Pertama, author mau minta maaf udah gak keliatan selama lebih dari setaun.
Kedua, author mau berterima kasih sebab setelah ngecek. Ternyata masih ada aja orang yang dateng buat baca cerita ini. 100-an orang masih ranjin mampir.
Lalu yang terakhir, author merasa punya utang pada kalian. Jadi, sebelum akhir taun setidaknya uthor bakal namatin arc ini.


Disclaimer : Masasshi Kishimoto


1

Ada seorang gadis cantik sedang duduk di dalam ruangannya. Sinar matahari pagi menyentuh rambutnya yang berkilau, membuat penampilan gadis yang sudah cantik itu bukan hanya menawan tapi bahkan sudah ke level menakjubkan. Sama sekali tidak berlebihan kalau ada yang bilang jika dia adalah gadis paling cantik sedunia.

Sayangnya, kecantikannya harus diberi beberapa nilai minus sebab pertama. Matanya kelihatan seperti mata ikan mati, wajahnya kelihatan pucat layaknya orang yang tidak tidur selama berhari-hari, lalu yang terakhir. Ekspresi yang dia pasang persis seperti orang yang sudah menyerah menjalani hidup dan ingin mati saja.

Siapakah gadis malang itu?

"Ya, gadis itu adalah aku, Elain…Uhuk!. Hanabi!"

Yang tentu saja bukan seorang penyihir yang sedang melakukan perjalanan tanpa tujuan jelas sebagai hobi. Melainkan seorang tuan putri tidak berdaya, yang sampai empat bulan yang lalu hidup layaknya orang biasa. Tidak punya tanggung jawab untuk mengurus nasib banyak orang, tidak harus memikirkan masalah politik, dan bisa melakukan bisnis tanpa khawatir diawasi layaknya kriminal.

Mari kita lupakan kalau orang biasa harusnya tidak masuk sekolah militer di negara asing untuk jadi sandera politik, ikut dalam perang, dan membangun perusahaan miliknya sendiri.

"Ahh…. kapan aku bisa tidur? aku ingin istirahat, aku lapar"

"Sebelum, aku ingin menanyakan sesuatu dulu"

Hanabi tentu saja tidak menyatakan apa yang dia ucapkan tadi dengan maksud agar seseorang mendengarnya. Akan gawat kalau seseorang mendengar keluhannya, bisa saja dia akan dipaksa untuk istirahat sebelum pekerjaannya selesai. Membuat jadwal dari proyeknya harus dihitung ulang. Sesuatu yang ujung-ujungnya hanya akan menambah hal yang perlu dia kerjakan.

Untung saja yang mendengarnya adalah Hinata, tuan putri pertama Konoha yang saat ini menjabat sebagai asistennya. Sepertinya, sebab dan juga sering melakukan lembur gratis. Gadis itu paham kalau ada saat-saat dimana kau tidak punya pilihan kecuali memaksakan diri. persis seperti yang sedang Hanabi lakukan sekarang.

"Apa?..."

"Apa-apaan monologmu tadi?"

"Eh? Jangan bilang kalau aku.."

"Mengucapkan isi pikiranmu? ya!…. dengan jelas"

"Ahahaha…"

"Aku tidak menyangka kalau adik perempuanku yang ini ternyata sangat narsistik"

Dua bulan sudah berlalu sejak Hanabi berhasil memasukan Hinataa ke dalam timnya.

Koreksi, sudah dua bulan sejak Hanabi masuk dalam tim sukses Hinata dengan maksud, bukan hanya untuk melemparkan tanggung jawabnya menjadi ratu Konoha. Tapi juga melimpahkan sebagian pekerjaanya pada kakak perempuan beda ibunya itu. Hanya saja, yang terjadi malah sebaliknya. Bukannya berkurang, pekerjaannya malah bertambah banyak. Membuatnya akhirnya sadar kalau sepertinya dia sudah meremehkan kharisma gadis yang baru saja menyebutnya narsistik itu.

"Mau bagaimana lagi? aku memang cantik"

Dalam dua minggu itu, hubungan keduanya sudah berubah dari sekedar pemimpin dan pengikutnya menjadi benar-benar sepasang saudara. Karena itulah Hanabi bisa memanggil tuan putri pertama Konoha itu dengan panggilan akrab dan bukannya posisi atau nama penuhnya. Bukan hanya itu, dia juga sudah tidak segan mengatakan hal-hal ngawur pada kakaknya itu.

"Ugh. . . ."

Meski merasa agak kesal dengan kenarsisan Hanabi, Hinata sama sekali tidak bisa menyangkal kata-kata yang gadis kecil di depannya ucapkan. Sebab dilihat dari manapun, Hanabi memang cantik. Meski sekarang mungkin kesan yang diberikannya lebih ke arah imut-imut, tapi dalam tiga atau empat tahun lagi bisa dipastikan kalau dia akan punya daya tarik yang tidak bisa ditahan oleh siapapun.

"Jadi ada urusan apa kak Hinata kesini?"

Sebab Hanabi sendiri merasa malu dengan apa yang baru dia katakan tadi, dia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan.

"Kanpu ingin bicara denganmu, dia ingin jaminan dari kita berdua."

Kanpu adalah walikota dari daerah tempat mereka berada. Ya, saat ini Hinata dan Hanabi sedang tidak berada di Konoha. Sekarang, mereka sedang berada di sebuah kota kecil bernama Shukuba yang jaraknya satu hari setengah hari perjalanan dari teritorinya via teritori Gerulf.

"Pagi-pagi begini? dia mau bicara apa lagi memangnya?

"Gampangnya, dia ingin mendengar kalau semuanya akan baik-baik saja"

"Kalau begitu beritahu dia kalau semuanya akan baik-baik saja!"

Hanabi tahu kalau kenyataan jika Hinata ada di tempatnya menunjukan jika gadis itu sudah mencoba dan gagal. Hanya saja, bagi Hanabi yang fisik dan mentalnya benar-benar sedang kelelahan. Kabar yang dibawa kakak perempuannya itu sudah cukup untuk membuat keinginannya untuk komplain, marah pada seseorang dan melampiaskan kekesalannya meledak.

". . . . "

"A-apa. . ?"

Hanabi sempat ingin meneriaki kakaknya lagi, tapi dia menahan diri, menelan kembali kekesalannya kemudian menarik nafas panjang.

". . . . . hufff. . . .maafkan aku"

Dan minta maaf.

