Sebelum baca chapter ini, diusahakan baca chapter "5 : Epilogue : School & Lesson" dulu, kalo belum. Kalo belum baca nanti ada bagian yang konteksnya gak jelas.
Disclaimer : Masasshi Kishimoto
1
"Menikahlah denganku!"
"Hah?"
"Hanabi! Menikahlah denganku!"
"Kepalaku sakit."
Hanabi sudah tahu kalau menjalin hubungan dengan gadis seusianya di dunia ini bukan sesuatu yang aneh. Apalagi kalau yang jadi bahan pembicaraan adalah bangasan dan juga keluarga kerajaan. Kadang sebelum lahirpun sudah ada tali yang mengikat beberapa dari mereka dengan satu sama lain. Hanya saja, kali ini dia tidak bisa menganggap lamaran tidak jelas itu bukan sesuatu yang penting dengan menyingkirkannya ke folder 'perbedaan budaya' di otaknya.
"Kak Nagato! Apa kau? . . .masih waras?"
Sebab yang melamar. . .tidak! Memerintahkan Hanabi untuk menikah dengannya adalah putra mahkota pertama dari negara ini. Nagato, dengan kata lain. Kakak laki-laki tertuanya!.
"Kita mungkin satu ayah, tapi ibu kita berbeda"
"Maksudmu, kita mungkin beda ibu tapi ayah kita sama kan?"
"Aku bisa mengatur hal semacam itu!"
Mengatur apa? Mengatur agar ayah mereka tidak dicatat sama? Kalau iya Hanabi ingin sekali menyuruh pemuda itu menunduk dan membiarkannya memukul kepalanya. Bahkan, kalau sampai dia berani membuat berita jika Ibunya pernah berselingkuh dan punya anak dengan pria lain. Dia tidak akan segan-segan menyuruh Sasuke mematahkan satu atau dua tulang dari kakaknya itu!
"Aku yakin kalau kau sudah tahu jika negara ini sudah hampir runtuh"
"Apa hubungannya topik itu dengan pembicaraan kita sekarang"
"Aku ingin menyatukan negara ini di bawah tanganku!"
"Lalu?"
"Aku membutuhkanmu!"
Hanabi paham, dia ingin menikah dengannya bukan karena tiba-tiba dia punya perasaan terlarang pada adik perempuannya sendiri. Tapi karena masalah politik. Dan dari caranya bicara, yang dia inginkan darinya bukanlah gadis itu sendiri tapi uangnya. Dengan kata lain, Nagato ingin mendapatkan backing finansial untuk apapun yang dia rencanakan nanti.
"Maaf saja kak Nagato! Tapi aku menolak!"
Pertama, kalau Hanabi benar-benar menikahinya hal itu pasti akan jadi skandal yang pengaruhnya jelas akan melebar ke orang-orang sekitarnya. Kedua, mereka itu saudara yang punya ikatan darah yang sangat tebal dan Hanabi tidak mau anaknya nanti kurang sesuatu. Ketiga, meski dia bukan kakaknya pun dia tidak akan begitu saja menerima lamaran orang yang bahkan baru dia ajak bicara beberapa menit yang lalu. Keempat, Hanabi tidak mencintainya dan dia yakin kalau Nagato juga tidak mencintainya. Lalu tentu saja gadis itu ragu kalau waktu bisa mengubah hati mereka. Yang kelima, dia tidak suka tingkah Nagato yang seenaknya saja membuat keputusan dan menyuruh orang lain menurutinya.
Jika dia harus menyebutkan alasan kenapa Hanabi tidak ingin menikah dengan kakak laki-laki tertuanya itu, jari tangan dan kakinya bahkan tidak akan bisa dia gunakan untuk menghitungnya.
Lalu yang terpenting.
"Aku ingin bahagia! Dan aku sama sekali tidak yakin kalau kau bisa memberikannya! Jadi! maafkan aku!"
Lokasi mereka sekarang adalah taman bunga di bagian paling dalam istana. Sebab tempat itu dibuat sarana bersantai keluarga kerajaan, dekorasi tempat ini bisa dengan jelas jauh lebih detail dan artistik dari tempat lain. Dengan adanya lentera-lentera hias yang ditata dengan banyak perhitungan dan juga sinar bulan yang kebetulan sedang penuh, harusnya tempat itu diselimuti suasana romantis.
Hanya saja, yang ada sekarang adalah suasana tegang yang bisa membuat seseorang yang jantungnya lemah ingin segera pergi.
"Kukira kau lebih pintar dari ini, tapi pada akhirnya kau cuma seorang perempuan!"
"Apa maksudmu kak Nagato?"
Sebelumnya, di bawah tekanan seperti itu Hanabi akan merasa takut. Tapi sayangnya, pengalamannya diberikan tekanan mental oleh orang-orang seperti seorang pembunuh bayaran yang namanya sudah dia lupakan, seorang jenderal militer veteran, pejabat kelas elit dan bahkan seorang raja sudah cukup untuk membuat mentalnya sekuat orang yang dihadapannya.
"Mengambil keputusan berdasarkan emosi, egois, dan juga punya pandangan sempit"
"Aku yakin kalau orang yang pandangannya luas tidak akan dengan gampangnya melakukan generalisasi"
"Ahh. . .aku lupa satu hal! Mereka juga pintar bicara"
". . ."
Hanabi diam, bukan karena dia tidak bisa menjawab tapi karena dia merasa jika dia menjawab kakaknya hanya akan mencari hal lain untuk dijadikan bahan kritik. Sambil mengepalkan tangannya dengan erat, dia mencoba menahan diri dan memutuskan untuk mendengar semua apa yang ingin kakaknya katakan dulu sebelum mengambil gilirannya untuk bicara.
"Kenapa kau diam? Tidak bisa menjawab?"
"Kalau kakak sudah kehabisan topik, aku ingin kembali ke kamarku"
"Hm. . .mau kabur?""
Hanabi kembali tidak menjawab, tapi kali ini dia menatap kakaknya dengan serius. Tatapan yang secara langsung bilang kalau dia tidak ingin lagi mendengar provokasi pemuda itu. Kali ini, jika Nagato tidak berhenti melemparkan kalimat tidak penting lain ke arahnya. Hanabi berniat akan benar-benar pergi.
Sebagai balasannya, Nagato hanya mendengus sebelum kembali bicara.
"Sebagai anggota keluarga kerajaan, sudah jadi kewajiban kita untuk membuat rakyat dan negara ini makmur"
Hanabi yang sudah hampir berjalan pergi menghentikan langkah kakinya lalu berbalik melihat ke arah Nagato.
"Lanjutkan"
Meski prioritas Hanabi adalah keluarga dan juga orang-orang yang ada di dekatnya, bukan berarti dia tidak peduli dengan nasib orang lain. Dia mungkin tidak punya kekuasaan tapi sebab dia juga adalah anggota keluarga kerajaan, dia juga masih merasa punya sedikit tanggung jawab untuk membuat negaranya jadi lebih baik.
"Tapi hampir semua orang yang punya kuasa hanya fokus pada dirinya sendiri, daerah kekuasaannya sendiri, dan kepentingannya sendiri"
Kesombongan bangaswan Konoha sama sekali bukan hal yang baru, malah bisa dibilang hal itu adalah trademark mereka. Dan mereka bukan hanya sombong, tapi juga kekuatan yang besar.
"Untuk melakukan semua hal itu, aku perlu melakukan konsolidasi kekuatan"
Dengan kata lain, Nagato ingin mengurangi kekuatan para bangsawan dan memperkuat kekuasaannya sendiri. Dan untuk bisa melakukan hal itu, dia membutuhkan Hanabi. Atau lebih tepatnya, pemuda itu membutuhkan uang yang dimiliki oleh Hanabi.
"Setelah itu?"
Meski tidak suka dengan bagaimana Nagato meminta bantuannya, Hanabi tidak menutup kemungkinan jika dia akan memberi uluran tangan pada kakak laki-lakinya di masa depan. Dia paham kalau salah satu penyebab dari tidak stabilnya keadaan Konoha adalah semua orang terlalu fokus melakukan kegiatannya sendiri-sendiri dan mengesampingkan kepentingan negara secara luas. Jika Nagato bisa melakukan konsolidasi kekuatan politik dalam negerinya maka keadaan internal Konoha bisa dijamin akan membaik. Dan keadaan yang seperti itu tentu saja juga akan menguntungkannya.
Tapi tentu saja yang dia pertimbangkan hanya masalah memberikan bantuan finansial pada pemuda itu, untuk urusan lamarannya. Dia sama sekali tidak punya niat untuk menerimanya sedikitpun.
"Aku akan menyatukan seluruh kekuatan militer Konoha di bawah kendaliku lalu menyerap negara lain di benua ini satu-persatu"
"Ughh. . .kepalaku tiba-tiba sakit lagi"
Dalam perang, jumlah adalah senjata yang paling kuat. Sebab dengan jumlah yang cukup, kau bahkan tidak perlu strategi. Dan penduduk Konoha sudah berkurang banyak, secara jumlah penduduk mereka masih jauh lebih banyak dibandingkan negara-negara yang ada di sekitarnya. Jika pasukan Konoha bersatu di bawah satu tangan dan memfokuskan semua kekuatannya pada sebuah negara, dalam setengah hari saja negara itu bisa dijamin akan berganti nama.
"Tidak seperti para tua bangka itu, aku ini kompeten. "
Sekali lagi, meski Hanabi tidak suka dengan nada sombong kakak laki-lakinya itu. Dia masih mengakui kalau kakaknya ya itu memang kompeten.
Hanya saja.
"Pfftttt… .. "
"Berhenti tertawa!"
Suara rendah Nagato menggema di tempat itu dengan jelasnya. Dan meski nadanya sedingin es, tapi Hanabi bisa dengan mudah menebak kalau di dalamnya tersimpan api amarah yang membara sangat panas. Jika intimidasi bisa membunuh seseorang, bisa dipastikan kalau Hanabi sudah mati di tempat itu, detik itu juga.
"Maafkan aku pangeran, aku hanya terkejut. ."
"Apa yang kau bicarakan"
Fakta kalau dia bahkan tidak bisa melihat seberapa kompetennya si 'tua bangka' dan bahkan sampai merendahkannya menunjukan kalau dia punya sebuah kekurangan besar. Kekurangan yang tidak ada hubungannya dengan kompetensinya. Memang benar kalau seorang pemimpin tidak perlu kompeten dalam segala hal sebab dia bisa mendelegasikan hal yang tidak bisa dia lakukan pada orang lain. Sama seperti si tua bangka yang mendelegasikan komando militer pada Nagato yang notabene lebih punya bakat dalam urusan itu.
"Aku terkejut melihat seberapa sempitnya pandanganmu Kak Nagato"
"Kau berani..."
Nagato kelihatan seperti tipe orang pintar yang bisa diajak bicara dari hati ke hati. Tapi sepertinya pandangan Hanabi tentang kakak pertamanya itu sedikit melenceng dari kenyataan. Meski memang pemuda itu bisa diajak bicara, tapi hati mereka. Atau dalam kasus ini, visi dan misi mereka sama sekali tidak bisa disatukan.
Dari caranya saja bicara bisa dilihat dengan jelas kalau Nagato menganggap kalau pandangannya itu superior dan melihat kalau pendapat orang lain bukan sesuatu yang perlu dipertimbangkan. Dengan kata lain, jika Hanabi memberikan dukungan padanya pada akhirnya agendanya tidak akan dipikirkan oleh kakaknya itu. Membuat aliansi di antara keduanya lebih mirip hubungan antara tuan dan pelayannya.
Hal yang sama sekali tidak Hanabi inginkan.
