Part 2 of Yokohama (and chapter 7) is here~
Way to Love You
Rated: T
Disclaimer: Bleach does not belong to me. It belongs to Tite Kubo.
Warning: possible OOC
Hmm..." sambil menghisap rokoknya, dahi Grimmjow mengernyit. "Kau tidak takut ketinggian juga kan?"
"Tidak."
"Kalau begitu, pernah ke Sky Garden?"
"Sky Garden?"
Grimmjow mengangguk, menghabiskan sisa rokoknya dan membuang puntungnya ke tempat sampah dekat motornya. "Iya. Ayo kita kesana, belum ke Yokohama kalau kau belum ke Sky Garden."
"Apakah itu tempat dimana kita bisa melihat pemandangan kota dari atas gedung? Aku pernah melihatnya di televisi!" timpal Orihime bersemangat, mulai melompat-lompat kecil. "Ayo, Grimmjow-kun!"
Mereka berduapun berjalan ke arah motor Grimmjow, dan sekali lagi membelah jalanan Yokohama, menuju Yokohama Landmark Sky Garden.
Chapter 7: Yokohama II
Suhu sudah menurun drastis sesampainya mereka di Yokohama Landmark Tower tempat Sky Garden dan jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat empat puluh lima menit. Setelah memarkir motornya, Grimmjow dan Orihime berjalan ke pintu masuk, dan berhenti untuk membayar di mesin loket. Orihime melihat harga tiket masuk untuk siswa SMA, dan tertegun. 800 yen? Uang di dompetku sudah tidak cukup lagi, batinnya sedih. Dia menoleh ke arah Grimmjow yang sedang meraih dompetnya di saku belakangnya.
"Grimmjow-kun? Sepertinya kita pulang saja..."
Memegang dompetnya awkward, Grimmjow mengernyit, "The hell? Kita sudah sampai disini, kau mau pulang?"
Orihime berkata lirih, "Uangku tidak cukup..."
"Apa? Lebih keras sedikit, onna."
"Uangku tidak cukup, Grimmjow-kun," ujar Orihime, memerah malu. "Aku tidak punya 800 yen."
Grimmjow memutar matanya, "Onna, aku yang mengajakmu kesini. Anggap saja seorang Yokohama yang sedang mengajak temannya dari luar kota untuk tur." dia mengeluarkan uang dari dompetnya dan membeli 2 tiket, lalu memberikan satu ke Orihime yang masih merona merah, tidak bisa menahan rasa malunya karena kehabisan uang cash. "Ini, ayo."
Orihime membungkuk berterimakasih kepada Grimmjow, "Terima kasih, Grimmjow-kun! Aku akan membayar ini begitu kita sudah sampai di Karakura!"
Grimmjow, tidak enak melihat Orihime membungkuk, mengangkat bahu Orihime dan membawanya ke dalam lift. "Tidak usah diganti, ayo, cepat, sebelum tempatnya tutup tiga jam lagi. Semakin malam kita, semakin banyak orang mabuk di atas."
Mereka berdua masuk ke dalam lift, dan Orihime sudah mulai membuka mulutnya penuh kagum. Lift yang mereka naiki bercahaya remang-remang, dengan cahaya di langit-langitnya menunjukkan konstelasi bintang di langit malam. "Grimmjow-kun! Apa kita bisa melihat bintang-bintang ini nanti di atas?" tanyanya bersemangat.
"Nah. Polusi cahaya Yokohama terlalu tinggi, kita membutuhkan tempat yang lebih gelap agar cahaya bintang-bintang tidak tertutupi dengan cahaya-cahaya lampu di bawah sini. Jadi kita hanya melihat cahaya dari bawah kita, dari kota dan juga dari pelabuhan. Tidak kalah bagus, I bet you," Grimmjow menjelaskan kepada Orihime yang ber ooohh ria, dan melanjutkan kegiatannya mengamati langit-langit lift.
Sesampainya di atas, mereka langsung disambut dengan dentuman musik dari sound system di dekat lift. Seorang disk jockey sedang memutar musik remix-nya, sementara belasan orang lain menari mengikuti irama musiknya. Kebingungan, Orihime mundur kembali ke arah lift. "Apakah ini tempat yang tepat, Grimmjow-kun?"
"IYA! TAPI BUKAN DISINI, IKUTI AKU!" Grimmjow berteriak refleks, hampir tidak dapat mendengar apapun dari dentuman suara pesta di depan mereka. Orihime tertawa, mengingat beberapa waktu yang lalu, dia-lah yang berteriak-teriak ke Grimmjow. Ia mengikuti Grimmjow menjauh dari kerumunan, dan memutar menuju ke bagian lain dari Sky Garden. Melewati toko suvenir, beberapa tempat dimana pengunjung bisa menuliskan namanya dan pasangannya, sampai mereka berada di sebuah tempat yang terlihat seperti restoran kecil namun elegan, dengan city view menghadap ke apa yang ditebak Orihime adalah Cosmo World Wheel, salah satu ikon kota Yokohama. Dia tidak dapat menahan kegirangannya.