"Kalau hanya sesekali, aku tidak keberatan mendengar keluhanmu"

Kehidupan sibuk sama sekali bukan sesuatu yang baru bagi Hinata, sebagai seorang tuan putri dia punya banyak tugas yang perlu dia kerjakan, tanggung jawab yang perlu dia pikul, dan juga banyak hal yang perlu dia pelajari. Dan semua hal itu sering membuatnya lelah, kesal dan marah sama seperti Hanabi. Atau lebih tepatnya, Hanabi pasti jauh lebih tertekan daripada Hinata mengingat umurnya yang lebih muda darinya.

Karena itulah Hinata bisa memaafkan Hanabi dengan mudah. Daripada balik marah pada adiknya, dia malah ingin memuji Hanabi karena dia kagum pada adiknya yang sudah mampu bertahan sejauh ini.

"Ke sini, aku akan bantu kau bersiap! Minta orang lain untuk menyelesaikan sisa pekerjaanmu"

"Tapi…"

"Tidak ada tapi-tapian… kau perlu memberi anak buahmu lebih banyak tanggung jawab!"

Pekerjaan Hanabi memang banyak, tapi sebenarnya pekerjaannya tidak akan sebanyak sekarang kalau dia tidak bersikeras untuk mengambil terlalu banyak tanggung jawab. Normalnya, seorang pemimpin hanya perlu mengambil keputusan besar dan menentukan arah dari organisasinya, tapi Hanabi sering ikut membantu orang-orang di bawahnya untuk mengerjakan tugas mereka.

Revisi! terlalu sering malah.

"Kau tahu kalau memberikan mereka terlalu banyak bantuan bukan sesuatu yang bagus kan?"

"Mnh..."

Awalnya, Hinata mengira kalau Hanabi bisa melakukan apa saja. Dan mengingat semua pencapaiannya sampai saat ini, pandangan itu sama sekali bukan tanpa dasar. Tapi setelah bekerja bersama dengan adik perempuannya itu selama setengah bulan, dia menyadari kalau meski kemampuan manajemen gadis kecil itu kelas satu. Kemampuannya sebagai pemimpin masih perlu dipoles lagi.

Hal itu dibuktikan dengan situasinya saat ini, situasi dimana dia sangat sibuk sampai harus begadang. Sebuah situasi yang bisa dibilang dibuat oleh dirinya sendiri.

Di dalam sebuah organisasi, tugas pemimpin adalah menentukan kemana semua orang akan berjalan dan memutuskan hal-hal yang punya pengaruh besar terhadap organisasi itu. Dan keberadaan bawahan adalah untuk membantu seorang pemimpin mengambil keputusan dan mengurus hal-hal kecil yang lingkup pengaruhnya terbatas.

Tapi untuk suatu alasan, Hanabi yang notabene adalah bos besar berakhir membantu bawahannya mengerjakan tugas mereka.

Selama beberapa minggu ini, anak buah Hanabi hanya mengerjakan tugas mereka sebisanya lalu menyerahkan sisanya pada Hanabi untuk diselesaikan.

"Kenapa kau malah diperlakukan seperti junior mereka?"

"Tapi akan lebih efektif kalau aku yang…"

"Ok! berhenti di situ! Kau ingat siapa bosnya kan?"

Apa yang Hinata keluhkan bukanlah masalah tentang seberapa besar efisiensi yang mereka dapatkan dari keterlibatan Hanabi di dalam pekerjaan yang bahkan bukan jadi tanggung jawabnya.

"Ingat ini Hanabi!"

Satu! Kau adalah bos mereka dan mereka adalah anak buahmu.

Dua! kau membayar mereka dan mereka menerima uangmu. Mereka bukan sukarelawan.

Dan tiga! sebab mereka menerima uangmu sebagai balasannya mereka juga punya kewajiban yang harus mereka tanggung terhadapmu.

"A-a...aku paham!"

Hanabi bukanlah orang bodoh. Dia tahu kalau organisasinya punya masalah besar.

Awalnya Hanabi berniat hanya membantu anak buahnya untuk sementara selama mereka masih belum terbiasa dengan pekerjaannya. Tapi tanpa sadar, semua orang termasuk dirinya sendiri mulai menganggap kalau workflow sementara itu adalah hal yang natural.

Dan sebab selama ini mereka belum membentur masalah dikarenakan hal itu. Mereka menjadi terbiasa, hal itu menjadi kebiasaan, lalu kebiasaan itu jadi susah dihilangkan.

Situasi di sekitarnya adalah bom yang menunggu untuk meledak. Hanabi sama sekali tidak ingin membayangkan apa yang akan terjadi kalau tidak dia ada di ruangannya untuk memberi support pada semua orang.

Sebab secara literal, dia sudah jadi jantung dari organisasinya.

Bagi Hanabi yang ingin organisasinya bisa berjalan tanpa keberadaannya. Hal itu adalah sebuah masalah besar. Sangat besar malah.

Bagi orang-orang yang dekat dengannya, sudah jadi rahasia umum kalau Hanabi berencana untuk pergi dari Konoha mengikuti Naruto setelah perang berakhir. Kalau keberadaannya di dalam badan organisasinya jadi sangat vital sampai dia tidak boleh pergi, maka usahanya selama ini akan sia-sia. Mengingat kalau tujuan utamanya mendirikan organisasinya sekarang adalah memastikan kalau semua orang yang dekat dengannya tidak akan hidup susah lagi.

"Baguslah kalau begitu. . . kau paham apa yang harus kau lakukan selanjutnya kan?"

"Tapi. . . . ."

"Tapi apa?. . . ."

Ketika Hinata melihat wajah Hanabi, dia menemukan adik perempuannya itu memasang wajah penuh konflik. Membuat Hinata langsung menghela nafas.

"Kalau kau tidak bisa melakukannya, aku bisa menggantikanmu"

Apa yang Hinata implikasikan adalah agar Hanabi bertindak tegas untuk meluruskan workflow dari organisasinya. Tindakan yang di dalamnya termasuk hal seperti memberi anak buahnya peringatan, memberikan pengawasan ketat pada bawahannya lalu yang terakhir. Menyingkirkan semua orang yang tidak bisa mengikuti arahannya.

Dengan kata lain memecat seseorang.

Sebuah ide yang sama sekali Hanabi tidak ingin ambil.

Memecat atau mempertahankan seorang pekerja adalah hak dari seorang bos. Tapi dia merasa sangat risih dengan ide untuk memecat seseorang dari pekerjaannya. Sebab dia paham, kalau masalah yang mereka hadapi sekarang adalah sebagian hasil dari kesalahannya dalam mengatur semua orang.

"Maafkan aku. . . kak Hinata"

"Kenapa kau minta maaf?"

"Mmm. . . ."

Hanabi tidak mengatakannya karena dia yakin jika Hinata tahu apa yang dia bicarakan. Jika misalkan kakaknya itu benar-benar menggantikannya, maka dialah yang harus menanggung perasaan negatif dari bawahannya kalau-kalau dia terpaksa harus mengambil tindakan tegas.

