Even though the chances are small that someone is reading this, I'm back with chapter 9!


Way to Love You

Rated: T

Disclaimer: Bleach and its characters belong to Tite Kubo, not me. Duh.

Warning: Possible OOC

"Orihime, ma-"

"Aku sudah memafkanmu, Gi," kata Orihime lembut, tersenyum, membelai pipi Ggio, merapikan bajunya yang berantakan dari serangan Grimmjow tadi. "Tapi... tolong jangan lakukan ini lagi kepadaku, ya? Dan sepertinya lebih baik lagi jika kau juga minta maaf kepada Grimmjow-kun."

"He apologized," sembur Grimmjow ketus, berdiri dari meja tempatnya duduk tadi. "Dan aku tidak akan minta maaf karena hampir menghajarmu, kau harus berterima kasih karena Orihime datang tepat waktu."

Ia berlalu, membuka pintu ruangan Student Council dan membantingnya tertutup.

Ggio tertawa pahit, "Tentu saja."


Chapter 9: One Last Kiss


Hari Rabu, istirahat makan siang.

Aku ada PR biologi dan kimia untuk besok, do I pick u up after school or what?

Orihime membaca pesan dari Grimmjow di telepon genggamnya saat jam makan siang. Biasanya, dia dan Tatsuki akan pergi ke kafeteria sekolah atau halaman sekolah untuk menikmati makan siang, namun karena Tatsuki sedang pergi untuk turnamen, Ggio janji untuk makan siang dengan Momo, dan Orihime sudah membawa bekal makan siangnya sendiri, dia memutuskan untuk tetap tinggal di dalam kelas.

Senin lalu, setelah kejadian majalah dinding dengan Grimmjow, di kelas, Orihime tidak dapat menahan dirinya untuk tidak mengamati Ichigo; mencari reaksi mantan kekasihnya. Tetapi sampai bel yang menandakan usainya jam sekolah, Ichigo langsung berdiri dan berjalan keluar kelas dengan cuek. Sejak itu pula, beberapa murid-murid perempuan kelas lain sering mencegat Orihime bahkan mencoba mendatangi kelasnya untuk bicara dengannya atau sekedar menggangunya saat jam istirahat, namun dihela oleh Uryū Ishida, ketua kelas 1-1, dan Ggio dengan teman-temannya.

Dengan mulai sibuknya Tatsuki dengan turnamennya, dia tidak bisa bertukar pesan dengan Orihime terlalu sering. Dan Orihime sedang tidak ingin bersama Ggio; dia memberikan waktu Ggio untuk refleksi diri. Dia juga sudah tidak bersama Ichigo lagi. Ditambah siswi-siswi yang sempat menngikutinya di jam istirahat dan pulang sekolah, selama dua hari Orihime memutuskan untuk pulang sekolah bersama Toshiro ke rumah keluarga Ichimaru dan mengerjakan PR Grimmjow di rumahnya (dengan Tricia yang berbinar-binar, "My little boy finally brought a friend home, a GIRL FRIEND even!"). Setelah makan malam, Grimmjow mengantarnya pulang ke apartemennya.

Selama itu pula, Orihime masih memperhatikan Ichigo, meskipun harapannya sudah hampir hilang sama sekali. Sama seperti hari-hari sebelumnya, saat jam istirahat, lelaki berambut oranye itu langsung keluar kelas tanpa menoleh ke arahnya sama sekali, dan diikuti Keigo dan Mizuiro, lalu Sado tak lama kemudian. Orihime tersenyum sangsi. Dia benar-benar sudah tidak peduli lagi denganku, pikirnya. Ia membuka kembali teleponnya untuk membalas pesan Grimmjow.

Temui aku di apartemen saja, ya, Grimmjow-kun. Aku kabari kalau sudah sampai, aku tidak pulang dengan Shiro-chan ke rumahnya.

Ia pun membuka bentonya—nasi dengan omelette pasta kacang merah dan wasabi—dan mulai makan sambil membuka-buka catatan untuk pelajaran selanjutnya. Tidak lama kemudian, teleponnya kembali bergetar menandakan pesan masuk. Dilihatnya Grimmjow sudah membalas pesannya.

Whatever the Princess says.

Orihime tertawa kecil membaca pesan balasan Grimmjow. Dia tidak suka ketika pria berambut azure itu memanggilnya dengan sebutan onna, namun dia tidak keberatan dengan panggilan Princess yang diberikan kepadanya, dengan penyebutan bahasa Inggris Grimmjow yang sempurna dan suaranya yang berat dan dalam. Jika dia harus mengakui, bahkan nama panggilan polos seperti Princess pun terdengar seksi jika Grimmjow yang mengatakannya.

No, no, get your mind out of the gutter, Orihime!