"Kak Nagato, kurasa pembicaraan ini kita cukupkan saja sampai di sini"
Nagato ingin Konoha kembali bangkit dan menyerang balik semua negara tetangganya dan mengambil alih daerah kekuasaan mereka untuk mengganti kerugian yang sudah Konoha terima selama masa perang. Sedangkan Hanabi ingin kalau Konoha bangkit dan fokus untuk melindungi dirinya sendiri sambil memfokuskan semua energi mereka untuk memperkuat pondasi ekonomi dan taraf kehidupan masarakatnya.
Nagato menganggap kalau ekspansi adalah solusi dari masalah mereka sekarang, sedangkan Hanabi menganggap kalau ekspansi hanya akan menambah masalah mereka. Nagato menganggap perang adalah cara paling efektif untuk memanfaatkan populasi mereka yang jauh lebih banyak dari negara lain, sedangkan Hanabi menganggap kalau mengalirkan sumber daya pada orang-orang yang tidak memproduksi apapun dan bahkan mungkin pada akhirnya mati sia-sia adalah pemborosan skala besar yang tidak ada gunanya.
Pikiran keduanya bertolak belakang dengan satu sama lain, dan keduanya sama sekali tidak punya niat untuk berkompromi. Karena itulah berbicara dengan satu sama lain hanya akan membuang waktu masing-masing.
"Hari sudah malam, aku ingin istirahat"
"Berhenti di situ! Aku belum mengizinkanmu untuk pergi"
Memang benar kalau pandangan mereka sangat berbeda dengan satu sama lain. Meski keduanya punya tujuan yang sama, yaitu memperbaiki keadaan Konoha tapi apa yang mereka pikir sebagai jalan terbaik untuk mewujudkannya bertolak dengan satu sama lain. Membuat kerjasama di antara mereka secara virtual bisa dibilang tidak mungkin bisa terjalin.
Tapi bukan berarti Nagato bisa menyerah begitu saja untuk mendapatkan support dari Hanabi. Dia membutuhkan keberadaan Hanabi untuk bisa membuat rencananya berjalan lancar. Oleh sebab itulah, dia akan menarik Hanabi ke campnya dengan cara apapun.
"Aku bilang berhenti!"
Setelah peringatannya tidak diindahkan oleh Hanabi yang terus berjalan, Nagato akhirnya memutuskan untuk mengejar gadis itu dan memegang pergelangan tangan Hanabi kemudian menariknya dengan kasar ke arahnya.
"Kak Nagato, apa yang kau lakukan?"
"Aku hanya ingin memberitahukan adik perempuanku sesuatu yang sangat penting"
Nagato menarik tangan Hanabi lebih jauh ke belakangnnya, membuat tubuh gadis itu mau tidak mau ikut terbawa dan jadi lebih dekat dengan Nagato. Setelah itu, pemuda itu menundukan badannya sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Hanabi yang sedang melihat ke arah kakak laki-lakinya itu dengan ekspresi marah.
"Aku punya kekuatan untuk memaksamu bergabung denganku, dan aku yakin kalau kau tahu akan hal itu"
Dalam masalah politik, ayah mereka yang punya posisi sebagai raja masih punya pengaruh yang paling besar. Tapi Nagato sendiri punya pengaruh yang tidak jauh di belakang ayahnya. Selain itu, dalam masalah militer Nagato bisa dibilang adalah orang yang paling berkuasa di dalamnya, mengingat raja memberikan kekuasaan penuh atas organisasi itu.
Hanabi tidak tahu apa yang Nagato rencanakan dengan semua pengaruhnya itu, tapi bisa dipastikan. Dengan semua kemampuan itu, menekan Hanabi untuk bergabung dengan fraksinya sama sekali bukan hal yang sulit.
"Kau . . mengancamku kak Nagato?"
"Tidak juga, aku hanya memberitahukan kalau aku punya kekuatan"
Dan dalam dunia yang punya asas Might Makes Right, orang yang punya kekuatan pada dasarnya bisa melakukan apapun yang dia mau. Dan orang lemah yang tidak punya kekuatan hanya bisa pasrah dan membiarkan dirinya dimanfaatkan oleh yang lain.
"Karena itulah, menyerahlah sebelum aku menggunakan kekuatan itu padamu"
Mata Hanabi membelalak untuk sesaat dan otaknya tiba-tiba jadi blank selama beberapa detik. Membuatnya tidak bisa bicara dan hanya memasang wajah khawatir. Dan sebab Nagato sedang melihat wajah gadis itu dari jarak yang sangat dekat, pemuda itu paham kalau strateginya untuk mengancam Hanabi sudah berhasil. Merasa puas akan hal itu, Nagato melepaskan tangan Hanabi.
". . . . "
Hanabi memang seorang tuan putri, tapi dia pada dasarnya hidup di lingkungan masyarakat biasa dimana konflik politik, manuver jahat, atau permainan dengan taruhan nyawa bukan jadi bagian dari kehidupannya. Oleh karena itulah, hatinya tidak bisa tetap tenang ketika ancaman terang-terangan Nagato datang ke arahnya.
Yang pertama, tentu saja dia takut kalau sesuatu akan terjadi padanya. Hanabi sendiri yakin kalau Sasuke bisa melindunginya dari serangan eksternal. Tapi cara membunuh seseorang tanpa menggunakan kekerasan secara langsung terlalu banyak jumlahnya. Dan bagi Hanabi yang hanya memiliki Sasuke sebagai pelindungnya, dia tidak punya kesulitan membayangkan skenario di mana dia tidur di malam harinya hanya untuk jadi mayat di pagi harinya.
Hanya saja, sebab Nagato sendiri bilang kalau dia menginginkannya Hanabi ragu kalau pemuda itu akan melakukan hal yang seekstrim itu.
Yang dia lebih khawatirkan adalah kakaknya mengincar orang-orang yang ada di sekitarnya untuk menghancurkan mentalnya. Cara yang jauh lebih efektif untuk membuat Hanabi menyerah. Dan jika Nagato bisa benar-benar menggenggam nasib Ibunya, Sasuke, ataupun Naruto. Hanabi sama sekali tidak yakin kalau dia akan bisa terus bertahan dalam posisinya sekarang. Sebab dari awal, dia bekerja keras demi mereka semua. Jika pada akhirnya dia harus mengorbankan mereka untuk memperbaiki keadaan Konoha, semuanya akan sia-sia saja.
Tapi. Meski dia takut, dia tidak yakin dengan masa depannya, dan dia khawatir akan keselamatan semua orang. Dia harus menunjukan kalau dia itu lebih kuat dari apa yang Nagato bayangkan. Dia tidak takut dengan ancaman murahannya.
"Huuufff. . ."
Hanabi menutup matanya kemudian mundur selangkah dari posisinya sebelumnya. Setelah itu dia memandang Nagato dengan mata tajam.
"Jangan anggap kalau hanya kau yang punya kekuatan!"
Kekuatan seorang anggota kerajaan pada dasarnya sumbernya hanya satu. Kemampuan mereka untuk membuat orang lain menuruti mereka. Jika kekuatan yang Nagato bangga-banggakan hanyalah hal semacam itu. Hanabi juga memilikinya.
Kemudian, meski sedikit. Hanabi juga punya kekuatan yang tidak kalah besar pengaruhnya. Hal yang dari awal jadi bahan incaran kakak laki-lakinya itu.
Setelah mengetahui perasaan ayahnya yang sesungguhnya pada Ibunya. Hanabi yakin jika dia memintanya, orang tua itu tidak akan segan-segan memberikan pengawal terbaiknya untuk melindungi Ibunya. Jika Nagato ingin memblokade usaha Hanabi, dia masih punya backing dari Juugo, Genno, dan Onnoki. Lalu dengan kerjasamanya bersama Butsuma, tidak akan ada yang berani melakukan konfrontasi secara langsung. Dan tentu saja, dia tidak melupakan keberadaan Sasuke yang sudah seperti bayangannya sendiri.
Hanabi memang muda, tidak punya banyak pengalaman, dan juga lemah. Tapi dia tidak sendiri, dan semua orang yang percaya adalah orang yang bisa diandalkan.
"Jangan berani menggertakku!"
Nagato mengangkat tangannya dan mencoba meraih baju Hanabi di bagian dadanya untuk dia tarik. Sebab keduanya adalah anggota keluarga kerajaan, tentu saja dia hanya berniat untuk mengintimidasi gadis kecil itu. Jika dia benar-benar memukul Hanabi, meski dia seorang pangeran mahkota dengan posisi terkuat dalam kandidasi. Dia masih akan tetap dapat masalah.
"Mohon jaga jarak yang mulia"
Sebuah tabung metal panjang dan dingin lebih dahulu menyentuh kening Nagato, membuat pemuda itu langsung beku di tempatnya.
"Kukira aku menyuruhmu untuk datang ke sini sendirian?"
"Dan kau mengira kalau aku akan menurut begitu saja?"
Ketika mereka datang ke istana, mereka dengan jelas mendeklarasikan kalau tempat itu adalah medan perang. Sejak saat itu, mereka juga memutuskan kalau semua orang yang tidak jelas posisinya adalah calon ancaman. Dan sebab Hanabi bukanlah seseorang yang bisa diandalkan dalam masalah melindungi dirinya sendiri. Keduanya memutuskan kalau sebagian besar waktu mereka akan dihabiskan dalam satu set.
Lalu, ketika kakak pertamanya memanggilnya untuk membicarakan sesuatu. Alarm dalam kepala mereka berdua langsung berbunyi dengan kencangnya. Oleh sebab itulah, keduanya memutuskan untuk datang berdua tanpa sepengetahuan kakak laki-lakinya.
"Selain itu, kurasa kau tidak punya hak untuk komplain padaku?"
Sama seperti Hanabi, Nagato juga tidak datang sendiri. Ketika mereka datang ke tempat pertemuan mereka, yaitu taman di belakang istana. Sasuke menemukan kalau ada beberapa orang yang bersembunyi di dalam kegelapan.
"Karena itulah, tolong mundur sekarang juga"
Normalnya, ketika gadis kecil seperti Hanabi memasang wajah serius untuk mengintimidasi seseorang. Yang akan terlihat hanyalah wajah lucu yang malah membuat seseorang ingin mencubit pipinya. Tapi dengan muzzle senapan menempel di kepalanya, nada suara gadis kecil itu yang terdengar sangat rendah, kemudian suasana malam yang untuk suatu alasan menambah aura mistis di sekitarnya. Memaksa Nagato tidak bisa lagi terus memasang wajah pokernya.
Tapi tentu saja, sebagai seorang anggota kerajaan Konoha. Dia tidak akan mengakui kalau dia sedang merasa takut dan langsung mengubah perasaan takutnya itu jadi kemarahan dan mengarahkannya balik pada lawan bicaranya.
"Kau tidak akan berani!"
Sama seperti Nagato yang akan kena masalah jika dia melukai Hanabi, gadis itu juga akan mendapat masalah jika dia melukai Nagato. Dan sebab posisi Hanabi jauh di bawah Nagato, masalah yang akan dia dapatkan tidak akan berhenti hanya pada dirinya saja tapi semua orang yang punya hubungan dengannya. Karena itulah Nagato yakin kalau Hanabi tidak akan berani melakukan apapun padanya.
"Jangan terlalu yakin!"
Sasuke menekankan senapannya pada kening Nagato dengan lebih keras sampai kepala pemuda itu sedikit terdorong ke belakang. Membuat semua pengawalnya yang sedari tadi bersembunyi langsung melompat ke arah Hanabi dan Sasuke sambil mengacungkan senjata masing-masing.
