It's the first chapter that I wrote after 10 years of long hiatus. Enjoy!

.

.


Way to Love You

Rated: T

Disclaimer: Bleach belongs to Tite Kubo, not me

Warning: Possible OOC

Tangan Orihime berhenti mengelus sapphire yang menghiasi liontin itu.

"Umurnya… sudah hampir tujuh ratus tahun? Oh tidak Paman. Ini benda sejarah," dia memberikan liontin itu lagi pada Gin.

"Ini adalah benda bersejarah yang bebas diperjualbelikan," kata Gin lagi. "Ketujuh pasang liontin ini sudah tersebar di seluruh dunia, dan hampir mustahil para arkeolog untuk menemukannya. Kepemilikan liontin ini selalu berpindah-pindah. Sampai salah satunya jatuh ke tanganmu."


Chapter 6: Yokohama


Jam dinding menunjukkan pukul delapan kurang lima menit. Orihime duduk di ruang keluarga apartemennya, mengobrol dengan Rangiku. Toshiro belum kembali dari perjalanannya tidak lama setelah dia mandi, Yachiru sedang tertidur pulas di pangkuan Kenpachi yang sedang berseluncur di telepon genggamnya, dan Gin, seperti biasa, sedang sibuk dengan pekerjaannya di meja. Pikiran gadis itu tertuju ke percakapannya dengan Grimmjow yang sejak pagi tadi menjemputnya untuk berangkat ke sekolah dan mengantarnya pulang kembali, karena mereka akan berangkat ke uji nyali Ggio di Yokohama malam ini. Grimmjow menyuruhnya untuk siap jam delapan malam meskipun mereka baru berkumpul jam sepuluh malam.

Flashback

"Terima kasih, Grimmjow-kun!" Grimmjow dan Orihime sampai di depan apartemennya, dan sedang memberikan helm lelaki bermata biru itu kepada pemiliknya. Grimmjow mengangguk cuek, dan Orihime berbalik, berjalan menuju apartemennya.

Belum dua langkah dia berjalan, Orihime mendengar suara Grimmjow kembali memanggilnya.

"Hey, Orihime Inoue."

Mengingat-ingat apakah ada barang Grimmjow yang masih tertinggal padanya (seperti helmnya waktu itu), Orihime berbalik dan menjawab, "Ada apa, Grimmjow-kun?"

"Jam delapan, nggak pake telat," dia berkata datar.

"Kenapa jam delapan?" protes Orihime, karena salah satu sitkom kesukaannya mulai dari jam enam sore sampai jam tujuh dan sekarang jam tiga sore. Dia belum mengantar pakaian ke laundry, membuang sampah, membeli bahan makanan untuk makan malam, dan memasak makan malam. Tentu saja tidak ada waktu untuknya bersiap-siap.

"Pikirkan jarak Karakura-Yokohama," sindirnya sarkatis. Orihime yang kehabisan kata-kata, memutuskan untuk mengangguk saja dan berlalu masuk ke apartemennya.

End of Flashback

"Cantik sekali. Apa kau benar mau uji nyali, bukan pergi kencan dengan pacarmu? Dan apa kau yakin tidak mau makan malam dulu?" tanya Rangiku, sedikit menggoda Orihime.

Orihime tertawa dan melihat kembali bayangannya di kaca. Sweater cream dengan longjohn hitam yang disandingkan dengan autumn coat abu-abu. Liontin pemberian Rangiku dan Gin terpasang di balik sweaternya, tidak terlalu mencolok. Sepertinya tidak ada yang ekstra, pikirnya. "Eh, aku berdandan seperti biasa, kok, bibi. Aku sudah makan roti dan pasta kacang merah tadi saat menonton sitkom, bibi, sudah cukup." ujarnya.

"Oh, you dressed so effortlessly pretty, my dear," Rangiku memandang Orihime dengan sayang. "It's just, you put some makeup on. Looks beautiful on you, love. Dan baguslah! Wanita punya kebebasan untuk berdandan karena dirinya sendiri, bukan untuk pria lain, atau wanita lain!"

Sebelum Orihime dapat menjawab Rangiku, suara klakson terdengar di luar apartemennya. Grimmjow, batinnya. Rangiku melihat ke luar jendela, melihat Orihime, dan menatapnya dengan pandangan menggoda. "So that's YOUR boyfriend!"