Sisa pelajaran-pelajaran hari itu berjalan dengan lancar, dan Orihime bisa memperhatikan dan mencatat semua pelajaran tanpa interupsi. Pukul empat lewat dua puluh, bel sekolah yang menandakan selesainya jam pelajaran berbunyi. Murid-murid kelas 1-1 merapikan peralatan tulisnya dan bersiap untuk melakukan piket membersihkan kelas untuk yang sedang memiliki jadwal piket yang kebetulan hari itu adalah giliran Orihime dan beberapa siswa yang lain. Ia mendatangi kelas Toshiro sebentar untuk mengabari kalau ia tidak pulang dengannya, dan diyakinkan oleh Toshiro kalau dia dapat pulang sendiri dengan bis.

"Inoue-san, apakah aku boleh duluan? Klub kerajinan tanganku sedang mengadakan workshop di sebuah kafe di kota," Uryū Ishida mendatangi Orihime yang sedang menyapu kelas. Orihime menoleh ke arah Uryū dan tersenyum.

"Tentu saja, Ishida-kun! Aku juga sebentar lagi selesai, kok! Semangat untuk workshop-nya!"

Uryū tersenyum tipis, mengangguk dan berlalu keluar, meninggalkan Orihime sendirian di dalam kelas. Setelah menyelesaikan piket, Orihime mengambil tasnya di atas meja dan berjalan ke luar kelas. Namun langkahnya terhenti di depan pintu kelas ketika pandangannya bertemu dengan beberapa pasang kaki yang menghalangi pintu keluar. Mendongak, ia melihat lima orang siswi menyilangkan tangannya dan memandangnya dengan tatapan merendahkan. Orihime memandangi mereka; tiga di antaranya adalah siswi yang ia ingat biasa dipanggil Loly, Menoly, dan Cirucci; sedangkan dua yang lainnya tidak dikenalnya.

"Selamat sore," sapa Orihime ramah kepada mereka berlima, meskipun instingnya berteriak keras, bahaya. "Ada yang bisa aku bantu? Ishida-kun baru saja keluar, kalau kalian mencarinya."

Siswi yang biasa dipanggil Loly memutar matanya, dan mereka berlima merangsek masuk ke dalam kelas, menutup pintunya; membuat Orihime mundur menghindar agar tidak tertabrak, "Oh, yang kami cari ada disini, kok, Orihime Inoue."

Orihime mengamati siswi-siswi itu yang sekarang mulai mengepungnya dari depan, belakang, dan samping kanan-kirinya. Mereka menyeringai melihat Orihime yang sendirian dan kebingungan, tangannya menggenggam erat tas sekolahnya.

"Jadi ini Orihime Inoue yang pintar, cantik, dan baik itu," ucap siswi yang dikenali Orihime biasa dipanggil Cirucci, mengelus pipi Orihime. "Menoly, bagaimana menurutmu?"

Siswi yang ditanyai oleh Cirucci, seorang gadis berambut cepak blonde menjawab, "Biasa saja, sih."

Orihime menepis pelan tangan Cirucci, mencoba menyunggingkan senyum di wajahnya, "Maaf, kalian ada urusan apa denganku?"

"MaAf, KaLiaN aDa UrUsAn aPa dEnGaNkU?" teriak Loly, menirukan ucapan Orihime dengan penuh cemooh. "ADA URUSAN APA, KATAMU?"

Tangan Loly melayang ke kepala Orihime, namun gadis berambut auburn itu menangkisnya. Loly terkejut dengan tangan Orihime yang menggenggam tangannya dan menariknya kembali dengan penuh emosi. "Berani sekali, kau! Ayo, ikat dia!"

Dua orang siswi di belakang Orihime mulai menyergap dan berusaha menarik tangannya. Ia melawan, menghindar dan berusaha melepaskan diri dari sergapan lima orang siswi itu dan berusaha berlari ke arah pintu keluar kelas dengan kekuatannya. Tatsuki sudah mengajarinya beberapa gerakan karate untuk pertahanan diri, dan ia mulai berusaha menyikut dan memutar badannya, menghindari cengkeraman di tangan dan bahunya sambil mencari celah di antara kepungan mereka.

Namun, lima lawan satu bukanlah sebuah match yang mudah dimenangkan. Setelah beberapa saat melawan, tendangan lutut Cirucci mendarat keras di perut Orihime, meninggalkan rasa sakit yang membuatnya menghentikan perlawanannya untuk beberapa detik dan dimanfaatkan oleh lima siswi itu menarik paksa kedua lengan Orihime dan mengikat tangannya di belakang punggungnya dengan lakban. Mereka menarik kursi terdekat dan mendudukkan Orihime, sambil menguatkan ikatan di pergelangan tangannya.

Satu menit kemudian, Orihime sudah terduduk di kursi dengan pergelangan tangan terikat di belakangnya dan lakban di mulutnya. Ia mencoba berteriak meminta tolong, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah suara teredam.

"Tutup mulutmu," hardik Cirucci. "Ruang kelas ini salah satu yang paling jauh dan ruang guru ada di bawah, tidak akan ada yang bisa mendengarmu."

