

Dengan kata ain, di sini Naruto dianggap sebagai rekan kerja mereka. Dan sebagai sesama pekerja. Mereka tidak punya alasan untuk tidak menggodanya.

"Bagaimana kalau kita kunci kamar ini agar tidak ada yang bisa masuk sembarangan?"

"Jangan berani-beraninya kau melakukannya! Mereka malah akan menggodaku semakin parah"

Sebagai seseorang yang sudah hidup dua kali. Aku tahu kalau anak seumurannya paling tidak suka digoda. Apalagi kalau yang jadi subyeknya adalah lawan jenis.

Aku sendiri pernah jadi korban hal semacam itu. Tapi dalam kasusku, aku tidak terlalu memikirkannya sebab menurutku. Kalau sesuatu hal itu tidak benar, hal itu tetap tidak benar apapun yang orang lain katakan.

Aku ingin mengatakan sesuatu padanya, tapi sayangnya. Sebab aku bahkan tidak paham apa yang dia rasakan, aku tidak tahu harus berkata.

"Sudahlah, jangan bahas hal itu lagi! Aku hanya perlu bangun lebih pagi dari semua orang"

"Apa kau yakin bisa melakukannya?"

Semua orang di sini biasa bangun sangat pagi. Para pelayan bahkan bangun dan bekerja sebelum matahari terbit setiap harinya.

"Jangan meremehkanku, asalkan aku tahu kapan aku harus bangun aku bisa bangun di waktu yang tepat"

"Wow. . ."

Ayahku dulu juga sama seperti Naruto. Dia bisa bangun tepat waktu bahkan tanpa alarm sekalipun. Misalkan sebelum tidur dia berniat untuk bangun jam lima pagi. Di jam itu juga matanya akan terbuka sendiri tanpa perintah.

"Sebentar"

Naruto mengambil sesuatu dari laci meja di sampingnya, setelah itu dia. . .

"Sekarang jam sembilan, ok!"

"Tunggu dulu kak Naruto, apa itu? Jam?"

"Kau tahu tentang jam Hanabi?"

"Yeah, aku pernah melihat ayah Sasuke membawanya"

Jam yang Naruto tunjukan padaku adalah sebuah jam mekanik portable sebesar telapak tanganku. Meski desain dan materialnya tidak ada yang kelihatan spesial. Memilikinya memberikan status yang lebih tinggi bahkan daripada mengenakan perhiasan indah sebab harganya yang berkali-kali lipat perhiasan biasa.

Karena konstruksinya yang rumit dan membutuhkan presisi tinggi serta mereka harus diimpor dari Iwa. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu membelinya. Untuk mengetahui waktu, semua orang termasuk kami masih mengandalkan matahari dan bel sebagai penanda.

"Apa kau orang kaya kak Naruto?"

Orang yang punya posisi sebagai diplomat tentu saja tidak miskin. Tapi di Konoha, hanya raja, jendral atau pemilik teritori besar yang bisa memiliki benda semacam itu.

"Tidak juga"

Jika kau membelinya di luar Iwa. Harga jam yang Naruto miliki akan jadi berkali-kali lipat aslinya. Tapi kalau kau membelinya langsung di tanah di mana benda itu dibuat, ditambah kalau kau punya koneksi. Kau bisa mendapatkannya dengan harga yang cukup terjangkau.

Setidaknya untuk standard Naruto.

"Kau pernah ke Iwa Naruto?"

"Ya, aku pernah tinggal dua bulan di sana"

"Tempat seperti apa Iwa?"

"Pertama, udaranya kotor"

"Bagaimana bisa?"

Dibandingkan dengan negara lain. Iwa adalah yang paling maju industrialisasinya. Di kota-kota besarnya, pemandangan pabrik-pabrik besar berisi mesin-mesin yang tidak kalah besarnya yang mengeluarkan asap hitam adalah hal yang normal.