"Sebab orang mati tidak bisa bicara"
Hanabi melihat ke kanan dan kirinya untuk memastikan jumlah pengganggu yang baru muncul. Sedangkan Sasuke tetap fokus hanya pada Nagato. Keduanya menunjukan reaksi yang berbeda tapi keduanya sama-sama tidak kelihatan takut, terintimidasi, ataupun khawatir dengan situasi mereka yang baru.
Beberapa saat kemudian, Hanabi kembali melihat ke arah Nagato dan menatapnya dengan pandangan penuh percaya diri. Pandangan yang seakan bilang 'kau itu bukan apa-apa!' pada Nagato. Pandangan yang tentu saja, sama sekali tidak bisa Nagato nikmati sedikitpun.
"Kalau kau sudah paham, mundur!"
Nagato yang sedari tadi hanya berniat untuk mengintimidasi Hanabi mulai kehilangan kesabarannya dan sedikit demi sedikit berpikir kalau benar-benar melukai gadis kecil mungkin adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan. Tapi dengan moncong senapan menempel di keningnya, kepalanya yang sudah panas dia bisa paksa untuk kembali dingin.
Dengan langkah tenang Nagato mundur beberapa langkah.
"Aku mengalah. . .untuk sekarang."
Hanabi sudah sangat ingin pergi dari tempat itu. Oleh sebab sebelumnya dia berjalan meninggalkan Nagato tanpa melakukan basa-basi dulu. Tapi begitu Sasuke ada di dekatnya, dia tidak lagi merasa kalau dia perlu buru-buru. Dengan adanya pemuda itu, Hanabi bisa merasa tenang dan percaya kalau tidak akan ada apa-apa yang terjadi padanya.
Membuatnya memutuskan menyempatkan diri untuk menghadap ke arah Nagato, menundukan badannya, lalu sedikit mengangkat roknya agar tidak menyentuh tanah dan bilang. .
"Terima kasih atas pengertiannya, pangeran"
Sebelum akhirnya benar-benar pergi bersama pengawal pribadinya.
"Pangeran, apa kami perlu mengejar mereka? "
Begitu Hanabi dan Sasuke tidak lagi terlihat, para pengawal rahasia Nagato langsung mendekatinya dan bersiap untuk menerima perintah. Meski posisi mereka adalah pengawal, tapi secara official mereka bukanlah anggota dari squad kerajaan. Dengan kata lain, mereka adalah bagian dari pasukan pribadi Nagato. Yang tentu saja bisa dia suruh untuk melakukan tindakan apapun, entah itu legal maupun tidak.
Mereka memang hanya bilang 'mengejar' tapi pengejaran mereka tentu saja tidak pernah hanya melibatkan urusan membuntuti seseorang dan menangkap mereka. Sebagai bagian dari pasukan rahasia yang namanya saja tidak tertulis di dalam dokumen manapun. Tentu saja pekerjaan mereka juga sama gelapnya dengan identitas mereka.
"Tidak perlu, setidaknya untuk sekarang"
Nagato ingin Hanabi ikut masuk dalam fraksinya. Jika dia membunuh gadis itu sekarang bukan hanya tidak dapat apa-apa, tapi Nagato juga malah akan rugi. Dia bertingkah seakan dia merendahkan kemampuan Hanabi, tapi dia bisa secara objektif melihat kalau keberadaan Hanabi sudah jadi bagian yang penting dari negaranya. Dia bisa membayangkan seberapa kacaunya ekonomi negaranya kalau tiba-tiba gadis kecil menghilang.
Selain itu.
Nagato merasa kalau dia benar-benar mengirim pengawal rahasianya untuk membunuh Hanabi, hari ini dia juga akan ikut mati menyusulnya.
Sasuke, yang jadi pengawal Hanabi punya mata seperti seseorang yang akan dengan senang hati mengorbankan nyawanya demi tuannya. Dan orang seperti itu punya tendensi tidak peduli pada nasibnya sendiri ketika tuannya sudah tidak ada lagi. Dia bisa membayangkan kalau pemuda tidak akan ragu akan memenggal kepalanya meski dia tahu dia akan ditangkap dengan mudah.
Selain itu, jika informasi yang dia miliki tentang pemuda itu akurat. Dia tidak yakin kalau lima pengawalnya akan cukup untuk menghadapi Sasuke.
Nagato sama sekali tidak punya rencana mati sebelum mewujudkan keinginannya, oleh sebab itulah dia tidak memilih untuk mengambil resiko yang terlalu berlebihan.
"Suruh beberapa orang untuk mengawasi pergerakan mereka dan melaporkannya padaku"
"Akan kami laksanakan"
"Bagus, kembali pada tugas kalian"
Dengan begitu, semua pengawalnya langsung membubarkan diri dan menghilang dari pandangan semua orang. Mengikuti tuannya yang juga mulai bergerak untuk kembali ke tempat istirahatnya.
Di sisi lain. Hanabi yang akhirnya sampai di kamarnya sendiri malah sedang menyibukan dirinya sendiri. Bukan dengan membuat rencana untuk hari selanjutnya, bukan dengan mereview kegiatannya hari ini, dan bukan juga dengan melakukan kegiatan produktif lainnya. Melainkan dengan Mengelap keringat dingin yang mengucur dari keningnya.
Begitu keberadaan Sasuke dan pompaan adrenalin yang menjadi dukungan mentalnya tidak ada lagi. Hanabi langsung merasakan seberapa besar dan berat tekanan yang diberikan oleh presentasi kekuatan yang dimiliki oleh kakak laki-laki tertuanya. Perutnya terasa perih karena khawatir, kepalanya terasa berat karena merasa bingung, dan keringat dingin mengucur dari keningnya karena gadis itu merasa ketakutan.
"Apa aku lebih baik kalau aku menerima tawaran ayahku."
Sebelumnya ayahnya menawarkan apakah Hanabi ingin jadi ratu atau tidak. Saat itu dia bilang tidak ingin menerimanya sebab dia takut kalau masa depannya akan harus dia korbankan. Tapi, apa mungkin keputusannya itu adalah sebuah kesalahan?
"Tidak-tidak!"
siapa yang bilang kalau dia menjadi ratu para pesaingnya kan menyerah?setelah berinteraksi dengan Nagato dia sangat yakin kalau orang-orang sepertinya tidak akan menyerah begitu saja. Dia bisa dengan mudah membayangkan kalau seseorang akan berusaha membunuhnya agar mereka bisa merebut tahtanya.
Mati karena keracunan sama sekali bukan sesuatu yang terjadi di keluarga kerajaan di dunia ini.
"Naruto!"
Hanabi berhenti menyeka keringat di keningnya memindahkan tangannya ke dadanya. Setelah itu dia mengeluarkan cincin dari Haruki yang dia jadikan kalung kemudian menggenggamnya dengan erat menggunakan kedua tangannya. Sebuah hobi baru yang belakangan ini dia selalu lakukan ketika gadis kecil itu merasa menemui jalan buntu.
Dengan mengingat Ibunya, dia bisa terus memaksakan dirinya untuk tidak menyerah menghadapi di depannya. Dengan mengingat Sasuke, dia bisa meyakinkan dirinya kalau seberbahaya apapun situasi yang dia hadapi semuanya akan baik-baik saja. Lalu yang terakhir, dengan memikirkan Naruto dia bisa mengingat kalau semua masalah itu pasti ada solusinya.
Naruto dan Hanabi bukanlah orang yang suka berhubung, apalagi kalau tentang masalah serius seperti dalam urusan menilai kemampuan masing-masing. Jadi, sama seperti Hanabi yang benar-benar percaya kalau Naruto bisa mengerjakan bagiannya dalam rencana penguasaan dunia mereka. Harusnya Naruto juga benar-benar percaya akan kemampuannya untuk melakukan bagiannya.
Karena itulah, meski Hanabi tidak percaya pada dirinya sendiri. Dia bisa percaya pada Naruto yang percaya padanya.
"Hufff. . ."
Hanabi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya dengan pelan. Setelah itu, dia menepuk kedua pipinya dan berteriak pada dirinya.
"Hanabi! Kau bisa melakukannya!"
2
"Jadi siapa yang akan kita temui hari ini?"
"Kakak laki-lakiku yang kedua"
"Lalu siapa yang sedang menuju ke arah kita sekarang?"
"Haido Temujin"
Yang tentu saja tidak punya hubungan darah dengan Hanabi. Orang tua berperut sedikit buncit yang sedang duduk di depan di depannya adalah pemimpin dari salah satu keluarga terbesar di Konoha.
"Tunggu dulu Sasuke? Bukankah kau tinggal di sini jauh lebih lama dariku?"
Tidak seperti Hanabi yang orang pindahan dari desa terpencil. Sasuke lahir dan dibesarkan di Ibu kota, jadi secara logika dia harusnya tahu lebih banyak tentang apa yang ada di pusat pemerintahan Konoha itu. Kemudian, sebab dia juga berasal dari salah satu keluarga terbesar di negara itu, harusnya dia juga punya hubungan dengan orang-orang seperti Hadoi atau yang sejenisnya.
"Gerakan anak yang belum debut itu sangat terbatas, apalagi bagi anak-anak dari kalangan keluarga sepertiku. . dan tentu saja keluargamu"
"Eh. . .aku baru tahu"
Normalnya, bahkan anak yang belum debut tidak diizinkan untuk makan bersama dalam satu meja dengan orang tua dan saudara-saudaranya yang sudah lebih dewasa. Kenapa? karena mereka masih belum dianggap pantas untuk duduk di tempat yang sama dengan anggota keluarganya yang lain.
Dalam kalangan keluarga kelas atas, yang namanya etika punya nilai sangat tinggi. Oleh sebab itulah, anak kecil yang makannya masih berantakan, tidak tahu tata cara dalam melakukan pembicaraan, dan sumbu kesabarannya masih sangat pendek tidak diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan orang yang sudah dewasa.
Meski kedua orang tuanya tidak terlalu kaku dalam mengikuti norma itu. Tapi pada dasarnya, sampai umurnya tujuh tahun yang membesarkannya adalah para pelayan. Bukan orang tuanya. Dan bukannya permainan, masa kecilnya malah diisi oleh latihan fisik dan bela diri, pelajaran sosial dan etika, dan masih banyak lagi dan masih banyak lagi.
"Lalu, orang tuaku juga menyuruhku untuk tidak berinteraksi dengan anggota dua keluarga besar lain"
Semua jenis organisasi, meski kelihatannya solid dari luar pasti selalu punya pertentangan internal di antara anggotanya. Manusia memang makhluk sosial, tapi komunitas sosial sendiri dibentuk dari kumpulan individu-individu yang punya tujuan, pikiran, dan pandangannya masing-masing. Membuat sebuah organisasi tidak mungkin bisa monolitik secara penuh sebab kebanyakan individu pasti akan lebih mementingkan urusannya sendiri.
"Sekedar memastikan, kau tahu siapa saja pemimpin dari keempat keluarga besar di negara ini kan?"
"Kalau hanya namanya saja tentu saja aku tahu"
Haido Temujin, Pemimpin pemimpin dari koalisi supremasi bangsawan. Ayahku alias Fugaku Uchiha yang bertanggung jawab atas pertahanan Ibu kota. Genno yang punya pengaruh sangat besar terhadap ekonomi negara ini. Dan yang terakhir, Gengetsu Hozuki yang putrinya adalah Ibu dari putra pertama dari raja Konoha. Dengan kata lain, keluarga bangsawan yang kekuatannya paling kuat saat ini.
"Jadi apa urusan kita dengannya?"
"Aku tidak tahu"
"Heh?"
