I am sorry it took several weeks, (nonexistent) readers~
As promised, I will continue and finish the story. Is a bit long, but oh well, here is chapter 8!
Way to Love You
Rated: T
Disclaimer: Bleach belongs to Tite Kubo, not me.
Warning: Possible OOC
"Mengesampingkan mitos dari liontin ini, mungkin ini adalah pertanda dari Sora-nii bahwa sudah saatnya aku berhenti menghujaninya dengan cerita-cerita bodohku, karena aku sudah memiliki teman yang adalah pendengar yang baik. Mungkin saja, Sora-nii ingin aku keluar dari apartemenku dan berhenti berbicara panjang lebar kepada fotonya di dinding, dan mulai berbicara dengan manusia nyata. Teman."
Grimmjow terdiam.
"Jadi, kita berteman sekarang?" Orihime tersenyum riang menatap Grimmjow, yang mulai merona merah.
Ia mengangguk, menjabat tangan Orihime, memberikan senyum lebar khasnya.
"Teman."
Chapter 8: Pictures on the Wall
Minggu pagi tipikal di musim gugur bulan Oktober di Karakura. Semilir angin, pepohonan yang perlahan berubah warna mulai menggugurkan daun-daunnya, anak-anak kecil bermain di taman dan lapangan dengan jaketnya, gemericik air sungai yang bening. Siswa sekolah menengah dan atas bersiap dengan teman-temannya untuk berjalan-jalan ke kota besar terdekat. Para pemilik rumah membersihkan dedaunan di halaman rumahnya.
Tapi sepertinya tidak dengan pagi Orihime dan keluarga Ichimaru.
"SHIROOO! Cepat mandi!" teriak Rangiku, naik darah melihat anak tertuanya masih duduk di depan komputer, bermain game. Toshiro memutar matanya, mematikan komputernya, mengambil handuknya, dan beranjak ke kamar mandi.
"Bibi, apa kita tidak perlu sarapan dulu? Aku bisa membuatkan telur goreng kari sambil kita menunggu Paman Gin," sahut Orihime sembari menyisir rambutnya.
Rangiku menggeleng panik, "Tidak usah, Orihime-chan! Furniture delivery datang pukul sembilan, kita hanya punya waktu satu jam lagi! Mungkin nanti setelah semuanya sudah tertata, kita bisa memesan takeout. Ngomong-ngomong, Orihime-chan benar-benar yakin tidak ingin tinggal saja dengan kami?"
Dalam hati kecil Orihime, dia merasa bahagia dengan tawaran keluarga Ichimaru untuk tinggal dengan mereka; menjadi bagian dari sebuah keluarga lagi. Keluarga Ichimaru begitu luar biasa dan juga tidak biasa; membuatnya percaya bahwa dirinya juga bagian dari mereka. Meskipun pikirannya berkata untuk menerima saja tawarannya, hatinya mengatakan bahwa kelak ia akan sangat merindukan apartemennya. Kenangan-kenangan indah bersama kakaknya di apartemen ini, kenangan saat ia masih bersama Ichigo, belajar bersama dan menonton televisi, kenangan dengan Tatsuki dan Ggio... Orihime merasa ia belum sepenuhnya siap untuk melepaskan apartemen ini; tempat yang pekat dipenuhi dengan memori-memori penting dalam hidupnya.
"Tidak usah, bibi!" geleng Orihime melihat Rangiku dari pantulan kacanya, tertawa. "Aku tinggal disini saja, karena lebih dekat ke sekolah, dan apartemen ini juga apartemen Sora-nii. Nanti tiap weekend aku akan berkunjung, janji!" ia mengacungkan jempolnya ke Rangiku, yang mengangguk mengiyakan.
"Tapi jika kau kesepian atau lapar, datang ke rumah kapan saja, ya! Atau aku sendiri yang akan menyeretmu dari sini!"
Hari ini adalah hari kepindahan keluarga Ichimaru ke rumah baru mereka setelah tinggal di apartemen Orihime selama hampir satu minggu. Sabtu kemarin, mereka mengajak Orihime melihat calon rumah baru mereka di kota Karakura dan pergi ke toko furnitur. Orihime menganga melihat harga furnitur-furnitur yang dijual di toko yang mereka datangi, dan menganga lebih lebar lagi ketika melihat Rangiku dengan santainya menunjuk ini dan itu. Furnitur yang telah dibeli akan diantarkan esok paginya, hari Minggu, ke kediaman baru mereka, pukul sembilan. Hari ini.
Orihime memasang jepit rambutnya. Sudah siap, ucapnya dalam hati sambil melihat bayangannya di kaca. T-shirt berwarna peach dipadukan dengan boyfriend jeans dan jaket khaki; setelan ringan karena hanya akan membantu Rangiku dan Gin. Ia duduk dan membuka telepon genggamnya, melihat Tatsuki mengirim pesan kepadanya.
Hotelku bagus sekali! Mungkin kita bisa menginap disini kalau liburan ke Osaka~
[foto Tatsuki di dalam kamar hotelnya]
Melihat senyum bahagia Tatsuki di foto itu, Orihime ikut tersenyum simpul. Ia menyimpan foto itu di galeri telepon genggamnya dan mulai mengetik balasannya untuk Tatsuki. Pikirannya tertuju ke Sabtu kemarin, saat Tatsuki dan Ggio mendatangi apartemennya karena khawatir ia dan Grimmjow menghilang tiba-tiba malam sebelumnya di Yokohama.
-Flashback-
Pukul sepuluh pagi. Orihime yang baru bangun sedang menyelesaikan suapan terakhir yogurt dan serealnya ketika ketukan keras terdengar dari pintunya.
"Sebentaaar!" seru Rangiku, membukakan pintunya. Orihime menengok ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Tanpa disangka, ia melihat Tatsuki dan Ggio berdiri di depan pintu apartemennya, kehabisan napas. Mereka berdua terlihat seperti baru saja melakukan lari marathon.