"Kau berpura-pura seperti seseorang yang baik hati, yang pintar, tapi semuanya hanya akting, kan, Orihime Inoue? Di dalam, kau cuma cewek yang haus perhatian. Perhatian yang tidak pernah kau dapatkan dari keluargamu yang sudah mati."

"Kau merasa hanya tinggal mengedipkan bulu matamu dan semua orang akan menurutimu, you little minx?" Loly mengelus rambut Orihime, dan mulai menariknya pelan. Ia merintih lirih.

"Orang-orang yang menyukaimu hanya menyembah dada besarmu saja, sadarlah! Kau bukan orang yang spesial! Sudah cantik sedikit dan langsung merasa dunia berputar dan berpusat di dirimu? Tch."

Ia berusaha menggeleng, namun tarikan Loly di rambutnya bertambah keras. "Kau adalah seorang fake. Anak yatim piatu miskin dan tidak berguna. Cewek gold-digger."

"Memiliki Kurosaki saja tidak cukup, kau memutuskan untuk mendekati si anak konglomerat juga? A gold digger like you must be aiming for the rich and powerful, hah? HAH?!" seru Menoly keras, berteriak di depan wajah Orihime. Ia berusaha menggeleng, namun rambutnya masih dijambak oleh Loly.

"Oh, bahkan dia tadi sudah mulai mendekati si anak baru! Kau mencoba mengantarnya pulang sekolah dari Senin kemarin! Inoue, Inoue, bahkan kau juga membuang harga dirimu untuk anak dua belas tahun?"

Orihime menggeleng. Anak baru? Shiro-chan?

"Tidak usah sok geleng-geleng. Kau tahu berapa banyak orang yang menyukai Ichigo Kurosaki, menyukai Grimmjow Jaegerjaquez? Ggio Vega? Melihatmu melacur dengan mereka semudah itu dan seperti itu, rasanya menjijikkan!" sebuah tendangan diterima di perut Orihime, kali ini dari siswa yang ia tidak tahu namanya. Orihime tersedak.

"Wanita rendahan sepertimu mengunci diri di ruang Student Council untuk menghabiskan waktu sendirian dengan Grimmjow, tapi dia tidak berpikir begitu, kan? Jadi dia melompat turun dari jendela karena jijik denganmu?"

"Karena merasa paling cantik, you think you got everyone wrapped around your pretty little fingers?"

Orihime tidak berkata apapun, menahan air matanya untuk keluar sekuat tenaga, meskipun perutnya berdenyut menyakitkan karena tendangan tadi. Dia mengingat perkataan Tatsuki saat melatihnya pertahanan diri: Jangan tunjukkan air matamu, jangan menangis, tetap tenang dan tunjukkan kalau kau tidak takut dengan ancaman mereka, tidak peduli dengan cemoohan mereka, tidak tersakiti dengan perlakuan mereka. Ia mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, menarik napas dalam-dalam, menatap ke depan.

"Tidak heran Ichigo Kurosaki putus dengan wanita sepertimu, dia memergokimu mencoba main belakang dengan Grimmjow, kan?! Dasar pelacur!" kini tamparan keras mendarat di pipi kanannya, meninggalkan rasa membara.

Sakit. Sakit sekali. Ia tidak ingin menangis karena rasa sakit di tubuhnya; Orihime memfokuskan pikirannya ke ikatan lakban di pergelangan tangannya, mencoba mencari celah untuk membebaskan tangannya. Loly melepaskan jambakannya, mengamati Orihime sambil menyilangkan tangannya. "Oh, pura-pura kuat dan tidak mau menangis, rupanya. Kita lihat apakah setelah ini kau masih belum menangis juga, tuan putri."

Siswi yang tidak Orihime tahu namanya membuka tas sekolahnya dan memberikan sebuah gunting ke Cirucci. Mata Orihime membelalak melihatnya, pikirannya tertuju ke masa lalunya saat sekolah menengah pertama, dimana ia di-bully karena banyak yang tidak suka dengan rambutnya dan selalu memotongnya. Air matanya mendesak keluar, namun ia tahan dengan sekuat tenaga. Jangan. Tunjukkan. Kalau. Kau. Takut. Orihime.

"Karena si Arisawa yang suka sok melindungimu itu sedang tidak ada, jadi kami bisa melakukan apapun padamu sepuas kami," ucap Cirucci angkuh, memainkan gunting di tangannya.

"Kau mau rambut model seperti apa, gold digger? Apakah bob? Atau layer? Atau seperti sahabatmu Arisawa, mungkin lebih pendek lagi, hmm?" Ia membuka guntingnya dan menyentuh pipi Orihime dengan salah satu ujungnya. Orihime dapat merasakan dinginnya pisau gunting yang menyentuh pipinya.