"Jangan meremehkanku Hanabi!"

Hinata bukanlah orang bodoh, meski dia punya kekurangan dalam masalah rencana-merencanakan. Tapi dia sudah menerima banyak pendidikan tentang bicara dan bermain-main dengan emosi seseorang. Pendidikan yang diterima sebagai seorang putri mahkota, pengalamannya berdebat dengan para bangsawan, dan kharismanya akan membuat mayoritas lawan bicaranya hanya bisa mengiyakan semua kata-katanya.

Selain itu, secara posisi. Hinata adalah orang yang punya paling banyak kuasa. Sudah saatnya memanfaatkannya untuk mendapatkan apa yang dia mau dan bukan hanya untuk menggertak penguasa tempatnya berada sekarang.

"Sekarang aku agak khawatir. . ."

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan! Fokus saja pada tugasmu!"

Dengan begitu, Hinata mendorong Hanabi ke kamar mandi dan melepaskan pakaian mereka bersiap untuk membersihkan diri masing-masing. Menggunakan alasan kalau mereka ingin mendekatkan diri sebagai saudara, Hinata menyuruh semua pelayannya untuk membiarkan mereka sendiri.

2

Besar.

Adalah kata pertama yang terlintas di pikiran Hanabi ketika kakak perempuannya melepaskan pakaiannya.

Umur mereka tidak berbeda jauh. Hanabi yang sekarang umurnya dua belas tahun hanyalah empat tahun lebih muda dari kakak perempuannya itu, tapi perbedaan pertumbuhan mereka berdua bisa dibilang sejauh bumi dan langit.

Dibandingkan dengan Hinata, penampilan Hanabi hampir sama sekali tidak ada bedanya dengan anak kecil seperti Miina yang sekarang baru berusia sembilan tahun. Garis tubuh Hinata yang seperti gitar spanyol, dadanya yang berisi dan dipenuhi aura keibuan, perut rata dan pinggang langsingnya yang seperti dibuat oleh seniman kelas dewa, Ialu lekukan yang dibuat dari bagian pantat sampai pahanya bisa dibilang adalah definisi dari kata "sexy ".

Hanabi sama sekali tidak pernah merasa rendah diri terhadap penampilannya, sebab dia yakin kalau DNA ibunya yang ada didalam tubuhnya sudah lebih cukup untuk membuat penampilannya lumayan atraktif. Tapi kali ini dia merasa baru saja dikalahkan telak dalam masalah daya tariknya sebagai seorang wanita,

"Ada apa Hanabi?kenapa kau tiba-tiba diam begitu?"

"Tidak apa-apa, aku hanya menyesali kemisikinanku"

"Hah?..."

Meski keturunan punya pengaruh terhadap penampilan seseorang, ada satu hal lain pengaruhnya tidak kalah besarnya.

Nutrisi.

Kelihatan cantik dan punya tubuh yang bagus hanyalah salah satu tanda dari tubuh yang sehat. Tubuh yang tidak berpenyakit, yang dirawat dengan baik, dan tubuh yang mendapatkan cukup nutrisi.

Hanabi mungkin tidak pernah kelaparan saat dia masih kecil. Tapi kalau ditanya apakah makanan sehari-harinya di masa lalu itu penuh nutrisi dan seimbang, Hanabi sama sekali tidak bisa memberikan jawaban positif.

"...Hmm.."

Hinata yang merasa bingung dengan tingkah Hanabi memutuskan untuk mengikuti arah pandangan mata adik perempuannya itu mendarat. Dan begitu dia menemukan apa yang gadis kecil itu sedari tadi perhatikan, Hinata langsung membuka kedua lengannya lalu bilang…

"Jangan khawatir…"

Sambil memeluk Hanabi dari belakang.

"Kau masih dalam masa pertumbuhan..."

Ada banyak kasus dimana hormon pertumbuhan seseorang meledak dalam masa pubertasnya, dan saat hal itu terjadi. Seseorang yang kurus kering pun bisa jadi punya tubuh berisi dalam waktu yang cukup singkat. Salah satu teman Hanabi "jauh di sana" juga pernah mengalami hal yang sama.

Ketika dia baru masuk kelas tujuh, di masih kelihatan normal-normal saja. Tapi untuk suatu alasan, ketika mereka naik ke kelas delapan pertumbuhannya jadi sangat cepat. Membuatnya jadi kelihatan lebih seperti murid kelas sebelas daripada delapan.

"Aku tidak yakin…"

Kenapa?

Sebab meski ibunya itu memang cantik, tapi figurnya itu lebih ke arah . . . . mari kita bilang saja "langsing". Dan ayahnya pun juga bukan tipe orang yang punya banyak otot. Jika kau menggabungkan DNA keduanya, ada tujuh puluh lima persen kemungkinan kalau anaknya juga akan punya figur yang sama dengan mereka.

Mudahnya, harapan Hanabi untuk punya tubuh montok sekelas gitar spanyol hanya bisa dia serahkan pada keajaiban.

"Jangan kecewa begitu…! meski pertumbuhanmu berhenti sekarangpun tidak ada masalah."

Bukan hanya tidak masalah, kalau pertumbuhan Hanabi benar-benar berhenti di levelnya sekarang. Hal itu malah bisa dibilang sebuah berkah.

"Dengan begitu kau akan tetap imut selamanya."

"Jangan bercanda!"

"Aku serius..."

"Malah lebih buruk!"

Melihat reaksi marah Hanabi, Hinata hanya bisa tertawa.

Hinata pertama melihat Hanabi saat dia datang ke Istana untuk menghadiri perayaan ulang tahun Konoha beberapa bulan yang lalu. Setelah mendengar apa yang gadis itu sudah lakukan, tentu saja dia akan merasa penasaran dan ingin ngobrol dengannya. Hanya saja, sebab keadaan politik saat itu masih tidak menentu. Dia memutuskan untuk membatalkan niatnya.

Pada akhirnya Hinata hanya bisa melihat gadis kecil itu dari jauh. Melihat dari jauh sambil mengaguminya lebih tepatnya.

"Jangan menertawaiku!"

Hinata tentu saja tidak ingin kalau pertumbuhan adik perempuan nya benar-benar berhenti. Tapi misalkan Hanabi tidak bisa tumbuh sampai badannya punya figur layaknya jam pasirpun, Hinata masih yakin kalau gadis itu tidak akan punya masalah. Sebab Hinata dengan serius percaya kalau keimutan Hanabi punya kekuatan yang lebih dari cukup untuk menarik perhatian lawan jenis.