"Selamat pagi kakak cantik, apa Orihime tadi malam pulang ke apartemen?" tanya Ggio, masih sempat menggoda Rangiku meskipun dalam keadaan terengah-engah. "Kami adalah temannya yang ikut uji nyali kemarin di Yokohama, dan Orihime menghilang tiba-tiba di tengah-tengah permainan dengan partnernya. Kami menelepon tapi nomornya tidak aktif."
Rangiku mengernyit, "Huh? Maksudmu menghilang? Dia ada di dalam."
Orihime panik, berdiri dan menuju ke arah pintu, masih memegang mangkuk yogurtnya. "Bibi Rangikuu! Kenalkan, ini Ggio-kun, salah satu teman terdekatku! Dan ini Tatsuki-chan, apakah bibi masih ingat?"
Tatsuki dan Ggio melotot galak begitu melihat Orihime, namun menoleh ke arah Rangiku dan menunduk sopan. "Salam kenal, Bibi Rangiku."
"TOLONG JANGAN PANGGIL AKU BIBI! Anyway, Salam kenal ya, Ggio. Aku Rangiku Ichimaru, sepupu Orihime. Tapi si manis keras kepala ini bersikeras memanggilku bibi karena selisih umur kami yang cukup jauh," jawab Rangiku, mengacak rambut Orihime yang tersenyum memaksa. Ia memeluk Tatsuki, "Tatsuki-chan sudah besar, ya! Salam untuk orang tuamu, terima kasih sudah turut merawat Orihime saat aku tidak bisa berkunjung ke Jepang. Sekarang keluargaku sudah pindah ke sini dan besok akan pindah ke rumah baru kami, jadi kapan-kapan datang untuk makan di rumah, ya!"
Tatsuki tersenyum, kembali menunduk hormat ke Rangiku, "Tentu saja, Ichimaru-san."
"Baiklah, silahkan diluruskan 'kesalahpahaman' kalian. Aku ada di kamar dengan suamiku kalau salah satu dari kalian terluka dan butuh pertolongan," Rangiku berlalu, tertawa geli.
Begitu Rangiku keluar dari jarak pandang mereka, Orihime keluar dan menutup pintu di belakangnya, menghadapi Tatsuki dan Ggio yang melotot semakin lebar. Ia meringis, memasang muka se-tidak berdosa mungkin. "Apa kabar, Tatsuki-chan, Ggio, lama tidak bertemu."
"KAU PERGI KEMANA SAJA, HAH?!" mereka berdua berteriak, dan Orihime tidak bisa menahan gelak tawanya.
Ia memeluk keduanya, "Terima kasih sudah khawatir denganku, ya, kalian."
Mereka melunak dalam pelukan Orihime. Setelah ia melepaskan pelukannya, Tatsuki menyilangkan kedua tangannya, memandang Orihime dengan tatapan menuduh. "Bicara. Sekarang."
Orihime menggaruk rambutnya, tidak tahu harus mulai darimana, "G-Grimmjow-kun melihatku ketakutan dan mengajakku pergi saja untuk berjalan-jalan di Yokohama. Kami makan ramen langganannya dan langsung pulang, itu saja sih. Telepon genggamku baterainya habis, dan aku langsung tertidur begitu sampai. Aku juga benar-benar baru saja bangun, nih, baru selesai sarapan." Ia mengangkat mangkuk yogurt yang masih dipegangnya, dengan sengaja melewatkan bagian Sky Garden.
"Lain kali, beritahu kami, ya. Aku sudah berpikir kalau kalian berdua mengalami kecelakaan di jalan, atau tersesat ke dimensi lain, atau Grimmjow memanfaatkanmu dan menculikmu untuk menjadi pengedar narkoba," ujar Tatsuki menghela napas dalam, terlihat benar-benar khawatir.
"Grimmjow-kun yang memberikan ide kepadaku agar pergi diam-diam. Kalau dipikir-pikir sekarang, agak keterlaluan, sih. Maaf ya... Ngomong-ngomong, siapa yang menang tadi malam?" tanya Orihime sambil memakan habis sisa-sisa yogurtnya.
Tatsuki membusungkan dadanya, "Tebak, pemenangnya mengumpulkan delapan belas koin."
"Waaah, selamat, Tatsuki-chan!" seru Orihime antusias. "Kau dan Momo-chan bisa ke Yokohama lagi untuk belanja bersama!"
"Ngomong-ngomong soal Yokohama," sahut Ggio memotong pembicaraan Orihime dan Tatsuki, menyeringai jahil. "Apa kau menghabiskan waktu romantis dengan Grimm berdua di Yokohama tadi malam? Manis sekaliiii..."
Orihime menggeleng, mengerucutkan bibirnya kesal, "TIDAK ada waktu romantis, Gi!"
"Hmm... mari kita berpikir," Ggio menaruh tangannya di dagunya, pura-pura berpikir. "Kalau begitu... waktu seksi?"
Tangan Orihime mendarat keras di lengannya, membuat Ggio terpingkal.
"Oh, Orihime, aku mungkin tidak akan ada di sekolah sampai dua minggu ke depan. Besok aku akan pergi ke Osaka, turnamen karate nasional, ingat?" ujar Tatsuki, sambil melihat pertengkaran klasik Orihime dan Ggio.
"Eh? Turnamennya sudah minggu depan?" Orihime berhenti memukuli Ggio, memandang Tatsuki. Ia menaruh mangkuk yogurtnya di lantai dan memeluk Tatsuki, "Semangat, Tatsuki-chan! Kirim pesan dan telepon aku tiap hari, ya! Tatsuki-chan naik apa ke Osaka? Mau aku antar?"
