Salam kenal para pembaca dan para author yang notabene semuanya senior Hime...
Ini fanfic pertama Hime, agak amburadul dan tolong dimaklumin kalau gak nyambung ya...
(author's note (2020): chapter 1-5 ditulis di tahun 2010, and the remaining chapters are written in 2020. Pardon the writing style and the content of my 2010's chapters. I wrote it when I was 12. Bear with me.)
(Dan bukan berarti chapters yang ditulis di 2020 lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya, sih...)
Way to Love You
Rated: T
Disclaimer: Bleach belongs to Tite Kubo
Warning: Intronya kependekan dan gaje, perubahan sifat dan kapasitas otak Ichigo -.-
Pilot: Breaking Up
Orihime, kita makan malam bersama hari ini.
Jam 8 malam, aku menjemputmu.
Sekali lagi Orihime membaca pesan singkat yang dikirimkan ke telepon genggamnya oleh kekasihnya, Ichigo Kurosaki. Mereka sudah menjalin hubungan selama lima bulan, lebih tepatnya lima bulan dan tiga hari. Seperti remaja pada umumnya yang menghitung hari jadi dari bulan dan bukan tahun ketika baru saja menjalin hubungan, Orihime menghitung berapa lama mereka sudah berpacaran. Gadis itu berpikir mungkin Ichigo mengajaknya makan malam untuk turut merayakan hubungan mereka yang sudah hampir setengah tahun dijalin.
Entah mengapa perasaan Orihime terasa tidak enak. Terasa seperti ada sebuah beban berat di dalam dadanya yang membuatnya sesak, seperti merasa cemas padahal tidak ada yang harus dicemaskan. Saat Orihime melihat Ichigo menjemputnya di depan pintu apartemennya, dia merasa sangat tidak suka melihatnya. Memang, mereka sudah tidak bertemu hampir satu minggu karena Ichigo harus pergi mengikuti lomba di Tokyo, namun ada sesuatu di dalam hatinya yang menyuruh lelaki berambut oranye itu untuk pergi saja dan membatalkan kencan mereka malam ini.
Orihime bukan cenayang, psikiater, atau psikolog; namun dia dapat melihat dari gerak-gerik Ichigo, raut wajahnya, dan tatapan matanya bahwa kekasihnya sedang memendam sesuatu.
"Er-Orihime, ayo," katanya, tersenyum pada Orihime. Beberapa tahun mengenal Ichigo, Orihime dapat melihat bahwa senyum Ichigo bukanlah senyum yang berasal dari hatinya; senyuman palsu. Dia mencoba mengabaikannya, berpikir mungkin saja Ichigo kedinginan menunggunya di luar. Membalas senyuman itu dengan riang, mereka berjalan bersama.
Namun, perasaan tidak enak di dalam perut dan dada Orihime terus berlanjut. Mereka makan di sebuah restoran kecil yang biasa mereka datangi saat berkencan, karena harganya yang murah dan tempatnya yang cenderung tenang dan cukup representatif. Saat mereka menyelesaikan makanannya masing-masing, Ichigo terdiam dan menatap Orihime dengan mata light brownnya. Biasanya menatap mata itu membuat Orihime lebih tenang, namun entah mengapa pandangan mata kekasihnya sekarang membuat beban di dadanya yang sejak tadi berat mengganggu menjadi semakin berat, membuatnya sulit bernapas dengan benar.
"Orihime," kata Ichigo pelan, tangannya menggenggam tangan Orihime perlahan. "Kau tahu kan, sebentar lagi mid-term dan ujian semester?"
Orihime mengangguk, tidak memutuskan kontak mata dengan Ichigo. Kehangatan tangan Ichigo yang biasanya sangat disukainya kini terasa panas dan tidak nyaman, namun ia tidak melepaskanya.
"Ada apa dengan mid-term, Ichigo-kun?"
"Uh, apa kau menyadari performaku akhir-akhir ini, Orihime?" lanjutnya, sedikit mengelus pungung tangan Orihime.