"Mari kita lihat, apakah orang-orang akan masih menyukaimu kalau kau terlihat seperti anak laki-laki berdada, tanpa rambut auburn panjang ini? Apakah Grimmjow Jaegerjaquez sang anak konglomerat dan jenius Ichigo Kurosaki masih melihatmu dengan tatapan yang sama? Apa Ggio Vega masih mau berteman denganmu?" Loly kini mulai kembali mendekati Orihime, mengelus rambutnya dan menariknya keras.

Kedua siswi di belakangnya memegangi bahu Orihime dan Menoly menginjak kedua kakinya. Ia berusaha melawan sekuat tenaga; mengumpulkan semua kekuatannya, ia berusaha berdiri meskipun dalam keadaan terikat di kursi agar dapat berlari ke pintu kelas. Namun nihil. Dengan tiga orang menahannya, dan satu orang lagi menjambak rambutnya, ia tidak dapat bergerak sama sekali.

Pandangan Orihime kabur karena matanya mulai berair. Ia menutup matanya, berharap penyiksaan ini cepat selesai. Cirucci mulai mengarahkan guntingnya ke rambut Orihime, sampai suara dobrakan di pintu kelas menghentikannya.

"CUKUP."

Orihime mendengar suara pintu terdobrak terbuka diiringi dengan suara yang sangat famliar. Membuka matanya dan mencoba mengedipkannya beberapa kali agar air matanya tidak menghalangi, Orihime melihat tiga orang di depan pintu kelas yang kini terbuka lebar. Meskipun mulutnya tertutupi, Orihime tidak dapat menyembunyikan ekspresi shock di wajahnya.

Berdiri menatap Orihime dan lima orang siswi yang sedang merundungnya adalah Uryū Ishida, Grimmjow Jaegerjaquez, dan pemilik suara yang tadi didengarnya—Ichigo Kurosaki.


Orihime mengamati ketiga lelaki yang sekarang mulai mendekati mereka. Uryū memegang telepon genggamnya dan tetap bersikap tenang seperti biasanya, namun Ichigo dan Grimmjow terlihat seperti siap membunuh seseorang. Orihime dapat mendengar Grimmjow mengeluarkan suara yang mirip seperti geraman, dan tangannya mengepal keras, begitu keras sehingga pembuluh darah dan ototnya terlihat jelas. Mata Ichigo yang selalu dilihat Orihime sebagai mata yang teduh meskipun alisnya tetap berkerut—kini terbuka lebar penuh dengan amarah, kerutan di alisnya bertambah dalam dan seluruh tubuhnya menggeletar murka.

Loly, Menoly, Cirucci, dan dua siswi lainnya terdiam ketika Ichigo berlari mendatangi Orihime dan membuka lakban di mulutnya pelan, perlahan mengurai ikatan di tangannya. Ia lalu menaruh kedua tangannya di pangkuan Orihime, berlutut agar setara dengan pandangan matanya. "Orihime, kau bisa berdiri?"

Orihime mengangguk. Ichigo membantunya berdiri, dan mendudukkannya di meja terdekat. Ichigo menaruh kepala Orihime di dadanya, mengelus kepala dan rambut auburn Orihime yang masih sakit dari jambakan Loly beberapa saat yang lalu. Ia lalu merangkul Orihime dengan posesif, sesekali menepuk punggungnya menenangkan. Orihime dapat merasakan detak jantung Ichigo yang tidak karuan karena emosi dan badannya yang masih bergetar menahan dirinya. Aroma musky khas Ichigo dan dada bidangnya mengirim kehangatan ke sekujur tubuh Orihime, menenangkannya. "Tidak apa-apa, aku disini sekarang, Orihime, tidak akan ada yang menyakitimu," ucap Ichigo lembut di telinga Orihime, mengecup pelan kepalanya.

Ichigo? Apakah ini benar-benar Ichigo?

Mereka berlima bertukar pandangan dan berlari keluar kelas—namun Grimmjow sudah menutup pintunya dan sekarang berdiri di depan mereka, menjulang di depan para siswi-siswi itu, seringai maniak terukir di wajahnya, "Where d'ya think you're going, whores?" geramnya. "Oi, Kacamata, apa bukti-bukti tadi sudah cukup untuk laporan ke polisi?"

Uryū meluruskan kacamatanya, berkata dengan tenang, "Sudah cukup. Bullying, penganiayaan fisik dan verbal, penyerangan, mungkin pengacara fancymu bisa menambah lebih banyak lagi, Jaegerjaquez-san."

"B-bukti?!" lengking Cirucci. "T-Tidak ada bukti apa-apa, Grimmjow, ini tidak seperti yang kalian lihat, kami—kami hanya—kami hanya berlatih untuk drama! Kami tidak menyakiti Inoue, tidak usah bawa-bawa polisi!"

Grimmjow melihat Cirucci dengan ekspresi jijik. "Don't fucking lie, you wench. Kacamata, mainkan rekamannya."