"Eh, bukan, bibi! Kami partner, dan ditentukan dari undian! Aku pergi dulu yaa! Karena besok libur, aku mungkin akan menginap di rumah Tatsuki, jangan tunggu aku!" ucap Orihime mengalihkan pembicaraan, lalu berlalu turun ke pria berambut sky blue yang sudah menunggunya di atas motornya.

Sesampainya di bawah, Grimmjow memberikan satu helmnya kepada Orihime. "Kenapa tidak tunggu di depan saja?" kerutnya, namun kemudian berkata kembali, "Nevermind, aku tidak mau disalahkan satu angkatan kalau idola mereka kecopetan atau diganggu orang jahat saat menungguku."

Orihime memutar matanya sambil memakai helm, "Tahu kalau ada teknologi bernama telepon, kan, Grimmjow-kun? Dan aku bukan idola siapa-siapa!"

"Hey, aku tidak punya nomor teleponmu," ujar Grimmjow santai, membantu Orihime naik ke atas motornya.

"Wow, smooth banget cara minta nomor teleponku," canda Orihime, yang kemudian ditimpali dengan tawa serak Grimmjow. "Kancingkan coat-mu, Princess, kalau tidak mau hipotermia di jalan."

Grimmjow memulai mesin motornya, dan mereka berdua melaju melalui jalanan kota Karakura.


Yokohama, kota terbesar kedua di Jepang. Bahkan, kota yang diberi julukan kota terpadat se-Jepang. Lalu lalang orang-orang menyeberang jalan menuju tempat yang akan dituju, hiruk pikuk lalu lintas kendaraan, layar-layar raksasa di gedung tinggi, sebuah kontras dengan kota Karakura yang damai dan jauh dari kata ramai. Kota megapolitan dan kota kecil dengan segala kesederhanaannya.

"MENURUT GPSNYA KITA BELOK KIRI!"

"OKE! GAK USAH TERIAK, AKU DENGAR!"

Whoops. Orihime dan Grimmjow turut bergabung dengan keramaian kota Yokohama malam ini. Setelah hampir dua jam perjalanan dari kota Karakura, merekapun sampai, dan sedang menigkuti lokasi GPS yang dikirimkan oleh Ggio ke tempat uji nyali mereka. Setelah beberapa teriakan Orihime memberi petunjuk arah dan Grimmjow yang sudah lelah memberitahu kalau dia dapat mendengar Orihime bahkan tanpa berteriak, merekapun sampai di suatu tempat yang terlihat seperti bangunan yang terbengkalai. Di depan bangunan itu sudah berkumpul teman-teman mereka yang lain. Grimmjow memarkirkan motornya di pinggiran jalan, dan mengunci kedua helm mereka.

"Tatsuki-chan!" Orihime berlari mendatangi sahabatnya yang sedang memandangi Ggio dengan dongkol. "Tatsuki-chan naik apa kesini tadi?"

"Hai, Orihime, sungguh menjengkelkan! Aku dan Ulquiorra menjadi third and fourth wheel Ggio dan Momo sejak sore! Eh, kami berangkat bersama naik bus lalu kereta. Lagipula, tempat apa sih ini?!" seru Tatsuki dengan suara keras. Ggio hanya bersiul pura-pura tidak mendengarkan. "Bagaimana kau dan Grimmjow?" bisiknya.

"Tidak buruk, bisa sampai lebih cepat kalau bukan karena aku yang tidak bisa baca peta..." gumam Orihime pelan ke Tatsuki, yang lalu tertawa.

"OKE! PERHATIAN SEMUANYA!" Ggio mulai berteriak. "Ini adalah sebuah kompetisi! Siang tadi, jasa uji nyali yang aku pakai sudah menaruh tiga puluh koin emas di seluruh bangunan. Yah, bukan emas asli sih. Dan bahkan akupun tidak tahu dimana mereka menaruhnya. Kita akan mencari koin-koin emas itu sebanyak-banyaknya dalam waktu yang disediakan. Apa satu jam cukup?"

"Apa kau yakin bangunan ini gak akan runtuh dengan kita semua berlarian mencari koin bodoh?" sahut Tia, ditimpali dengan gumam persetujuan yang lain.

Ggio menghela napas dan menjawab, "Mereka salah satu jasa uji nyali yang paling sukses di Yokohama. Jadi, ya, tidak mungkin. Lagipula, sepertinya, kesempatan bangunannya runtuh lebih kecil daripada kesempatan kalian bertemu hantu. Hiiiii..."