Ketika gadis itu berdiri sendirian di ruang dansa, semua orang secara literal melirik ke arahnya. Bedanya hanya hanya pada frekuensinya.

Hampir tidak ada orang yang tidak ingin memiliki seorang gadis manis yang penampilannya seperti karakter dari cerita fantasi. Jika kau ingin membandingkan penampilan Hanabi dengan sesuatu. Satu-satunya makhluk yang bisa jadi tandingannya mungkin hanya seorang peri yang tercipta dari imajinasi seseorang.

"Maaf, maaf!"

Kesempatannya untuk bertemu dengan Hanabi akhirnya datang dua minggu setelah acara istana selesai. Pertemuan pertama yang sama sekali dibilang ideal. Hanabi mendatanginya tanpa informasi dulu, begitu sampai dia langsung komplain tentang ini dan itu, sebelum akhirnya mencecarnya tentang betapa salah cara pikirnya.

Sejujurnya, meski akhirnya dia paham kenapa Hanabi melakukan semua itu. Perasaan kesalnya pada adik perempuannya itu tidak bisa dihilangkan begitu saja. Hanya saja, setelah melihat seberapa keras Hanabi bekerja. Hinata merasa kalah kalau dia tetap menyimpan rasa dendamnya pada adik perempuannya itu.

"Hmmm..."

Hinata mengeratkan pelukannya pada Hanabi, mengubur bagian belakang kepala gadis kecil itu di antara dua bukit subur di dadanya.

"Kau benar-benar im…. hmmm..?''

Tapi ketika Hinata mencoba untuk menempelkan pipinya pada pipi Hanabi, tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang mengganjal di leher adik perempuannya.

"Aku baru sadar kalau kau memakai kalung"

Hanabi meraba lehernya dan menemukan ada sebuah tali yang terbuat dari rantai kecil yang melingkar di sana.

"Ah...aku lupa melepaskannya"

"Mata kalungnya cincin?"

Ya, dari kalung yang dikenakan Hanabi adalah sebuah cincin emas kecil. Dari mana dia mendapatkannya tentu saja kau perlu tanyakan. Cincin itu adalah pemberian dari Naruto saat pemuda itu mengutarakan perasaanya pada Hanabi. Karena banyak hal, Hanabi tidak bisa menyematkannya di jarinya, oleh sebab itulah dia menjadikannya sebuah kalung yang bisa dengan mudah disembunyikan di balik pakaiannya.

"Cincin macam apa ini?"

Tentu saja Hinata tidak menanyakan tentang material pembuatnya, mengingat dari warnanya sudah jelas kalau benda itu terbuat dari emas. Yang dia ingin tahu adalah simbol macam apa yang cincin itu miliki. Desainnya sama sekali tidak kelihatan seperti sesuatu yang orang tua berikan pada anaknya.

"Ah... aku belum memberi tahu kak Hinata ya"

Hanabi melepaskan cincin di kalungnya lalu memasukannya pada jari manis di tangan kirinya.

"Cincin yang seperti ini..."

Dengan malu-malu Hanabi menyangkut telapak tangannya dan memperlihatkan bagian atasnya pada Hinata. Membuat gadis itu bisa melihat dengan jelas pada jari mana cincin milik adik perempuannya itu disematkan.

"K-k-k-kau sudah punya tunangan?

Di teritorinya, sudah hampir jadi rahasia umum kalau Hanabi sudah ada yang memiliki. Satu-satunya orang luar yang tahu hanya ayahnya saja, jadi tidak heran kalau Hinata juga tidak sadar kalau ternyata adik perempuannya juga sudah mengalahkannya dalam masalah percintaan.

"Daripada tunangan. . . kurasa kekasih lebih tepat"

"Eeee. . . . . ."

Pengakuan Hanabi jauh lebih mengejutkan dari sekedar gadis itu punya seseorang. Sebab hal itu menunjukan, kalau Hanabi sudah memutuskan untuk mencari jodohnya sendiri.

Sudah jadi pengetahuan umum kalau anggota keluarga bangsawan dan kerajaan punya hak yang sangat minim dalam menentukan jodohnya sendiri. Apalagi anggota perempuannya seperti Hinata dan Hanabi, biasanya jodoh mereka akan diatur oleh kepala keluarga mereka demi kepentingan politik. Hubungan yang mereka jalin akan punya pengaruh luas terhadap setiap anggota keluarga mereka yang lain, karena itulah dalam menentukan siapa yang nanti jadi partner mereka. Orang lain juga harus terlibat di dalamnya.

"Kau. . . tidak sedang bercanda kan Hanabi?"

"Aku serius!"

"Apa kau yakin tidak sedang ditipu seseorang?"

"Tolong jangan meremehkanku"

"Bagaimana dengan Ayah?"

"Dia sudah tahu"

"Dia tahu dan membiarkanmu begitu saja?"

"Ayah kita itu ternyata orang yang lumayan pengertian. . . . "

"Ummngghh. . . ."

Hinata merasa khawatir. Dia benar-benar merasa khawatir tentang Hanabi. Semua orang ingin punya partner yang mereka pilih sendiri karena cinta, tapi dijodohkan dengan seseorang juga bukanlah sesuatu yang buruk. Dengan membuang haknya untuk memilih, seseorang bisa mendapatkan garansi.

Garansi kalau partnermu itu adalah orang baik-baik, setidaknya berdasarkan standard orang tua mereka.

Garansi kalau kehidupannya tidak akan sengsara, setidaknya secara finansial sebab tidak ada orang yang ingin menjalin hubungan politik dengan keluarga lemah atau miskin

Lalu garansi kalau dia tidak akan dibuang begitu saja saat partnernya sudah bosan.

"Jangan melihatku dengan tatapan seperti itu"

"Hah…"

"Jadi kak Hinata tidak menyadarinya ya…."

Saat ini Hinata sedang melihat Hanabi dengan tatapan yang familiar. Tatapan kawatir. Tatapan yang Ibunya, entah itu yang baru atau yang "lama" selalu berikan ketika mereka melihat Hanabi melakukan hal yang mereka anggap berbahaya ataupun beresiko.

"Maaf.. aku tidak bermaksud bertingkah seperti ora…"

"Aku paham, kau tidak perlu menjelaskannya"

Dia sudah punya banyak pengalaman dalam membuat orang lain khawatir, oleh sebab itulah dia juga paham kalau mereka itu hanya menunjukan seberapa pedulinya mereka pada dirinya.

"Kalau ada seseorang yang perlu menjelaskan sesuatu, orang itu adalah aku"

Hanabi bisa tidak mempedulikan apa yang Hinata pikirkan lalu bilang kalau dengan siapapun dia bersama, hal itu adalah masalah pribadinya.