"Selamat malam, selamat datang, meja untuk berdua?" pelayan restoran tersebut menyapa Grimmjow dan Orihime.
Grimmjow mengangguk, "Meja untuk berdua."
Si pelayan membawa mereka ke kursi yang menghadap ke jendela dan memberikan menu. Semua kursi menghadap ke jendela, sehingga Grimmjow dan Orihime tidak punya pilihan lain selain duduk bersebelahan."Silahkan. Jika sudah selesai, bisa langsung memanggil saya."
Orihime menggelinjang resah di kursinya begitu ia membuka menu yang diberikan si pelayan. Untuk tempat sebagus ini, apalagi di atas puncak tertinggi kota Yokohama, tentu saja harga makanannya akan tinggi juga. Dia menggaruk rambutnya, dan berbisik ke Grimmjow. "Grimmjow-kun, sepertinya aku masih kenyang, aku akan memesan air mineral saja."
Perutnya mengkhianatinya, berbunyi meskipun beberapa puluh menit lalu baru saja makan.
Grimmjow yang tidak dapat menahan tawanya mendengar perut Orihime tergelak keras, "Apa aku bilang, Princess? Anggap saja ini adalah tur gratis Yokohama. Pesan apapun yang kau mau, money ain't an issue."
Orihime menggeleng, "G-Grimmjow-kun sudah menghabiskan cukup banyak untuk menraktirku tiket masuk tadi! Kalau aku memesan makanan disini, aku tidak akan mampu membayarnya kembali karena sangat mahal..."
Berusaha agar tidak memutar matanya, Grimmjow berkata, "Begini saja, Princess. Pesan apapun yang kau mau disini, dan bantu kerjakan PR-PRku sampai akhir semester. Do we have a deal?"
Mata Orihime berbinar, "Deal! Jadi aku benar-benar boleh memesan makanannya, Grimmjow-kun?"
"You don't have to ask."
Setelah memutuskan makanan dan minuman mereka masing-masing, Grimmjow memberi isyarat ke pelayan yang tadi memberikan mereka menu, dan memberikan pesanan. Sembari menunggu makanannya datang, ia melihat ke Orihime yang sedang mengagumi pemandangan dari bawah Sky Garden. Rambut auburn-nya yang berkilau terkena cahaya remang dari dalam, jepit rambut biru yang tidak pernah dia lepas, iris kelabu yang dibingkai dengan mata yang bulat dan bulu mata yang lentik, hidung mungil, dan juga bibirnya. Tidak terlalu tipis dan juga tidak tebal, mungkin sangat lembut?
Kira-kira selembut apa bibirnya...
"Grimmjow-kun!" Orihime memanggilnya, membuyarkan lamunannya yang sudah berjalan terlalu jauh. Bersyukur, ia menjawab, "Apa?"
"Kau diam saja dari tadi. Dan wajahmu memerah, apa kau mabuk?" tanya Orihime, melihat rona merah muncul di wajah Grimmjow.
Apa yang aku lakukan? Bodoh! maki Grimmjow dalam hati. "Tentu saja tidak! Butuh lebih dari sekadar satu botol bir untuk membuatku mabuk. Aku hanya sedikit kepanasan, mungkin." ia melepas coatnya dan menyampirkannya di kursi. Tersadar, Orihime melakukan hal yang sama.
"Jadi, kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi, Grimmjow-kun," tanya Orihime, matanya masih tertuju ke pemandangan di luar.
"Yang mana? Spesifik dong."
"Kau lahir di kota ini juga?"
Pandangan Grimmjow tertuju ke pelabuhan di bawah, "Oh. Iya, aku lahir dan besar disini. Ayahku berasal dari Yokohama. Sempat menghabiskan sekolah dasarku di Kanada. Dan sudah jelas aku tidak tahu alamat tempat berhantu tadi, karena aku tidak pernah sok ide mencari tempat berhantu selama aku tinggal disini. Jadi itu juga kali pertamaku, sama seperti kalian semua. Kau sendiri?"
"Sepertinya aku ingat sepotong-sepotong memori masa kecil, kakakku pernah membawaku kesini. Aku ingat itu," ia menunjuk Cosmo Clock Ferris Wheel. "Jadi jawabannya mungkin aku pernah, tapi itu sudah lama sekali. Jadi, sama saja seperti tidak pernah?"
"Kau punya kakak? Kata Ggio kau tinggal sendiri, onna?"
Orihime terdiam sebentar, lalu tersenyum. "Dia sudah meninggal empat tahun yang lalu, Grimmjow-kun."
Grimmjow terbelalak, "Maafkan aku, onna, aku tidak bermaksud—"
"Tidak apa-apa, Grimmjow-kun," potong Orihime, masih tersenyum. Dia menunjuk ke kedua jepit rambutnya, "Jepit rambut ini adalah pemberian terakhir Sora-nii, sebelum ia mengalami kecelakaan mobil saat berangkat kerja, dan meninggal di klinik ayahnya Ichigo. Kami bertengkar hari itu karena aku tidak suka jepit ini pada awalnya, namun aku tidak tahu kalau itu adalah percakapan terakhirku dengan Sora-nii..."