"Selain asap, mereka juga membuang limbah sembarangan"

Tanah dan sungainya, sama seperti udaranya juga jadi ikut kotor. Ditambah dengan munculnya pemukiman kumuh yang menjamur karena adanya banyak perpindahan penduduk dari desa ke kota. Begitu kau keluar dari komplek perumahan orang kaya, kau akan disambut dengan kota yang berantakan dan kotor.

"Tapi selain pengaruh negatif yang luas, pengaruh positif dari industrialisasi juga tidak kalah besarnya"

Dengan berdirinya pabrik-pabrik itu, mereka bisa memproduksi banyak barang secara massal. Makanan, pakaian, peralatan tani, mesin presisi, kapal, dan senjata. Semua kemajuan itu membuat negara kepulauan yang tanahnya tidak subur itu jadi kuat. Entah itu secara ekonomi dan juga militer.

"Tidak lama sampai akhirnya Iwa memutuskan untuk menjajah negara lain"

Begitu pasar domestik mereka mulai jenuh, mereka kehabisan material, dan ambisi mereka mulai membesar. Mereka memutuskan untuk melakukan ekspansi ke luar negara.

"Dan target pertama mereka adalah Kiri"

Sekitar dua puluh tahun yang lalu, Iwa sempat mencoba menjadikan Kiri sebagai koloninya. Hanya saja sebab Iwa yang saat itu masih belum semaju sekarang, Kiri bisa memukul mundur mereka dengan menggunakan taktik paling tua di dunia. Kiri mengalahkan pasukan penyerang dengan jumlah yang jauh lebih banyak.

"Tapi perang yang hanya berlangsung selama beberapa tahun itu memberi tahu kami satu pelajaran yang sangat penting"

Sendirian, kami itu lemah.

Kami bisa selamat dari kolonialisme Iwa hanya karena kami mampu bersatu. Kalau tidak, mungkin saja negara bernama Kiri sudah tidak ada lagi.

"Sebagai negara kepulauan, kami punya individualisme yang sangat tinggi"

Setiap pulau sudah hampir seperti dunia terisolasi yang berdiri sendiri. Dan semua orangnya menganggap kalau merekalah yang pantas untuk jadi penguasa dan berdiri di atas semua orang. Membuat selama ratusan tahun, provinsi-provinsi di Kiri berada dalam konflik dengan satu sama lain.

Tapi begitu mereka merasakan seberapa kecilnya mereka di hadapan kekuatan Iwa. Mereka terpaksa harus melupakan konflik di antara mereka dan bersatu di bawah satu bendera. Persatuan yang masih terjalin bahkan sampai sekarang.

"Bagaimana kalian memilih pemimpin?"

Tidak mungkin orang-orang yang sudah berada dalam konflik selama ratusan tahun itu bisa dengan mudahnya berkompromi. Pasti ada banyak kepentingan yang saling bertabrakan di sana.

"Kalau itu, solusinya mudah"

Awal dari konflik antara provinsi-provinsi itu adalah, seperti yang sudah Naruto katakan. Mereka berpikir kalau merekalah yang terhebat, terbaik, dan paling pantas untuk memimpin semua orang.

"Jadi, mereka hanya perlu menunjukkan skill mereka di depan semua orang"

Korban yang jatuh dari perang mereka dengan Iwa itu banyak. Dan semua orang sadar hal itu bisa terjadi karena ketidak kompetenan seseorang di banyak tempat. Selain mereka harus bersatu, agar Kiri bisa bertahan dari serangan siapapun yang akan datang ingin menghancurkan mereka. Mereka juga perlu orang-orang yang kompeten untuk memiliki kekuasaan.

Kau ingin jadi raja? Buktikan kalau kau pantas jadi raja.

Kau ingin jadi jendral? Tunjukan kalau kaulah kandidat terbaik.

Kau ingin jadi menteri? Buat semua orang percaya padamu.

"Tentu saja semuanya tidak selancar, semudah, atau sesederhana yang kuceritakan"

Dalam prakteknya, ada banyak masalah yang timbul dan harus diatasi. Tapi secara keseluruhan, metode itu sudah berhasil mengubah Kiri menjadi negara yang mementingkan skill di atas segalanya. Dan sebab skill bahkan lebih penting dari keturunan, Kiri juga sukses menjadi negara dengan tingkat pendidikan tertinggi di area ini.