Orihime menelan ludahnya. Yikes. Hantu.

Ggio berdeham, lalu melanjutkan orasinya, "Begini saja! Waktunya sampai tengah malam, jadi dua jam. Tim yang mengumpulkan koin emas paling banyak sebelum tengah malam, akan mendapatkan permintaan masing-masing satu dari setiap tim yang kalah, dan juga ini."

Dia menunjukkan dua lembar kertas yang terlihat seperti voucher belanja gratis di salah satu gerai pakaian bermerek.

Gumam-gumam semangat mulai terdengar di antara mereka. Mungkin untuk satu permintaan dari tiap orang, bukan menjadi sesuatu yang cukup untuk masuk ke bangunan tua yang bisa jadi berada di ambang keruntuhannya. Namun, voucher belanja gratis di Timmy Hulfugur? Orihime dapat melihat hampir semua orang tersenyum dan memandangi voucher yang ada di tangan Ggio dengan tatapan mendamba. Dia tertawa kecil, melihat ke bangunan yang akan mereka masuki, dan begidik.

"Now, get on with your team!" seru Ggio. Orihime melambaikan tangannya ke Tatsuki, dan mereka berjalan ke kelompok mereka masing-masing—Grimmjow dan Ulquiorra.

Grimmjow, yang sedang melipat sarung tangan motornya dengan bosan, melihat Orihime di sebelahnya yang perlahan mulai kehilangan warna di wajahnya. "Tidak menarik sama sekali. Hey, Orihime Inoue, sudah siap? Apa kau takut hantu?"

Orihime menggeleng, "Tidak. Mungkin sedikit takut, tapi aku sangat tidak suka masuk ke bangunan-bangunan menyeramkam seperti itu. Rasanya... menyesakkan."

"Onna, ada aku. Tidak akan ada yang mengganggumu karena semuanya sudah terlalu sibuk mengagumi ketampananku. Jadi kau aman, ayo," canda Grimmjow, yang berhasil membuat Orihime tertawa dan sedikit warna kembali ke wajahnya. Mereka berjalan bersama, bergabung dengan kelompok lainnya menuju apa yang terlihat seperti garis start di depan pintu masuk bangunan. Ggio memberikan satu timer dan dua senter ke masing-masing couple.

"Ayo kita mulai! Genggam tangan pasangan kalian masing-masing agar tidak tertinggal. Sudah siap?" Dia melirik ke Grimmjow dan Orihime, lalu menyeringai tipis. Grimmjow memutar matanya.

Semua orang terdiam, dialiri oleh adrenalin dan semangat. Grimmjow mengambil tangan Orihime dan menaruhnya di lengannya, dan dapat merasakan tangan gadis itu bergetar.

"Tekan timernya dan mulai dalam tiga..."

Orihime melirik ke Grimmjow yang matanya terpaku ke Ggio, namun tangannya hangat meremas menenangkan tangan Orihime nya yang dingin, lalu melepasnya tidak lama kemudian.

"... dua..."

Wow, Grimmjow-kun benar-benar atletis, dan juga sangat tinggi, batinnya merasakan lengan Grimmjow. Kira-kira berapa lama dalam satu hari dia berolahraga?

"SATU! MULAI!"

Peluit ditiupkan pelan oleh Ggio dan masing-masing kelompok menekan timernya dan berjalan cepat menuju pintu masuk, membangunkan Orihime dari pikirannya tentang Grimmjow dan olahraga. Dia mengikuti Grimmjow yang dengan santai berjalan masuk, tidak seperti kelompok lain yang mulai mengumpulkan kecepatan hingga berlari sambil mencari koin-koin yang sudah disembunyikan.

Orihime mengikuti Grimmjow, memasuki bangunan itu dan menemukan mereka berada di semacam aula besar yang sepertinya dulunya adalah lobi hotel. Mereka melewati Luppi dan Nnoitra yang sedang berisik mencari di belakang meja resepsionis, memasuki koridor di ujung sebelah kiri lobi.

Koridor yang mereka masuki sangat gelap, dan dengan kurangnya pencahayaan mereka, terlihat seperti tidak berujung. Suara Luppi dan Nnoitra di lobi sudah tidak terdengar begitu mereka berjalan beberapa meter di koridor tersebut. Tidak terdengar pula suara kelompok lain di koridor itu. Setelah beberapa jam berada di tengah hingar bingar kota dan di antara teman-temannya yang tidak bisa diam, Orihime merasa bulu kuduknya berdiri dengan kesunyian tempat itu, dan suhu dingin dari musim gugur sama sekali tidak membantu. Ia mengenggam erat ujung biker jacket Grimmjow, yang terus berjalan.