Tapi Hinata dan Hanabi bukanlah orang lain, mereka adalah keluarga. Selain itu, Hinata juga adalah bagian penting dari rencananya. Akan lebih baik kalau dia membuka semua kartunya daripada nanti kakaknya tahu belakangan dan salah paham.

"Namanya adalah Naruto, dan dia adalah. . "

Guru yang pertama kali mengajarinya bagaimana dunia barunya bekerja, teman yang menemaninya melakukan hal bodoh, gila, dan menyenangkan. Senior yang membimbingnya di tempat asing dan melindunginya dari balik layar, dan yang terakhir. Seorang pria yang ingin dia buat bahagia sampai akhir hidupnya.

". . . . . . ."

Hinata tidak tahu seperti apa si Naruto yang Hanabi bicarakan hanya dengan penjelasan di atas. Tapi ada satu hal yang bisa gadis tahu dengan pasti. Hal itu adalah seberapa besar cinta Hanabi pada pemuda itu. Bahkan saat ini, adik perempuannya itu sedang memasang wajah yang bisa dibilang sebuah definisi dari "seorang gadis yang jatuh cinta".

Expresi yang gadis itu pasang di wajahnya untuk suatu alasan membuatnya dua kali lebih manis dari biasanya. Membuat Hinata hanya bisa memegang pipinya karena merasa malu sendiri sambil mendengarnya.

Setelah itu, Hanabi mulai menjelaskan lebih banyak detail tentang kehidupannya bersama Naruto. Mulai dari bagaimana mereka bertemu, bagaimana mereka berteman, bagaimana mereka berpisah, bagaimana mereka akhirnya bisa bertemu lagi. Kemudian bagaimana mereka bertemu banyak halangan dan rintangan yang mengancam nyawa mereka sebelum akhirnya sampai di rumahnya dan akhirnya harus berpisah lagi hampir setengah tahun lalu.

Awalnya, reaksi yang diberikan Hinata cukup positif. Sebagai seorang remaja perempuan, mendengarkan tentang kisah cinta seseorang. Apalagi yang penuh drama seperti petualangan yang sudah dilalui oleh Hanabi. Tapi ketika cerita adik perempuannya itu sampai bagian di mana Hanabi bertemu dengan Ayahnya. Hinata mulai merasa kalau ada sesuatu yang benar-benar salah.

"Tunggu dulu Hanabi. . ."

"Apa?"

"Kau bilang kalau Ayah menawarkanmu tahta kan?"

"Ya, kenapa memangnya?"

Memilih seorang anak kecil untuk jadi pemegang mahkota bisa dibilang keputusan yang gila. Tapi setelah melihat kemampuan Hanabi, Hinata berpikir kalau hal itu tidak segila kelihatannya. Lalu dengan dukungan dari ayah mereka dari balik layar, mungkin kenaikan Hanabi dalam tahta akan bisa efektif untuk memperbaiki Konoha.

Hal itu dia paham. Hanya saja ada satu hal yang mengganjal dari cerita Hanabi.

"Cuma perasaanku saja atau kau hanya mendukungku karena kau ingin kabur dengan pacarmu dan menyerahkan semua masalah Konoha padaku nanti?"

Setelah mendengar hal itu, Hanabi langsung berhenti bicara. Atau lebih tepatnya, dia terlalu takut untuk melanjutkan apa yang dia bicarakan. Dengan pelan, dia mulai menjauhkan tubuhnya dari Hinata dan berjalan menuju di mana handuk yang disiapkan oleh pelayan mereka disiapkan.

" . . . . . . ."

"Kau mau ke mana Hanabi?"

Tapi gerakannya terhenti ketika tangan Hinata meraih pundaknya. Sebab Hanabi menghadap ke arah lain, dia tidak bisa melihat ekspresi kakak perempuannya itu. Hanya saja, dari aura membuat merinding yang dipancarkan oleh Hinata. Hanabi yakin kalau sekarang dia sedang dipandang dengan tatapan yang sangat dingin.

"Hanabi kita perlu ngobrol. . .ngobrol yang panjang"

"Ahahaha. . . . maafkan aku"

Pagi itu, keduanya memutuskan untuk menunda semua rencana awal mereka untuk ngobrol dengan satu sama lain sampai siang datang. Sebuah obrolan yang isinya pada dasarnya hanya omelan Hinata yang berlangsung selama berjam-jam.

Bagaimana dengan rencananya menemui Kanpu? Tidak penting.

3

Di benua utama, atau lebih tepatnya di benua di mana Konoha berada. Ada tiga fraksi yang pada dasarnya bermusuhan dengan satu sama lain.

Pihak pertama tentu saja adalah Konoha yang sebelumnya mencoba menguasai seluruh benua.

Pihak kedua adalah Koalisi dari negara dari luar benua yang membantu negara-negara kecil dan beberapa negara runtuh untuk menghentikan ambisi Konoha dan mengamankan posisi mereka di masa depan.

Lalu pihak yang ketiga adalah sisa-sisa dari negara yang sudah dikuasai Konoha dan mencoba merebutnya kembali dengan cara apapun. Sebuah fraksi yang awalnya adalah bagian dari pihak kedua tapi terpecah karena adanya perjanjian dengan Anteric yang dibuat lima tahun yang lalu.

Jadi? Bagaimana situasinya jadi serumit itu?

Konoha itu besar, mereka itu kuat, dan tentu saja mereka punya jauh lebih banyak sumber daya entah itu manusia ataupun alam yang jauh berada di atas negara manapun. Tapi meskipun begitu, mereka tidak punya kemampuan untuk menguasai seluruh benua. Apalagi dunia. Dan ketika kau pada dasarnya jadi musuh semua orang. Satu-satunya akhir yang bisa kau harapkan hanyalah kekalahan total.

Oleh sebab itulah, ketika Konoha tahu mereka akan kalah. Mereka menawarkan gencatan senjata. Membuat Kiri, Iwa, dan Ishi yang jadi pusat pasukan koalisi berpikir dua kali untuk terus berpartisipasi di dalam perang melawan Konoha.

Perang adalah kegiatan ekonomi yang tidak menghasilkan apapun tapi memakan banyak sumber daya. Jika bisa dihindari, negara manapun akan memilih untuk tidak berpartisipasi di dalamnya. Dan untuk negara-negara di luar benua yang tidak diserang secara langsung oleh Konoha. Banyak yang merasa kalau Konoha tidak lagi secara agresif melakukan ekspansi, mereka tidak lagi punya alasan mengirim pasukan, menyuntikkan dana, dan mengorbankan kepentingan mereka demi membela negara milik orang lain.