"Wow. . . hebat"

Revolusi tanpa ada yang kepalanya dipenggal, kudeta penuh kekerasan, ataupun perang saudara lain adalah sesuatu yang sangat langka.

"Kak Naruto, beritahu aku cerita yang lain"

"Baiklah"

Setelah itu, Naruto mulai menceritakan pengalaman-pengalamannya yang lain bersama ayahnya mulai dari bertemu bajak laut di laut Ishi. Berbicara tentang tujuan hidup manusia dengan pelajar dari Suna dan tinggal pedalaman dengan pekerja yang menggunakan hewan-hewan besar untuk mengangkut kayu dan barang-barang lainnya.

Sebagai seseorang yang belum pernah pergi jauh. Semua ceritanya membuatku merasa senang bisa mendengarnya, tapi ada hal yang lebih membuatku senang daripada menambah pengetahuanku tentang dunia. Dan hal itu adalah fakta kalau Naruto tidak lagi mempedulikan jarak di antara kami. Selama bercerita, dia tidak mempedulikan aku yang terus meringkuk di lengan dan dadanya.

Naruto terus bercerita sampai akhirnya aku menguap dengan lebar.

"Kau sudah ngantuk Hanabi?"

"Um. . ."

Aku masih ingin mendengar cerita Naruto. Tapi tubuhku tidak bisa bohong dan sudah minta untuk istirahat. Badanku terasa capek dan mataku juga sudah mulai lengket.

"Baiklah, akan kumatikan cahayanya"

"Tunggu dulu. . "

Sebelum Naruto berhasil mencapai lampu minyak di meja di sampingnya, aku menarik tangannya terlebih dahulu.

"Apa aku boleh. . . ke sini lagi besok?"

Kali ini, dengan naturalnya Naruto membelai rambutku sambil tersenyum.

"Tentu saja"

Begitu cahaya lampu mati, aku langsung menempel pada Naruto sambil tersenyum. Dan sekali lagi, kali ini Naruto balas memelukku tanpa ragu sedikitpun. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena malam di sini benar-benar gelap. Tapi aku tahu, kalau Narutopun ikut tersenyum saat memelukku.

Misi berhasil.

6

"Aku kehabisan materi"

Bilang Naruto dengan wajah lelah.

"Tapi aku belum belajar magic darimu."

"Magic bukan sesuatu yang bisa diajarkan atau dipelajari dari orang lain, cara memanfaatkannya mungkin bisa dipelajari tapi cara menggunakannya harus seseorang temukan sendiri."

"Dengan kata lain, aku tidak bisa menggunakan magic?"

"Aku tidak tahu"

Sekali lagi, apa yang Naruto maksud magic bukanlah sihir yang bisa kau gunakan dengan mengucapkan mantra, ngobrol dengan makhluk gaib lalu meminjam kekuatan mereka, ataupun memanfaatkan relik berisi energi untuk membengkokan hukum alam. Magic yang dia maksud lebih tepat dianggap seperti kekuatan esper. Seperti kemampuan memanipulasi Vector milik Acc**rator ataupun mengendalikan elektron dan menciptakan aliran listrik seperti Mik*sa.

"Kalau kau mau melakukan test aku tidak keberatan melakukannya"

Sebab semua orang yang memiliki magic rata-rata punya kemampuan fisik di atas rata-rata. Cara melakukan test apakah kau memiliki kemampuan khusus juga mengandalkan test fisik. Dan berdasarkan Naruto dan Sasuke, testnya sendiri sangat menyiksa.

"Gah. . . terima kasih"

Sejak lahir lagi di dunia ini dan mengetahui keberadaan magic, aku selalu membayangkan kalau aku juga punya kemampuan spesial. Mengingat kalau keajaiban seperti aku bisa terlahir kembali bisa terjadi, jadi tidak muluk-muluk kalau aku berharap punya kekuatan OP yang bisa kugunakan mengalahkan semua orang kan?. Meski tidak bisa jadi pahlawanpun, kekuatan minor seperti bisa memanaskan kopipun tidak masalah.

