Uchiha: Not A Cursed Family

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Story by PhiruFi

Pairing: (Sasuke U. & Ino Y.) and Original Character (OC)

Genre: Drama & Family, maybe little bit Romance & Adventure

A/N: Timeline Boruto Next Generation or after story 'RED TULIP: Meaning' (so you must read it first), ada beberapa Original Character sebagai penunjang cerita, kalimat dalam "..." font italic adalah bagian dari flashback.

WARNING: Semi-Canon, Crack Pair, DLDR, TYPO, RnR

Another sequel from a fanfiction titled RED TULIP: Meaning

Enjoy read this story~

Summary:

Tidak ada yang lebih buruk dari hidup dalam bayang-bayang masa lalu klannya yang kelam. Sebagai bagian dari klan Uchiha, stereotip jahat betah menghantui ke mana pun kaki melangkah. Itulah yang dirasakan Ryota Uchiha –anak sulung Sasuke dan Ino. Ketika prasangka buruk mulai menyiksa batin, ia mulai meragukan cinta kedua orang tuanya dan memendam kebencian terhadap ayahnya sendiri–Uchiha Sasuke.

Chapter 1: Struggling!

"Kenapa bukan kau saja yang menjadi ayahku?"

oOo

"Ryota, semangat untuk hari ini, ya? Kaa-san ingin mendengar ceritamu nanti sepulang dari Akademi," ucap Ino sambil menuangkan jus jeruk kesukaan putra sulungnya itu.

Seperti biasanya, sebelum Ino berangkat ke gedung Konoha's Berrier, ia tidak pernah melewatkan sarapan bersama kedua buah hatinya. Setelah menyiapkan menu sarapan, Ino segera memanggil Ryota untuk turun ke ruang makan dan setelah itu ia akan memusatkan seluruh perhatian kepada putri kecilnya –Keiko– karena terkadang putrinya itu ingin disuapi sesekali. Bukan hal yang sulit untuk meminta Ryota segera turun ke lantai bawah karena anak itu selalu bangun awal dan menjadi penurut jika ibunya yang meminta.

Kini tiga anggota keluarga itu sedang duduk mengelilingi meja makan di rumah besar Uchiha. Meskipun pemandangan pagi hari di rumah itu terasa harmonis dan menyejukkan, bagi Ryota itu masih belum cukup. Ia mengharapkan kehadiran sosok ayahnya yang sudah lama tidak ia jumpai. Sudah 8 tahun lamanya ia tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Terakhir kali ia bertemu dengan ayahnya adalah saat usianya masih 3 tahun. Saat usia itu, tidak banyak kenangan yang bisa ia ingat, jadi tak heran jika saat ini ia sangat… sangat merindukan ayahnya. Ia bahkan hampir lupa dengan suara ayahnya.

"Ryota? Kamu mendengar kaa-san, 'kan?" tanya Ino karena anak sulungnya tak kunjung memberi tanggapan.

Perhatian Ino tertuju ke arah Ryota sepenuhnya. Ibu dua orang anak itu merasa khawatir saat ucapannya tidak mendapatkan respons apapun dari putranya. Saat netra secerah lautan itu menatap Ryota, Ino baru menyadari jika putranya sedang melamun. Anak laki-laki berusia 11 tahun itu sempat terkejut sepersekian detik sebelum menanggapi pertanyaan ibunya.

"Iya, Kaa-san," ucap singkat Ryota.

Sama seperti Sasuke, Ryota tidak banyak bicara. Ada dua hal yang menjadi alasan anak laki-laki itu akan banyak bicara. Yang pertama, Ryota hanya akan protes jika ada orang lain mengusiknya. Benar-benar mengusiknya, misalnya menempel-nempel sambil memeluk lengannya denganerat seperti yang sering dilakukan Chouchou –teman masa kecilnya. Ya, walaupun begitu sampai detik ini pertemanan mereka tetap awet. Ryota memang kesal, tetapi ia tidak benar-benar marah dengan teman perempuannya itu. Ia maklum karena Chouchou memang centil dan cerewet –sedikit mirip seperti ibunya sendiri. Yang kedua, saat berdebat dengan Boruto –rivalnya. Tentu jika Boruto yang memulai perdebatan itu karena kalau tidak, Ryota akan kembali diam. Ia adalah anak laki-laki yang hemat kata.