Mereka berjalan diterangi cahaya dari senter sembari melihat ke sudut-sudut koridor dan masuk ke dalam ruangan-ruangan di dalamnya, mencari kilau emas yang diharapkan adalah koin yang disembunyikan. Namun Orihime tidak berani melihat terlalu jauh, dan hanya menunduk, sesekali melihat lurus ke depan. Mereka memasuki ruangan-ruangan di dalam koridor itu; beberapa diantaranya pengap dan sempit, dan beberapa cukup luas dan terdapat tempat tidur.

"Menurutmu di bawah kasur ada koin?" Grimmjow memberi ide untuk mencari di bawah tempat tidur, namun Orihime hanya menggeleng ngeri, cengkeraman di jaket Grimmjow bertambah erat. Setelah Grimmjow memeriksa kamar itu selama beberapa saat dan tidak menemukan apapun, mereka melanjutkan pencarian di tempat lain.

Setelah beberapa lama mencari di ruangan-ruangan, Grimmjow menemukan satu koin terletak di bawah meja yang terlihat sudah rapuh di dalam ruangan bekas kamar. Di koridor itu, kamar-kamarnya beberapa sudah tidak memiliki pintu, dan sebagian besar lagi pintunya tergantung lesu di engselnya, siap untuk lepas kapan saja. Orihime begidik untuk yang kesekian kalinya.

Lalu, mereka memasuki suatu ruangan yang sepertinya adalah toilet dan masuk ke dalamnya. Mereka disambut oleh kaca besar yang sudah retak di depan deretan wastafel, memantulkan bayangan mereka yang terdistorsi. Grimmjow memeriksa biliknya satu persatu sementara Orihime mengikuti, ciut di belakangnya; dan kembali menemukan tiga koin, tiap koin terletak di dalam bilik yang tidak terkunci. Tidak ingin tahu ada apa (atau siapa) di balik bilik-bilik kamar mandi yang terkunci dan juga tidak ingin berlama-lama disana, merekapun segera berjalan keluar, kembali ke koridor.

Tidak lama kemudian, Grimmjow menyadari sikap Orihime yang sungguh tegang. Sejak awal mereka masuk ke dalam bangunan dan mencari koin-koin itu, gadis belum mengucapkan sepatah katapun selain satu kata singkat "Oke". Grimmjow berhenti dan bersandar di dinding, membuat gadis dengan rambut auburn itu turut menghentikan langkahnya dan menengok. "Hey, onna, setakut itu?"

Orihime menghela napas, bersandar di sebelah Grimmjow, dan menunduk lagi mengarahkan senternya ke kakinya. "Se-sejujurnya? Aku tidak suka tempat ini, aku tidak suka tempat gelap dan pengap seperti ini, Grimmjow-kun. Dan hantu? Aku tinggal sendiri, jadi aku tidak takut hantu secara spesifik. Tapi kalau disini pasti ada banyak kan?! Aku bahkan berani bersumpah di kamar mandi tadi aku melihat sekelebatan b-bayangan a-aneh..." Dia bicara cepat dengan suara bergetar, masih memandang sepatunya. "T-tapi tidak apa-apa! Aku tahu Grimmjow-kun ingin hadiahnya, jadi aku akan melawan rasa takutku... Grimmjow-kun bagaimana? Apa kau takut?"

Grimmjow memutar matanya, "Apakah aku terlihat takut dan ingin menang, Princess? Lihat aku, lihat kita; bisa jadi yang lain sudah mendapatkan... hmm... mungkin sepuluh koin? Dan kita disini baru menemukan empat dan malah mulai bermain truth or dare."

Orihime menoleh ke arah Grimmjow, tertawa, "Iya sih, kita memang tim teladan malam ini."

"Hah. Tim teladan, akurat. Sepertinya sebagai tim teladan, kita harus mencontohkan hal baik ke tim yang lain."

"Yaitu?"

Seringai nakal terbentuk di wajah Grimmjow. "Let's screw this, dan memberi pelajaran ke yang lainnya bahwa malam di Yokohama tidak seharusnya dihabiskan dengan mencari koin di tempat aneh hanya untuk mendapat voucher belanja."