"Sebentar," Uryū mengambil telepon genggamnya dan menunjukkan video bullying yang dilakukan Cirucci dan teman-temannya tadi. Ia menutup kembali teleponnya dan menaruhnya di dalam kantong celananya. Grimmjow tersenyum puas. Mata Cirucci, Loly, Menoly, dan dua siswi lainnya melebar dengan ketakutan.

"What are you whores calling Orihime Inoue again? Gold digger?" Grimmjow kembali menggeram. "Dan kalian yang memanggilku anak konglomerat, jadi siapa yang gold digger, hah!"

Ia menahan keinginannya untuk menghajar siswi-siswi di depannya dan memberikan rasa sakit yang lebih daripada yang dirasakan Orihime sekarang. Sebagai gantinya, tinjunya melayang ke tembok dengan suara yang sangat keras. Lima siswi itu terlonjak kaget.

"It ain't your fucking business whether I am with Orihime romantically or not! Aku juga tidak akan mau dengan makhluk rendahan seperti kalian!" hardik Grimmjow lagi, mata birunya melebar penuh kemarahan.

"Aku tidak lagi bersama Orihime bukan karena dia dan Jekjek. Itu urusanku dan Orihime, kami berdua sudah sepakat. Jangan ikut campur hubungan pribadi orang lain, apalagi seperti ini," sahut Ichigo keras dengan intonasi yang berbahaya, masih merangkul Orihime, namun memandang para pembullynya dengan tatapan tajam.

"A-aku tidak mendukung ide ini juga!" pekik Menoly keras. "Aku tidak tahu kalau mereka ingin memotong rambut Inoue—aku kira mereka hanya ingin menakuti—"

"Shut the fuck up," hardik Grimmjow. "Kacamata, kirim videonya ke teleponku. Keluargaku kenal dekat dengan Ukitake, aku akan forward videonya."

Uryū mengangguk, "Aku juga punya nomor telepon Ukitake-sensei, haruskah aku yang mengirimkannya?"

Loly berlutut di depan Grimmjow, mendekap lututnya memohon, "Grimmjow, tolong, maaf, kami tidak akan mengulanginya lagi, kami hanya kesal dengan Inoue yang selalu menjadi pusat perhatian—"

"DON'T TOUCH ME, BITCH!" kesabaran Grimmjow habis, menyentakkan lututnya agar terbebas dari dekapan Loly, namun terlalu keras sehingga gadis itu terjengkang. Tanpa rasa bersalah, ia mengambil telepon genggamnya dari saku belakangnya. "Hey, Kacamata, waterdrop-kan videonya sekarang. Akan aku kirimkan ke Ukitake dan family lawyerku."

Ichigo berdiri, masih merangkul Orihime. Ia dan Orihime berjalan ke arah lima siswi itu. "Jika kalian ingin berlutut, berlututlah ke Orihime. Bukan Jekjek yang kalian pukuli dan jambak, tapi dia."

Orihime perlahan memberanikan diri untuk menatap orang-orang yang tadi mengeroyoknya. Mereka semua cantik, pikirnya. Untuk apa melakukan ini karena cemburu kepadaku? Aku bukan orang yang spesial. Kelima siswi itu balik menatap Orihime, tidak dapat berkata-kata. Cirucci masih memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Aku bahkan tidak mengenalnya dan dia membenciku, batin Orihime sedih. Ia dapat merasakan genggaman Ichigo mengeras di bahunya.

"Kalian tidak mau minta maaf, huh?" suara Ichigo sekarang mendekati geraman Grimmjow. Ia kembali menarik Orihime ke dalam pelukannya, sebagai upayanya menahan diri agar emosinya tidak lepas kontrol meskipun setiap sel di tubuhnya berteriak untuk meluapkan emosinya ke siswi-siswi di depannya.

"Princess, kau mau mengirim bukti ini ke Ukitake saja atau lapor polisi juga? My family lawyer will take care of it," sahut Grimmjow, dengan intonasi yang jauh lebih lembut, sangat kontras dengan caranya bicara tadi.

Pertanyaan Grimmjow membawa Orihime kembali dari pikirannya. Melepaskan diri dari pelukan Ichigo, ia kembali memperhatikan siswi-siswi di depannya, yang mulai menunjukkan ekspresi ketakutan di wajah mereka. Tiba-tiba, siswi bernama Menoly maju ke arah Orihime dan berlutut di depannya, "Inoue, maafkan aku, aku hanya mengikuti mereka, Kurosaki, maaf, aku tidak bermaksud mengganggu pacarmu—"

"Tidak apa-apa," ucap Orihime berusaha tenang, mundur satu langkah menjauh dari Menoly, tidak dapat menyembunyikan getar ketakutan di suaranya. "Semuanya kesalahpahaman. Grimmjow-kun dan aku adalah teman satu organisasi, dan kami terkunci di ruang Student Council saat bel masuk sudah berbunyi. Dan aku dengan Ichigo-kun..." ia mendongak melihat Ichigo, yang mengangguk dan melanjutkan perkataan Orihime, "Urusan pribadi kami seperti yang sudah aku jelaskan."