Tapi sayangnya, sepertinya siapapun yang memberiku kesempatan kedua sepertinya tidak ingin memberiku bonus lain. Yang bisa kupahami mengingat sekali lagi, bisa datang ke sini dan memulai kehidupan baru dari awal lagi saja sudah sebuah keajaiban yang sangat besar.

"Ahh. . . "

Aku menghela nafas panjang.

"Jangan kecewa begitu, tanpa magic-pun kujamin kalau kau bisa sukses"

Sambil mengatakannya, Naruto meletakkan telapak tangannya di kepalaku dan mulai mengelus-elusnya. Yang baru-baru ini jadi sebuah kebiasaan.

Selain itu, dia juga melihat ke arahku dengan senyum lebar. Sebuah tanda yang mungkin artinya kalau dia benar-benar percaya dengan apa yang baru saja dia katakan dan bukan cuma sekedar ingin menghiburku. Kuharap.

"Terima kasih"

Aku balas melihat ke arahnya sambil memberinya senyuman yang kubuat secerah mungkin.

". . . . ."

Seperti yang kuduga, setelah melihat senyum kelas elit milikku. Naruto langsung langsung kehilangan kata-kata. Sebuah reaksi yang belakangan ini juga jadi normal dan sering kumanfaatkan untuk membalas perbuatan tidak mengenakannya padaku seperti tadi.

Perbuatan tidak mengenakan yang mana kau tanya?

Tentu saja perbuatannya mengelus-elus kepalaku. Yang tentu saja aku paham kalau dia tidak melakukannya dengan maksud buruk atau yang sejenisnya. Dan sejujurnya, rasanya tidak buruk dielus-elus oleh Naruto.

Tapi belakangan ini, volumenya mengelus-elus kepalaku sudah terlalu berlebihan.

"Kak Naruto?. . . . "

Sebagai seorang gadis kecil yang lahir dari pria tampan dan wanita cantik, sudah hampir jadi hukum alam kalau aku juga akan mewarisi fitur atraktif dari keduanya. Dengan kata lain, aku yakin kalau di domain ini. Keimutanku tidak ada tandingannya. Ibuku, para pelayan dan tukang kebun, petani di ladang, pedagang dari luar kota, dan bahkan Sasuke semuanya takluk terhadap keimutanku.

Beberapa bereaksi dengan mencubit pipiku, dan yang lainnya biasanya langsung ingin memelukku. Yang sangat mudah dipahami sebab jika aku ada di posisi mereka, aku juga akan melakukan yang sama.

Memangnya siapa yang tidak ingin memeluk seorang gadis kecil imut-imut yang badannya lembut dan hangat?

Pemandangan ketika orang-orang di sekitar kami menertawakannya membuatku benar-benar merasa puas, cukup untuk membuatku jadi tersenyum semakin lebar.

"Jangan terlalu banyak menggodanya Hanabi, bagaimana kalau dia salah paham?"

Sementara Naruto terus digoda oleh orang-orang dewasa di sekitarnya dan kelihatan semakin malu. Sasuke menghampiriku, sedikit menurunkan badannya lalu membisikan hal di atas ke telingaku.

"Salah paham apa?"

". . . . ."

Dan sebagai reaksi dari jawabanku, Sasuke berbalik melihatku dengan tatapan yang sepertinya bilang 'kau ini idiot ya?' secara tidak langsung. Tatapan yang baru pertama kali ini kudapatkan darinya.

"Kalau kau tidak paham ya sudah"

"Hmmm? …"

"Sudahlah, daripada membicarakan magic lebih baik kita bicarakan bagaimana menjual benda ini."

" Ah... aku hampir lupa"

"Jangan lupakan topik utama pertemuan kita!"