Membalas pelukan Orihime, Tatsuki menjawab, "Aku akan diantar ayah dan ibuku ke Yokohama, lalu akan naik pesawat dari sana ke Osaka. Kau tidak perlu mengantar, istirahat saja." Mereka melepaskan pelukannya. "Nah, sepertinya sudah waktunya aku pulang, aku harus pergi ke Yokohama dua jam lagi, padahal baru saja kita kesana malam tadi."
Orihime tertawa, mengangguk, dan beberapa saat kemudian, Tatsuki dan Ggio mengucapkan salam perpisahan dan melambai dadah (a.n: apa sih bahasa Indonesianya waving goodbye? plis bingung).
Sampai akhirnya ia ingat sesuatu. "Gi! Boleh aku bicara sebentar?"
Ggio yang sudah beberapa meter jauhnya menoleh, berjalan kembali ke Orihime. "Ada apa? Mau menceritakan sexy time dengan Grimmjow?"
Orihime memutar matanya. Ia menarik napas dan memandang Ggio dengan tatapan serius.
"Terima kasih sudah khawatir tentangku dengan Ichigo, dan mencoba menghiburku lewat memasangkanku, mengolok-olokku dengan Grimmjow-kun. Kami sudah lebih dekat sejak malam kemarin, terima kasih padamu." ia tersenyum kepada Ggio, namun tatapan matanya masih sama seriusnya.
"Tapi, Gi, bisakah kau berhenti bermain matchmaker di antara kami? Sejujurnya, aku dan Grimmjow-kun merasa kurang nyaman dengan itu, dan kami mungkin akan banyak menghabiskan waktu bersama, sebagai teman! Tidak nyaman jika beredar gosip tidak enak antar teman, bukan? Misal antara kau dan aku? Dan aku juga baru saja... yah, kau tahu. Terlalu aneh dan tidak nyaman, kan?"
Ggio terkaget dengan pernyataan Orihime yang tiba-tiba. Ia terdiam.
"Hmm... maaf, ya, Hime," jawab Ggio setelah beberapa saat, mulai menggaruk kepalanya canggung. "Anggap saja uji nyali kemarin adalah yang terakhir. Dan aku bersyukur kau lebih dekat dengan Grimmjow, dia orang yang baik meskipun terlihat kasar dari luar."
Orihime mengangguk setuju, "Iya, dia orang yang baik sekali. Ya sudah kalau mau pulang, Gi. Hati-hati di jalan!"
-End of Flashback-
"Hime-chaaaan..." Orihime dikagetkan oleh Yachiru yang mendekati Orihime, meminta agar dipangku. Dia mengangkat Yachiru dan menaruhnya di pangkuannya.
"Yachiii sudah makan?" tanyanya gemas.
Yachiru mengangguk. "Hime-chan melamun?"
"Hah? Eh, tidak, Yachi. Aku cuma berpikir nanti siang kita makan apa, ya?" canda Orihime, mencubit pipi Yachiru.
"Gin dan Kenpachi sudah di bawah," sahut Rangiku, melihat pesan dari Gin di telepon genggamnya. Ia melihat ke sekeliling ruangan, mencari Toshiro. "SHIRO! KELUAR! AYAHMU SUDAH SAMPAI!"
Setelah Rangiku mengomeli Toshiro yang hanya dibalas senyuman kecut, mereka berempat turun, membawa koper-koper ke sebuah mobil SUV yang berhenti di pinggiran jalan (Yachiru langsung berlari ke arah mobil). Kenpachi dan Gin keluar dari mobil itu, membantu mereka. Setelah sekitar setengah jam perjalanan, mereka sampai di apa yang terlihat seperti pinggiran kota. Setelah berjalan beberapa lama, terlihat barisan rumah-rumah mewah, terletak di tempat yang jauh dari keramaian. Mobil yang mereka kendarai berhenti di depan salah satunya.
Rumah bergaya minimalis modern dengan perpaduan warna putih dan cokelat gelap. Halaman di depannya dan di sekitarnya cukup luas untuk melakukan aktivitas outdoor, dan di belakang pagar pembatas halaman depan dan belakang, terdapat kolam renang asimetris. Rumah-rumah di sekitar memiliki gaya yang sama, namun tiap rumah memiliki ciri khas yang membedakan satu sama lainnya. Jarak antar rumah tidak terlalu dekat, namun tidak juga terlalu jauh, memungkinkan setiap pemilik rumah dapat menjaga privasinya. Lovely housing, pikir Orihime.
Saat pertama kali kesini hari sebelumnya, Orihime tidak mengetahui bahwa kota Karakura memiliki perumahan elite. Tapi dari yang dia lihat dari televisi atau tabloid-tabloid, orang-orang yang betul-betul kaya lebih menyukai ekslusivitas; mungkin karena itu juga perumahan ini sangat secluded dan tidak banyak orang yang tahu.
Dari penelusurannya di internet hari sebelumnya, dia pun mengetahui bahwa perumahan ini sebagian besar dibeli untuk menjadi rumah berlibur, dan dari potongan pembicaraan Gin dengan agen real estate yang didengarnya, baru satu rumah disana yang dihuni secara permanen. Lokasinya juga sudah tidak di kota Karakura lagi, melainkan di pinggiran pedesaan terpencil bernama Ganzai (a.n: it does not really exist, just like Karakura, or not that I know of). Orihime bertanya-tanya dalam hati apakah ada salah satu dari murid di sekolahnya yang tinggal disini.
"Sudah sampai! Sambil menunggu furniturnya datang, kita masukkan dulu kopernya," ujar Gin bersemangat, keluar dari mobilnya. Beberapa belas menit mereka habiskan untuk memindahkan koper-koper mereka dari mobil ke dalam rumah. Tepat saat Orihime memasukkan koper terakhir ke dalam rumah, mobil boks berukuran masif memasuki kawasan perumahan dan berhenti tepat di depan rumah. Kenpachi memasukkan mobil SUV mereka ke dalam garasi agar tidak menghalangi mobil tersebut.