Pesanan mereka datang, dan disajikan di depan mereka. Setelah berterima kasih ke waitress, sambil mengangkat sendok dan garpu dari meja, Orihime melanjutkan pembicarannya, "Karena ini adalah pemberian terakhir Sora-nii, yang paling bisa aku lakukan cuma memakainya setiap hari. You know, sebagai token keberuntungan dan juga pengingat bahwa aku memiliki kakak yang luar biasa."
Lidah Grimmjow kelu, tidak mampu berkata-kata. Tenggorokannya tercekat; mau tidak mau, cerita Orihime membuatnya sedikit emosional. Setelah beberapa saat mengumpulkan kontrol diri, yang dapat keluar dari mulutnya hanyalah, "Maaf, aku tidak seharusnya menanyakan itu."
Orihime tertawa kecil, mengunyah makanannya. "Tidak apa-apa, Grimmjow-kun! Sudah lama sekali. Dan setelah Sora-nii berpulang, aku harus menghadapi semacam persidangan dan investigasi untuk menentukan dan menemukan keluarga yang bersedia menjadi waliku, atau aku akan masuk ke panti asuhan karena masih di bawah umur. Ternyata kedua orang tuaku juga sudah meninggal... saudara mereka—paman dan bibiku—entah tidak ingin berurusan denganku atau sudah meninggal juga. Setelah beberapa minggu, mereka menemukan sepupu Sora-nii di Amerika yang bersedia menjadi waliku. Namun selisih umur kami sangat jauh, sehingga aku memanggilnya bibi! Awalnya dia kaget, lalu menjelaskan kalau secara teknis, kami berdua juga sepupu. Namun aku yang masih bodoh dulu, tetap berpikir karena dia lebih tua, jadi harus aku panggil bibi! Akhirnya aku tetap memanggil dia bibi..."
Mereka berdua tertawa, melanjutkan suap demi suap makanan kedua mereka malam itu. "Lalu? Setelah dia menemukanmu?" tanya Grimmjow.
"Awalnya pengadilan mendesak Bibi Rangiku untuk membawaku ke Amerika, yah, karena statusnya sebagai waliku. Saat itu mereka sekeluarga datang ke Jepang untuk bertemu denganku dan aku sempat tinggal di rumah yang mereka sewa selama tiga bulan, di liburan musim panas empat tahun yang lalu. Namun, aku tidak ingin meninggalkan apartemen tempat aku dan Sora-nii tinggal, akhirnya bibi Rangiku memutuskan aku bisa tetap tinggal di Jepang setelah bertemu dengan Tatsuki-chan dan ibunya. Tiga bulan bersama mereka terasa sangat singkat, tapi itu cukup untuk membuatku merasa, setidaknya aku masih punya keluarga dan tidak sepenuhnya sendirian. Sejak itu, Bibi Rangiku menelepon satu bulan sekali, namun belum memilki waktu untuk pergi ke Jepang," senyum Orihime, matanya menerawang ke pemandangan di depannya, sepertinya tenggelam dalam kilas balik. "Oh! Mereka pindah kembali ke Jepang dua hari yang lalu, dan sekarang sedang tinggal sementara di rumahku! Seru, kan?" tambahnya riang.
Grimmjow memaksakan diri untuk tersenyum, menyelesaikan makanannya dan mengamati Orihime yang juga sedang menyelesaikan porsinya. Di balik senyumnya, mau tidak mau dia berpikir bahwa di balik kepolosan dan sikap riang Orihime, dia telah melalui hal-hal yang bahkan tidak dapat dibayangkan jika terjadi pada dirinya. Gadis itu kehilangan kakak kandung dan kedua orangtuanya di usia yang sangat muda, dan satu-satunya keluarga yang dimilikinya berada ribuan kilometer jauhnya. Grimmjow merasa Orihime memiliki hak untuk marah dengan dunia dan ketidakadilannya, namun gadis itu tetap menampilkan senyum lebar, menyinari orang-orang di sekitarnya dengan kehangatan dan kebaikan-kebaikannya. Dia awalnya berpikir Orihime Inoue hanya seorang gadis yang aneh karena 'terlalu baik' dengan semua orang, not that he cares about her or anyone in particular, namun cerita Orihime tentang hidupnya membuatnya melihat gadis itu dari kacamata yang berbeda, menumbuhkan sedikit rasa respek di hatinya.
"Baguslah... bisa mengunjungi mereka lebih sering. Jadi tadi kau tidak sendirian di apartemen?"
"Nah, Grimmjow-kun," jawab Orihime bercanda, menirukan Grimmjow. "Kalau Grimmjow-kun bagaimana? Kenapa pindah dari kota cantik ini ke kota Karakura?"
"Hmm..." Grimmjow mengernyitkan alisnya, seperti bingung ingin mulai darimana. Bercerita tentang kehidupan pribadinya adalah hal yang tidak pernah dia lakukan (kecuali pada therapistnya yang sudah berhenti dia temui). Entah kenapa, dia ingin turut membagi kisah hidupnya pada gadis itu; yang hanya seorang kolega di satu organisasi, seorang gadis yang hampir tidak dia kenal. Gadis yang mungkin sama asingnya dengan dirinya, namun memutuskan untuk berbagi tragedi hidup yang dia lalui. Mudah saja untuk Grimmjow mengatakan tidak untuk bercerita dan mencari topik pembicaraan lain...