Sudah lebih dari setengah tahun berlalu sejak Naruto menjadi guru pribadiku dan Sasuke. Sudah lebih dari setengah tahun juga kami bersama. Jadi, jarak di antara kami bertiga pada dasarnya sudah tidak ada.

"Maaf, maaf, jadi apa yang kau buat kali ini Sasuke?"

"Tidak akan lama sampai produk kita ditiru, karena itulah aku ingin mencoba membuat produk eksklusif"

"Produk eksklusif?"

"Ya, gampangnya barang mewah yang sulit ditiru"

Dengan begitu, kami bisa membuat bisnis yang punya asas low sales, big profit. Dan barang yang Sasuke maksud adalah…

"Ini, ini, dan ini!"

Tiga barang yang Sasuke bawa adalah lampu badai, alat cukur dan pompa air manual. Benda-benda praktikal yang menurutku sama sekali tidak ada nilai mewahnya. Ketika Sasuke bilang kalau dia ingin banting setir jadi pembuat barang mewah, aku kira dia berencana membuat sesuatu yang lebih "WAH" seperti perhiasan, mainan mekanikal rumit, atau barang salah era lainnya.

"Apa-apaan wajahmu itu?"

"Tidak apa-apa, aku hanya terkejut"

Dengan kemampuannya, aku yakin dia bisa membuat barang-barang itu. Karena itulah, ketika dia membawa hasil karyanya yang kelihatan biasa saja. Aku agak sedikit terkejut.

"Terkejut kenapa? kurasa barang-barang cukup eksklusif?"

"Ini barang mewah? . . ."

"Hah?. . . "

Sama sepertiku yang bingung dengan barang buatan Sasuke. Sepertinya Sasuke juga bingung dengan reaksiku. Dan dari wajahnya, dia benar-benar berpikir kalau benda-benda yang dibuatnya itu masuk dalam kategori barang mewah.

"Ahem. . . . sepertinya definisi mewah kalian berdua berbeda jauh"

Selagi aku dan Sasuke sedang berbicara dan saling memamerkan wajah bingung. Naruto akhirnya berhasil pulih dari rasa malunya. Dan seperti yang sudah kuduga. . . .

"Biar kujelaskan. . ."

Dengan naturalnya. Telapak tangannya langsung beristirahat di atas kepalaku dan mulai membelai rambutku. Tapi kali ini aku tidak langsung memberikan reaksi, melainkan menutup mata dan mulai berpikir.

Sambil terus mengelus-elus kepalaku, Naruto mulai menjelaskan perbedaan pandanganku dan Sasuke. Hal mewah yang kupikirkan adalah barang tersier yang tidak terlalu penting tapi bisa menunjukan kekayaanmu. Sedangkan definisi mewah Sasuke adalah barang praktikal yang belum pernah dibuat seseorang dan langka di pasaran.

"Mmmm. . . ."

Aku bisa menerima penjelasannya. Tapi aku masih tidak bisa menerima satu hal.

Seperti yang sudah kubilang tadi. Bukannya aku tidak suka Naruto membelai kepalaku. Tapi hal ini memalukan. Untuk suatu alasan, dielus kepalanya oleh Naruto terasa lebih memalukan daripada dibelai oleh Sasuke.

Jika dia mau berhenti melakukannya di depan umum, aku sama sekali tidak keberatan jadi pengganti seekor kucing dan membiarkannya membelai kepalaku sesuka hatinya.

". . . ."

Tunggu dulu! apa yang baru saja kupikirkan?

Tolong jangan bilang kalau gara-gara aku sudah terlalu sering dielus-elus olehnya. Malah sekarang aku yang ketagihan disentuh olehnya?

Tidak! tidak! tidak! tidak! tidak!

"Hanabi?"

Melihatku yang terus berdiam diri sambil menutup mata dan menyilangkan tangan di dada. Naruto menghentikan belaiannya di kepalaku, setelah itu aku merasakan kalau dia mencoba menunduk dan mendekatkan wajahnya padaku.

"Ah. . . ."