"Dan murid dari Amerika itu, Toshiro Ichimaru, dia adalah kerabatku. Otomatis dia akan mencari wajah familiar ketika belum mengenal siapapun disini," Orihime menyelesaikan penjelasannya, sambil terus menatap mereka berlima.

"Aku belum bisa memaafkan kalian, maaf."

Kelima gadis itu terbelalak kaget, tidak percaya dengan kalimat yang tadi disebutkan Orihime. Menoly semakin maju dengan posisi masih berlutut, ingin memegang kaki Orihime, namun tatapan mata Ichigo dan tangannya yang melingkar protektif di bahu Orihime, ia urung melakukannya. Loly dan Cirucci hanya memutar matanya kesal, ekspresi wajahnya tidak menunjukkan penyesalan apapun.

"Namun aku tidak akan melaporkan hal ini ke polisi atau ke Ukitake-sensei. Tapi, rekaman itu akan disimpan oleh Ishida-kun dan Grimmjow-kun. Jika kalian melakukan hal ini lagi ke orang lain, Ukitake-sensei akan menjadi orang pertama yang menerimanya." Orihime memaksakan suaranya terdengar setegas mungkin, meskipun hal seperti ini bukan yang biasa ia katakan.

Apakah aku sedang mengancam mereka? Apakah aku tidak lebih baik dari mereka?

Mereka memekik. Kedua siswi lainnya kini berlutut di depan Orihime bersama Menoly, menangis berterima kasih. Cirucci dan Loly menghambur keluar dari kelas, wajah mereka penuh dengan kemarahan.

"Blackmailing? Didn't know you had it in ya', Princess," Grimmjow menyeringai, berjalan ke arah Orihime. Ia mengusir Menoly dan kedua temannya, yang berlari tunggang langgang menyusul Loly dan Cirucci. "Meskipun aku akan tetap memilih mereka di juvie*."

(a.n: *Juvenile Correction Center, biasa disingkat juvie; lembaga permasyarakatan untuk anak-anak di bawah umur dengan tindakan kriminal.)

"Grimmjow-kun! Terima kasih," Orihime berlari mendatangi Grimmjow, berjinjit memeluknya. Grimmjow membalas pelukannya dengan tepukan lembut di punggungnya, tertawa. "So much drama in a week, huh?"

Sambil menepuk punggungnya, Grimmjow berbisik perlahan di telinga Orihime, "See, seperti yang aku bilang, be with another guy and Kurosaki would come crawling back at ya' in no time, Princess. Just not expecting the 'another guy' would be me."

Orihime mencubit pelan perut Grimmjow, namun ikut tertawa. Ia melepas pelukannya, lalu berlari ke arah Uryū dan memeluk lelaki berkacama itu. "Ishida-kun, terima kasih!"

Uryū membalas pelukan Orihime dengan awkward, pipinya sedikit merona. Ia membetulkan kacamatanya dan berkata pelan, "Sama-sama, Inoue-san. Hanya menjalankan kewajibanku sebagai ketua kelas."

Orihime tersenyum dengan jawaban Uryū. Sesudahnya, gadis itu kembali mendatangi Ichigo, memandang mata coklatnya yang kini kembali teduh.

"Kurosaki-kun, terima kasih." bersamaan dengan itu, ia memeluk Ichigo yang disambut dengan pelukan erat dari pria berambut oranye tersebut. Setelah beberapa saat, suara dehaman Uryū memisahkan mereka yang kemudian merona merah. Orihime memandang Grimmjow dan Uryū dengan sisa semburat merah yang masih tertinggal di pipinya, "Ishida-kun, bukannya klub-mu ada workshop? Dan kalian berdua, bagaimana bisa menemukan aku?"

Grimmjow duduk di atas meja guru, menunjuk Orihime, "Kau lupa menyuruhku bertemu di apartemenmu? Aku tidak ada urusan lain, jadi aku menunggumu di depan dan kau tidak mengabari sama sekali. Tiba-tiba si Kurosaki datang dan mengetuk pintumu, dia melihatku di pinggir jalan dan bertanya "aPaKaH iNoUe aDa Di dALaM" aku bilang kau belum pulang. Teleponmu tidak diangkat dan firasat kami tidak enak. Akhirnya aku dan Kurosaki pergi ke sekolah lagi dan menemukan si Kacamata," Grimmjow kini menunjuk Uryū.

Sambil mendengarkan cerita Grimmjow, Orihime tidak dapat mengerti satu hal. Ichigo datang ke apartemenku? Untuk apa?