Orihime mengamati wajah Grimmjow yang kerutannya semakin dalam, dan tangannya yang menggengam gelas minuman terlalu erat; otot dan uratnya terlihat jelas, "Tidak apa-apa, Grimmjow-kun, kalau terlalu personal, tidak usah diceritakan."
Grimmjow memutar matanya, "Shut up, will you?"
Gadis itu tertawa. Setelah beberapa saat, pria bermata sapphire itu mulai membuka mulutnya.
"Ayahku mengalami depresi berat saat perusahaannya jatuh karena kompetitornya bermain kotor and his company took all the blame. Dia mencoba untuk mengakhiri hidupnya beberapa kali; minum obat tidur, menyayat nadinya, dan hal lain yang aku tidak akan ceritakan—namun kami berhasil menyelamatkannya. Ayah dirawat di ruang isolasi rumah sakit jiwa selama beberapa waktu, sampai ibuku jatuh sakit karena memikirkannya. Akhirnya, kami memutuskan untuk mengeluarkan ayah dari rumah sakit jiwa dan memulai pengobatan dengan dokter pribadi kami di rumah. Sulit menyembunyikan dari media, but we managed to keep dad's condition a secret."
Ia memainkan gelas minuman di tangannya, tersenyum pahit. "Dokter lalu menyarankan agar ayah mundur dari posisinya di perusahaan dan digantikan oleh orang lain. Dia harus menyembuhkan diri jauh dari bising kota—jauh dari perusahannya, yang sudah dibangunnya dari nol. Kami pindah ke kota Karakura, karena tidak terlalu jauh dari Yokohama dan tidak terlalu terpencil, tapi juga tidak terlalu ramai—dan dad sekarang menghabiskan waktunya untuk melukis dan hobi-hobi kecil lainnya."
Sekarang giliran Orihime yang terbelalak, "G-Grimmjow-kun, aku minta maaf kalau aku terkesan terlalu ingin tahu dengan kehidupan pribadimu. Aku yakin ayahmu adalah orang yang baik dan dia akan sembuh!"
Sembari menyeruput minumannya, lelaki itu mengangguk. "Tidak apa-apa, onna. Bercerita mengenai kakakmu termasuk kehidupan pribadimu juga, dan kau memilih untuk menceritakannya. Dan iya, tentu saja. Dia ayah yang lumayan. Meskipun waktu luangnya sedikit karena dia sibuk bekerja, ayahku selalu menyempatkan untuk menghabiskannya dengan keluarga. Wait—don't you watch tv? The news? You don't know my dad?"
Orihime menatap Grimmjow bingung, "Um, aku biasanya hanya menonton sitkom kesukaanku dan NCIS, lalu belajar. Jadi aku tidak terlalu memperhatikan berita, Grimmjow-kun. Ada apa?"
Grimmjow menggeleng, "Nevermind. Baguslah."
Hening.
"Jadi, siapa yang mengelola perusahaan ayahmu?"
"Kakak tertuaku. Dia akan datang ke rumah kami di Karakura setiap bulannya, karena dokter tidak memperbolehkan dia datang terlalu sering karena ditakutkan akan memicu sisi suicidalnya. Namun, tiap kunjungannya, ia selalu membawa kabar baik bahwa perusahan ayahku perlahan kembali stabil, dan seiring dengan kabar itu, begitu pula kondisi dad," jelasnya, tersenyum tipis.
Orihime mengangguk, terdiam, mengamati pemandangan kota malam di bawahnya. Jam di Cosmo Clock Ferris Wheel yang berdiri kokoh di pinggiran Pelabuhan Yokohama menunjukkan bahwa waktu sudah mendekati tengah malam. Mereka terbawa dalam keheningan untuk beberapa menit, tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Orihime dapat merasakan kehangatan terpancar dari tubuh Grimmjow, kontras dengan suhu ruangan yang dingin.
"Hey, Princess, menjadi tukang antar-jemputmu ternyata tidak terlalu buruk," ujar Grimmjow santai, memecah keheningan mereka.
"Kau juga lumayan, sih. Seandainya semua orang tidak sibuk membuat gosip kalau aku suka denganmu..." Orihime menimpali, tertawa.
"Yeah. Kenapa sih mereka?"
Orihime menggeleng, "Tidak tahu, aku bahkan tidak mengenalmu sedekat itu, Grimmjow-kun! Maksudnya, kita hanya satu organisasi, tidak lebih."
Ouch.
"Iya. Dan kau baru saja putus dengan Ichigo Kurosaki. To hell with people's opinion, but they make you look like some serial dater," ujar Grimmjow.
Senyum perlahan menghilang dari wajah Orihime, "Putus dengan Kurosaki... iya."