Setelah meneguk habis jus jeruk kesukaannya, Ryota turun dari kursi lalu menghampiri ibunya. Anak laki-laki itu mengerti kebiasaan ibunya. Seperti hari-hari biasa –saat ia akan meninggalkan rumah– Ino akan memberi pelukan hangat, jadi itulah alasan yang membuat Ryota mendekati Ino yang sesekali masih menyuapi adik perempuannya.

"Aku berangkat sekarang. Choucou dan Sora pasti sudah menunggu di perempatan jalan," pamit Ryota sambil menunggu ibunya untuk memberi pelukan sebelum ia pergi ke luar rumah.

Ino meletakkan mangkuk yang sedari tadi ia pegang dan kini wanita itu mengalihkan seluruh perhatiannya kepada Ryota. Meskipun ia khawatir, Ino tetap mempertahankan senyum hangatnya sambil menatap Ryota lekat.

"Ryota, apa yang membuatmu gelisah? Meskipun biasanya kau memang banyak diam seperti tou-san, kaa-san akan tetap menyadari perubahan sikapmu ini. Jadi, mau bercerita pada kaa-san?" tanya Ino mencoba mencari tahu alasan dari kegelisahan anak sulungnya itu.

"Nii-chan baik-baik saja, 'kan?" Kini giliran Keiko yang bertanya.

Ryota sempat mengalihkan pandangannya ke arah Keiko sebelum ia menggelengkan kepalanya sebagai tanggapan atas pertanyaan ibunya tadi. Gelengan kepala itu ia maksudkan sebagai tanda bahwa ia baik-baik saja agar ibunya tidak khawatir. Kemudian, tanpa aba-aba, anak laki-laki itu memeluk ibunya terlebih dulu. Apakah Ryota bisa disebut sebagai anak kurang ajar karena ia ingin menghindari ibunya sekarang juga? Namun, memang begitulah kenyataannya. Ia tidak mau pikirannya lebih dulu dibaca oleh ibunya, sebab ia tahu jika ibunya adalah seorang ahli ninjutsu pembaca pikiran.

"Aku berangkat, Kaa-san. Jaa mata."

Setelah mengucapkan itu, Ryota segera melepaskan pelukannya dan ia berlari meninggalkan rumah itu. Namun, sebelum benar-benar menghilang di balik pintu, Ryota sempat berpamitan dengan Keiko.

"Jaa, Keiko-chan!" Ryota melambaikan tangannya sekilas yang kemudian dibalas dengan hal serupa oleh adiknya.

Tidak ada yang bisa Ino lakukan selain menatap pintu utama yang sudah tertutup rapat sesaat setelah Ryota benar-benar pergi dari rumah itu. Ia semakin khawatir karena Ryota berinisiatif memeluknya lebih dulu dan berlalu begitu saja.

"Huh… anak itu benar-benar mirip ayahnya," gumam Ino sebelum ia kembali menyuapi putri kecilnya.

Setelah selesai sarapan dan membereskan piring-piring yang kotor, Ino akan menitipkan Keiko ke rumah Iruka-sensei sebelum ia berangkat ke tempat kerjanya. Meskipun sudah menikah dan menjadi ibu, Ino tetap bekerja sebagai kunoichi aktif. Sebenarnya bisa-bisa saja jika ia hanya sesekali pergi ke gedung Konoha's Berrier karena ia adalah pemimpinya. Namun, ia lebih suka menjalani aktivitas sibuk seperti itu daripada hanya di rumah saja. Selain itu, Iruka-sensei juga tidak keberatan jika ia menitipkan Keiko. Malah pria itu sendiri yang mengajukan diri untuk menjaga Keiko agar rumahnya tidak sepi.

Sementara itu, Ryota telah tiba di Akademi bersama dengan Chouchou dan Sora. Pagi itu, udara segar mengalir lembut melalui pepohonan dan membawa aroma dedaunan dan tanah yang basah setelah hujan semalam. Suara burung-burung berkicau harmonis, seakan menyemangati para murid Akademi yang mulai berdatangan dengan semangat yang membara. Sungguh suasana pagi yang sangat cerah, berbeda dengan beberapa hari lalu yang sering gerimis.