"Aku juga sama bingungnya"
Tempat di mana Hanabi berada sekarang adalah kediaman pribadi milik keluarga dari kakak laki-laki keduanya di Ibu kota. Dia datang dengan niat untuk bicara empat mata bersama kakak laki-laki keduanya. Tapi, bukan hanya yang menyambutnya bukan orang yang bersangkutan. Dia malah dipaksa bertemu dengan orang yang sebenarnya dia tidak terlalu ingin hadapi.
Seperti yang Sasuke bilang sebelumnya, Haido Temujin adalah pemimpin dari grup yang punya ideologi kalau bangsawan adalah makhluk pilihan. Dan impresi Hanabi terhadap para bangsawan yang berkuasa di Konoha sama sekali jauh dari yang namanya baik.
"Selamat datang tuan putri"
Hanabi mengangguk dan mempersilahkan Haido untuk duduk di depannya. Hanabi memang tidak punya kekuatan politik tapi sebab posisinya dalam sistem lebih tinggi, dialah yang izinnya diperlukan saat sebuah pembicaraan akan dimulai seseorang.
"Ada urusan apa tuan putri datang ke sini?"
"Aku ingin ngobrol dengan kakakku, tuan Haido sendiri"
"Apa tuan putri ingin membicarakan tentang kenaikan tahta pangeran Hidan?"
Hanabi tidak langsung menjawab, bukan karena apa yang dikatakan orang tua di depannya itu tidak sesuai dengan niat kedatangannya ke sana. Tapi karena dia terkejut dengan fakta kalau Haido baru saja mengacuhkan pertanyaannya dan malah balik membalas pertanyaannya dengan pertanyaan lain.
Dengan nada sombong.
Hanabi tidak peduli kalau seseorang tidak memperlakukannya layaknya seorang tuan putri. Tapi menemukan seseorang yang dengan blak-blakannya tidak memperdulikan kata-katanya masih bisa membuatnya merasa kesal. Menjawab ketika ditanya adalah etika dasar yang bahkan anak kecilpun tahu. Kenyataan kalau orang tua itu tidak menganggap kalau omongannya tidak cukup penting untuk diindahkan adalah bukti kalau Haido entah sadar atau tidak meremehkan Hanabi.
Tebakan yang didukung oleh fakta lain kalau orang tua di depannya memang benar-benar memandangnya dengan tatapan meremehkan. Yang sekali lagi, membuatnya benar-benar merasa kesal.
Cukup kesal untuk membuatnya ingin balas menyerang.
"Ngomong-ngomong, di mana kakak laki-laki keduaku? Aku tidak melihatnya?"
Blas menyerang dengan ikut tidak mempedulikan kata-kata Haido.
". . . . . "
Tepat seperti yang Hanabi duga. Orang tua itu langsung memasang wajah tersinggung. Tapi ekspresi itu hanya terlihat selama beberapa detik. Orang tua itu kembali memasang wajah yang coba diramah-ramahkan. Setelah sepertinya baru saja mengingat apa yang baru saja lakukan, Haido menarik nafas lalu kembali bicara.
"Maafkan aku tuan putri, pangeran Hidan sedang ada urusan lain karena itulah aku menggantikannya di sini"
Hanabi mengamati gerak-gerik Haido selama beberapa saat. Dia bisa melihat kalau orang tua itu masih menyimpan rasa kesal. Tapi sebab Haido sudah meminta maaf, meski dengan terpaksa. Hanabi memutuskan kalau dia perlu membalas dengan reaksi positif.
"Maafkan ketidaksopananku juga tuan Haido, kalau boleh tahu kapan aku bisa bertemu dengan kakakku?"
"Maaf tapi sementara ini tuan putri belum bisa menemuinya, karena itulah aku di sini untuk mewakilinya"
Keterangan yang diberikan oleh Haido berubah dari alasan awal yang dia katan sebelumnya. Yang artinya pada dasarnya adalah 'kalau kau punya urusan dengan Hidan, kau harus melewatiku dulu'. Hanabi tentu saja tidak tahu apakah kakak keduanya memang sibuk atau tidak, tapi setelah mendengar hal itu dia yakin kalau orang yang berkuasa di tempat itu bukan kakaknya tapi orang tua yang ada di depannya.
"Jadi, ada urusan apa tuan putri datang ke sini?"
Urusan Hanab seperti yang sudah Haido tebak, adalah sesuatu yang berhubungan dengan perebutan tahta yang sedang mulai memanas. Dia ingin bertemu dengan Hidan lalu ngobrol dengannya dan mencoba mencari tahu manusia macam apa pemuda itu. Lalu, kalau visi dan misi mereka cocok keduanya akan mencari cara untuk membantu satu sama lain untuk mendorong agenda masing-masing.
"Sebelum kita ngobrol, aku ingin memastikan, apa aku bisa menganggap kalau pandangan tuan Hadoi itu sama dengan kakakku?"
"Tentu saja, kalau pandangan kami tidak sama tidak mungkin aku jadi pemimpin fraksinya"
"Baiklah kalau begitu"
Setelah itu hanabi membicarakan bagaimana keadaan ekonomi Konoha yang sangat buruk, dan juga argumennya tentang perang yang hanya akan membuat negara itu semakin terpuruk keadaannya. Kemudian, dia menceritakan rencananya untuk memfokuskan tenaga ke masalah domestik agar kehidupan orang-orang Konoha bisa jadi lebih baik.
Hanabi tidak menjelaskan rencananya secara detail mengingat kalau mereka masih belum resmi jadi partner. Tapi dia mencoba seterbuka mungkin dengan lawan bicaranya adalah hal dasar yang harus dilakukan seseorang ketika mereka ingin mendapatkan kepercayaan. Sesuatu yang akan sangat kau perlukan ketika kau ingin mendapatkan hal lain bernama 'bantuan' dari mereka.
Secara teknis, saat ini yang menawarkan bantuan adalah dirinya sendiri. Tapi kedepannya, yang perlu mendapatkan bantuan adalah Hanabi. Bantuan untuk menjadi raja Konoha menggantikannya supaya dia bisa bersama Haruki tanpa harus terikat dengan tugasnya sebagai anggota keluarga kerajaan.
Setelah beberapa menit menjelaskan niat dan rencananya, akhirnya Hanabi berhenti bicara. Kemudian dia melihat ke arah Haido yang sedari tadi kelihatan memperhatikan omongannya dengan seksama.
"Aku paham dengan keinginan tuan putri"
Haido mengangguk lalu kembali bicara setelah mengubah posisi duduknya menjadi meyandar.
"Aku sendiri agar perang ini segera berakhir"
Awalnya Hiado adalah salah satu orang yang pro perang. Awalnya dia berpikir, kalau mereka bisa menaklukan negara-negara di sekitarnya. Dia juga akan kebagian getahnya. Oleh sebab itulah dia tidak ragu untuk berpartisipasi dan berkontribusi.
Dan benar saja, ketika perang dimulai dan mereka berhasil menduduki beberapa negara kecil di sekitar mereka. Haido juga berhasil mendapatkan profit hasil jarahan dari orang-orang yang ada di bawahnya.
Hanya saja hal itu tidak berlangsung lama. Dalam beberapa bulan, para bangsawan dari provinsi-provinsi pinggiran yang jadi pionir dalam ekspansi Konoha mulai mengantongi profit yang mereka dapatkan sendiri dan tidak memberikan sedikitpun bagian pada para bangsan yang menjadi supporter mereka termasuk Haido.
Selain itu, begitu koalisi dari negara-negara yang jadi musuh mereka terbangun. Bukan hanya tidak untung tapi dia malah jadi rugi. Sekarang, bukan hanya monetari Haido juga harus memberikan kontribusi dalam bentuk sumber daya manusia. Membuat teritorinya bbukan hanya kurang uang tapi juga kurang orang.
"Perang ini sudah bukan hanya tidak menguntungkan, tapi malah sudah merugikan"
"Ha?"
Hanabi merasa kalau dia baru saja mendengar sesuatu yang dibilang seperti sebuah red flag. Tapi dia memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa, mengingat dia yakin kalau di kehidupannya yang sebelumnya. Hal yang sama juga sudah pernah terjadi, dan menganggap kalau apa yang dikatakan oleh Haido adalah sesuatu yang logikal.
Setelah perang dunia berakhir, tidak ada lagi ada perang dalam skala besar sampai dia tidak ada lagi di sana. Penyebabnya? Tentu saja orang-orang sudah bosan dan capek saling membunuh. Tapi yang lebih penting lagi adalah. . . . Melakukan perang untuk menguasai teritori negara lain sudah tidak lagi efektif untuk jadi kaya.
Daripada memerangi negara lain lebih mudah kalau mereka bekerja sama dengan yang lain. Daripada membuat koloni dan mengurusinya, membiarkan sebuah negara membuat sesuatu dengan uang dan tenaganya sendiri lalu membeli hasilnya jauh lebih murah. Lalu yang terakhir, memberikan bantuan pada negara lain pada akhirnya akan memberikan mereka lebih banyak pengaruh daripada menjadi penjahat yang semua orang benci.
"Jika tuan putri bisa mensupport kami, akan kupastikan kalau perang akan berakhir"
"Syukurlah"
Hanabi, yang punya cukup pengalaman buruk dengan bangsawan Konoha tahu kalau jani lisan yang mereka berikan bisa dipastikan tidak bisa dipegang. Tapi setidaknya dia bisa merasa lega mengetahui jika Haido punya visi yang sama.
"Sebab tuan putri mendekati kami seperti ini, apa aku bisa menganggap kalau tuan putri tidak punya niat untuk mengambil tahta untuk dirimu sendiri"
"Ya, meski aku menginginkannyapun aku rasa tidak ada kesempatan untukku bisa menang"
"Kalau begitu, apa rencana tuan putri setelah pangeran Hidan naik tahta"
Hanabi ingin balik bertanya kenapa Haido sudah berpikir sejauh itu meski padahal mereka belum mulai bekerjasama. Dia juga ingin bertanya dari mana rasa percaya diri orang tua di depannya datang. Hanabi tentu saja ingin agar Hidan menang kalau nantinya mereka jadi partner dalam sebuah koalisi. Tapi tetap saja, kata-kata Haido yang nadanya terkesan meremehkan lawannya yang lain benar-benar membuatnya merasa tidak nyaman.
Selalu bersiap untuk yang terburuk dan tidak pernah meremehkan musuh adalah motto yang Hanabi dan Juga Naruto sangat junjung tinggi.
"Tuan putri. . .?"
"Ah. . .maafkan aku tuan haido"
Hanabi kembali memasang senyum profensionalnya. Senyum yang dia latih sebagai salah sebagai salah satu senjata untuk bisa kabur dari pembicaraan yang tidak ingin dia ikuti ataupun menutupi blunder yang dia lakukan.
"Jadi, apa rencana tuan putri setelah perang berakhir? Melakukan ekspanpsi?"
Hanabi memang ingin seterbuka mungkin dengan lawan bicaranya. Hanya saja tidak mungkin dia bisa bilang kalau setelah melakukan ekspansi, dia ingin melemparkan hampir semua kepemilikan dan tanggung jawabannya pada Sasuke dan Ibunya. Oleh sebab itulah dia sering melibatkan Miina dalam urusan bisnis supaya gadis kecil itu bisa memiliki skill untuk menggantikannya saat dia sudah pindah dari Konoha.
"Kalau begitu, apa tuan putri tertarik untuk melakukan kerja sama bisnis denganku?"
"Kerja sama bisnis?"
"Ya, seperti yang sudah kubilang sebelumnya, perang ini sudah merugikan banyak dari kami"
Pendapatan utama seorang bangsawan yang memiliki teritori adalah pajak. Dan pajak yang mereka terima sangat bergantung pada beberapa faktor penting seperti luas areanya, seberapa banyak jumlah warganya, jenis industri yang mereka lakukan, lalu seberapa populer teritori itu terhadap para pedagang.