Selain Itu, sentimen anti perang di rumah masing-masing juga mulai mendapatkan perhatian umum. Cuma masalah waktu saja sentimen itu mendapatkan dukungan penduduk mayoritas. Yang tentu saja sangat mudah dipahami sumbernya.

Tidak ada orang tua yang ingin mengirimkan anaknya untuk mati di medan perang demi orang-orang yang bahkan mereka tidak pernah temui atau kenal.

Hanya saja sebab tiga negara di atas adalah komponen utama terbentuknya pasukan koalisi, mereka tidak bisa begitu saja mundur dari konflik di Konoha. Mereka ingin agar negara lain berhutang budi pada mereka, sebab jika mereka mengalami kesulitan entah itu dalam hal ekonomi atau militer. Mereka bisa menuntut agar hutang budi mereka dibayar.

Kemudian mereka juga tidak ingin dapat reputasi buruk sebagai negara yang tidak bisa dipercaya. Dalam hubungan internasional, kepercayaan adalah sesuatu yang sangat berharga. Sama seperti sebuah perusahaan, tidak akan ada yang mau bekerjasama denganmu kalau tidak ada yang percaya padamu.

Ishi, Iwa dan Kiri semuanya adalah negara kepulauan yang bergantung pada perdagangan internasional untuk membangun perekonomian domestik mereka. Mereka membutuhkan agar pasar yang bisa dijangkau agar sebesar mungkin. Dan tentu saja benua sebesar tempat di mana Konoha berada adalah pasar yang tidak bisa mereka biarkan begitu saja.

Semua hal itu akhirnya membuat ketiga negara tadi ada pada situasi di mana mereka harus memuaskan dua kubu berbeda yang saling bertentangan. Dan sudah jadi hukum alam kalau seorang pemburu mengejar dua target, mereka malah tidak akan menangkap satupun. Atau dalam kasus ini, mereka terpaksa melakukan dua hal itu setengah-setengah.

Iwa masih mengirimkan pasukan, tapi sebagian besarnya adalah pelaut yang tidak bisa masuk jauh ke dalam daratan.

Ishi juga masih mengirim orang, tapi kebanyakan dari mereka hanya datang memberikan logistik berupa peralatan, senjata dan makanan.

Lalu yang terakhir, Kiri. Mereka mengirim anggota pasukan paling elit mereka, pasukan cadangan. Tapi selain mereka, yang dikirim dan Kiri hanyalah anak-anak dari akademi militer yang baru pertama kali menginjak medan perang. Sudah begitu, merekapun hanya ditugaskan di daerah yang relatif aman. Jauh dari garis depan di mana mereka harusnya membantu anggota pasukan koalisi lain 'menjaga kedamaian'.

Tentu saja, seaman-amannya medan perang. Tempat mereka masih tetap sebuah pusat konflik.

Saat ini. Tugas utama pasukan koalisi sudah berubah dari memerangi pasukan Konoha menjadi menjaga perdamaian. Oleh sebab itulah, siapa yang mereka lawan bergantung dari siapa yang mengganggu 'perdamaian' yang ada sekarang.

Sikap setengah-setengah mereka membuat sebagian anggota pasukan koalisi tidak lagi bisa mempercayai komitmen mereka. Ditambah, perjanjian perdamaian dengan Konoha yang mereka setujui tanpa memikirkan kepentingan semua orang juga membuat hubungan antara keduanya bukan hanya buruk tapi bahkan sudah ada pada level musuh bebuyutan.

Yang sekali lagi, sangat mudah dipahami mengingat perjanjian perdamaian yang mereka setujui punya bagian yang menyebutkan kalau perpindahan kepemilikan sebuah area melalui jalan militer adalah sesuatu yang ilegal. Membuat pemimpin dari negara-negara yang dicaplok oleh Konoha tidak bisa merebut kembali teritorinya.

Dalam pertemuan antara Konoha dan koalisi, mereka dengan kukuh tidak ingin mengembalikan teritori yang sudah mereka ambil. Mereka bahkan mengancam akun melancarkan agresi militer lagi kalau syarat yang mereka ajukan tidak disetujui.

Seperti pepatah, singa yang terluka itu jauh lebih berbahaya.

Memang benar kalau Konoha tidak punya kesempatan menang, tapi tetap saja mereka itu adalah negara besar yang kuat. Mereka adalah satu-satunya negara di dunia yang punya populasi lebih dari tujuh puluh juta orang. Mereka masih punya cukup kekuatan untuk memberikan banyak kerusakan pada pasukan koalisi. Oleh sebab itulah mayoritas anggota pasukan koalisi, terutama yang relatif jauh dari pusat konflik bisa dengan mudah menyetujui perjanjian itu. Tidak memikirkan nasib orang-orang yang sudah tidak lagi punya negara sendiri.

Dalam dunia internasional, tidak ada yang namanya sekutu abadi. Satu-satunya yang abadi hanyalah kepentingan nasional masing-masing. Dan dalam kasus ini, kepentingan negara masing-masing jauh lebih penting daripada kepentingan bersama anggota koalisi.

Karena semua hal itulah keadaan di benua di mana Konoha berada jadi carut marut. Siapa yang musuh dan siapa yang teman tidak bisa lagi digeneralisasi.

Konoha yang mencoba mempertahankan daerah jajahannya, pasukan Koalisi yang terpaksa harus menjaga tanah milik Konoha karena perjanjian lima tahun yang lalu, dan pasukan pemberontak yang mencoba merebut kembali daerah atau negaranya dari tangan Konoha dengan cara apapun.

"Dengan semua masalah itu, kau pikir kau bisa mengakhiri perang ini dalam lima tahun?

Dengan wajah marah, Shikamaru berteriak pada Naruto.

"Ya, kita bisa mengakhiri perang ini dalam waktu kurang lebih lima tahun. Setidaknya kalau semuanya berjalan lancar."

"Ok, jadi bagaimana caranya?"

"Kau sadar kalau perjanjian perdamaian dengan Konoha punya loophole kan?"

"Ahhh.. ujung-ujungnya ke sana juga? Kau kira belum ada yang memikirkannya? Kau kira aku belum memikirkan bagaimana cara untuk menggunakannya?"

Loophole yang keduanya maksud adalah celah dalam perjanjian dimana tidak ada pihak yang boleh mengubah batas negara mereka menggunakan kekuatan militer atau kekerasan. Dalam perjanjian itu, yang dibatasi hanyalah ekspansi militer. Dengan kata lain, ekspansi yang tidak menggunakan kekuatan militer tidak dilarang.