Para murid dengan seragam ninja khas mereka mulai berbaris di sepanjang lapangan. Mereka tampak bersemangat menyambut kegiatan pagi ini. Meskipun begitu, ada beberapa di antara mereka yang wajahnya menampilkan ekspresi gugup dan kegelisahan. Masing-masing dari mereka tahu bahwa hari ini tidak seperti hari biasanya. Ini adalah hari pertarungan satu lawan satu untuk menyambut ujian yang akan menentukan apakah mereka pantas menjadi seorang genin atau tidak.

"Aku tidak sabar!"

"Aku punya jurus baru yang bisa mengalahkanmu!"

"Jangan sembarangan, Dasar Sombong!"

"Ahahaha, jangan menangis jika kau kalah!"

Gemuruh percakapan dan tawa riang bergema di udara, tetapi di balik semua itu, jelas ada ketegangan yang tidak bisa disembunyikan. Mereka telah berlatih keras, mengasah keterampilan dan strategi mereka, dan sekarang saatnya untuk membuktikan kemampuan di hadapan para guru dan teman-teman. Namun sebelum itu, mereka harus mendengarkan gurunya –Shino– menyampaikan pengumuman dan aturan perihal kegiatan yang akan dilakukan oleh seluruh murid Akademi pagi ini.

Saat Shino sibuk menjelaskan agenda hari ini, Chouchou menyadari sikap aneh Ryota. Gadis berambut coklat dengan badan gembul itu mulai menoleh ke arah Ryota dan menatapnya dengan sepasang mata yang menyipit penuh curiga.

"Apa kau takut dengan pertarungan satu lawan satu nanti?" tanya Chouchou.

Pertanyaan sederhana itu mampu menyulut emosi seorang Uchiha Ryota. Hanya dengusan kesal yang Ryota berikan sebagai tanggapan atas pertanyaan dari temannya itu. Ia juga melirik tajam sebelum kembali menatap lurus ke depan –di mana Shino sedang berdiri.

"Okay, tidak usah mengatakannya. Kau benar-benar ketakutan. Apa Iwabee membuatmu khawatir?" tanya Chouchou lagi sebelum ia kembali memperhatikan gurunya.

"Usuratonkachi omae! Dia bahkan sering tidak naik kelas!" sungut Ryota tak terima dengan tuduhan Chouchou soal sikapnya itu.

Chouchou hanya mengedikkan bahunya. Kemarahan Ryota bukan hal yang membuatnya takut karena mau semarah apapun, Ryota tidak akan menyakitinya secara fisik. Paling hanya mengolok-oloknya dengan sebutan 'Bodoh' seperti yang baru saja Ryota lakukan.

"Kalian, diamlah!" Sora yang sejak tadi berdiri di samping kiri Ryota kini mulai angkat bicara.

Pertengkaran Ryota dan Chouchou menjadi 'makanan' sehari-hari bagi Sora. Ia sebenarnya tidak mau ikut campur, tetapi jika kata 'Usuratonkachi' sudah keluar dari mulut Ryota, ia perlu menyudahi perdebatan itu. Dan saat Sora mulai angkat bicara, barulah Chouchou berhenti mengganggu Ryota.

Ketiga murid Akademi itu kembali menyimak penjelasan guru mereka.

"Hari ini adalah hari penting bagi kalian semua," kata Shino dengan suara lantangnya.

"Meskipun ini hanya latihan, kalian tetap harus berusaha keras! Tunjukkan apa yang telah kalian pelajari dan buktikan bahwa kalian pantas naik ke tingkat berikutnya," lanjut Shino sebagai akhir dari penjelasannya.

Anak-anak itu mengangguk serempak dan mereka terlihat mengambil napas dalam-dalam. Setelah intruksi bubar diucapkan oleh Shino, para murid Akademi mulai mencari tempat dengan berdiri di pinggir lapangan itu.