"Iya. Bagus sekali kok, Ichigo-kun!" jawab Orihime resah, mencoba tersenyum riang.
"Bagaimana dengan nilaimu? Performa kita berkejaran, ya. Tapi nilai-nilaiku dan kau selalu ada di bawah Ishida dan Kunieda. Selalu." katanya lagi, kali ini dengan sedikit tekanan dan pengulangan pada kata 'selalu'.
"Yah, mungkin aku sedang lebih mood belajar, Ichigo-kun! Dan Ichigo-kun menghabiskan beberapa minggu untuk persiapan lomba, jadi tidak terlalu fokus di kelas," kataku mencoba ceria, namun mulai menangkap maksud perkataannya. "Kita bisa belajar bersama lebih banyak, untuk mengejar ketinggalan Ichigo-kun, kalau begitu."
"Maaf, Orihime. Bisakah kita lebih berkonsentrasi ke mid-term dan ujian semester ini?" kata Ichigo, membuat senyum yang pada awalnya dipaksakan muncul oleh Orihime, lenyap seketika. Mata gadis itu melebar, dan mencoba berpikir positif.
"Maksudnya, Ichigo-kun ingin belajar bersama ke apartemenku lebih sering?"
"Bukan. Sekali lagi maafkan aku, Orihime. Aku harus belajar... sendiri. Aku masih kalah dengan Kunieda dan Ishida. Kita harus... mengakhiri ini," kata Ichigo, memutuskan kontak mata mereka, memandang piring kosong di depannya.
Kali ini senyum Orihime benar-benar telah hilang.
Ichigo-kun, kau yang memulai ini! Dan kau juga yang mengakhirinya, sungguh ironis.
Kata-kata Ichigo menusuk hati Orihime, meskipun membutuhkan waktu beberapa lama untuk menyadarinya. Saat realita mulai turun bagaikan air yang perlahan membasuh seluruh tubuhnya, jantung Orihime berdetak kencang, dan tanpa disadari, genggaman tangannya pada Ichigo mulai mengendur. Menyadari bahwa ikatan di antara mereka sudah tidak ada lagi, Orihime dengan cepat melepaskan genggaman itu.
"Eh? Putus? Ehm, kurasa kita memang harus konsentrasi dalam ujian semester ini…" gumam Orihime dengan tatapan kosong, masih berusaha untuk menerima kenyatan.
"Ya. Maaf, Orihime," kata Ichigo, namun segera meralat ucapannya. "Maksudku, Inoue."
Orihime menghela nafas panjang, mencoba meredakan rasa sakit di dalam hatinya. "Hah, baiklah, Kurosaki-kun! Besok ada banyak PR dan..." kalimatnya terhenti ketika mata warm brown Orihime kembali bertemu dengan mata hazelnut Ichigo. Ada sensasi aneh dalam tatapan itu, sesuatu yang sulit dijelaskan.
"Harus kuselesaikan..." desah Orihime, mengakhiri pertemuan mereka. Dengan hati yang berat, ia melangkah keluar dari restoran, meninggalkan Ichigo yang terduduk dalam keheningan, entah memikirkan apa yang telah terjadi di antara mereka. Di luar, tangis Orihime pecah, dan dia berjalan pulang dengan menangis.
Beberapa hari kemudian
"Orihime, jangan bengong begitu terus dong!" teriakan Tatsuki membangunkan Orihime dari lamunannya, masih memikirkan aftermath dari berakhirnya hubungannya dengan Ichigo.
"Ah, Tatsuki-chan. Aku tidak melamun kok! Hanya mengingat rumus matematika ini saja," katanya sambil menunjuk tumpukan angka dan huruf yang sangat rumit, logaritma.
"Kurasa yang ini harus dikalikan dengan yang ini, kemudian diakarkan dengan rumus ini!" Jawab Tatsuki, menulis di kertas buram dengan pena Orihime.