Untuk memanfaatkan loophole itu, kau hanya perlu mengambil hati dari rakyat umum. Jika kau bisa melakukannya, merebut atau mempertahankan teritori akan jadi sangat mudah. Dan hal itu kau bisa lakukan tanpa mengorbankan nyawa siapapun. Rakyat umum pada dasarnya tidak terlalu peduli dengan siapa yang memerintah mereka. Sebab menurut mereka, siapapun yang ada di atas. Tidak ada bedanya. Mereka masih akan tetap terkekang, tereksploitasi, atau yang lebih buruknya. Tertindas.

Karena itulah, jika seorang bangsawan sedikit saja memperhatikan kepentingan mereka dan memberi mereka kebebasan. Mereka bisa dengan mudah digiring untuk mengikutimu.

Jika semua orang mendukungmu, kau bisa dengan mudah menendang siapapun penguasa teritori itu sebelumnya. Kau juga tidak melanggar perjanjian, dan misalkan kau harus menggunakan kekerasan. Kau bisa membuat justifikasi kalau kau hanya ingin "membebaskan" mereka dari tirani penguasa yang jahat. Kau bahkan bisa mengambil jalan yang lebih kotor seperti mengompori pemberontakan dan semuanya akan sah-sah saja.

Shikamaru dan banyak orang dari Kiri sudah mencoba mengajukan metode itu kepada pemberontak ataupun pihak Konoha. Metode yang dilihat dari manapun lebih efisien, lebih mudah, dan lebih cepat dalam menyelesaikan ketidakstabilan di benua yang sedang digerogoti perang itu.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kiri sudah tidak ingin berpartisipasi dalam perang. Karena itulah mereka ingin agar keadaan cepat stabil dan buru-buru menarik personel dan support mereka dari benua utama. Shikamaru dan teman-temannya sendiri sudah muak menjadi penengah di konflik yang sudah tidak jelas arahnya itu.

"Tapi entah itu Konoha ataupun pasukan pemberontak tidak ada yang mau mengambil rute itu!"

Para penguasa dari Konoha, seperti yang sudah Shikamaru duga tidak mau melakukan hal seperti melayani keinginan atau kebutuhan orang yang mereka anggap dibawahnya. Mereka ada untuk dilayani, bukan sebaliknya. Orang rendahan ada untuk memenuhi kebutuhan mereka, bukan sebaliknya. Dan sebab semua orang di luar Konoha mereka anggap rendahan, hal itu membuat konsep memenangkan hati orang-orang itu jadi sesuatu yang mereka bahkan tidak ingin pikirkan.

Mereka ingin menunjukkan siapa yang berkuasa. Siapa yang jadi bosnya.

Sedangkan di sisi pemberontak. Tujuan mereka sudah beralih dari mempertahankan negara mereka atau melindungi rakyatnya menjadi "mengambil kembali hak mereka" dan "memenangkan perang".

Entah itu teritori ataupun rakyatnya, keduanya adalah milik mereka. Hak mereka. Jadi, dengan mudahnya mereka menganggap kalau orang-orang yang ada di tanahnya pasti ingin mereka yang berkuasa. Ingin berada di bawah perintah mereka dan ingin membela negaranya sendiri meski selama ini mereka hanya memanfaatkan orang-orang itu.

"Ahhh, kepalaku sakit! Tiba-tiba aku ingat negosiasi bulan lalu"

Bulan lalu, Shikamaru mencoba menengahi konflik di antara kedua kubu di atas. Dan hasilnya adalah, dia menderita sakit kepala parah setelah dihadapkan pada dua orang yang sama keras kepalanya, sama idiotnya, dan sama-sama sempit pandangannya.

"Intinya, kalau kau ingin menggunakan loophole itu hasilnya sudah jelas. Kau akan gagal."

Selain itu, mungkin yang ingin agar keadaan cepat stabil dan perang cepat berhenti hanya Kiri saja. Semua orang punya agenda yang bertentangan dengan keinginan Kiri secara umum. Bahkan iwa dan Ishi saja kelihatannya tidak ingin agar konflik cepat berakhir.

Mereka berdua punya lebih banyak sumber daya dari Kiri. Jadi mereka punya kemampuan bahkan untuk melakukan bisnis di tengah perang. Dan dari yang Shikamaru lihat, bisnis mereka sedang booming.

"Aku paham apa yang ingin kau coba katakan Shikamaru, tapi kali ini situasinya berbeda"

Naruto mengeluarkan beberapa lembar surat dan menyodorkannya pada Shikamaru.

"Sekarang kita punya dukungan orang dalam yang kuat."

Konoha mungkin terkenal dengan para bangsawannya yang punya elitisme keterlaluan tinggi. Tapi tentu saja selalu ada pengecualian. Dan beruntungnya, orang-orang yang jadi pengecualian itu punya posisi tinggi.

"Jadi bagaimana? kau mau mendengar rencanaku?"

Surat yang dia tunjukan adalah surat yang dia dapatkan dari Hanabi. Di dalamnya terdapat detail dari langkah-langkah pertamanya untuk memanfaatkan loophole yang keduanya bicarakan sedari tadi.

"Baiklah, jelaskan semuanya padaku."

4

Boooommmmm!

Sebuah ledakan besar terdengar.

Lima bulan sudah berlalu. Selama Hanabi sibuk mengurus bisnisnya, menambah koneksi sosialnya, dan mulai memperluas pengaruhnya di antara para bangsawan Konoha. Sedangkan di dalam waktu yang sama, Naruto masih terperangkap di dalam gedung komando utama pasukan aliansi dan jadi kacung banyak orang di tempat itu.

Secara posisi, sebagai anggota pasukan cadangan dari Kiri. Sebuah pasukan elit rahasia yang skill setiap anggotanya secara literal bisa membalikan keadaan buruk dimanapun mereka diturunkan. Posisinya harusnya hampir ada di puncak komando militer. Hanya saja, keberadaan mereka yang tahu hanya para petinggi dari anggota negara koalisi. Untuk kebanyakan orang lapangan, Naruto hanyalah orang baru kebetulan punya kenalan di dalam sehingga dia mendapatkan posisi.

Oleh sebab itulah, Naruto perlu membuktikan skillnya supaya dia bisa mendapatkan lebih banyak kuasa di pasukan koalisi nantinya. Dan setelah mencari, meminta, dan menunggu selama berbulan-bulan. Akhirnya dia berhasil mendapatkan kesempatannya.

Saat ini Naruto sedang berada di dekat kota bernama Yosuga, sebuah kota kecil yang berada di perbatasan antara area kekuasaan koalisi dan Konoha. Menjalankan sebuah tugas yang harusnya sangat sederhana sampai orang barupun sepertinya bisa melakukannya dengan mudah.