Shino mulai mengambil dua bola secara bergantian yang ada di kotak kaca besar di hadapannya. Bola plastik berwarna itu berisi nama murid yang akan melakukan pertarungan satu lawan satu. Satu per satu murid mulai mendapatkan giliran untuk melawan teman seangkatannya. Dari hasil undian itu, Chouchou harus melawan Namida dan gadis kecil dari klan Akimichi itu berhasil memenangkannya. Sementara Sora, anak laki-laki berambut perak itu harus melawan Metal Lee dan ia berhasil mengalahkannya dalam waktu yang cukup singkat. Tersisa hanya beberapa murid saja, termasuk Ryota. Hingga akhirnya tibalah gilirannya.

"Uzumaki Boruto dan Uchiha Ryota!" ucap Shino dengan lantang.

Saat mendengar nama Boruto disebut, seringai tipis muncul samar di wajah Ryota. Lawan yang harus ia hadapi di pertarungan itu sesuai dengan yang ia harapkan. Ryota rasa Boruto adalah lawan yang seimbang untuknya karena ia menganggap anak laki-laki dari klan Uzumaki itu adalah rival. Inilah yang menyebabkan kedua anak laki-laki itu tidak terlalu akrab meskipun orang tua mereka berteman baik.

Ryota segera berjalan ke area tengah lapangan, begitu juga dengan Boruto. Di tengah arena pertarungan, Boruto dan Ryota saling berhadapan dengan tatapan tajam. Boruto tersenyum lebar dan tampak percaya diri. Anak laki-laki yang lahir dari pasangan Naruto dan Hinata itu terlihat sangat yakin bisa memenangkan pertarungan. Di sisi lain, Ryota berdiri tegak dengan tenang meskipun terlihat jelas kilatan semangat di sepasang mata hitamnya itu. Putra sulung Sasuke dan Ino itu siap untuk bertarung dengan rivalnya.

"Mulai!"

Ketika aba-aba baru saja selesai diucapkan oleh Shino sebagai wasit pertarungan, Ryota langsung meluncur ke depan dengan tangan kanan yang mengepal kuat. Ia berlari mendekati Boruto dan melayangkan tinjuan tangan kanannya dengan kekuatan penuh ke arah wajah Boruto sebagai targetnya. Namun, Boruto berhasil menghindar dengan gerakan yang tak kalah lincah dari Ryota dan dalam sekejap….

Buff! –Boruto berhasil menciptakan dua bunshin.

Bersama dengan dua bunshin-nya, Boruto berlari untuk mengepung Ryota. Berkali-kali Boruto dan bunshin-nya mencoba menyerang Ryota dengan taijutsu.

"Hya!" teriak Boruto seraya melayangkan pukulan penuh ke arah Ryota dan beberapa tendangan setiap kali lawannya itu menghindar.

Ryota mencoba menghindari serangan Boruto dan di beberapa kesempatan yang dirasa pas, ia meninju setiap bayangan yang mendekatinya.

Buff! –Satu bunshin berhasil menghilang setelah mendapatkan pukulan dari Ryota, tepat di perutnya.

Ryota pikir ia berhasil mencuri momen untuk menjauhkan Boruto, tetapi secara tak terduga Boruto yang asli menyerang dari belakang setelah ia berhasil memutar pergelangan kakinya melewati tubuh lawan. Kepalan tangan berkekuatan penuh milik Boruto berhasil menghantam Ryota, tepat di punggung Sang Uchiha itu. Ryota hampir tersungkur, tetapi ia berhasil menjaga keseimbangannya. Ia tahu konsekuensi yang harus ia terima jika ia sampai terjatuh. Jelas bahwa Boruto akan menggunakan kesempatan itu untuk mengalahkannya. Sesaat setelah Ryota terhuyung, ia segera berbalik dan membalas serangan itu dengan meninju lawannya.

Buagh! –Ryota memukul pipi kiri Boruto hingga anak laki-laki berambut kuning jabrik itu terhempas cukup jauh ke belakang.

"Akh!" pekik Boruto saat punggungnya membentur tanah karena serangan balasan dari Ryota.

Meskipun Boruto yang asli sempat tersungkur, satu bunshin-nya masih bertahan. Bunshin Boruto melancarkan serangkaian tinjuan cepat ke arah Ryota. Sayangnya, Ryota masih cukup cepat untuk menghindari serangan beruntun itu. saat Ryota sibuk menghalau bunshin yang berusaha menyerangnya, Boruto yang asli memanfaatkan kesempatan ini untuk mengamati dan mencari celah serangan.