"HAAAHH! Akhirnya selesai juga!" seru Rangiku, melemparkan dirinya ke sofa besar di ruang keluarga baru mereka. Pukul empat sore. Setelah beberapa jam sibuk mengatur letak furnitur dan segala pernak-perniknya, rumah baru keluarga Ichimaru akhirnya terisi. Yachiru sedang tidur siang di kamar barunya, Toshiro sedang mengganti-ganti channel televisi dengan bosan, Kenpachi sedang sibuk membuat kopi di belakang, dan Gin sudah tertidur di sebelah Rangiku. Orihime meluruskan otot-ototnya yang sejak tadi digerakkan tanpa henti sembari mengeluarkan telepon genggamnya. Ia membalas pesan dari Tatsuki dan melihat jadwal pelajarannya besok; yang untungnya semua pekerjaan rumah sudah selesai dikerjakannya.
"Oh, astaga," Rangiku menggumam panik, menepuk dahinya. "Aku lupa kalau kita punya tetangga!"
Orihime menoleh, "Eh? Kenapa bibi?"
"Gin bilang kita punya tetangga, meskipun hanya satu keluarga," ujar Rangiku, mengernyitkan dahinya mengingat perkataan Gin. "Hime-chan, menurutmu kira-kira lebih bagus kita hadiahkan masakan atau hadiah lainnya?"
Orihime membuka mulutnya untuk menjawab, namun terpotong oleh pekikan Rangiku, "Aku lupa kalau membawa Twoning Hampers! Kita berikan itu saja, Orihime!"
"Twoning?"
"Produk teh khas dari UK! Sebelum ke Jepang kemarin, Gin pergi ke UK untuk semacam konferensi dan membawa hampers itu untuk oleh-oleh. Karena kemasannya terlalu cantik, jadi aku simpan saja, mungkin nanti bisa diberikan sebagai hadiah atau apa. Ternyata benar, kan! Sebentar," Rangiku bangkit, pergi ke kamarnya dan kembali beberapa menit kemudian membawa kotak kayu hitam elegan yang cukup besar dengan embos emas Twoning di atasnya. "Ini dia. Sebentar, aku merapikan diri dulu, dan akan mengantarnya ke rumah tetangga baru kita..."
Rangiku meregangkan badannya di sofa, menguap.
"Bibi sepertinya lelah. Biar aku saja yang mengantar, tidak apa-apa," ujar Orihime, tidak tega melihat Rangiku yang sudah nyaman di sofa. "Bibi dan Paman Gin bisa tidur di kamar sebentar, beritahu saja rumahnya yang mana."
Setelah beberapa menit meyakinkan Rangiku yang mengantuk bahwa dia bisa pergi sendiri, Orihime mendapati dirinya berjalan menuju sebuah rumah besar beberapa puluh meter di seberang jalan, berjarak beberapa rumah dari rumah di depannya. Bangunan yang ia datangi tersebut mirip dengan rumah keluarga Ichimaru, jendela yang lebih lebar namun tetap terlihat minimalis dan classy. Kira-kira berapa penghasilan orang-orang yang tinggal disini, ya? Bahkan dapurnya lebih besar dari apartemenku, batin Orihime. Ia berjalan ke pintu depannya yang besar dan menekan bel rumah.
Beberapa saat menunggu, Orihime dapat mendengar langkah kaki dari dalam dan suara click dari kunci. Pintu di depannya terbuka, dan sosok tinggi berdiri di sisi lain dari pintu. Orihime mendongak, pandangannya bertemu dengan kilau biru yang menyilaukan. Kedua mata biru yang balas memandangnya, rambut azure acak-acakan, dan ekspresi wajahnya yang khas—cat-like dengan alis yang berkerut...
Grimmjow Jaegerjaquez.
Mereka berdua terdiam sambil terus bertatapan, terbelalak, kelabu dan biru menatap tidak percaya satu sama lainnya. Entah berapa lama kemudian, Grimmjow kembali ke ekspresi biasanya dan mulai menyeringai.
"Hey, Princess. Miss me so you tracked me down here, huh?"
Orihime dapat merasakan rona merah naik ke pipinya. Stalk? Narsis sekali. Dia mendorong kotak teh yang sedang dipegangnya ke dada Grimmjow, terlalu kasar dari perkirannya. "G-Grimmjow-kun! A-aku bahkan tidak tahu nomor teleponmu, apalagi tahu kalau kau tinggal d-disini! Kerabatku baru saja pindah ke rumah di sana," ia menunjuk rumah keluarga Ichimaru. "D-dan ini sedikit bingkisan dari mereka!"
Seringai Grimmjow semakin lebar. Alisnya yang biasanya berkerut, kini terangkat, tidak dapat menyembunyikan ekspresi gelinya melihat Orihime yang terbata-bata. Ia menerima kotak teh dari Orihime, "Ow, Princess, begitukah cara memberikan housewarming gift ke tetangga barumu?" ujarnya, berpura-pura kesakitan.
"M-maaf, Grimmjow-kun, dimana—"
"Who's at the door, dear?"
Seseorang menuju ke arah pintu depan dimana mereka berdua sedang berkelakar. Orihime dapat melihat sesosok wanita berjalan ke arahnya. Ia terdiam, kelakarnya dengan Grimmjow terhenti. Dari dalam rumah, seorang wanita paruh baya menengok ke arah Orihime dari balik bahu Grimmjow. Menyadari wanita itu bisa saja ibu dari Grimmjow, ia membungkuk hormat.