"Terima, Tatsuki-chan! Tatsuki-chan selalu tahu kalau aku lebih butuh banyak belajar ketika menyangkut matematika, hehe." Orihime meringis kepada Tatsuki, yang hanya menggelengkan kepalanya. Walaupun sebenarnya soal itu akan sangat mudah dipecahkan olehnya.
Telepon genggam Orihime berbunyi. Orihime, membuka pesan singkat tersebut melihat pesan dari Ggio Vega, salah satu teman dekatnya.
Orihime, aku belum sampai, kau tidak lupa bawa catatan Student Council, kan?
Dan juga, Grimm titip salam! Hehehe…
"Haah, sebanyak apapun mereka mengolokku dengan Grimmjow-kun, tetap saja aku tidak pernah menyukainya," desah Orihime pelan dengan lesu, sambil menutup telepon genggamnya.
"Siapa? Anak baru yang rambutnya biru itu? Kau menyukainya, Orihime?" sahut Tatsuki menggoda.
"Tidak, Tatsuki-chan, I don't like him! Beberapa hari ini Ggio selalu menggangguku dengan mengolok-olokku dengan dia, entah kenapa..." jawab Orihime.
"Hmm? Aku tahu kau satu organisasi dengan dia, tapi, Grimmjow Jaegerjaquez? Pfft, dia terlalu ketus untukmu yang sangat manis. Meskipun wajahnya tampan dan lebih kaya dari semua orang di sekolah, sih." Tatsuki memeluk Orihime dengan geli.
"Tatsuki-chan! Aku tidak manis," Orihime tertawa dengan candaan Tatsuki.
"Ngomong-ngomong, bagaimana nasib Ichigo, Orihime? Kudengar dia kalah di lomba di Tokyo kemarin, ya!"
"Hmm... iya, Tatsuki-chan," air muka Orihime langsung berubah.
Tatsuki, melihat ekspresi suram di wajah Orihime ketika dia menyebut Ichigo, mendesak Orihime untuk menceritakan apa yang terjadi. Meskipun Orihime mencoba menyembunyikan perasaannya dengan mencoba tersenyum, Tatsuki yang sudah berteman dengan Orihime selama bertahun-tahun tidak mudah terkecoh.
"Apa yang terjadi, Orihime? Aku bisa melihat bahwa ada sesuatu yang mengganggumu. Semuanya tertulis di wajahmu. Apakah ini ada hubungannya dengan Ggio mencoba playing matchmater dengan Grimmjow, padahal dia tahu kamu punya pacar?" kata Tatsuki khawatir.
Orihime ragu sejenak sebelum menjawab, lalu berkata dengan lirih, "Ichigo. Dia putus denganku."
Mata Tatsuki melebar kaget, dan kemudian ekspresinya berubah menjadi campuran ketidakpercayaan dan frustrasi. "Hah? KAU PUTUS DENGANNYA, ORIHIME?"
Teriakan Tatsuki menggema di seluruh ruangan. Semua orang menoleh, dan Orihime menunduk, mencoba menyembunyikan diri dari teman-temannya. Merasa dirinya sudah terlalu banyak mencuri perhatian, Tatsuki menggandeng Orihime keluar dari kelas, menuju belakang sekolah. Orihime mengangguk kepada Tatsuki, sesampainya mereka di belakang sekolah; duduk di koridor belakang di dekat lapangan sepakbola, pandangannya masih menunduk. "Iya, dan aku pikir semuanya berjalan baik dengan Ichigo, tapi..."
Tatsuki menyela dengan suaranya yang marah, "Idiot itu! Aku tidak percaya dia melakukan ini padamu. Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik, Orihime."
Orihime menggeleng dengan lesu. Senyum yang disunggingkannya dan gaya angkuhnya saat membicarakan Grimmjow tadi telah hilang, dan terganti dengan airmata.
"K-kenapa? Dan kapan putusnya?" Tanya Tatsuki terbata-bata.
"Beberapa hari yang lalu…" jawab Orihime pelan. "Dan… dia ingin konsentrasi ke ujian semester ini."