Dan sayangnya, perang punya pengaruh yang sangat besar terhadap jumlah pajak yang bisa diterima oleh orang-orang seperti Haido. Banyak warga biasa yang direkrut untuk jadi prajurit, membuat orang yang bisa bekerja jadi berkurang banyak dan hasil dari industri yang masih berjalan menurun penghasilannya. Lalu, sebab orang di tempatnya berkurang. Sebagian besar pedagang juga merasa kalau pergi ke tempat itu tidak lagi cukup berharga untuk didatangi. Sekali lagi, mengurangi pajak masukan yang didapatkan oleh sebuah teritori.
"Beruntungnya, kami menemukan kesempatan bisnis yang. . .kalau bisa dikembangkan, kemungkinan bisa membuat kami punya kemampuan finansial setara serikat"
". . . .aku tertarik mendengarnya"
Hanabi mungkin tidak punya niat untuk jadi penguasa ataupun orang yang paling kaya sedunia. Tapi jika ada kesempatan untuk mendapatkan uang dengan mudah, dia akan mengambilnya. Kau tidak pernah bisa punya terlalu banyak uang. Sebab, meski kau tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang, sebagian besar hal yang ada di dunia bisa dibeli dengan uang.
Selain itu dia juga tertarik mendengar hal bisnis macam apa yang Haido ingin tunjukan padanya. Sebab meski dengan pengetahuan dan skema yang dia bawa dari kehidupannya yang sebelumnya, dia masih belum bisa menandingi kekuatan finansial aliansi dan serikat. Seberapa banyakpun produk unik yang dia buat dan distribusikan, profitnya masih dibatasi oleh ukuran pasar yang ada sekarang.
"Bawa barang itu ke sini"
Haido memberi tanda pada pelayannya untuk mengambil sesuatu, kemudian. Begitu beberapa saat berlalu pelayan yang sama datang membawa sebuah nampan berisi beberapa batang bunga.
"Ini. . .?"
Hanabi memperhatikan bunga yang ada di depannya dengan seksama. Setelah itu, dia melihat ke arah Sasuke dengan tatapan yang menanyakan apakah pemuda itu mempunyai pikiran yang sama.
"Kukira tuan Haido ingin melihat potensi bisnis setelah perang selesai? Tapi kenapa kau menunjukan tanaman ini padaku?"
Bunga yang dihadapkan pada Hanabi adalah tanaman yang sering dipakai oleh kalangan militer sebagai salah satu bagian dari material untuk melakukan pertolongan pertama. Bunga itu punya punya efek untuk menghilangkan rasa sakit dan memberikan perasaan seperti seseorang mendapatkan suntikan energi dan keberanian.
"Aku tidak punya niat untuk menjualnya ke kalangan militer"
"Lalu?"
"Jadi kau belum tahu tuan putri?"
"Tahu apa?"
"Jika kau memprosesnya dengan cara lain, benda ini bisa membuat seseorang merasa bahagia"
". . . . ."
Mendengar hal itu, wajah Hanabi yang sebelumnya dipenuhi rasa ingin tahu berubah menjadi dipenuhi dengan ekspresi jijik.
"Aku akan menganggap kalau pembicaraan ini tidak pernah terjadi"
"Apa tuan putri takut? Jangan khawatir barang ini tidak ilegal di Konoha"
"Maksud tuan Haido 'belum' kan?"
"Masalah itu mudah"
Jika Hidan bisa naik tahta, dapat dipastikan kalau Haidolah yang akan punya paling banyak kekuatan. Jadi bukan tidak mungkin kalau dia bisa melegalkan produknya di masa depan. Hanya saja, masalah yang Hanabi punya dengan rencana bisnisnya itu bukanlah tentang apakah hal itu legal atau tidak. Tapi pengaruh dari barang itu terhadap Konoha.
Setelah perang berakhir, tidak diragukan lagi akan ada banyak orang yang merasa depresi. Jika mereka bisa mendapatkan obat untuk membuat mereka merasa bahagia tanpa harus benar-benar menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Hanabi bisa membayangkan akan ada yang tertarik untuk memilih kabur dari masalah, dan jumlah mereka dia tidak yakin akan hanya sedikit.
Dan sebab akan ada banyak orang yang fokus untuk kabur, masalah yang sebenarnya perlu jadi perhatian akan ditinggalkan begitu saja. Membuat Konoha, bukannya pulih dari bencana malah semakin terpuruk ke jurang kemalangan.
"Menjual benda semacam ini hanya akan membuat banyak orang sengsara"
"Memangnya kenapa? Siapa yang peduli dengan nasib orang-orang biasa? Mereka memang ada untuk orang-orang pilihan seperti kita"
"Jadi begitu"
Hanabi mencoba untuk memasang senyum profesionalnya lagi, tapi kali ini dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melihat dan bicara dengan tatapan dan suara dingin pada Haido.
". . . Jadi? Bagaimana tuan putri?"
Haido sempat terkejut dengan seberapa dinginnya suara Hanabi. Tapi dia tetap melanjutkan pembicaraan sebab dia membutuhkan bantuan finansial dari Hanabi untuk bisa memulai usahanya. Usaha jahanamnya. Oleh sebab itulah dia tidak menyadari kalau dia baru saja menginjak sebuah ranjau.
"Maafkan sekali tuan Haido, sepertinya negosiasi kita harus berakhri di sini"
Haido tidak tahu kalau Hanabi dibesarkan sebagai orang biasa. Dia tidak tahu kalau gadis kecil itu tidak punya sentimen yang sama sepertinya. Anggapan kalau rakyat biasa ada hanya untuk memuaskan kebutuhan para bangsawan adalah sebuah hal yang sudah diterima di komunitas sosial negara itu layaknya sebuah norma. Karena itulah Haido mengira kalau Hanabi sama dengannya.
"Maksudmu tuan putri?"
"Maksudku. . ."
Sasuke mendekati Hanabi dan mengulurkan tangannya. Lalu, Hanabi menarik nafas dalam, kemudian dengan penuh determinasi. Hanabi meraih tangan Sasuke lalu berdiri dari kursinya lalu mulai berjalan keluar dari ruangan itu. Berjalan sambil bilang. . .
"Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi. . .tuan Haido"
Bahkan tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.
Dengan begitu, negosiasi kedua Hanabipun berakhir dengan sebuah kegagalan.
Lagi.
3
Setelah bertingkah seburuk tadi, normalnya seseorang tidak akan bisa pergi begitu saja dari kediaman seseorang seperti Haido. Semua orang termasuk tuan putri seperti Hanabi. Hanya saja sepertinya Haido terlalu terkejut dengan reaksi Hanabi sampai dia tidak tahu harus melakukan apa sampai keduanya naik kereta kuda dan pergi meninggalkannya.
Sebuah hal yang Sasuke sangat syukuri karena dia tidak harus menghajar siapapun.
"Apa tidak apa-apa kau melakukan hal semacam itu ditempat Haido?"
"Tentu saja apa-apa"
Berdasarkan pengalamannya, orang seperti Haido pasti akan menyimpan dendam pada orang yang tidak memberi mereka rasa hormat yang mereka pikir pantas untuk mereka dapatkan. Jadi Hanabi yakin kalau orang tua itu akan jadi musuhnya dan pasti akan berusaha membuat kehidupannya jadi sulit dimam depan yang tidak terlalu jauh.
"Lalu kenapa kau melakukannya?"
"Maafkan aku"
"Jadi yang tadi cuma karena emosimu?"
Hanabi memalingkan pandangannya lalu bilang…
" Maafkan aku"
"Hahh...aku paham apa yang kau rasakan, tapi bukankah kau yang punya bagian jadi karakter yang tenang dan pintar?"
"Aku tidak merasa pernah ikut audisi untuk jadi karakter seperti itu, tapi, maafkan aku"
Di saat yang sudah sulit seperti ini, menambah musuh memang bukan sesuatu yang siapapun butuhkan. Karena itulah dia paham kenapa sasuke, yang biasanya punya bagian untuk jadi karakter pemberani dan ceroboh bahkan sampai heran kenapa Hanabi sampai bertingkah seperti tadi. Kalau pemuda itu paham situasi mereka, tidak mungkin Hanabi sampai tidak menyadarinya.
"Sepertinya aku lebih stress dari yang kukira"
Dia mengira kalau perasaannya yang kacau hasil dari pembicaraannya tadi malam sudah berhasil dia atasi, tapi sepertinya dia sudah terlalu optimis. Rasa takutnya terhadap ancaman Nagato dan kekhawatirannya akan kemungkinan kalau usahanya untuk mencari penggantinya berakhir dengan kegagalan benar-benar membuat hatinya terasa berat.
"Hanabi?"
"Maafkan aku..."
Kali ini, Hanabi memutuskan untuk mengalihkan pandangannya ke bawah. Dia menunduk sambil memasang wajah yang ekspresinya terlihat layaknya seseorang yang terlilit hutang.
"..."
Sasuke melihat ke arah Hanabi yang duduk di seberangnya. Saat ini, yang berhasil dia temukan bukanlah tuan putri dari sebuah negara besar, pengusaha yang punya banyak pengaruh, maupun seseorang yang sudah punya pengalaman melawan takdir seorang gadis kecil lemah yang punya terlalu banyak tanggung jawab. Gadis kecil yang kelihatannya baru saja diberi tugas mustahil oleh orang tuanya.
Salah, dalam kasusnya dia bukan hanya "kelihatan" diberi tugas mustahil. Tapi dia memang punya tugas mustahil yang harus dia lakukan. Meski yang memberikannya bukanlah orang lain, melainkan dirinya sendiri.
"Sasuke…"
Sasuke memindahkan posisi duduknya jadi di samping Hanabi. Setelah itu dia melingkarkan lengannya pada tubuh Hanabi kemudian memeluknya dengan erat. Lalu, dengan pelan pemuda itu mulai lebih mengeratkan pelukannya pada gadis kecil. Membuat jarak di antara tubuh mereka terus berkurang sampai akhirnya nilainya jadi nol.
". . . ."
Sasuke tidak mengatakan apa-apa, bukan karena dia tidak ingin mengatakan apapun. Tapi karena dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia bisa bilang sesuatu seperti 'jangan menyerah, berusaha keras, atau semuanya akan baik-baik saja' tapi sebab dia tahu kalau Hanabi sudah berusaha keras dan tidak punya keinginan untuk menyerah. Serta gadis itu yang paling tahu tentang keadaannya sendiri, Sasuke merasa kalau mengatakan semua hal itu akan membuat Hanabi merasa lebih buruk.
Oleh sebab itulah dia tetap diam sambil membelai rambut gadis kecil di pelukannya itu.
". . . . Mmm"
Awalnya tubuh Hanabi sempat tegang karena kaget, tapi tidak lama kemudian dia langsung relax begitu Sasuke mengeratkan pelukannya dan membelai kepalanya. Membuatnya bukan hanya pasrah menerima pelukan pemuda itu, tapi juga malah membalas balik dengan ikut melingkarkan lengannya pada tubuh pemuda itu.
Hanabi ingat kalau Sasuke pernah melakukan hal yang sama. Dulu saat dia baru dikeluarkan dari sekolah. Ketika dadanya dipenuhi rasa tegang, khawatir, dan juga gelisah. Dan hal itu berhasil membuat semua perasaan buruk itu sedikit demi sedikit meleleh sampai benar-benar menghilang. Sama seperti sekarang.
"Sasukeeee. . . ."