"Aku harus mengalahkannya! Bunshin no Jutsu!" tekad Boruto.

Boruto segera bangkit dengan senyum tipis di wajahnya dan ia kembali menciptakan lebih banyak bunshin. Dan kali ini mereka bergerak dengan kecepatan lebih dari sebelumnya. Kini ada tiga bunshin lainnya yang berlari ke arah Ryota. Tambahan bunshin itu bersiap untuk menyerang Ryota dari berbagai arah. Tak hanya itu, Boruto juga menyusul dengan berlari sambil melemparkan enam buah shuriken ke arah Ryota.

Trang! Trang!

Ryota berusaha menangkis shuriken yang mengarah kepadanya. Namun, serangan beruntun itu tidak bisa ia hindari sepenuhnya. Hingga….

Srat! Srat!

Dua buah shuriken berhasil melukai pipi dan lengan bawahnya.

"Sora, sepertinya Ryota benar-benar terlihat marah. Ini tidak terlihat seperti latihan yang sewajarnya," bisik Chouchou yang menyaksikan pertarungan Ryota dan Boruto.

"Mereka adalah rival. Ryota menggunakan kesempatan ini untuk menyerang Boruto tanpa ampun. Sayangnya…." Sora tak segera melanjutkan ucapannya.

Meskipun kalimat itu tidak selesai, Chouchou seolah mengerti kelanjutannya. Sama seperti yang dipikirkan Sora, Chouchou juga menilai jika Boruto jauh lebih unggul dari Ryota. ini tidak seperti biasanya.

Kembali ke pertarungan….

Melihat shuriken lemparannya berhasil menggores kulit Ryota, bunshin Boruto tak berhenti melancarkan pukulan dan tendangan bertubi-tubi –mencoba mengenai lawannya. Bahkan tidak hanya bunshin, kini Boruto yang asli juga sudah mengelilingi Ryota. Sebab Boruto dan bunshin-nya terus berusaha menyerangnya tanpa henti, Ryota mulai merasa frustrasi. Dalam kepanikan –yang sangat bukan dirinya itu– Ryota memutuskan untuk menggunakan kekuatan elemen api yang memang sengaja ia simpan sebagai senjata pamungkas.

"Geh!" dengus Ryota sesaat.

Ryota sempat menghindar dengan melompat ke belakang hingga tubuhnya meluncur mundur beberapa meter. Selain untuk menghindar, ia juga sengaja melakukannya untuk mengambil jarak. Bersamaan dengan itu, Ryota membentuk segel tangan berbentuk Rat – Tiger – Dog – Ox – Rabbit – Tiger dan menyerukan jurus elemen apinya.

"Katon: Housenka no Jutsu!" seru Ryota.

Katon: Housenka no Jutsu adalah teknik ninjutsu yang memanfaatkan elemen api. Begitu pengguna selesai melakukan segel tangan, serangkaian bola api kecil melesat ke arah lawan yang menjadi targetnya. Seharusnya seperti itu. Namun, emosi Ryota yang tidak stabil membuat serangan elemen api itu tidak terkendali. Bukan bola api yang muncul, melainkan aliran api membentuk bola seukuran tubuh Ryota. Api yang seharusnya menghantam Boruto malah lebih dulu menyebar dan meledak di sekelilingnya.

"ARGH!" teriak Ryota saat api itu mulai membakar kulitnya sendiri dan menyebabkan luka bakar yang menyakitkan di sekujur tubuhnya, terutama di kedua lengannya.

Suara jeritan kesakitan anak itu masih terngiang di udara. Itu menjadi teriakan paling menyakitkan dan menjadi rentang vokal tertinggi yang pernah keluar dari mulut Ryota yang pernah didengar oleh teman sekelasnya. Teriakan itu menandakan bahwa elemen api milik Ryota bukan jurus yang patut diremehkan.

"Ryota!" Boruto berlari ke arah Ryota. kali ini bukan untuk menyerang, tetapi karena ia peduli dan ingin menolong temannya itu.

"Shino-sensei!"

"Ryota-kun!"

"Kya!"

Murid lain langsung menjerit dan berteriak setelah menyaksikan insiden yang dialami Ryota. Sora bahkan sempat ingin berlari menghampiri temannya itu, tetapi ia mengurungkan niatannya itu ketika melihat Shino lebih dulu menghampiri Ryota.