Meluruskan kacamatanya, Uryū melanjutkan, "Namaku Uryū Ishida, brat. Saat meninggalkan Inoue-san, aku melihat siswi-siswi tadi sedang bergerombol di depan kelas 1-6 dan aku mendengar mereka membicarakan Inoue-san dan membawa gunting. Mereka juga siswi-siswi yang sudah sejak hari Senin berada di luar kelas menunggu Inoue-san. Awalnya aku tidak begitu memikirkannya, sampai akhirnya aku kembali dari pemberhentian bus untuk mengecek dan bertemu mereka berdua di depan sekolah yang juga sedang mencarimu. Aku pikir karena piket sudah hampir selesai saat aku pergi, tidak mungkin jika Inoue-san belum selesai. Akhirnya kami bertiga memutuskan untuk kembali ke kelas dan menemukan Inoue-san sudah terikat di kursi."

Ichigo menghela napas panjang di belakang Orihime, mencoba mengendalikan emosinya, "Aku dan Jekjek sudah akan mendobrak pintu ketika Ishida menghalangi dan berbisik bahwa lebih baik jika direkam dulu sebagai alat bukti. Dia berhasil merekam selama satu menit sampai mereka akan memotong rambutmu dan aku sudah tidak tahan lagi. Orihime, apa kau tidak apa-apa? Perut dan pipimu?"

"Heh, Kurosaki! Namaku Jaegerjaquez, pronounced Jegerjaqs, bukan Jekjek!" seru Grimmjow kesal ke Ichigo.

Orihime tertawa melihat mereka berdua, lalu mengangkat kedua tangannya bersemangat, "Aku tidak apa-apa, teman-teman! Sedikit sakit tapi sepertinya tidak meninggalkan luka ataupun memar. Sekali lagi terima kasih banyak, aku biasanya menguasai pertahanan diri jika hal-hal seperti tadi terjadi, tapi sepertinya aku harus berlatih lebih banyak."

"Inoue-san, lima lawan satu sangat tidak adil, ini bukan salahmu. Tiga dari mereka juga masuk dalam klub Jujutsu." jawab Uryū, tersenyum, mengambil tasnya. "Aku duluan, ya. Anggota klub-ku sudah menunggu dari tadi."

"Hati-hati di jalan, Ishida-kun! Sekali lagi, terima kasih!" seru Orihime riang, melambai seiring dengan keluarnya Uryū dari kelas, meskipun perutnya masih sedikit nyeri.

Hening.

Ia mengalihkan pandangannya ke Grimmjow dan Ichigo, "Ngomong-ngomong, Grimmjow-kun dan Kurosaki-kun ke sekolah dari apartemenku bersama? Jalan kaki?"

"Aku naik motorku dan Kurosaki berlari mengikuti dari belakang, tentu saja. Tidak boleh ada yang naik motorku selain aku," jawab Grimmjow ringan, menyeringai sambil membuka telepon genggamnya.

"TiDaK aDa wAkTu, kUrOsAkI, cEpAt nAiK kE mOtOrkU!" ejek Ichigo menirukan Grimmjow dengan dramatis. "Jadi siapa yang tadi kau suruh naik motormu ke sekolah, Jekjek? Shinigami?"

Pembuluh darah di pelipis Grimmjow berdenyut emosi, "Namaku bukan Jekjek! And people call you a genius?"

"Paling tidak orang-orang memanggilku jenius, berarti mereka memberiku validasi kalau aku punya otak, tidak sepertimu," olok Ichigo, menjulurkan lidahnya ke Grimmjow yang nadi di pelipisnya mulai terlihat berdenyut.

Grimmjow mengepalkan tangannya, berjalan ke arah Ichigo, "Now, now, kita lihat apa kau masih punya otak kalau sebagian kepalamu hilang kena tinjuku, Kurosaki."

Orihime yang sedang tidak sadar melamun berdiri di antara mereka berdua sebelum pertumpahan darah terjadi, meskipun khayalannya membayangkan Grimmjow dan Ichigo berboncengan berdua di atas motor tidak bisa menghilang dari pikirannya, "Grimmjow-kun, Kurosaki-kun! Sudah hampir jam enam sore, sepertinya kita harus pergi?"

Alis Grimmjow semakin berkerut. Masih mengepalkan tinjunya, mata azurenya melihat Ichigo tajam, lalu berbalik menuju pintu kelas. "Ayo, Princess, PR-PRku tidak akan selesai dengan sendirinya."

"Ah, oke," mengikuti Grimmjow, Orihime menoleh ke Ichigo yang masih berdiri. "K-kurosaki-kun, ayo!"

Ichigo mengangguk, tersenyum kecil kepada Orihime. Dia mengikuti Orihime dan Grimmjow yang sedang berbincang ringan dari belakang, matanya mengikuti rambut auburn yang bergoyang seiring dengan langkah gadis itu. Menarik napas panjang, ia maju menggenggam bahu Orihime.

"O-Orihime, boleh aku bicara denganmu?"

Orihime berbalik, mata kelabunya menatap Ichigo dengan penasaran, "Eh? Ada apa, Kurosaki-kun?"