Dan benar saja, begitu membuka mata. Aku langsung menemukan Naruto yang memasang wajah khawatir sedang melihat langsung kedua mataku. Membuatku yang baru saja memikirkan hal yang aneh-aneh, tiba-tiba merasa malu.

"Hanabi. . ."

Kali ini, yang memanggilku adalah Sasuke. Tapi tidak seperti Naruto, suaranya tidak berisi kekhawatiran. Melainkan nada menghakimi.

"Kalau kau tidak ingin dibelai oleh Naruto, bilang saja"

"Eh. . ?"

Naruto langsung mengubah raut wajahnya dari khawatir menjadi terkejut. Setelah itu, tangannya yang sedari tadi membelai rambutku juga langsung ikut berhenti. Tidak lama kemudian, raut wajahnya kembali berubah. Kali ini, menjadi sebuah ekspresi sedih.

"Mnghhh. . . "

Dan melihat hal itu. Dadaku tiba-tiba terasa sakit. Melihatnya memasang wajah sedih punya pengaruh besar terhadap keadaan dadaku. Sebab secara mental aku lebih dewasa darinya aku jadi merasa seperti baru saja mengambil mainan favorit seorang anak kecil. Lalu, sebab aku juga sudah menganggapnya sebagai adik laki-lakiku sendiri. Perasaan bersalahku tiba-tiba juga ikut meluap.

Aku tidak melakukan apa-apa, tapi kenapa rasanya aku baru saja membuli Naruto?

"Maafkan aku Hanabi, aku tidak tahu kalau kau membencinya"

Akhirnya, tangan Naruto benar-benar turun dari kepalaku sambil memasang sebuah senyum. Tapi senyumnya kali ini sama sekali tidak bisa kusukai.

Karena itulah. . .

"Kak Naruto"

Aku memegang tangannya, menggenggamnya dengan erat, lalu meletakkannya di pipiku untuk menunjukan kalau aku sama sekali tidak keberatan disentuh olehnya.

"Aku hanya malu, . . . . kalau hanya berdua. . . . . . . . . tidak apa-apa"

Setelah mengatakannya. Aku langsung balas menatap mata Naruto secara langsung. Hanya saja, bukannya memasang wajah senang. Naruto malah membelalakan matanya sampai sangat lebar sambil memasang wajah yang lebih terkejut lagi.

Tidak lama kemudian.

"Ugh. . . "

Naruto tiba-tiba menurunkan badannya sambil memegang dadanya layaknya orang yang sedang terluka. Hal yang tentu saja membuatku langsung panik.

"A-ada apa Naruto? apa ada yang sakit?"

"Ti-tidak ada apa-apa, aku hanya. . .

Plak. . .

"Hanabi. . . kau. . ."

Sasuke yang ada di samping kami menampar wajahnya dengan telapak tangannya lalu melihat ke arahku dari sela-sela jarinya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Meski dia tidak mengatakan apapun, aku bisa merasakan kalau pandangannya punya arti "kau ini benar-benar bodoh".

Dan begitu aku melihat ke sekitarku. Orang-orang di sekitar kami kembali melihat Naruto dengan pandangan hangat layaknya orang tua yang sedang melihat anaknya bertindak lucu. Tapi kali ini, selain pandangan-pandangan itu. Dia juga menerima siulan, ucapan selamat, dan pujian yang seakan Naruto baru saja memenangkan sesuatu.

"Maafkan aku Naruto, sepertinya bantuanku malah membunuhmu"

Sasuke memasang pose berdoa di samping Naruto yang sekarang berlutut di tanah.

"Aku belum mati!"

"Ahahahaha. . ."

Dengan begitu, Sasuke membantu Naruto berdiri. Kemudian, kedua anak laki-laki itu mulai membicarakan sesuatu yang tidak kupahami. Aku yang tidak mau ditinggalkan langsung terjun ke tengah keduanya dan meminta perhatian mereka layaknya anak kecil manja.

Tidak, bukan sepertinya. Sebab saat ini, aku memang benar-benar anak kecil manja.

Kehidupan damai ini, aku harap bisa bertahan selamanya.


Terima kasih yang sudah mampir