Mereka berdua bertukar pandangan, bola mata kelabu dan biru memantulkan cahaya. Orihime berusaha tidak tertawa dengan ide Grimmjow yang sebenarnya masuk akal, dan cukup menggoda. "Tapi, Grimmjow-kun, kan peraturannya—"

Grimmjow mengangkat tangannya, membuat gestur menyela ucapan Orihime. "Tidak ada peraturan, onna! Mereka sendiri yang dengan sukarela mengikuti ini karena tergiur dengan hadiahnya. Come on," dia menaruh koin-koin emas yang sudah mereka kumpulkan (Grimmjow kumpulkan, diikuti Orihime yang ketakutan) di lantai, berdiri, dan mulai berjalan cepat ke arah pintu tempat mereka masuk tadi. Orihime yang tidak ingin sendirian, mau tidak mau berlari kecil mengikutinya.

"Tunggu aku, Grimmjow-kun!"

Mereka berjalan beriringan ke arah pintu keluar tanpa disadari oleh tim-tim lainnya yang sudah terlalu tenggelam dalam permainan. Sesampainya di depan motor Grimmjow, ia membuka kunci helmnya dan memberikan satu kepada Orihime. "Sudah makan?"

Orihime menggeleng, "Belum. Grimmjow-kun juga belum ya?"

"Belum. Ayo, aku tahu tempat makan ramen enak di sini," jawab Grimmjow sambil memakai helmnya dan naik ke atas motornya. Orihime melakukan hal yang sama, dan sekali lagi, mereka berdua bergabung dengan lalu lintas ramai kota Yokohama.


"KAU SERING KE YOKOHAMA, GRIMMJOW-KUN?!" teriak Orihime dari jok belakang, sembari mereka berdua melintasi jalanan.

Untuk kesekian kalinya, Grimmjow menghela napasnya putus asa. "ONNA! Tidak berlu berteriak! Jika kau tetap bicara seperti itu, aku turunkan kau di jalan! Dan, iya, aku sering kesini, karena aku besar di kota ini. Well, sampai sekolah menengah pertama."

"Hmmm... aku tidak tahu kau berasal dari sini, Grimmjow-kun. Nah, sekarang apa kau bisa mendengar suaraku?" jawab Orihime dengan suara normal. Akhirnya, batin Grimmjow.

"Sebening kristal, dan jauh lebih baik daripada kau teriaki tadi."

Orihime terkekeh, "Ini pertama kalinya aku naik motor, Grimmjow-kun. Eh, kedua kali setelah saat kau mengantarku pulang. Jadi aku kira aku harus berteriak karena suara motormu juga sangat kencang. Jadi, dimana tempat makan ramennya?"

Bersamaan dengan pertanyaan Orihime, Grimmjow mengambil belokan ke arah apa yang terlihat seperti stasiun subway, lurus sedikit, dan berhenti di depan sebuah kedai ramen kecil tepat di ujung jalan. "Sudah sampai."

Chicken Ramen ~Trick~

Begitu tulisan di depan kedai ramen yang mereka datangi, dengan gambar besar ayam jantan berjambul panjang sedang menikmati semangkuk ramen (a.n: it does exist in Yokohama! And it tastes deliissh :3 even though ramen places mostly only open up to 9pm in Japan, including Trick, let's assume they open until midnight here).

Mereka berdua turun dari motor, masuk ke dalam kedai dan duduk. Suasana di dalam kedai pun sangat nyaman dan hangat, dengan tetap mempertahankan yang sepertinya adalah icon dari kedai ramen tersebut, yaitu gambar si ayam jago berjambul yang kini terlihat sedang menangis sambil menikmati ramen. Setelah disapa oleh chef dan staf kedai, mereka memesan minuman dan ramen yang mereka inginkan. Grimmjow memesan bir, yang diberi pandangan penuh tanya dan juga sedikit judgement dari Orihime, yang memesan ocha dingin. Sembari mengamati dan menunggu pesanan mereka dibuatkan oleh sang chef, mereka mulai menikmati minuman yang disajikan.

"Jadi, apa Grimmjow lahir dan besar di kota ini? Keren! Aku hanya tau kau baru pindah kesini saat kita baru masuk SMA dan kau dari kota besar, tapi aku tidak tahu bahwa kota besar itu adalah Sang Yokohama. Lagipula, kalau kau besar disini, kenapa bingung arah ke bangunan hantu tadi?" Orihime membuka pembicaraan, sambil mengernyit melihat Grimmjow menyeruput birnya. Dia tak tahan untuk tidak berbisik, "Grimmjow-kun! Kita bahkan belum cukup umur untuk minum bir, and you're driving!"