Brugh!

"Ugh!" pekik tertahan Ryota.

Akibat insiden itu, Ryota jatuh ke tanah dengan tubuh yang sempat menggeliat sebelum akhirnya ia meringkuk dengan kedua tangan di dadanya. Jika diperhatikan baik-baik, kedua tangan Ryota gemetar akibat rasa sakit yang tak tertahankan. Meskipun demikian, anak laki-laki itu berusaha menyembunyikannya dalam bentuk kepalan tangan yang menguat dan pejaman mata yang mengerat dengan harapan rasa sakit itu akan menghilang. Wajahnya tak bisa berbohong. Ia meringis tertahan akibat rasa panas yang tak tertahankan dari luka bakar yang melukai kedua lengannya.

"Ryota!"

Shino mendekat dan berjongkok di samping muridnya. Tanpa berpikir panjang, pria Aburame itu langsung mengulurkan tangannya, bermaksud ingin membopong Ryota untuk segera dilarikan ke rumah sakit Konoha.

Namun, belum sempat hal itu terjadi, Ryota langsung menepis tangan gurunya itu. Dengan napas yang terengah-engah, Ryota mencoba bangun perlahan dari posisinya. Meskipun awalnya sedikit sulit, Ryota berhasil duduk dan menatap tajam ke arah gurunya.

"Aku baik-baik saja!" tegas Ryota.

"Tidak! Aku akan membawamu ke rumah sakit dan segera memberitahu ibumu!" bantah Shino seraya kembali meraih tubuh Ryota.

Sayangnya, lagi-lagi Ryota menepis seraya berdiri dan sedikit menjauh dari jangkauan gurunya itu.

"Aku bilang aku baik-baik saja!" teriak Ryota keras kepala.

"Pertarungan telah usai, Uchiha Ryota! Kau harus ke rumah sakit segera!" berang Shino.

Shino bukan marah karena ia tidak menyukai Ryota. Akan tetapi, ia kesal karena murid laki-lakinya itu tidak menuruti perintahnya. Ia cukup bersimpati ketika melihat kondisi Ryota yang berantakan. Separuh lengan baju dan rombi abu-abu yang dikenakan anak laki-laki itu sedikit koyak karena terbakar hingga memperlihatkan lengan dengan kulit berwarna kemerahan yang penuh dengan luka lecet dan lepuhan akibat apinya sendiri.

"Aku tahu, tapi jangan beritahu ibuku! Aku… aku akan ke ruang kesehatan sendiri," ucap Ryota sambil memundurkan tubuhnya saat Shino kembali mendekatinya.

Shino terlihat menghela napas panjang. Apakah semua Uchiha seperti ini? Begitu keras kepala dan susah diperintah jika mereka tidak menaruh simpati terhadap orang lain.

"Baik, aku tidak akan melaporkan ini pada ibumu, tetapi kau harus tetap ke rumah sakit. Ini perintah, jika kau tidak maka aku terpaksa tidak meluluskanmu pada penilaian kerja sama!" putus Shino.

Setelah berdebat cukup alot, akhirnya Ryota menyetujui keputusan Shino. Shino membopong tubuh kecil Ryota dan membawanya ke rumah sakit agar anak laki-laki itu mendapatkan penanganan atas luka bakarnya. Pertarungan satu lawan satu pagi itu terpaksa dihentikan, tetapi semua murid tidak diperbolehkan pulang lebih awal. Moegi dan Udon menggantikan posisi Shino untuk mengisi waktu dengan pelajaran ninjutsu.

Sementara itu, Shino telah tiba di rumah sakit bersama dengan Ryota. Shizune yang kebetulan bertugas hari ini langsung berupaya untuk mengobati luka bakar yang dialami Ryota. setelah membalut kedua tangan Ryota dengan perban, Shizune keluar dari ruang rawat tersebut untuk menemui Shino dan menanyakan kronologi insiden itu.

Shino menceritakan semuanya. Ketika Shino sudah selesai berbicara dengan Shizune, ia segera pergi ke ruangan Ryota untuk melihat kondisinya. Sayang, setelah pintu ruangan itu terbuka lebar, Shino tidak melihat sosok Ryota di sana. Yang ada hanya ranjang kosong dengan selimut yang berantakan dan selang infus yang masih bergoyang seperti baru saja dilepas.