"Jangan sedih. Ada banyak laki-laki di luar sana yang lebih baik dari that stuck up Kurosaki. Mungkin lima puluh persen lebih dari populasi laki-laki di sekolah kita menyukaimu, belum termasuk wanita-wanita, atau kakak-kakak tingkat. Tunjuk saja satu," tangkis Grimmjow, berusaha menghibur Orihime.
Namun Orihime menatap Grimmjow, matanya membesar kesal, "Tunjuk satu? Apa semua orang berpikir aku semudah itu sehingga kau bilang begitu, Grimmjow-kun? Apakah kehidupan asmaraku begitu menarik sehingga seluruh sekolah mengetahuinya, dan sekarang memiliki hak untuk mengaturnya?"
Grimmjow terbata, bingung, "Eh—tidak, maksudnya—"
"Kau tahu berapa lama aku menyukai Ichigo, Grimmjow-kun? Aku menyukainya sejak kami duduk di bangku sekolah menengah! Selama itu, aku menyukainya. Dan kau menyuruhku untuk menunjuk satu orang yang bahkan aku tidak mengenal mereka sama sekali?" ia menekankan kalimat terakhirnya.
"Bukan—"
"Jadi?"
"Apa sulitnya move on dari Kurosaki dan mengencani satu-dua murid-murid lain yang menurutmu lumayan dan nanti memilih yang paling cocok untukmu? Satu hal yang aku tahu, dwelling on the past about someone who clearly does not care about you anymore is just plain stupid."
"Tadi kau bilang Ggio dan yang lain membuatku seperti seorang serial dater, bukannya saranmu membuatku lebih terlihat seperti itu, Grimmjow-kun? Dan aku tidak tahu kau kenal sedekat itu dengan Ichigo-kun sampai bisa tahu kalau dia 'does not care about me anymore'," Orihime mengutip perkataan Grimmjow, menatap lelaki di sampingnya dengan pandangan menyipit, tidak bisa menyembunyikan kemarahannya.
Grimmjow menatap Orihime, menyilangkan tangannya di dadanya, menjawab, "Ggio publicly declared that you like me. Pergi kencan di luar sekolah dengan murid-murid lain tidak sama dengan itu! Kedipkan saja matamu atau duduk sendiri di pohon saat makan siang, mereka akan datang sendiri dan mengajakmu kencan."
Orihime terdiam, mencoba mengatur napasnya dan detak jantungnya yang kini perlahan naik. Setelah beberapa saat, ia menarik napas dan menjawab, "Jadi, jika ada wanita cantik di sekolah yang tidak kau kenal dan tiba-tiba mengajakmu kencan, kau akan menerimanya? Aku bukan orang yang peduli dengan gosip ataupun perkataan orang tentang orang lain, tapi Grimmjow-kun juga bukan tipikal yang approachable dan ramah dan bisa menerima tawaran kencan dari orang yang tidak kau kenal. Jadi, Grimmjow-kun juga tidak punya hak untuk memberiku nasihat apapun."
Meskipun intonasi Orihime terdengar tenang, namun tidak dapat menyembunyikan rasa kesalnya yang sudah hampir mendekati batas. Mendengar balasan gadis itu, denyut di pelipis Grimmjow kini mulai terlihat. Memandang sosok di sampingnya lekat-lekat, dia membuka mulutnya.
"For a body this small, you sure have the audacity to talk like that," geramnya. "Kurosaki does not give a shit about you anymore. Kenapa kau masih sedih? Masih berharap cowok itu tiba-tiba menyesal dan memintamu kembali? Hell, bisa saja dia sekarang sedang tertawa bersama pacar barunya yang dia pacari saat masih bersamamu. Wake the fuck up and stop crying about it."
"Tidak," kata Orihime dengan nada lebih tinggi. "I-Ichigo-kun bukan laki-laki seperti itu! Kau tidak mengenalnya, tutup mulutmu. Ichigo-kun tidak akan melakukan itu kepadaku."
Grimmjow bahkan tidak berusaha untuk menyembunyikan putaran matanya, "Look, aku memang tidak kenal dengan Ichigo Kurosaki. Mungkin dia punya pacar baru, mungkin juga tidak; I don't give a shit. Tapi balas dendam terbaik adalah membuktikan kau sudah move on; kencan dengan orang lain, misalnya. If he really still cares about you, he'd come crawling back at you in no time. Kalau tidak, kau dapat cowok baru. Win-win."
Tangan Orihime bergetar. Sebelum bersama Ichigo, memang banyak murid-murid yang mendekatinya dan mengajaknya berkencan—laki-laki maupun perempuan. Namun karena tidak mengenal mereka, ia selalu menolaknya halus. Orihime merasa pergi kencan dengan orang asing tanpa terlebih dahulu mengenal mereka adalah suatu hal yang dangkal, karena orang itu juga tidak mengenalnya dan hanya mengetahuinya dari fisiknya atau cerita orang lain.
Dan meskipun tidak ada sejengkalpun bagian dari dirinya yang ia tidak sukai, Orihime sangat tidak nyaman dengan orang yang hanya menilainya dari penampilannya.
"Aku bukan objek yang hanya duduk cantik, lalu bisa diajak kencan. Begitukah Grimmjow-kun memandang perempuan secara umum?" ujar Orihime dingin.