"Akan aku hajar si bodoh itu!" Tatsuki sudah bersiap-siap berdiri, namun tangan Orihime mencegahnya.
Tatsuki kembali duduk. Dalam hatinya dia sangat ingin menghajar Ichigo, namun melihat mata Orihime yang sedih, rasanya dia ingin menemani Orihime disini saja.
"Sudah cerita ke siapa saja? Kenapa kau tidak cerita kepadaku dari kemarin, Orihime?"
Orihime menatap mata Tatsuki yang sarat dengan kemarahan. Dia menjawab kecil, "Ke Ggio... maaf, Tatsuki-chan, aku takut kalau kau melihat aku kemarin saat baru putus dengan Ichigo, kau akan berlari ke rumahnya dan memukulinya di depan keluarganya..."
Terdengar samar-samar suara Orihime menangis.
"Orihime, jangan menangis, tolong..."
"Tapi, Tatsuki-chan, hik-"
"Kita cari cowok yang lebih keren dari Ichigo, oke?"
Namun Orihime masih terisak.
"Apa kau tidak bisa melupakannya?" sekali lagi dia mencoba membujuk Orihime, menarik Orihime ke dalam pelukannya.
"Belum bisa, Tatsuki-chan..." Orihime menghapus airmatanya. "I love Ichigo."
"Cieee! Pacar Grimmjow sudah datang!"
Olokan itu berasal dari gerombolan berisik yang ada di tengah-tengah kelas. Pelakunya adalah geng dari Ggio Vega. Mereka suka mengolok-olok orang-orang di kelas, namun bukan bullying, hanya suka mengata-ngatai. Semua anak di kelas punya olokan sendiri, kecuali Tatsuki Arisawa. Orihime sering berpikir karena mereka sepertinya takut akan dipukul.
Selain mendapat julukan Airhead Girl, belakangan ini, Orihime juga digoda dengan dugaan bahwa dia menyukai Grimmjow. Meskipun Orihime secara personal tidak memiliki perasaan apapun dan hanya teman satu organisasi, Orihime merasa Grimmjow memang sangat tampan dengan wajah kaukasian, tubuh atletis, dan mata birunya yang mencolok dibandingkan dengan orang lain. Namun, sikap Grimmjow yang cenderung kurang ramah membuat orang lebih memilih untuk menyingkir daripada menyapa saat dia lewat. Di antara teman-teman Student Council, bahkan tampaknya terdapat ketakutan atau rasa segan terhadap Grimmjow.
Orihime terkadang juga sering mendengar para wanita membicarakan Grimmjow dan ketampanannya, dan juga bahwa "dia sangat kaya", namun sepertinya tidak ada satupun di antara mereka yang berani mengambil resiko mendekati lelaki tersebut. Terlepas dari lamunannya, Orihime mencoba kembali ke kenyataan dan menyalahkan dirinya sendiri telah memikirkan tentang Grimmjow.
Orihime mengeluarkan buku dari tasnya dan berjalan ke kelompok Ggio.
"Ini, Ggio," katanya sambil memberikan buku itu pada Ggio.
Ggio menerimanya dengan senyuman manis. Yah, senyuman yang sudah membuat setidaknya setengah dari anak perempuan di Karakura Gakuen meleleh. Orihime balas tersenyum.
"Gi, pulang sekolah, Natsuki-senpai menyuruh kita berkumpul di ruang Student Council. Jangan lupa, ya."
"Tentu saja, Hime. Aku sudah membawa catatan ini," Ggio tertawa.
"Jadi ini, yang tidak memberitahuku kalau Ichigo menyakiti Orihime," suara Tatsuki menyahut dari belakang, sambil memegang pundak Orihime.
"Tatsuki-chan..." Orihime memandang Tatsuki, menahannya agar tidak memrahi Ggio yang hanya menggaruk kepalanya dengan awkward.
"Ssst... Ichigo sudah datang," bisiknya lagi pada Orihime.