"S-selamat siang, Jaegerjaquez-san, saya Orihime Inoue, salah satu anggota keluarga Ichimaru yang baru saja pindah kesini pagi ini! Kami memberi sedikit bingkisan, sudah saya berikan ke Grimmjow-kun."
"Orihime goes to the same school with me as well, Mom," tambah Grimmjow ringan, sambil mengoper kotak teh pemberian keluarga Ichimaru ke ibunya.
Orihime mengamati wanita yang dipanggil Grimmjow dengan sebutan mom tersebut. Wow, bahkan kecantikannya tidak tertutupi oleh usianya, mungkin malah semakin bertambah. Wanita ini tinggi, sangat tinggi, tidak berbeda jauh dari Grimmjow, membuat Orihime merasa kerdil berdiri di depan keduanya. Tubuhnya ramping, dengan lekukan-lekukan yang pas. Wajah kaukasiannya dibingkai rambut dirty blonde bergelombang, dan matanya biru, sebiru mata Grimmjow. (a.n: my muse for Grimmjow's mom: google Tricia Helfer. My, she is a goddess.)
Wanita itu tersenyum, "Hai, Orihime, benar? Tricia Jaegerjaquez, panggil saja Tricia. Terima kasih untuk housewarming gift-nya. Silahkan duduk sebentar di dalam, Orihime."
Orihime merona, "Sama-sama, Tricia-san! Keluarga Ichimaru tinggal di rumah tak jauh dari seberang jalan, dan saya akan berkunjung kesini setiap akhir minggu, semoga bisa menjadi tetangga yang baik satu sama lain!" ujarnya bersemangat, menunduk untuk yang kedua kalinya, dan mengikuti Tricia dan Grimmjow ke ruangan tamu.
Setelah bercakap-cakap selama beberapa menit, Orihime mengetahui lebih banyak hal tentang keluarga Grimmjow. Ibunya yang berasal dari Kanada, Grimmjow yang anak terakhir dan memiliki dua kakak—laki-laki dan perempuan, dan juga nama Jaegerjaquez adalah nama keluarga dari ibunya, dimana ayahnya memakai nama keluarga Tricia setelah mereka menikah dan memutuskan untuk tidak melanjutkan nama keluarganya—Takahiro. Tricia juga mengundang Orihime dan keluarga Ichimaru untuk makan malam, yang awalnya ditolak oleh Orihime sungkan, namun akhirnya menerimanya.
"Ibumu baik sekali, Grimmjow-kun," ujar Orihime. Ia dan Grimmjow sedang berjalan mengelilingi perumahan. Grimmjow sedang bosan dan Orihime tidak ingin menganggu tidur siang keluarga Ichimaru, akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan-jalan santai.
"Well, kami mungkin menghabiskan sebagian besar waktu di Jepang, tapi dia tetap seorang Canadian. Orang-orang paling ramah di dunia, ingat?" jawab Grimmjow santai.
"Sepertinya darah Canadian tidak mengalir di dirimu, Grimmjow-kun. Darah Jepang juga," canda Orihime. (a.n: Japanese are considered the most polite)
"Kita baru berteman tiga hari dan kau sudah bicara seperti itu? Fuck, I really am a bad influence, Princess."
Mereka tertawa. Orihime melihat ke sekitarnya; mengamati rumah-rumah dan langit yang mulai menunjukkan semburat oranyenya. Angin musim gugur menggelitik mereka, yang kemudian merapatkan jaketnya semakin dekat ke badan, menahan dingin. Grimmjow menemukan kursi taman beberapa meter di depannya dan duduk, diikuti oleh Orihime.
"Grimmjow-kun! Aku kemarin didatangi Ggio dan Tatsuki-chan karena mereka khawatir terjadi apa-apa ke kita karena tiba-tiba menghilang," Orihime memulai pembicaraan.
"Oh? Banyak telepon dari Gi tapi tidak aku angkat. Aku sibuk tidur seharian kemarin," timpal Grimmjow acuh tak acuh. Dia mendengarkan Orihime bercerita tentang kedua sahabatnya yang kemarin datang ke rumah, dan Tatsuki yang akan bertanding karate tingkat nasional selama dua minggu.
"... dan aku akhirnya bicara ke Gi untuk berhenti menyebarkan gosip kita berdua, Grimmjow-kun," kata Orihime riang.
Grimmjow menoleh ke Orihime, "You what?"
Orihime balik memandang Grimmjow dengan bersemangat, matanya berbinar, "Aku bilang kita berdua merasa tidak nyaman dengan gosip itu. Dan karena aku akan bantu mengerjakan PR-PR Grimmjow-kun, kita akan menghabiskan banyak waktu bersama, kan! Jadi aku bilang, gosip-gosip seperti itu akan sama anehnya seperti misal aku dan Gi!"
"Dia bilang apa?"
"Kata Gi dia minta maaf dan Yokohama kemarin akan jadi yang terakhir! Ngomong-ngomong, boleh aku minta nomor teleponmu, Grimmjow-kun?" jawab Orihime, masih dengan intonasi yang sama riangnya.
Alis Grimmjow yang sudah berkerut kini bertambah dalam kerutannya. "Tidak nyaman... Iya, tidak nyaman. Uh, terima kasih, Princess."
"Sama-sama, Grimmjow-kun!"
Orihime merapikan cardigan musim gugur seragam sekolahnya. Memastikan tidak ada kerutan-kerutan tidak rapi di seragamnya, ia mulai menyisir rambut dan memakai jepit rambut pemberian kakaknya. Mengoleskan sedikit pink lip gloss dan bedak, ia tersenyum mengamati bayangannya di kaca. Hari ini adalah hari pertama setelah kepindahan keluarga Ichimaru dari apartemennya. Mau tidak mau, Orihime merasa lebih sepi; namun juga sedikit lega karena apartemen kecilnya terlalu sempit untuk lima orang dewasa dan satu anak kecil. Ia mengambil tasnya, mengunci pintu apartemen, dan berjalan ke sekolah.