Grimmjow tertawa, lalu balas berbisik, "Aku memang baru tujuh belas tahun, tapi badan ini sudah seperti dua puluh tahun, kan?" dia berkedip menggoda ke arah Orihime yang mengerucutkan bibirnya dongkol. "Lagipula, bir ini kadar alkoholnya sangat rendah, dan toleransi alkoholku sangat tinggi. So, chill, goody two shoes."

(a.n: Do NOT drive under the influence of alcohol, as less as it may seem! Jangan tiru Grimmjow, ya, dear reader~)

"Grimmjow-kun sudah tujuh belas tahun?" tanya Orihime penasaran, karena rata-rata murid di angkatannya masih berumur enam belas tahun.

"Yep. Took a gap year to learn Japanese in middle school, after I went back from Canada. Umur legal untuk minum di banyak negara adalah 17 tahun, jadi, secara teknis, aku sudah bisa minum," ujar Grimmjow santai, meskipun logikanya tidak masuk akal karena umur legal untuk minum minuman keras di Jepang adalah dua puluh tahun.

Orihime membuka mulutnya untuk membalas perkataan Grimmjow, namun diinterupsi oleh ramen yang disajikan. Begitu Orihime menghirup aromanya, dia memutuskan untuk mengomeli Grimmjow setelah mangkuk ramennya kosong. Mereka saling mengucapkan selamat makan, dan untuk beberapa belas menit, suara yang dapat terdengar dari mereka berdua hanyalah suara menyeruput kuah dan mie ramen yang mereka pesan. Grimmjow tidak berbohong, ramen ini benar-benar enak, aku bahkan tidak terpikirkan untuk menambahkan selai strawberry atau puding cokelat seperti biasanya, batin Orihime sembari melahap habis mangkuk ramennya.

Setelah porsi mereka berdua habis dan Orihime yang mengalami mental meltdown sesaat di dalam kedai karena berada dalam dilema apakah akan menambah satu porsi lagi atau tidak (yang berakhir tidak jadi), mereka membayar, berterima kasih kepada staf-staf kedai, dan keluar. Grimmjow bersandar di pembatas trotoar dan mengeluarkan rokoknya, sedangkan Orihime membuka telepon genggamnya.

"Sepertinya mereka belum sadar kalau kita pergi, Grimmjow-kun. Belum ada pesan ataupun telepon," ujar Orihime geli. "Dan terima kasih banyak, ramen ini adalah salah satu ramen terenak yang pernah aku rasakan dalam hidupku. Rasanya seperti ingin menangis bahagia!"

Grimmjow tergelak, "No biggie, Princess. Kau yakin tidak akan menambah satu porsi lagi?" ia bercanda, namun menarik kata-katanya setelah melihat Orihime mulai berada di ambang dilemanya kembali. "Eh, maksudku, kita bisa kembali lagi kesini kapanpun kau mau, onna, tapi sepertinya satu porsi sudah cukup mengenyangkan...?"

Orihime menutup matanya dan menarik napas panjang, lalu membukanya kembali, mencoba menguasai sisi dirinya yang tidak pernah kenyang."Tentu, aku pasti akan kesini lagi! Eh... apakah kita akan langsung pulang setelah ini, Grimmjow-kun?"

"Hmm..." sambil menghisap rokoknya, dahi Grimmjow mengernyit. "Kau tidak takut ketinggian juga kan?"

"Tidak."

"Kalau begitu, pernah ke Sky Garden?"

"Sky Garden?"

Grimmjow mengangguk, menghabiskan sisa rokoknya dan membuang puntungnya ke tempat sampah dekat motornya. "Iya. Ayo kita kesana, belum ke Yokohama kalau kau belum ke Sky Garden."

"Apakah itu tempat dimana kita bisa melihat pemandangan kota dari atas gedung? Aku pernah melihatnya di televisi!" timpal Orihime bersemangat, mulai melompat-lompat kecil. "Ayo, Grimmjow-kun!"

Mereka berduapun berjalan ke arah motor Grimmjow, dan sekali lagi membelah jalanan Yokohama, menuju Yokohama Landmark Sky Garden.


Author: I am sorry for the ten years delay, no, ten years looooong delay, but this story will be continued and finished regardless whether anyone reads it or not, thank you! *bow down*