Orihime sedikit melirik lelaki yang sekarang menjadi mantan pacarnya tersebut. Kelihatan bahwa wajah Ichigo tetap sama seperti biasa. Bersungut-sungut. Dia juga menaruh tasnya dan bergabung bersama Sado, Mizuiro dan Asano. Aku hanya bisa melihat punggungnya, mulai dari sekarang, Orihime membatin. Orihime bisa merasakan pegangan Tatsuki di pundaknya mulai mengencang.
"Aku akan menghajarnya, Orihime," dia berbisik pada Orihime.
"Jangan..." Orihime mencegahnya, namun terlambat.
BRUUGHH!
Ichigo terjatuh ke lantai. Pipi Ichigo memerah dan perlahan membengkak, seperti bekas pukulan seseorang yang kelihatan masih baru. Pukulan Tatsuki ke Ichigo telah mengena tepat pada pipi kanannya.
"Kau... cowok... bajingan," katanya dengan memberi penekanan pada kata bajingan.
"Apa alasan kau memanggilku begitu?" berusaha bangun dari lantai, Ichigo menjawab dengan dingin, walaupun dia tahu apa yang dibicarakan oleh Tatsuki.
Seisi kelas sekarang memperhatikan Tatsuki dan Ichigo. Bahkan geng Ggio yang terkenal ribut itu pun ikut mendongak.
"Kau!" pukulan Tatsuki sudah melayang lagi, dan kali ini mengenai hidung Ichigo. "Bodoh! Laki-laki macam apa kau ini? Kau bisa seenaknya memutuskan hubungan dengan orang yang sangat mencintaimu hanya karena akademik? Kau tidak normal, kau..."
Dia menghujamkan satu lagi pukulan, namun dihalangi oleh Sado.
"Arisawa, jangan."
"PERGI! BIARKAN AKU MENGHAJAR COWOK HINA INI!" dia menarik tangannya dengan keras, dan melayangkan kembali pukulannya.
"Cukup, Tatsuki-chan. Tolong, biarkan dia..."
Suara lirih Orihime membuat pukulan Tatsuki berhenti di udara. Baru dia sadar bahwa yang akan dipukulnya bukan Ichigo, namun Orihime.
"Orihime! Kenapa kau masih melindunginya?" Tatsuki mengguncang-guncang bahu Orihime. Orihime masih berdiri memunggungi Ichigo, berusaha menahan Tatsuki.
"Itu adalah... keinginannya, Tatsuki-chan. Apapun yang terjadi, apa yang dilakukan olehnya, Tatsuki-chan tidak berhak memaksakan keinginan Tatsuki-chan."
"Itu bukan keinginanku, Orihime! Semua itu demi kebaikanmu! Aku tahu kalau cowok itu telah membuatmu tersenyum dan tegar, namun sekarang dia membuatmu terpuruk!"
Dia mencoba untuk setidaknya bicara lebih lembut kepada Orihime, namun yang keluar dari tenggorokannya adalah teriakan.
"Tatsuki-chan..."
Mata Orihime berkaca-kaca. Tanpa membawa tasnya, dia keluar dari kelas bertepatan dengan masuknya Yoruichi-sensei.
"Lho? Inoue-san? Mau kemana kau?" tanyanya kepada Orihime yang sudah berlari di sepanjang koridor.
"Ada apa dengan Inoue-san?" tanyanya pada seluruh kelas. "Dan kau, Kurosaki? Kenapa mukamu berdarah begitu?"
"Saya dirampok pulang sekolah kemarin," kata Ichigo tanpa menatap Yoruichi-sensei.
"Inoue?"
"Dia ke ruang Student Council, sensei, ada keadaan darurat," kata Ggio membela.
"Yah... mau bagaimana lagi. Kalau begitu keluarkan buku kimia kalian, halaman 295 bagian A," kata Yoruichi-sensei.
"Baik, sensei..."
"Sssst... kenapa tidak ada orang sih?" kata seorang wanita berambut panjang.
"Duh, she must be at school, mom!" jawab anak laki-laki berambut putih, pendek. Sepertinya dia anak dari wanita tersebut.