Tidak ada Tatsuki yang biasanya berjalan ke sekolah bersamanya, Orihime tidak terburu-buru dan berjalan dengan santai. Pikirannya menuju ke makan malam di rumah Grimmjow kemarin hari yang berjalan lancar. Ayah Grimmjow adalah seorang pria paruh baya yang juga sangat tinggi bernama Kouta Takahiro—Kouta Jaegerjaquez—yang juga masih sangat tampan di umurnya yang mungkin sudah lebih dari lima puluh tahun. Dari penelusuran Orihime di internet sebelum makan malam, ayahnya adalah pemilik tunggal perusahaan bernama Pantera, produsen auto parts dari banyak merek mobil terkenal di seluruh dunia dengan banyak anak perusahaan di bidang lain.
Sepanjang makan malam, Orihime berusaha untuk tidak memikirkan cerita Grimmjow tentang ayahnya yang sedang dalam pemulihan jiwa karena perusahaannya. Jika ia amati malam itu, ayah Grimmjow bersikap seperti biasa, namun memang ada beberapa momen saat ayahnya hanya melamun dan diam dengan tatapan kosong, tidak mengikuti dan merespon pembicaraan. Saat itu Orihime hanya bisa bertukar pandang dengan Grimmjow, yang mengangguk kecil. Makan malam berjalan dengan lancar, hanya ada satu hal yang sedikit ganjil.
"Jadi, Ichimaru-san, apa yang membawamu kembali pindah ke Jepang dari US?" tanya Tricia dengan bahasa Jepang yang fasih dan formal.
Gin menelan makanannya dan menghentikan tangannya yang sibuk memotong steak di piring, "Aku dan Rangiku rindu Jepang, dan sepertinya anak-anak kami—anak-anak kita yang tumbuh di luar negeri harus merasakan tinggal tanah airnya, bukan, Jaegerjaquez-san? Oleh karena itu aku memutuskan untuk bekerja remote dari Jepang, sambil memantau cabang Jepang dan melapor ke States satu bulan sekali."
Tricia mengangguk, "Kalau boleh tahu, perusahaan apa yang baik sekali memberikan Ichimaru-san kesempatan untuk remote working dari negara lain?"
"Tesli. Alan Musk benar-benar bos yang baik," jawab Gin. Rangiku, Orihime, dan Toshiro terdiam. Gin tidak bekerja di Tesli, ia bekerja di Hueco Mundo. Namun Rangiku hanya memberikan Orihime gelengan yang hanya bisa dilihatnya, dan Orihime memutuskan untuk tidak ikut campur. Sisa acara makan malam berjalan dengan lancar, dan Grimmjow yang dipaksa Tricia untuk mengantarkan Orihime pulang seusai makan malam dengan mobil pun menyetirinya sampai apartemennya.
Lamunan dan flashback Orihime terbuyarkan dengan suara bel sekolah yang terdengar dari kejauhan. Terkejut, dia berlari dengan kecepatan esktra ke gerbang depan sekolah yang untungnya masih belum ditutup. Murid-murid lain sudah berkumpul di lapangan, dimana pertemuan mingguan dilaksanakan setiap hari Senin. Tidak memiliki waktu untuk berlari menaruh tasnya di kelas dan kembali ke lapangan, Orihime memutuskan untuk langsung masuk ke barisan paling belakang. (a.n: Japanese schools have weekly assembly, either in Monday or Wednesday, tapi bukan seperti upacara bendera di Indonesia.)
Pertemuan mingguan pun dimulai dan lagu kebangsaan Jepang dinyanyikan oleh seluruh murid dan guru. Setelah itu, kepala sekolah Jushiro Ukitake pun menuju ke podium dan berdeham. Semua orang terdiam dan memperhatikannya dengan rasa hormat dan kagum. Rambut silver panjang yang diikat effortless, mata hijau teduh dan senyum yang memesona membuat Jushiro Ukitake menjadi kepala sekolah kebanggaan Karakura Gakuen yang disayangi semua murid dan guru.
"Selamat pagi, murid-murid, guru-guru, dan staf," sambutannya dijawab oleh semua orang. "Sebelum guru-guru lain memberikan pengumuman, izinkan saya memperkenalkan murid baru. Biasanya hanya wali kelas yang memperkenalkan murid-murid baru ke kelasnya, namun murid baru yang akan bergabung ke keluarga kita hari ini sangat spesial. Dia akan menjadi murid termuda yang pernah diterima di sekolah kita. Tolong perlakukan dia dengan baik, seperti teman sebaya kalian. Dan meskipun dia terlihat muda, kita tidak pernah tahu kedalaman hati dan pikiran seseorang, jadi tolong jangan meremehkan. Silahkan, Ichimaru-san."
Keheningan saat kepala sekolah Ukitake bicara tadi menjadi semakin hening penuh dengan antisipasi seusai ia menyampaikan pengumuman. Dari barisan, keluar sosok laki-laki dengan rambut silver sama seperti kepala sekolah Ukitake berjalan ke depan.
Toshiro Ichimaru.
Ukitake mempersilahkan Toshiro ke podium dan dia berdiri di depannya untuk beberapa saat, bingung harus berkata apa.
"Terima kasih banyak, Ukitake-sensei, Sir," ujar Toshiro dengan bahasa Jepang yang sedikit awkward. Ia berdiri memperhatikan barisan siswa-siswi yang akan menjadi teman satu sekolahnya, menarik napas, dan mulai bicara.
"Karena saya tidak mengira akan memperkenalkan diri di depan seluruh sekolah, saya tidak mempersiapkan speech apapun," ujarnya tenang dengan bahasa Jepang yang sangat formal dan karismatik. "Nama saya Toshiro Ichimaru, saya dari New York City. Seperti yang disampaikan Ukitake-sensei, saya berumur dua belas tahun, tapi silahkan memperlakukan saya seperti teman sepantaran. Yoroshiku onegaishimasu."