Dari luar, bagi orang yang tidak kenal dengan keduanya. Mungkin interaksi antara Hanabi dan Sasuke terlihat seperti dipenuhi dengan perasaan romantis, mengingat wajah keduanya sama sekali tidak mirip. Hanya saja, wajah yang Hanabi pasang sama sekali tidak menunjukan hal semacam itu.
Panggilan "Sasukeee" yang Hanabi ucapkan lebih kedengaran seperti "Papaaaa" di telinga yang mendegarnya.
Ekspresi yang ada di wajah Hanabi lebih mirip ekspresi dari seorang anak yang mengeluh ingin dimanjakan oleh ayahnya setelah mengerjakan PR sulit selama seharian. Yang secara teori, memang adalah yang sedang terjadi sebab umur mental Sasuke bahkan hampir dua kali lipat umur ayah Hanabi yang sebenarnya.
Ayah yang bahkan baru pernah dia ajak bicara beberapa hari yang lalu.
"Aku capeeeeek"
"Hm. . .aku tahu. . ."
Sasuke menangguk dan melanjutkan usapan tangannya di rambut Hanabi sambil terus memeluk tubuhnya. Tubuh yang suhunya lebih tinggi darinya dan terasa sangat hangat, tubuh semua bagiannya terasa lembut dan nyaman untuk dipeluk, lalu tubuh yang masih kecil dan membuat Sasuke sadar akan satu hal yang sering dia lupakan.
Hanabi mungkin sudah dewasa secara mental, oleh sebab itulah di mata banyak orang gadis kecil kelihatan seperti orang jenius. Tapi meski begitu, tubuh fisiknya masih hanyalah tubuh seorang gadis kecil. Dan seperti yang orang bilang, fisik mempengaruhi mental.
Hanabi bukanlah putrinya dari masa lalu, Sasuke tahu akan hal itu. Tapi dia tidak pernah bisa melihat bayangannya pada Hanabi. Karena hal itulah, setiap Hanabi menunjukan sisi kekanakannya, sisi lemahnya, dan sisi cerobohnya naluri seorang ayahnya akan muncul ke permukaan dan mulai bertindak sendiri.
Sama seperti Sasuke yang menggunakan Hanabi sebagai pengganti putrinya, Hanabi juga menggunakan Sasuke sebagai pengganti ayahnya yang dulu. Dua-duanya tahu kalau hal itu bukanlah sesuatu yang baik dan merekapun merasa sedikit bersalah terhadap satu sama lain. Hanya saja, untuk sekarang, pengganti dari seseorang dari masa lalu mereka mungkin adalah apa yang mereka butuhkan.
Keduanya ingin kembali ke istana dan beristirahat, tapi mereka masih punya hal yang perlu dikerjakan. Oleh karena itulah Sasuke menyuruh kusir dari kereta kuda mereka untuk berjalan lebih lambat supaya Hanabi bisa punya waktu untuk memperbaiki penampilannya.
Dengan lambat kereta kuda mereka berjalan menuju ke kastil yang berada di timur Ibu kota di mana Hinata, putri kedua dari Konoha berada.
Atau, begitulah rencananya. Sebab sebelum mereka sampai, keduanya menemukan pemandangan yang sama sekali mereka tidak duga akan lihat.
4
"Apa-apaan pemandangan bodoh ini?"
"Maksudmu?"
"Maksudku adalah, kenapa tuan putri Konoha ada di tanah lapang panas membagikan makanan pada orang-orang seperti mereka?"
Hanya untuk mengingatkan, orang-orang seperti Haido adalah makhluk normal di Konoha. Jadi, melihat seseorang sekelas Hinata berada di tengah kerumunan rakyat biasa adalah sesuatu yang bisa disebut keajaiban.
"Aku masih tidak paham bagian mana yang kau anggap bodoh"
Kakak perempuan pertama Hanabi sudah terkenal di Konoha sebagai seseorang yang punya pandangan unik terhadap rakyat biasa. Dia bahkan punya reputasi sebagai putri mahkota yang dicintai rakyatnya. Bukan hanya dia peduli dengan nasib orang-orang biasa, gadis itu juga aktif membantu banyak orang menggunakan uang dari sakunya sendiri. Membuat opini kalau dia itu lain daripada yang sangat kuat. Bukan hanya di antara masyarakat umum, tapi juga di kalangan bangsawan.
Oleh sebab itulah Sasuke merasa tidak ada yang salah dengan tindakan Hinata.
"Sasuke, apa kau tidak melihat sesuatu yang aneh dari kerumunan itu?"
Hal bodoh yang Hanabi maksud tentu saja bukan fakta kalau Hinata sedang menolong seseorang, tapi fakta kalau dia menemukan jika orang-orang yang ditolongnya itu terlalu aneh.
"Sesuatu yang aneh?"
"Lihat wajah umur mereka, wajah mereka, pakaian mereka, dan keadaan tubuh mereka"
Setelah mendapat detail tambahan untuk bagian mana yang Hanabi anggap bodoh. Sasuke kembali mengalihkan pandangannya pada kerumunan di luar kereta kuda mereka. ban kali ini, akhirnya Sasuke paham dengan apa yang gadis kecil di depannya maksud.
Orang-orang yang mengantri tidak ada yang kelihatan kelaparan, tidak ada yang kelihatan kumuh, tidak ada yang kelihatan cacat, dan tidak ada yang matanya kelihatan seperti mata ikan mati alias kehilangan harapan hidup. lalu yang terakhir, kebanyakan dari mereka punya umur antara dupan belas sampai tiga puluh tahunan.
Dengan kata lain, orang-orang dalam masa paling produktifnya.
"Kalau anak kecil kelaparan, yang salah adalah orang dewasa di sekitarnya."
Sebab memberi makan dirinya sendiri bukanlah tugasnya, bekerja bukanlah tugasnya, tapi orang tua mereka atau siapapun yang jadi wali mereka. Tugas utama mereka adalah belajar tentang dunia untuk mempersiapkan masa depannya, bukanya berusaha untuk bertahan hidup.
Tapi kalau yang kelaparan adalah orang dewasa, hal itu adalah adalah tanggung jawabnya sendiri. Jadi, dalam kamus Hanabi, orang-orang yang pantas diberikan bantuan langsung hanyalah anak kecil yang belum bisa bekerja sendiri dan seseorang yang secara fisik memang tidak bisa bekerja untuk dirinya sendiri. Sisanya?
Sisanya tentu saja harus memikirkan nasibnya masing-masing.
Oleh sebab itulah Hanabi menganggap pemandangan yang dia lihat sekarang itu bodoh. Pemandangan di mana orang-orang yang masih muda, kuat, sehat, dan juga mampu bekerja mengantri makanan dengan tidak tahu malunya. Orang-orang yang kelayakannya untuk mendapatkan bantuan sangat-sangat perlu dipertanyakan.
"Sasuke, kita turun disini"
"Hmmm..."
Sasuke mengangguk lalu memberi tanda pad kusir untuk berhenti. Lalu, begitu mereka mendapatkan tempat parkir, Sasuke langsung membantu Hanabi turun.
Dengan buru-buru.
Layaknya pelanggan yang ingin komplain pada manager di tempat dia mendapatkan makanan kadaluarsa. Gadis itu, untuk kedua kalinya bertingkah layaknya bangsawan Konoha yang sesungguhnya. Dia menuntut untuk bertemu Hinata tanpa mempedulikan omongan petugas yang ada di sana, dia memaksa masuk ke area staff tanpa mempedulikan aturan yang bilang kalau dia tidak diperbolehkan kesana, dia juga memberikan ancaman ketika ada yang menasehatinya untuk melihat waktu dan situasi.
Membuat semua orang akhirnya merasa tidak tahan dan memanggil bos mereka, Hinata untuk datang dan membuat Hanabi sadar siapa bosnya.
"Aku menuntut penjelasan"
"Hah..."
Atau, begitulah rancanannya. Hanya saja, begitu Hinata datang Hanabi malah bertingkah lebih keterlaluan lagi. Begitu Hinata ada di depannya dia langsung menodong kakak perempuannya itu dengan pertanyaan di atas?
"Penjelasan apa?"
"Kenapa kau memberikan mereka makanan gratis?"
"Karena aku ingin menolong mereka"
"Kenapa kau harus menolong mereka?"
"Kenapa? tentu saja karena mereka butuh pertolo..."
"Ok, stop!"
Sejak datang kesana, Hanabi sudah bertingkah agak keterlaluan. Sasuke sendiri tidak akan ragu untuk mengakuinya. Hanya saja kali ini dia memutuskan untuk menutup mata akan hal itu. Meski memang ada bagiannya, tapi tingkah Hanabi kali ini bukan murni karena perasaannya semata. Dia bertingkah seperti itu agar dia bisa mendapatkan perhatian Hinata dengan cepat, mengganggu operasi kemanusiaan Hinata yang dia anggap bodoh sambil berharap acara itu dibuat akan sekalian, lalu yang terakhir tentu saja untuk menunjukan kemarahannya.
"Mmmmmmnnggg. . ."
Hanabi sadar kalau dia pantas untuk menerima kemarahan Hinata sebab dia sadar kalau perbuatannya itu memang menjengkelkan. Dia bahkan sudah bersiap menyuruh Sasuke untuk melumpuhkan penjaga Hinata kalau-kalau tuan putri Konoha kedua itu memutuskan untuk mengusir mereka dengan paksa.
"… Memangnya apa masalahmu? datang seenaknya lulu bertingkah seperti itu?"
Hanya saja tidak seperti yang dia duga. Untuk suatu alasan Hinata hanya mengerang, memasang wajah super kesal, lalu meneriaki mereka dengan wajah yang dibuat-buat mengintimidasi.
"M-m-maafkan aku"
Saking kagetnya, Hanabi secara reflex langsung minta maaf.
Setelah dia itu dia melihat ke arah pengawal-pengawal Hinata dengan wajah penuh tanda tanya. Yang untuk suatu alasan, hanya dibalas dengan semua orang mengalihkan pandangannya ke arah lain. Selain itu, dia baru sadar kalau sedari tadi orang-orang yang ada di tempat itu mulai menghilang tanpa suara.
"Apa kau benar-benar Hinata?"
"Pertanyaan macam apa itu?"
Hanabi sudah sering mendengar kalau Hinata adalah seseorang yang penuh kharisma, bertingkah dengan keanggunan, dan punya hati penuh toleransi seluas lautan. Karena itulah dia sempat meragukan informasi dari matanya yang mengatakan kalau gadis yang menunjukan semua emosinya di wajahnya itu adalah gadis yang sama yang dia lihat dalam pesta di istana beberapa hari yang lalu.
"Kau kelihatan lain dari yang kudengar"
"Kukira dengan memperlihatkan diriku yang sebenarnya aku akan mendapatkan nilai plus?"
"Jadi kau tahu kenapa aku mencarimu kak Hinata"
"Tentu saja, semua orang sedang membicarakan siapa yang akan jadi partnermu"
Sama seperti fraksi yang lain, fraksi Hinata juga punya banyak telinga di banyak tempat. Oleh sebab itulah dia tahu kalau Hanabi tidak punya keinginan untuk menguasai Konoha di muka umum dan memilih untuk menjadi seseorang yang bermain di belakang layar. Dia juga tahu kalau kakak laki-lakinya mencoba menarik Hanabi ke fraksinya dan gagal dalam usahanya.
Hanabi bisa dibilang adalah kuda hitam dalam perebutan tahta kali ini, oleh sebab itulah afiliasinya punya pengaruh sangat besar terhadap kesempatan seorang calon untuk bisa berhasil atau tidak dalam mengambil tahta. Yang mengawasi pergerakannya bukan hanya para kontestan dalam pertandingan itu, tapi juga para bangsawan yang perlu menimbang-nimbang ke mana mereka harus bersarang nantinya.