"Anak itu," keluh Shino sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.

Sepasang netra miliknya tertuju ke arah jendela besar di samping ranjang dengan kondisi kaca yang sudah terbuka lebar. Tidak salah lagi, Ryota baru saja kabur dari ruang rawat itu lewat jendela.

Shino tak mau membuang waktunya. Ia mengeluarkan beberapa ekor serangga lalu memerintahkannya untuk melacak keberadaan Ryota sebelum anak laki-laki itu terlalu jauh. Jika ia tidak bisa menemukan anak didiknya itu, ia akan dianggap sebagai guru yang gagal dan tentunya ibu dari anak laki-laki itu akan marah besar.

.

.

.

Splash! Splash! Splash!

Di sinilah Ryota sekarang. Anak laki-laki itu duduk di salah satu pohon besar yang ada di tepian danau yang terletak di pinggiran desa Konoha. Menurutnya itu salah satu tempat sepi yang ada di desa itu, sangat cocok untuk menjadi tujuan akhir dari aksi kaburnya itu.

Splash! Splash! Splash! Splash!

Ryota kembali melemparkan batu ke arah danau hingga menimbulkan pola suara yang berulang-ulang ketika benda mati itu memantul di atas permukaan air. Ia telah melakukan itu lebih dari dua kali, terhitung sejak ia tiba di sana.

"Ibumu bisa marah besar jika tahu putranya kabur dari rumah sakit seperti ini."

Sebuah suara yang sangat Ryota kenal menjadi alasan anak laki-laki itu menoleh.

"Pulanglah," kata orang itu lagi.

"Kenapa kau kemari? Pergi sana, aku ingin sendiri di sini," ketus Ryota.

Ryota kembali memandangi air tenang di danau itu. Ia terlihat enggan meladeni orang itu yang kini ikut bergabung dengannya. Orang itu ikut duduk di sampingnya.

"Sopan sedikit. Aku ini pamanmu, lho," ucap orang itu.

"Geh!" dengus Ryota.

"Shino meminta tolong kepadaku karena ada satu anak didiknya yang kabur. Sebelum dia memberitahu siapa anak itu, aku sudah tahu jika itu adalah kau. Siapa lagi anak keras kepala yang hobi kabur-kaburan," ujar pria bertato segitiga itu.

Tak ada respons dari Ryota. ia terus menatap lurus ke depan dengan ekspresi datarnya.

"Jadi… ada apa?" tanya pria itu karena ia mulai penasaran dengan alasan yang membuat Ryota kabur seperti ini.

Ryota terlihat menghela napasnya sejenak sebelum menanggapi pertanyaan dari pria dewasa yang sedang duduk di sampingnya itu.

"Kenapa bukan kau saja yang menjadi ayahku, Kiba-ojisan?" Bukannya menjawab, Ryota malah mengajukan pertanyaan menohok kepada pria yang mengaku sebagai pamannya itu.

-to be continued-

Halo hai! Phi di sini! Seperti yang sudah aku rencanakan, ini adalah cerita lanjutan dari kisah Sasuke dan Ino di fanfiksi berjudul RED TULIP: Meaning. Cerita ini tidak hanya berfokus pada Sasuke dan Ino karena mereka berdua sudah memiliki anggota keluarga lain, yaitu Ryota dan Keiko.

Sedikit penjelasan bahwa Sora adalah anak dari Hatake Kakashi dan Shizune. Lalu, di sini Metal Lee adalah anak dari Sakura dan Rock Lee. Nanti juga ada karakter dari series Boruto yang bergabung di sini.

Aku harap cerita ini bisa menghibur penggemar SasuIno. Selamat membaca dan aku tidak keberatan jika kalian meninggalkan kesan dan kritik di kolom review. Terima kasih dan sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Catatan: Ini permintaan maaf atas kebiasaanku yang suka publish cerita sementara cerita lain masih on going /cry. Aku usahakan untuk update meski tidak terjadwal rutin. Sekali lagi terima kasih!

See you next chapter~

Chapter 2: What kind of father is he?