Tepuk tangan bergema seusai Toshiro menyelesaikan perkenalan dirinya. Orihime menjadi salah satu yang bertepuk tangan paling keras, "SHIRO-CHAAANN!" teriaknya bersemangat. Ukitake mengisyaratkan Toshiro untuk kembali ke barisannya, dan ia kembali ke belakang barisan. Melihat rambut auburn Orihime di barisan paling belakang tak jauh dari barisannya, laki-laki jenius itu mendatangi saudaranya. Guru-guru lainnya pun mulai bergiliran menyampaikan hal-hal yang penting mengenai sekolah, kegiatan klub, lomba, dan mid-term.
"Orihime-chan."
"Shiro-chan! Eh, Toshiro," jawab Orihime, mengganti panggilannya begitu melihat wajah Toshiro yang melotot dipanggil dengan nama panggilannya di rumah. "Sudah diberitahu masuk kelas berapa? Perkenalan dirimu tadi sangat bagus!"
Toshiro mengangguk, "Thanks a lot. Kelas 1-3, kelas yang lain sudah penuh. You're in 1-1, aren't you?"
Orihime tersenyum, menepuk bahu Toshiro, "Iya, sayang sekali kita tidak sekelas ya. Nanti Shiro-chan pulang naik apa? Pulang dengan Grimmjow-kun?"
"I can take the bus, duh. And, please, don't call me that at school, will you?"
"Tentu saja, Shiro-chan, maaf. Maksudku, Toshiro!"
Seusai pertemuan mingguan, Orihime dan Toshiro berpisah. Dia melambaikan tangannya ke Toshiro yang dibalas dengan malu-malu enggan. Toshiro harus kembali ke ruangan kepala sekolah untuk diberikan beberapa buku pelajaran dan atribut sekolah, meninggalkan Orihime berjalan sendirian masuk ke dalam gedung. Namun dalam perjalanannya ke dalam kelas, dia menyadari murid-murid ramai mengelilingi majalah dinding mingguan Karakura Gakuen. Saat ia mendekati kerumunan majalah dinding tersebut, murid-murid yang sudah membacanya dan sedang berjalan ke arah Orihime melihat ke arahnya dan berbisik-bisik.
"...bukannya dia baru putus dari Kurosaki..."
"...bahkan dia tadi sudah sok kenal sok dekat dengan anak baru dari Amerika itu..."
"...sudah tidak ada harapan untuk aku mengajaknya kencan..."
"...seleranya sangat tinggi..."
"...sst! Kalau aku punya wajah dan tubuh seperti itu, aku juga akan mengencani cowok-cowok tampan dan kaya!"
Orihime menyipitkan matanya, mendengar bisikan-bisikan itu membuatnya tak nyaman, apalagi mendengar nama Kurosaki disebutkan. Saat ia berada di depan majalah dinding, murid-murid di depannya melihat Orihime dan menyingkir sambil melihatnya dengan pandangan aneh, memberinya ruangan untuk melihat apa yang menjadi bahan pembicaraan mereka. Ketika ia melihatnya, matanya membulat dan berkaca-kaca, menahan kekecewaan.
Terpampang di majalah dinding adalah foto-foto Orihime dan Grimmjow saat melompat keluar dari ruangan Student Council minggu lalu. Foto Grimmjow yang melompat lalu menangkap Orihime, disertai dengan foto close-up mereka berpandang-pandangan awkward setelahnya. Matanya masih tidak mempercayai apa yang dia lihat. Ia mencoba menggosok-gosok matanya, berharap foto itu hanyalah salah satu dari imajinasi-imajinasinya saja.
Namun foto-foto itu masih foto yang sama, dan masih terpasang di barisan paling atas majalah dinding. Bisikan-bisikan dari murid-murid di sekitarnya juga tidak menghilang, dan semakin bertambah.
Tangan Orihime bergetar dengan kesedihan, dengan kekecewaan, dengan kemarahan. Hanya satu organisasi yang memiliki wewenang untuk menyusun majalah dinding mingguan; organisasi dimana Orihime sendiri adalah seorang anggota; Student Council. Pikirannya tertuju ke satu orang yang menginginkan hal ini terjadi, salah satu orang yang sangat Orihime percayai, salah satu sahabat terdekatnya. Orang yang sudah ia beritahu bahwa hal-hal seperti ini membuatnya tidak nyaman: Ggio Vega.
Dengan mata yang masih berkaca-kaca dan seluruh badannya gemetar, Orihime berlari ke dalam kelasnya. Jarak ke kelas seperti lebih jauh dari biasanya, sejauh apapun dia berlari. Sesampainya di dalam kelas, semua orang di dalam kelas berhenti dan memengok ke arah Orihime, yang memindai semua orang, mencari Ggio. Nihil.
Menaruh tasnya di mejanya, ia melihat jam tangannya. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai, batinnya.
Tidak mengindahkan pertanyaan-pertanyaan dan sapaan dari murid-murid di kelasnya, ia keluar dari kelas, menyerbu ke ruang Student Council.
Langkahnya terhenti di depan pintu ruang Student Council yang tertutup. Orihime menarik napas, menenangkan dirinya. Ketika tangannya sampai di kenop pintu, ia terlonjak mendengar suara teriakan familiar dari dalam. Panik, Orihime langsung membuka pintu dan mendapati Grimmjow Jaegerjaquez sedang menarik kerah baju Ggio, sosok tingginya menjulang di depan Ggio yang tidak seberapa. Dua teman organisasinya mencoba memisahkan dan menarik Grimmjow, namun kekuatanya mengalahkan mereka.