"Kalau kau repot-repot menemuiku, itu berarti negosiasimu dengan fraksi Hidan juga gagal"
Ayah mereka bilang kalau Hinata itu terlalu naif, tapi fakta kalau dia masih repot-repot untuk mengawasi pergerakan lawan-lawannya menunjukan kalau kenaifannya itu bukan bersumber dari pikirannya yang tidak kompeten. Seseorang bisa punya banyak pengetahuan, tapi orang yang tidak kompeten hanya akan menyia-nyiakan pengetahuan mereka. Membuat mereka terlihat bodoh.
"Kalau kak Hinata sudah tahu keadaannya berarti semuanya jadi lebih simple"
"Jadi, apa kau ingin masuk ke fraksiku?"
"Sebelum itu aku ingin tanya sesuatu"
"Tanya apa?"
"Kegiatanmu yang di luar tadi, apa itu ada hubungannya dengan mencari 'nilai plus' yang kau bicarakan tadi?"
"Tidak juga, pertemuan kita di sini hanya kebetulan, dan aku melakukan hal itu secara rutin"
Tanpa ragu, Hinata mengatakan hal di atas. Berpikir kalau hal itu adalah sesuatu yang bisa dia banggakan dan menambah impresi baiknya terhadap Hanabi. Hanya saja reaksi yang Hanabi adalah menempelkan kedua telapak tangannya ke wajahnya, lalu menariknya ke bawah sambil mengeluarkan suara. . .
"Aaaagghhh. . . . ."
"Eh? Apa-apaan reaksi itu? Kukira kau orang yang sama sepertiku?"
"Tolong jangan samakan aku denganmu!"
"Apa kau baru saja menghinaku? Memangnya apa yang salah denganku?"
"Yang salah adalah kau tidak sadar bagian mana yang salah"
"Apa kau ternyata orang yang seperti itu? Orang yang tidak peduli pada rakyat bi. . ."
"Bukan itu bodoh!"
"Ka-kau bilang apa?"
"Bukan itu bodoh!"
"Ka-kau berani bilang kalau aku ini bodoh?"
Ketika Hanabi dan Nagato beradu argumen, suasana yang tercipta dari adu kata mereka adalah ketegangan dan sensasi berat di udara. Tapi ketika Hanabi dan Hinata yang beradu argumen, atau dalam kasus ini. Bertengkar, atmosfir yang tercipta diantara mereka adalah atmosfir dimana sepasang saudara yang sedang memperdebatkan hal tidak penting.
"Dengarkan aku kak Hinata, kau tidak perlu membantu orang-orang itu!"
"Tapi mereka…"
"Mereka apa? tidak punya uang?"
"Mereka tidak punya...uang"
"Kalau begitu suruh mereka menyapu jalan, membersihkan selokan atau mengumpulkan kayu bakar, atau pekerjaan umum apapun yang bisa kau pikirkan"
"Kau ingin aku memanfaatkan kesulitan mereka?"
"Bukan memanfaatkan tapi membantu mereka memiliki pekerjaan"
Memberi makan orang yang kelaparan mungkin kelihatan baik, tapi kalau yang kau lakukan untuk membantu mereka hanya itu saja. Kau tidak benar-benar menolong mereka, tapi kau hanya membuat dirimu merasa kalau kau sudah menolong mereka.
"Jadi kau bilang kalau aku hanya memuaskan egoku sendiri?"
"Sengaja atau tidak, hal itulah yang terjadi "
"..."
Keduanya diam dan memandang mata satu sama lain. Hinata mencoba membaca perasaan Hanabi saat mengatakan hal tadi, dan Hanabi sendiri mencoba melihat reaksi malam apa yang Hinata tunjukan setelah mendengar opini blak-blakannya yang sama sekali tidak bisa dibilang positif.
Setelah beberapa saat berlalu, Hinata menarik nafas dan melemaskan badannya kemudian bilang….
"Huh...jadi kau serius saat mengatakannya"
"Sangat serius!"
Hinata kembali menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat ke arah Hanabi dengan wajah serius.
"Jelaskan apa yang salah dengan caraku untuk menolong orang-orang itu"
Bagi Hanabi, cara paling efektif untuk menolong seseorang yang kelaparan adalah dengan mengajarinya mencari makan sendiri. Mengingat dia tidak punya kemampuan untuk memberikan bantuan secara langsung. Tapi bagi orang-orang seperti Hinata yang punya sumber daya yang mumpuni, cara paling efektif untuk menolong adalah memberikan apa yang seseorang butuhkan secara langsung.
Tapi memberikan seseorang apa yang dia inginkan tidak selalu jadi solusi paling baik untuk semua orang. Salah, memberikan seseorang apa yang mereka tanpa orang yang dimaksud harus melakukan apa-apa malah hanya akan memberikan manusia itu pelajaran yang salah.
"Dari semua orang yang sudah kak Hinata beri makan, ada berapa banyak yang datang dan datang lagi untuk mendapatkan jatah?"
"Kurasa cukup banyak"
"Di situlah masalah utamanya"
Memberikan mereka makanan harusnya hanyalah sebuah tindakan emergency. Hal yang diberikan sampai seseorang bisa bekerja, mendapatkan uang dan akhirnya mencari makanannya sendiri. Tapi kenyataan kalau ada banyak yang terus datang ke tempat Hinata adalah bukti kalau bantuannya malah membuat seseorang merasa kalau pertama. Mereka berpikir kalau mereka tidak perlu berusaha sendiri untuk mencari makan, dengan kata lain perlu bekerja.
"Atau kedua, mereka berpikir kalau mereka bisa bergantung pada bantuanmu dan tidak berusaha sekeras mungkin untuk jadi orang yang tidak miskin"
Dengan kata lain, membuang motivasi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
"Kak Hinata tidak punya niat untuk terus memberi mereka makan sampai kau tua kan? Sekarang bayangkan apa yang akan terjadi pada parasi. . .orang-orang itu kalau kau tiba-tiba berhenti membawakan mereka makanan gratis!"
". . . ."
Hinata tidak mengatakan apapun. Tapi meski begitu dia tahu kalau kemungkinan, orang-orang tadi nasibnya kemungkinan besar akan jadi semakin buruk. Orang yang tidak mau maju karena merasa bisa mengandalkan bantuan Hinata akan jadi semakin miskin karena dia biaya hidupnya bertambah. Sedangkan orang yang tidak mau bekerja, mereka bisa mati kelaparan atau beralih profesi jadi kriminal.
"Jadi, apa aku tidak boleh menolong orang lain?"
"Aku tidak bilang kau tidak boleh menolong orang lain, tapi jika kau ingin memotong seseorang tolonglah orang yang tepat!"
"Orang yang tepat?"
"Dan jangan lupa, dengan cara yang tepat"
"Biar kak Hinata lebih cepat paham, bagaimana kalau aku tunjukan bagaimana rupa dari orang-orang yang benar-benar butuh pertolongan"
Salah, bukan orang-orang yang butuh pertolongan. Tapi orang-orang yang bahkan tidak bisa minta tolong padstal apun, orang-orang yang keberadaannya dianggap sebagai sampah oleh dunia.
"Huff….baiklah, bawa aku ke tempat itu!"
Hanabi harusnya lebih fokus mengurusi masalah negosiasinya dengan Hanabi, tapi setelah melihat betapa seriusnya kakak perempuannya itu memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa membantu rakyatnya. Hanabi yakin kalau kali ini, dia tidak perlu buru-buru.
Sore itu, Hanabi membawa rombongan Hinata menuju salah salah satu pemukiman kumuh di ibukota negara itu. Dan sore itu pula, Hinata akhirnya bisa melihat orang-orang yang jauh lebih pantas untuk menerima bantuannya.
Anak kecil yang sangat kurus samapi tubuhnya kelihatan seperti hanya terdiri dari kulit dan tulang. Seorang pria penuh perban yang lengan dan kaki kanannya tidak ada lagi, seorang kakek tua kumuh dengan wajah lelah yang kelihatannya tidak akan bisa bangun lagi kalau-kalau dia sampai ketiduran, seorang pria paruh baya yang terus memandang langit dengan mata kosong, dan wanita yang wajahnya seperti tengkorak karena kulitnya banyak yang mengelupas.
"Ughee…"
Begitu Hinata masuk lebih dalam ke lingkungan pemukiman kumuh yang dikunjunginya. Tuan putri pertama negara bernama Konoha itu langsung disambut dengan pemandangan dan bau yang membuatnya langsung ingin muntah.
"Apa kau tidak apa-apa kak Hinata?"
"Aku merasa sangat buruk"
Apa yang dia lihat dan apa yang dia cium di udara memang membuatnya merasa buruk, tapi yang membuatnya merasa paling buruk adalah kenyataan kalau da tidak tahu kalau tempat dan orang-orang seperti yang sekarang dilihatnya itu ada sama sekali. Dia tahu kalau hidupnya itu lumayan dibatasi, tapi dia tidak pernah sadar kalau apa yang dia bisa pandang sudn dipilih-pilih dengan cermatnya sampai dia tidak bisa melihat sesuatu yang siapapun orangnya. Dianggap terlalu kotor untuk matanya.
"Aku tidak menyangka mereka menyembunyikan hal sebesar ini dariku"
Yang Hinata maksud dengan "mereka" adalah orang-orang dari fraksinya yang kebanyakan sudah mengenalnya dari saat dia masih sangat muda. Dari saat dia masih belum tahu apa-apa dan mudah diatur kehidupannya.
"Dan aku yakin kalau mereka masih menyembunyikan lebih banyak hal dariku"
Hanabi menanyakan apakah kakak perempuannya itu ingin kembali, tapi gadis itu malah meminta kereta kuda mereka untuk berhenti dan turun dari dalamnya lalu mulai mencoba pada orang-orang yang dia lihat.
Yang tentu saja tidak ada hasilnya.
Setelah ditolak mentah-mentah keberadaanya, Hanabi memaksa rombongan mereka keluar dari daerah itu dan beristirahat di sebuah pasar kecil di dekat pintu gerbang utama menuju ke ibu kota.
"Kak Hinata, sekarang kau bisa melihat sendiri bagaimana rakyat Konoha melihat pemimpinnya kan? "
Ketika Hinata mengikuti Hanabi ke daerah kumuh yang bahkan dia baru tahu keberadaannya itu. Dia sudah menyiapkan diri untuk menerima cacian dari penghuninya mengingat lalau dia sudah gagal melakukan tugasnya. Dia bahkan sudah bersiap menyuruh semua pengawalnya untuk tidak melakukan hal yang berlebihan jika-jika ada orang yang punya nyali untuk menyakitinya. Tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau semua persiapannya itu sama sekali tidak ada gunannya.
"Dan jangan anggap kalau reaksi seperti itu hanya milik kalangan orang-orang seperti mereka saja"
Saat ini pun, Hinata masih dijauhi oleh orang-orang sekitarnya. Orang-orang yang bukan gelandangan dan bisa dibilang punya kehidupan yang normal. Ada pengemis yang minta sumbangan, ada yang menawarkan barang dengan penuh semangat, ada juga yang menggerutu dan komplain tentang kehidupan mereka. Tapi semua itu ditujukan pada para prajurit yang mengawal mereka.
"Aku tahu…"
Dia mengira kalau kedatangannya akan disambut dengan kebencian, kemarahan, dan juga permusuhan sebab sebagai seorang anggota keluarga kerajaan. Dia sudah membuat kehidupan mereka jadi sengsara.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya.