Grimmjow menggeleng frustasi, "Bukan begitu! Maksudku, jika kau ingin memilih satu dari sekian banyak laki-laki di sekolah, mereka tidak akan menolak, karena mereka menyukaimu, onna! Atau di luar sekolah juga! God damn, look at you, your face, your body! You're stunning! Berpikir pakai kepalamu sekali-sekali, bukan hatimu!"
"Wow. Dan mereka menyukaiku hanya karena "I'm stunning?"? Karena badanku? Dadaku? Mataku? Badanku? Hal-hal dangkal yang hanya bisa dilihat oleh mata? Karena aku hanya seorang perempuan? Aku mungkin terlihat tidak terlalu peduli, tapi aku juga merasakan pandangan orang-orang, dan terkadang itu membuatku tidak nyaman, Grimmjow-kun, dan cara bicaramu juga."
"Diam. Kau kira aku tidak pernah dinilai hanya dari penampilan? Dari hal-hal dangkal? You don't have any fucking clue why I hate people. Mereka mendekatiku, berteman denganku, hanya karena aku anak ayahku, some random billionaire they saw in TV or magazine. Mereka ingin dekat dengan uang, dengan nama, dengan power keluargaku, bukan aku sebagai seorang individu. Kau pikir aku tidak tahu maksudmu?"
Gadis berambut auburn di sampingnya terdiam, namun masih menatap Grimmjow dengan matanya yang mulai memerah. Tidak memberikannya kesempatan untuk menjawab, Grimmjow melanjutkan.
"Kesempatan dua, tiga kali kencan dengan orang-orang yang memang menyukaimu sama saja sepertiku memberikan kesempatan ke Arrancar. Aku mendapatkan orang-orang yang tidak terlalu peduli dengan uangku, not exactly friends to me but still a tad bit tolerable; dan kau bisa saja menemukan pengganti Kurosaki atau katalis cemburunya kalau dia memang masih menyukaimu. Don't be such a fucking idiot. This conversation is over."
Grimmjow berhenti berbicara, sedikit terengah karena luapan emosinya. Namun, matanya tidak lepas dari iris kelabu Orihime yang kini semakin melebar, not in a good way.
"Wow. Thank you for patronizing me, Jaegerjaquez," air mata sudah terlihat jelas di bola mata Orihime, siap menetes, "Membandingkan "not exactly friends"-mu dengan teman kencan. Aku kira kau lebih baik dari ini. Dan berhenti memanggil aku onna, kau terdengar sangat misoginis."
Orihime berdiri dan berjalan meninggalkan Grimmjow yang kini mulutnya menganga shock. Beberapa belas menit yang lalu mereka saling bercerita tentang kehidupan pribadi masing-masing, membuka diri ke satu sama yang lain, dan sekarang mereka saling berseru satu sama lain. Menyadari kesalahannya, Grimmjow berseru memanggil gadis itu yang sudah keluar dari restoran.
"Orihime Inoue! Fuck!"
Mengabaikan pandangan bertanya-tanya dan kesal orang-orang di seluruh penjuru restoran, Grimmjow berdiri dan berjalan cepat ke kasir. Setelah membayarkan pesanan mereka ke kasir dengan tergesa-gesa, ia menyerbu keluar menuju lift, berharap Orihime hanya beberapa detik jauhnya.
Namun dia terlambat. Lift sudah melaju ke lantai bawah, meninggalkannya. Putus asa, Grimmjow berlari ke lift lain yang berada di ujung lantai, dan memencet tombol turun secepat mungkin. Ayo, ayo, bodoh! ucapnya dalam hati, sambil terus memaki dirinya dengan kata-kata kasar yang dia tahu.
Lantai 70...
Apakah benda ini tidak bisa lebih cepat...
Lantai 60...
Aku tidak percaya dengan Tuhan, tapi tolong, apapun dan siapapun, percepat lift bodoh ini!
Lantai 30...
Aku bisa gila di dalam sini, dan Orihime bisa saja sudah pergi entah kemana!
Lantai 10...
Bagaimana kalau ia diganggu orang mesum atau rapist di luar sana?
Lantai 5...
Semua salahku!
Akhirnya lift menunjukkan bahwa ia sudah sampai ke basement. Grimmjow melaju keluar, berlari, mencari tanda-tanda kehadiran Orihime. Ia mencari ke tempat basement mobil, tidak ada. Tempat ia memarkir motornya, nihil. Toilet, pikirnya. Menuju tempat terakhir yang belum dia cari di lantai itu, perutnya mencelos ketika dia melihat sosok familiar di depan matanya. Tak jauh dari dirinya, Orihime Inoue dengan mata bengkak baru saja keluar dari toilet, dan duduk di bangku kecil di depannya. Tangannya meraih ke dalam tas kecil yang disampirkan di bahunya, mengeluarkan telepon genggam. Sweater cream yang dipakainya membingkai badannya dengan lembut dan tidak berlebihan. Rambutnya, yang tadinya terurai bebas, kini diikat cepol berantakan; namun sama sekali tidak mengurangi kilau auburn-nya. Matanya yang bengkak, hidungnya yang sedikit merah, semburat pink di pipinya; Grimmjow menyimpulkan, bahwa versi sedih dari Orihime sama memukaunya dengan versi periang dan bahagia dari Orihime.