Tangan bebas Ichigo menggaruk belakang kepalanya, sambil melirik ke arah Grimmjow, "Antara aku dan Orihime saja. Lagipula, Orihime bisa ke klinik ayahku sebentar untuk cek apakah dia ada luka atau memar dari... kejadian tadi."

Grimmjow mengangkat sebelah alisnya. Menghela napas, melihat Orihime di sebelahnya dan Ichigo yang kini berpandang-pandangan, "Hmph, sure, bastard," gumam Grimmjow ke Ichigo, lalu menoleh ke Orihime, "Aku kirim PR-ku lewat chat untuk hari ini, Princess. Feel free to kiss and make up or whatever the hell y'all gon' be doin'."

Semburat merah naik dari leher Orihime ke pipinya, "K-kiss and make up? Grimmjow-kun!"

Namun Grimmjow sudah berlalu meninggalkan mereka, tangannya melambai dari balik bahunya. Ia dan Ichigo mengamati lelaki tinggi itu menghilang dari koridor dan mengikutinya keluar dari gedung sekolah.

Sepanjang perjalanan ke Klinik Kurosaki yang juga rumah Ichigo, Orihime berusaha untuk memulai pembicaraan dan pertanyaan ke Ichigo, namun hanya dibalas singkat dengan canggung. Gadis bermata kelabu itu pun menyerah, dan mereka berdua berjalan beriringan dalam kesunyian. Orihime tidak dapat menahan dirinya untuk tidak merasa senang karena dapat berjalan bersama Ichigo lagi ke rumahnya, seperti saat mereka masih bersama.

Langkah kaki mereka terhenti di depan Klinik Kurosaki. Saat Ichigo akan membuka pintunya, seorang wanita berambut raven sudah membukanya dan keluar dengan tergesa-gesa, mata violetnya sedikit kaget ketika hampir bertabrakan dengan Ichigo. Orihime mengenali gadis itu, Rukia Kuchiki.

"Kuchiki-san! Selamat sore!" sapa Orihime, tersenyum manis menyapa gadis itu. Rukia tersenyum dan melambaikan tangannya ramah.

"Inoue-san! Kau tidak datang ke makan malam keluarga dua minggu kemarin, kemana saja! Anyway, aku terlambat untuk shift, aku langsung berangkat, ya," Gadis itu memeluk Orihime cepat, dan kemudian berlari meninggalkan Ichigo dan Orihime.

Seingat Orihime, Rukia Kuchiki adalah anak dari teman ayah Ichigo saat duduk di bangku kuliah. Juga berprofesi sebagai dokter, Rukia mendapatkan tugas residensi di rumah sakit Kota Karakura, dan ayah Ichigo menawarkan untuk Rukia tinggal dengan mereka selama residensi. Orihime sering bercakap-cakap dengan Rukia ketika ia datang ke rumah Ichigo dan Rukia sedang tidak ada shift di rumah sakit.

Masuk ke dalam klinik dan menuju pintu masuk ke rumah, Ichigo disambut dengan teriakan ayahnya yang lalu mencoba untuk mengapit lehernya di lengannya.

"ICHIGOOOOO!"

Dia menghindar, dan Isshin Kurosaki meleset menabrak dinding. Sambil mengangkat kepalanya, ia menggosok dahinya kesakitan sampai pandangannya jatuh ke gadis berambut auburn yang sedang memandangi mereka dengan geli di belakang anak laki-lakinya.

"Orihime-chaaan! Menantukuuu~~" ia berlari, memberikan pelukan ke Orihime yang lalu merah padam. "Orihime-chan, dua minggu tanpa kehadiranmu membuat rumah kami menjadi suram... matahari tidak bersinar..."

Orihime tertawa, membalas pelukan Isshin, lalu melepaskannya. Ia bertukar pandang dengan Ichigo, yang ditafsirkannya bahwa ayahnya tidak tahu tentang berakhirnya hubungan mereka. "Maaf, Kurosaki-san, saudaraku dari Amerika pindah ke Jepang dan aku membantu mereka mengurus kepindahannya minggu lalu!"

"Orihime-chan, sudah berbulan-bulan aku bilang! Bukan Kurosaki-san! Panggil ayahmu ini papa Isshin! Papa Isshin!" seru Isshin mengacungkan jempolnya sambil merangkul Orihime, yang berdiri malu.

"Pa... papa Isshin," ujar Orihime ragu-ragu. Mata Isshin membulat dramatis berkaca-kaca.

Sebelum Isshin bisa menjawab, Ichigo memutar matanya dan memotongnya, "Orihime diganggu siswi-siswi di sekolah tadi. Apa kau bisa mengecek ada memar atau luka di badannya, oyaji?"


There, there! Chapter 9 is done! A bit of a cliché, but I think we need a little drama once in a while, don't we? ;)

...

Well, actually, it's the first part of One Last Kiss!