Yang pertama, semua orang menjauhinya layaknya seseorang yang kena penyakit menular. Ada yang menjauhinya sambil memasang wajah takut, ada yang menjauhinya sambil memasang wajah kesal, tapi kebanyakan dari mereka malah menjauhinya dengan ekspresi yang hampir tidak pernah seseorang tunjukan padanya seumur hidupnya.
Ekspresi yang menunjukan kalau keberadaannya adalah sebuah gangguan.
Lalu yang kedua adalah wajah penuh apati. Wajah yang menunjukan kalau mereka tidak menggap kalau keberadaannya di sana tidak penting. Atau lebih parah lagi, menganggap kalau bahkan dia tidak ada di tempat itu.
"Kenapa?"
"Kenapa? Tentu saja karena bagi mereka, anggota keluarga kerajaan dan para bangsawan itu pada dasarnya alien"
Mereka berani bicara pada prajurit di sekitar mereka adalah karena sebagian dari mereka adalah mantan atau sama-sama orang biasa seperti yang lain.
"Alien?"
"Gampangnya, bagi mereka orang-orang seperti Kakak dan para bangsawan lain itu seperti spesies asing! Spesies yang berbeda dengan mereka"
Dengan kata lain, orang-orang itu tidak menganggap para bangsawan ataupun anggota keluarga kerajaan sebagai sesama manusia. Posisi mereka sangat rendah sampai kebanyakan para penguasa tidak memikirkan nasib mereka sebagai sesuatu yang penting. Dan posisi para penguasa itu kelihatan sangat tinggi bagi mereka, sangat tinggi sampai mereka tidak yakin kalau keduanya bisa mengerti satu sama lain.
Hubungan orang biasa dan para penguasa di Konoha adalah seperti layaknya belalang dan semut seperti di film disney.
"Kaka Hinata, sekarang apa yang akan kau lakukan setelah melihat semua ini?"
Hinata tahu kalau membagikan makanan gratis pada orang-orang acak tidak akan punya banyak pengaruh terhadap keadaan Konoha. Tapi meski begitu, dia yakin kalau setidaknya dia bisa menolong seseorang untuk menjalani hari mereka. Tapi sayangnya, bukan hanya dia salah target dan gagal menolong orang yang benar-benar membutuhkan. Dia juga malah tanpa sadar membuat orang yang ditolongnya jadi parasit.
Sebelumnya Hinata berpikir kalau meski tidak sepenuhnya, dia tahu apa yang rakyat Konoha rasakan. Tapi hari ini dia sadar kalau pengetahuannya bukanlah apa-apa. Pengetahuan yang dia miliki tentang mereka hanya ada selevel pasir di tengah pantai. Dengan kata lain, dia sama sekali tidak tahu apa-apa.
Apa yang rakyatnya rasakan, apa yang mereka butuhkan, dan apa yang harus dia lakukan. Tidak ada satu halpun yang dia tahu.
Lalu yang terakhir, akhirnya dia juga sadar kalau reputasinya sebagai putri mahkota yang dicintai rakyatnya. Adalah hanya sebuah ilusi. Ilusi yang orang-orang sengaja buat demi mendorong popularitasnya untuk kepentingan mereka sendiri.
"Aku tidak tahu.. ."
Dia tentu saja tidak bodoh, sebagai seorang anggota keluarga kerajaan tidak ada satupun dari mereka yang diizinkan untuk jadi bodoh. Tapi ketika dia bahkan tidak tahu apa, dan seberapa dalam masalah yang harus dihadapinya. Dia tidak yakin kalau apapun yang dia coba lakukan nanti tidak akan berakhir seperti usahanya yang sebelumnya.
Tidak efektif, salah sasaran, dan juga malah memperburuk keadaan.
"Tapi kau tahu kan? Hanabi. ."
"Setidaknya aku tahu lebih banyak dari kak Hinata"
Tidak seperti Hinata, Hanabi lahir dan dibesarkan sebagai seorang orang biasa. Statusnya sebagai seorang tuan putri hampir tidak ada pengaruhnya terhadap kehidupan dan interaksinya dengan orang-orang di sekitarnya karena posisinya yang rendah. Oleh sebab itulah, dia sudah biasa mendengarkan komplain para petani dan pedagang tentang negaranya, dia sempat mengurusi mantan budak yang bahkan hak asasi manusianya dianggap tidak ada, lalu dia juga punya pengalaman bekerja dengan prajurit yang maju berperang di garis depan. Selain itu dia juga punya pengetahuan yang orang-orang di kehidupannya yang sekarang belum miliki.
"Hanya saja yang masih belum kuketahui masih lebih banyak lagi jumlahnya"
Hanabi mungkin tahu apa masalah yang dia hadapi dan apa yang harus dia lakukan untuk menyelesaikannya. Tapi pengetahuan saja tidak cukup. Dengan kemampuannya yang sekarang apa yang bisa dia lakukan masih sangat terbatas jumlahnya. Tanpa kekuatan dan kekuasaan dari mayoritas para bangsawan Konoha usahanya untuk memperbaiki negara itu pada dasarnya hanya akan jalan ditempat.
"Kak Hinata, ketika kau bilang kau ingin menolong rakyat Konoha dan menjadikan negara ini lebih baik! Kau serius kan?"
"Tentu saja!"
"Kalau begitu. . . aku akan meminjamkan kekuatanku padamu!"
Hanabi mengulurkan tangan kanannya ke arah Hinata dan bilang.
"Sebagai gantinya! Pinjamkan aku kekuatanmu!"
Posisi, koneksi, dan reputasi. Kakak perempuannya punya semua hal yang Hanabi butuhkan untuk membalikan peta kekuatan perebutan tahta. Jika dia bisa mengarahkan semua senjata itu pada target yang tepat, mereka bisa mendapatkan dukungan dari rakyat menengah ke bawah tapi juga menengah ke atas. Dengan begitu, rencana Hanabi untuk memperbaiki Konoha tanpa harus jadi ratu dan mengorbankan kebebasannya punya kesempatan sangat besar untuk bisa terkabul.
Selain itu Kakaknya juga punya simpati dan empati pada rakyatnya yang murni, bukannya sekedar kedok maupun dan tindakan yang didasari dari kalkulasi. Jadi Hanabi yakin kalau di masa depan, kakaknya itu tidak akan tiba-tiba berubah jadi diktator kejam yang gila harta dan kekuasaan. Kemudian, karisma yang dia miliki juga akan sangat berguna untuk merekrut orang-orang yang punya pikiran yang sama dengannya. Membuat kekuatannya hanya akan jadi semakin solid semakin lama dia memimpin.
"Dengan senang hati"
Ada banyak orang yang mendukunya untuk jadi ratu Konoha. Dan ada banyak orang juga yang kelihatannya mendukung usahanya untuk memperbaiki kehidupan rakyat Konoha secara keseluruhan. Tapi meski begitu, dia merasa kalau banyak orang-orang yang ada di sekitarnya hanya mendukungnya dengan setengah-setengah. Bukan hanya itu, bahkan dari mereka yang menganggap kalau tujuan utamanya itu hanyalah sesuatu yang sia-sia dan tidak berguna.
Seorang bangaswan adalah orang pilihan dan rakyat biasa hanya ada untuk mereka gunakan layaknya alat.
Meski tidak ada orang yang mengatakannya secara blak-blakan di faksinya. Tapi dia tahu, kalau di dalam hati. Sebagian besar anggota pendukungnya masih punya pandangan yang tidak jauh kurang lebih pada dasarnya sama. Membuat mereka, entah itu secara sadar atau tidak sadar enggan untuk memberinya bantuan di luar keperluannya untuk memenangkan perebutan tahta.
Oleh karena itulah, begitu dia bertemu dengan Hanabi dia merasa kalau akhirnya dia menemukan seorang partner yang sesungguhnya. Bukan hanya hanya gadis kecil itu punya pandangan yang mirip dengannya, dia juga serius dalam usahanya untuk membuat kehidupan rakyatnya jadi lebih baik. Apalagi gadis kecil itu bukan hanya punya niat, tapi bakat, pengetahuan, dan kekuatan untuk mewujudkan keinginannya.
"Dengan ini, mulai hari ini kita adalah teman seperjuangan"
Hinata menangkap telapak tangan Hanabi dan keduanyapun berjabat tangan dengan erat.
Hinata memasang senyum cerah, dari hati yang paling dalam dia merasa kalau dia baru saja menemukan seseorang yang mengerti dirinya. Seseorang yang bisa dia andalkan untuk melindungi punggungnya dari belakang.
Hanabi juga tersenyum cerah, dari hati yang paling dalam dia merasa kalau dia baru saja menemukan perisai yang bisa melindunginya dari hal-hal merepotkan yang harus dia hadapi di masa depan.
Ya, hal yang paling membuat Hanabi bahagia adalah fakta kalau dia sekarang akan bisa melemparkan semua pekerjaan merepotkannya pada Hinata. Dia merasa sangat bahagia sebab sekarang dia punya seseorang yang bisa jadi kambing hitamnya dalam mewujudkan keinginan utamanya.
Keinginan utamanya yang tentu saja bukan memperbaiki negaranya, memakmurkan rakyatnya, ataupun mengubah pandangan orang-orang di sekitarnya. Semua hal itu memang penting, tapi mereka semua hanyalah jalan, atau caranya untuk mendapatkan keinginannya yang sesungguhnya.
Keinginannya untuk bebas dari ikatannya dengan Konoha dan mendapatkan kehidupan bahagianya bersama Haruki.
"Bersiaplah kak Hinata!"
"Ha?"
Di mata Hinata, mungki Hanabi kelihatan seperti seorang gadis baik yang ingin menolong orang lain tanpa pamrih. Gadis yang punya hati emas dan peduli dengan semua orang yang ada di sekitarnya. Dan juga gadis yang punya jiwa penuh kasih sayang layaknya malaikat.
Jika Hinata sedikit saja melakukan penyelidikan terhadap bagaimana Hanabi bisa sampai pada posisinya yang sekarang. Dia akan tahu kalau semua image yang ada di kepalanya tentang Hanabi itu sebenarnya lumayan jauh dari kenyataan. Kebaikan saja tidak akan bisa membuatnya mengalahkan memenangkan konflik dengan seorang veteran militer, mendapatkan posisi di serikat, ataupun membuat usahanya yang kecil bisa jadi besar dalam waktu yang sangat singkat.
"Aku yakin kalau nanti kau akan jadi sangat sibuk! Jadi bersiaplah"
Sebab jumlah kenalannya yang sedikit, Hanabi dulunya punya tendensi untuk melakukan banyak hal sendiri. Tapi entah itu baik atau buruk, Haruki berhasil mempengaruhi cara berpikir Hanabi.
Jika kau tidak bisa melakukan sesuatu biarkan orang lain yang melakukannya. Jika kau gagal melakukan sesuatu tinggal ganti caranya. Lalu, jika ada yang bisa dimanfaatkan. Gunakan hal itu sebaik-baiknya.
Dan dalam kasus ini. Hanabi tidak akan ragu untuk memanfaatkan keberadaan Hinata sebaik-baiknya.
"Untuk suatu alasan tiba-tiba aku merasakan firasat buruk"
Hanbi kembali tersenyum pada Hinata, tapi kali ini senyumannya agak membuatnya merinding.
Mulai hari itu, perang diplomatik Hanabi untuk menyatukan Konoha menggunakan Hinata sebagai senjatanyapun dimulai.
Thanks bagi kalian-kalian yang masih mampir ke sini. Rasanya udah lama banget hiatus sampe ragu apa masih bisa nulis apa nggak. Mungkin karena udah tua (geh. . .), mungkin karena stress di suasana pandemi, ato mungkin kebanyakan ngabisin libur buat main uncharted.
Sekali lagi, thanks bagi yang masih mau mampir.