Setelah mengumpulkan sisa keberanian dalam dirinya, Grimmjow perlahan mendekati Orihime, berusaha membuat suaranya selembut mungkin, "Orihime Inoue. Kau meninggalkan coat-mu." dia memberikan coat Orihime ke sang pemilik. Sebelum Orihime dapat membuka mulutnya untuk menjawab, Grimmjow menarik napas, memulai percakapannya duluan.
"Paling tidak izinkan aku untuk mengantarmu pulang. Peraturan, ingat? I won't say a damn thing."
Orihime memandang mata Grimmjow, kelabu dan biru bertemu tanpa kata. Mengangguk lemah, ia berdiri, memakai coat-nya, dan mengikuti Grimmjow kembali ke motornya.
Perjalanan pulang mereka kembali ke kota Karakura tidak seperti perjalanan-perjalanan mereka yang yang lain malam ini—sunyi. Tidak ada pertanyaan-pertanyaan penasaran Orihime, yang dijawab derngan jahil oleh Grimmjow. Tidak pula ada teriakan-teriakan saat memberikan petunjuk dari GPS; Grimmjow sudah hapal rute perjalanan pulangnya di luar kepala. Oh, dia harap dia bisa keluar dari kepalanya dan menaruh otaknya di suatu tempat di sepanjang jalan ini. Fakta bahwa ia mengacaukan hati dari seorang gadis yang—disinilah ironinya—sudah kacau, dan tidak dapat berbuat apa-apa, membuat kepalanya berputar tanpa henti.
Kota Karakura sudah sepi sesampainya mereka dari Yokohama, tidak ada seorangpun di jalan. Beberapa belokan disana dan disini, Grimmjow sampai di depan apartemen Orihime. Ia mematikan mesin motornya dan melepas helmnya. "Kita sudah sampai."
Orihime, turun dari motor Grimmjow, melepas helmnya dan memberikannya pada sang pemilik. "Terima kasih, Grimmjow-kun. Selamat malam." ujarnya pelan, berbalik dan berjalan ke arah apartemennya. Grimmjow, melihat punggung Orihime semakin menjauh, mengumpulkan sisa-sisa harga diri dan keberanian yang tadi sudah habis dipakainya. It's now or never, pikirnya.
Di saat yang sama Grimmjow membuka mulutnya, Orihime berbalik dan berjalan ke arah Grimmjow.
"M-maaf, Orihime Inoue."
"Maafkan aku, Grimmjow-kun."
Mereka berkata bersamaan, dipisahkan oleh jarak. Orihime perlahan berjalan mendekati Grimmjow yang masih ada di atas motornya, memandang Grimmjow dengan canggung dan kaget.
"Grimmjow-kun?"
"O-oh, m-maksudku—" Grimmjow terbata. "Aku tidak bermaksud mengobjektifikasimu sebagai seorang wanita yang hanya dilihat oleh laki-laki sebagai eye candy. Aku juga tidak bermaksud patronizing dengan memberi perbandingan yang tidak apple to apple, that's a mistake. . Maksudku adalah..."
"Adalah?"
Grimmjow menarik napas panjang, "Maksudku, kau adalah orang yang sangat baik dan periang ke semua orang. Kau tidak segan membantu siapapun yang butuh bantuan, meskipun kau tidak mengenal mereka. Apa kau ingat pernah memberikan PRmu kepada Nnoitra meskipun dia selalu ketus padamu? Atau memberi sedikit uang sakumu ke some random student yang tidak membawa uang tapi sudah berada di depan antrian mesin makanan kantin? Atau membantu para laki-laki mengangkat kursi-kursi dan meja saat acara Student Council? Dan masih banyak lagi. Jika aku yang baru mengenalmu satu semester saja sudah bisa melihat kebaikan-kebaikanmu seperti ini, and I don't usually pay any fuck to anyone, aku yakin orang-orang lain yang sudah mengenalmu sejak lama melihatmu sebagai malaikat dari surga. Jadi... kalau aku menyampaikannya dengan cara yang salah dan membuatmu memahaminya dengan maksud lain... sorry."
"..."
"Uh, you really are beautiful and stunning, I admit it as a healthy straight male. But it's your kindness that makes people love you. Dan, oke, persetan dengan mengencani orang yang tidak kau kenal. Aku juga tidak mau."
Word vomit. Very well, Grimmjow, now you screwed things up even more, pikirnya.
Orihime mengangkat bahunya kecil, tersenyum malu. Mau tidak mau, perkataan Grimmjow membuatnya merona, "Aku tidak merasa seperti itu. Tapi, terima kasih sudah berpikir begitu, Grimmjow-kun. Sekarang giliranku?"