"Mommy, where's my candies?" rengek seorang anak kecil yang bertengger di pundak laki-laki yang sangat tinggi.
"Your candies are carried by daddy, dear! Ayah masih membayar taksi, minta antar Kenpachi saja! Aha, aku tahu dia biasa menaruh kuncinya dimana..."
Saat ini, Orihime merasa bingung, tidak tahu lagi kemana dia harus pergi untuk mencari ketenangan. Belakang sekolah, taman, dan tepian sungai telah Orihime datangi sejak pagi, dan meskipun tempat-tempat tersebut sepi, denyut rasa sakit di hatinya terus berlanjut. Mungkin pulang ke apartemennya akan sedikit meredakan rasa sakitnya, pikir Orihime.
Langit sudah mulai gelap, dan rasa kantuk mulai menyelinap ke pelupuk mata Orihime. Perutnya juga memberikan peringatan bahwa saatnya diisi. Ah, pikirnya, aku akan pergi ke minimarket dulu untuk membeli beberapa bahan makanan untuk malam ini.
Orihime berdiri dari ayunan kecil yang sedang dia duduki dan berjalan menuju minimarket. Namun saat sudah dekat, langkahnya terhenti lesu karena teringat bahwa dompetnya ada di dalam tas yang ditinggalkannya di kelas. Orihime sekali lagi menyusuri jalan pulang dengan lemas. Mungkin dia akan mencari bahan makanan yang tersisa di kulkas atau pergi ke rumah Tatsuki untuk makan.
Orihime sejenak terlupa bahwa Tatsuki sedang marah padanya tadi pagi. Dia berpikir, bahwa langkahnya bolos sekolah tadi pagi memang kekanak-kanakan, namun Orihime tidak tahan melihat orang-orang yang dia sayangi berselisih hingga salah satu atau keduanya terluka. Dia melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan dirinya merasa tidak sopan untuk berkunjung ke rumah Tatsuki sekarang. Orihime bertekad akan meminta maaf kepada Tatsuki besok pagi.
Orihime sudah berdiri di depan pintu apartemennya, siap mencari kunci cadangan yang biasanya dia letakkan di bawah pot tanaman karena kunci apartemennya berada di tas yang ia tinggalkan. Sambil mencari, Orihime dapat mendengar suara-suara ganjil dari balik pintu. Mungkin pencuri, itulah yang terlintas pertama kali di pikirannya mendengar suara itu. Tapi pencuri yang membuat gaduh di rumah korban pasti mencari masalah.
Akhirnya, dengan mengumpulkan sedikit keberanian yang tersisa, Orihime membuka pintu.
"Orihime-chan..!" pelukan erat mendarat di badan Orihime Inoue.
"Bi-bi-bibi Rangiku!" katanya kaget, kemudian melihat siapa saja yang ada di apartemennya saat ini.
"P-paman Gin!" serunya senang dan memeluk Gin, yang menyambut pelukan Orihime dengan hangat. "Shiro-chan! Kau sudah besar ya! Terakhir kali kita bertemu saat umurmu masih 8 tahun, kan!" Orihime mengacak rambut Toshiro.
"Yeah, I'm 12 now," jawabnya cuek.
"Yachiru-chan!" dipeluknya Yachiru, kemudian matanya bertemu seseorang yang pernah dilihatnya. "Em.. Kenpachi-san?" katanya setelah sekian lama menebak.
"Ya," orang itu menjawab singkat. Rupanya Kenpachi adalah pengasuh Yachiru dari kecil. Dan dia melihat ke apartemennya. Masih ada beberapa koper, dan meja ditengah ruangannya sudah dipenuhi banyak makanan. Orihime duduk di depan meja sambil memangku Yachiru.
"Bibi Rangiku kenapa tiba-tiba berkunjung ke sini? Bukannya bibi tinggal di Amerika?"