"F*CK YOU! Kau tahu kan dia sendiri sudah bilang untuk tidak menyebarkan berita bohong tentang hubungan pribadinya? The worst is with ME! ME!" teriak Grimmjow, menarik kerah Ggio lebih keras.
"T-uuhhk," Ggio mencoba berkata sesuatu, namun tarikan Grimmjow di kerah bajunya mencekik lehernya.
"Kau lihat sendiri dia sedang bersedih, dan kau," dia memelintir kerah baju Ggio lebih keras.
"Memilih," pelintiran Grimmjow semakin keras.
"Untuk," kaki Ggio terangkat dari lantai, kini bergantung dari kerahnya.
"MEMBUAT ORIHIME SEBAGAI BAHAN PEMBICARAAN SATU SEKOLAH DENGANKU! AND YOU CALL YOURSELF HER FRIEND? MY FRIEND?" bersamaan dengan teriakannya, Grimmjow melepaskan pegangannya di kerah Ggio, membuat Ggio terjatuh dan mendarat di punggungnya. Grimmjow menunduk dan menarik Ggio untuk berdiri, kembali menarik kerah bajunya.
"Grimmjow-kun," kata Orihime lirih, matanya berkaca-kaca menahan tangis. "Berhenti."
Grimmjow, Ggio, dan dua orang di dalam yang tidak menyadari Orihime masuk ke dalam ruangan, menoleh ke arahnya. Mata Ggio melebar melihat Orihime. Grimmjow melepaskan cengkeramannya di kerah baju Ggio dan mendorongnya kasar ke arah Orihime. "Minta maaf. Sekarang. Dan kalian berdua, keluar. Lepas foto-foto itu," dia menunjuk ke dua murid yang berusaha melerainya tadi, yang langsung berlari keluar ruangan. Grimmjow duduk di atas meja dan menyilangkan kedua tangannya.
Ggio berjalan ke arah Orihime, memandangnya dengan mata yang penuh penyesalan. Dia lalu menunduk sedalam-dalamnya, "Orihime, aku sungguh meminta maaf. Mereka menyusun majalah dinding itu sejak hari sabtu," ia menunjuk dua anggota Student Council yang sudah keluar. "Dan aku baru memberitahu untuk membatalkan fotomu dan Grimmjow pagi tadi, tapi sudah terlambat. Maaf, Orihime, aku tidak bermaksud seperti itu."
"Gi... untuk apa kau mengambil fotoku dan Grimmjow-kun dan melakukan ini? Untuk apa?" ucap Orihime pelan dengan suara bergetar.
"A-aku tidak ingin melihatmu bersedih terus, Orihime!" seru Ggio frustasi. "Aku bermaksud memasang fotomu dan Grimmjow di majalah dinding agar Kurosaki bisa melihatnya dan menyesal sudah menyia-nyiakanmu..."
Ia bahkan tak sanggup menatap mata Orihime.
"Kalau kau ingin Ichigo melihatnya, apakah semua orang di sekolah juga harus melihatnya, Gi?"
"Aku juga mengira semua orang akan berhenti bergosip tentangmu dan Kurosaki dan beralih ke Grimmjow. Tapi aku sudah terlalu kelewatan, kan, Orihime? Aku sungguh meminta maaf... Tidak apa-apa jika kau tidak mau memaafkanku dan tidak ingin berurusan denganku lagi, tidak apa-apa."
Grimmjow mendengus dari belakangnya, "Dumb ass, you just made the gossips worse, stupid. And like Kurosaki gives a shit."
Orihime terdiam, mencoba mencerna kata-kata Ggio.
Melihat Orihime yang masih tidak dapat berkata-kata, Grimmjow melanjutkan, "Aku persetan dengan apa yang orang pikirkan tentangku. Tapi buka mata bodohmu, Ggio Vega. Orihime yang dirugikan disini. Kurosaki, lalu aku, hanya dalam satu minggu? You ARE the player one here, not her. Kau dengar perkataan orang-orang di luar? Tidak ada yang peduli denganku atau Kurosaki, mereka sibuk menjelekkan Orihime. Karena otak tololmu."
Sambil mendengarkan perkataan Grimmjow, Orihime berusaha menenangkan dirinya. Setelah beberapa saat, ia menghapus air matanya, menarik napas panjang, dan membuka mulutnya.
"Terima kasih, Grimmjow-kun."
Pria bermata biru itu mengangguk.
"Gi, Aku tahu maksudmu dan Tatsuki-chan baik, dengan membelaku dari Ichigo. Aku juga tahu kalian berdua melakukan itu karena kalian menyayangiku. Tapi, kehidupan pribadiku, hubunganku, adalah milikku sendiri dan bukan untuk dilihat orang lain, Ggio. Aku mengungkapkan perasaanku dan menceritakannya padamu karena aku percaya."
Ia mendekati Ggio, menatap mata goldennya.
"Orihime, ma-"
"Aku sudah memafkanmu, Gi," kata Orihime lembut, tersenyum, membelai pipi Ggio, merapikan bajunya yang berantakan dari serangan Grimmjow tadi. "Tapi... tolong jangan lakukan ini lagi kepadaku, ya? Dan sepertinya lebih baik lagi jika kau juga minta maaf kepada Grimmjow-kun."
"He apologized," sembur Grimmjow ketus, berdiri dari meja tempatnya duduk tadi. "Dan aku tidak akan minta maaf karena hampir menghajarmu, kau harus berterima kasih karena Orihime datang tepat waktu."
Ia berlalu, membuka pintu ruangan Student Council dan membantingnya tertutup.
Ggio tertawa pahit, "Tentu saja."
Chapter 8 is done! I'm trying to make Grimmjow in character here (but still the Grimmjow who cares about Orihime), and he surely is the one who swears a lot, isnt he? ;)
Spoiler: the next chapter is going to be juicy~