Grimmjow mengangguk lega, mengisyaratkan Orihime untuk bersandar di jok motornya. Ia mengikuti isyarat Grimmjow, menarik napas, dan mulai berkata, "Aku yang seharusnya meminta maaf ke Grimmjow-kun. Mungkin karena belum lama dan baru merasakannya, patah hati ini, aku terlalu terbawa kesedihanku. Lagipula, menyangkut apapun tentang Ichigo-kun, aku cenderung bereaksi terlalu berlebihan, dan aku tahu itu tidak baik. Aku melampiaskan kemarahan dan kesedihanku pada Grimmjow-kun, yang hanya berusaha menghiburku. Maaf ya, Grimmjow-kun."
"Apology accepted, Princess."
Hening.
"Kau bisa menceritakan apapun padaku," ucap Grimmjow pelan.
"Maaf, Grimmjow-kun?"
"Jika kau ingin bercerita tentang apapun, kau bisa menceritakannya kepadaku."
"Kenapa begitu?"
"Dari yang aku lihat, teman-temanmu cenderung subjektif. Seperti Arisawa yang langsung menonjok Kurosaki tanpa mencari tahu alasannya, atau Gi yang melihatmu sedih, malah asik bermain matchmaker tanpa memikirkanmu yang mungkin sedang mengumpulkan serpihan hatimu."
Orihime menatap Grimmjow, "Mereka teman yang baik, Grimmjow-kun."
Grimmnow berusaha dengan sekuat tenaga agar matanya tidak berputar, mencoba menjelaskan agar Orihime salah paham untuk yang kedua kalinya, "Bukan itu maksudku! Sure, they are your best friends and shit. Tapi, apa kau tidak butuh seseorang yang kau bisa bercerita tanpa mereka bereaksi secara subjektif? Karena aku baru disini, well, mungkin aku bisa melihat ceritamu sebagai pihak ketiga. Sudut pandang yang netral. Pikir saja aku ini sebagai tempat sampah untuk membuang beban-beban emosionalmu."
Orihime terdiam, terlihat seperti menimbang-nimbang kata-kata Grimmjow.
"Aku tidak akan menceritakannya kepada siapapun. Aku menceritakanmu tentang keluargaku yang... yah, fucked up. Melihat ayahku yang tertutup dan tidak pernah menceritakan keluh kesahnya bahkan ke kami, keluarganya sendiri dan memilih menyimpannya dalam-dalam sendirian, hal itu membawanya ke saat-saat tergelap dalam hidupnya. I did go to therapy when my dad fell apart, but I didn't feel like talking to a stranger, even though it's a doctor. Kita bisa menjadi tempat sampah satu sama lainnya, agar apa yang terjadi kepada ayahku tidak terjadi kepada orang lain."
"Hmm..." desah Orihime, memelintir kain sweaternya. Untuk beberapa saat ia terdiam, sampai akhirnya mulai bicara. "Aku biasanya menceritakan hal-hal dan keseharianku kepada Sora-nii, dan dia selalu dapat membuatku lebih tenang. Sesudah kepergiannyapun, aku tetap bercerita kepadanya. Aku merasa dia masih mendengarkanku dari atas sana. Sejujurnya, tidak mudah untuk membuka diriku, bercerita tentang hal-hal kecil sampai besar yang terjadi di dalam hidupku; termasuk ke Ichigo-kun, Ggio, bahkan Tatsuki-chan. Sampai detik ini, Sora-nii-lah yang menjadi satu-satunya orang yang paling nyaman untukku bercerita. Tapi, kau tahu?" ia mengeluarkan liontin pemberian Rangiku dan Gin dari balik sweaternya.
Grimmjow melihat kilau biru terpantul dari liontin sapphire yang bertengger manis di leher Orihime. Bahkan dalam keremangan lampu jalanan, kalung itu terlihat cantik. Dan fakta bahwa liontin itu bertengger manis di leher Orihime, menambah kecantikan mereka satu sama lain.
"Bibi Rangiku dan Paman Gin memberikan liontin ini kepadaku kemarin, dan aku berpikir warnanya mengingatkanku dengan Sora-nii, dengan birunya langit, dengan warna kesukaannya, dengan namanya. Tapi, karena insiden kita kemarin di ruang Student Council, aku jadi teringat Grimmjow kun, lalu berpikir, warnanya juga mengingatkanku dengan warna matamu."
"..."
"Mengesampingkan mitos dari liontin ini, mungkin ini adalah pertanda dari Sora-nii bahwa sudah saatnya aku berhenti menghujaninya dengan cerita-cerita bodohku, karena aku sudah memiliki teman yang adalah pendengar yang baik. Mungkin saja, Sora-nii ingin aku keluar dari apartemenku dan berhenti berbicara panjang lebar kepada fotonya di dinding, dan mulai berbicara dengan manusia nyata. Teman."
Grimmjow terdiam.
"Jadi, kita berteman sekarang?" Orihime tersenyum riang menatap Grimmjow, yang sedikit merona merah.
Ia mengangguk, menjabat tangan Orihime, memberikan senyum lebar khasnya.
"Teman."
Author: I am sorry for the ten years delay, no, ten years looooong delay, but this story will be continued and finished regardless whether anyone reads it or not, thank you! *bow down*