"Not anymore, dear!" jawab Rangiku sambil mengambilkan makanan untuk suaminya. "Kami memutuskan akan pindah lagi ke Jepang dan menetap, tapi karena belum ada persiapan jadi kami memutuskan untuk menumpang di rumahmu selama beberapa hari, karena disini tidak ada hotel penthouse dan Gin tidak mau jika kami pesan dua kamar secara terpisah. Gin juga sedang mencari rumah yang lumayan untuk ditempati. Boleh, sayang?"
"Tentu saja boleh, bibi! Selama apapun boleh!" jawabnya riang.
Rangiku dan Toshiro sedang berdebat tentang sekolahnya.
"Yah, baiklah! Kau sekolah di Karakura Gakuen saja! Aku yakin sekolah itu mau menerima kelas akselerasi!" Rangiku menepuk pundak Toshiro, yang masih terlihat tidak puas. Mulutnya sudah membuka, siap melawan.
"Mom! Academically, Osaka's high schools are better! Don't you want to-" namun segera disela oleh Orihime.
"Eh? Karakura Gakuen? Toshiro mau sekolah di SMA?"
"Yah, begitulah. Saat di US, dia masuk kelas akselerasi karena otaknya yang jenius ini dan sekarang seorang freshman di Sekolah Menengah Atas!" Rangiku memeluk Toshirp bangga, yang wajahnya semakin terlipat.
"Wah, pasti mewarisi otak paman Gin ya!" jawab Orihime senang. "Freshman?"
"A freshman is a first year student," jawab Toshiro acuh tak acuh.
"First year? Hebat, Toshiro satu angkatan denganku! Sekolah di Karakura Gakuen saja, ya!"
"But, I want to study in high school in Osaka..." jawab Toshiro dingin.
"Shiro, sebaiknya turuti saja kata ibumu," Gin ikut nimbrung. "Ayah akan bekerja secara remote di Karakura dan tetap akan bolak-balik United States. Kalau kau sekolah di Osaka, your mom would be lonely at home only with Yachi and Kenpachi when I'm going to the States."
"Mom can take care of herself, dad. I can live in Osaka and go home on weekends!" lagi-lagi Toshiro bersikeras.
"Shiro. Go to school here, and I'll let you go to MIT for college. Alone." kata ayahnya menatap Toshiro tajam.
Tidak berdaya dibawah pandangan mematikan dari ayahnya dan diberikan kesempatan untuk kuliah di universitas pilihannya, mau tidak mau Toshiro mengangguk.
"Okay, I'll do it."
Terlihat puas, Rangiku memeluk pundak Gin yang sedang duduk dari belakang dan bicara pada Toshiro, "Nah, Shiro! Karena ini di Jepang, pakailah bahasa Jepang ya! Kurasa lahir dan besar di Amerika tidak akan membuat pelajaran bahasa Jepangmu luntur kan, sayang?"
Toshiro mengangguk dengan sangsi.
Gin mengedik ke arah Rangiku, dan Rangiku membuka salah satu tas yang ada di lantai dan mengeluarkan satu tas dan satu kotak kecil. Senyum yang selalu disunggingkan Gin makin melebar. "Hime-chan, kami menumpang di rumah ini untuk beberapa waktu, dan bayarannya anggap saja dua hal ini, ya."
Rangku memberikan Orihime tas dan kotak tersebut. Orihime membuka kotaknya, dan berisi telepon genggam.
"Telepon genggam… dan laptop," bisik Orihime, lalu memberikan kotak itu kembali pada Rangiku. "Tidak, terimakasih bibi. Tapi aku sudah punya telepon genggam, kok!"
"Tidak apa-apa, sayang!" sergah Rangiku, memberikan kembali kotak berisi telepon genggam mahal keluaran terbaru itu kepada Orihime. "Free upgrade dari telepon genggam lamamu. Jadi, terimalah!"
"Terima kasih banyak, paman Gin! Bibi Rangiku!" dia berdiri dan membungkuk sangat rendah kepada Gin dan Rangiku yang kelihatan puas.
"Anak baik," bisik Gin pada Rangiku.
-to be continued-