Mengawal tim supply mengirim kebutuhan pasukan di garis depan.,

"Perintah selanjutnya Letnan!"

"Keluarkan crossbow kalian, bersembunyi, dan bersiaplah menyerang tentara musuh yang datang."

Dari pembicaraan di atas harusnya sudah terlihat jelas kalau misi pengawalannya sama sekali tidak berjalan lancar.

Karena lokasinya yang jauh dari pusat pemerintahan kedua belah kubu, negara kota yang secara legal sudah jadi bagian dari Konoha itu masih punya cukup banyak otonomi. Cukup banyak otonomi sampai beberapa orang di sana bisa membangun kembali kekuatan militer mereka. Kekuatan militer yang sekarang sedang diarahkan pada pasukan Naruto yang datang untuk membantu Koalisi "menjaga perdamaian."

Tentu saja, orang-orang itu melihat dirinya sebagai pasukan pembebasan. Tapi sesuai penjelasan sebelumnya, sebab perjanjian perdamaian antara koalisi dari Konoha melarang adanya pengambilalihan tertitori dengan paksa. Koalisi tidak punya pilihan lain kecuali melabeli orang-orang itu dengan sebutan 'pemberontak'.

"Siap. . ."

Menuruti perintah Naruto pasukannya yang berjumlah hanya empat puluh orang menyiapkan crossbow mereka. Hanya saja, yang bersiap menyerang hanya dua puluh orang dengan dua puluh orang lain bersiap tepat di belakang mereka.

"Tunggu aba-abaku, siap?"

"Siap!"

Ketika Naruto dan yang lainnya datang ke tempat pasukan koalisi yang mereka harus supply kebutuhannya. Mereka menemukan kalau rekan seperjuangan mereka sedang dikepung oleh tentara pemberontak. Sama seperti yang terjadi saat terjadi ketika dia menemani Hanabi dalam ujian lapangan.

Hanya saja, kali ini dia tidak merasa sial. Sebab dengan hal itu, dia punya kesempatan untuk menunjukan skillnya.

Setelah belajar betapa sulitnya jadi orang yang dikepung. Naruto memutuskan untuk tidak masuk ke dalam benteng pertahanan pasukan koalisi. Dia dan prajurit yang ada di bawahnya memutuskan untuk menunggu di luar dan sembunyi dari pasukan pemberontak.

Lalu, ketika pasukan pemberontak mulai melancarkan serangan penuh ke benteng di depan mereka. Naruto menyuruh pasukannya untuk mengikuti mereka dan menyelipkan diri di antara pasukan garis depan dan pusat komando jauh di belakang musuh.

Kemudian, begitu pertempuran berada di puncaknya. Dia meledakan bahan peledak yang mereka bawa.

Yang terjadi?

Ketika prajurit garis depan pasukan pemberontak mendengar ada ledakan dari arah markas komando mereka. Tentu saja mereka akan penasaran dengan apa yang terjadi.

Bagaimana kalau pusat komando lumpuh? apa yang harus mereka lakukan kalau mereka tidak bisa menerima perintah dari belakang? apa yang terjadi kalau supply mereka musnah?

Ledakan yang Naruto dan prajuritnya buat tentu saja sama sekali tidak memakan korban mengingat posisi mereka jauh dari markas komando ataupun prajurit di garis depan. Tapi hal itu sudah cukup untuk membuat prajurit pasukan pemberontak merasa ragu.

Dan benar saja, begitu mendengar ledakan itu. Koordinasi dari pasukan pemberontak jadi sedikit goyah. Ada yang ingin mengecek markas komando, ada yang ingin terus maju, dan ada yang sibuk bingung harus melakukan apa.

Divide and conquer.

Strategi dasar paling dasar yang jadi favoritnya.

"Mereka mulai datang, aku butuh pembawa pesan"

"Siap. . ."

Tiga prajurit dari tim supply memberi hormat pada Naruto dan siap menerima tugas.

"Masuk ke benteng dan berikan surat ini pada pemimpin di sana."

"Siap. ."

"Ah, dan jangan lupa ambil rute yang berbeda. Jika kalian bertemu musuh, fokus kabur dan pancing mereka ke tempat ini"

Dia tidak ingin pembawa pesannya memaksakan dirinya dan malah mati di tangan musuh sambil membawa pesannya. Selain itu, tanpa memaksakan diri pun. Harusnya salah satu dari mereka akan ada yang berhasil meski yang lainnya gagal.

"Apa tidak sebaiknya kalau pesannya kami sampaikan lewat lisan saja?"

"Isinya lumayan panjang, aku tidak ingin ada yang salah ingat, lupa, atau salah interpretasi"

"Membawa pesan adalah tugas kami, mengingat isinya bukan sesuatu yang su.. ."

"Aku paham, tapi kalau kau tidak perlu mengingat-ingat pesan kalian bisa lebih fokus saat kabur kan?"

". . . . . . Siap."

Dengan begitu, ketiga pembawa pesannya pun langsung melesat ke tiga arah berbeda. Dan begitu ketiganya sudah tidak terlihat lagi. Naruto dan prajuritnya mendapatkan tamu yang sudah mereka tunggu-tunggu. Dia meletakan tangannya di pundak prajurit yang ada di bagian paling kanan barisan.

"Jangan menembak di saat bersamaan, aku tidak ingin kalian ada yang mengincar satu musuh yang sama. Hanya menembak, saat orang yang ada di kananmu sudah menembak, Siap! Chojuro! tembak!"

Begitu ada seorang prajurit yang terlihat sedang bergerak ke arah mereka. Chojuro langsung menembakan bolt dari corssbownya. Dan begitu dia selesai menembak, prajurit di di belakangnya menggantikannya dengan crossbow yang sudah siap di tembakan bersamaan dengan menembaknya prajurit yang ada di kirinya.

Proses itu terus berulang dan berulang. Setiap prajurit musuh yang menginjak area di mana Naruto dan pasukannya berada akan langsung dijatuhkan dengan cepat dan efisien.

Dan sepuluh menit kemudian.

"Bolt yang kita bawa sudah hampir habis."

Naruto memilih membawa crossbow dengan tujuan agar mereka bisa membawa lebih banyak amunisi daripada panah konvensional. Tapi tetap saja apa yang bisa mereka bawa terbatas. Dari awal sudah tidak mungkin untuk mereka bisa mengalahkan musuh hanya dengan jumlah mereka yang sekarang.

"Saat bolt kalian tinggal dua atau tiga, berhenti menyerang! kita akan mundur, tugas kita di sini sudah selesai."

Dalam lima menit, cadangan bolt mereka pun akhirnya benar-benar menipis. Dan di saat yang sama pula, markas komando musuh akhirnya sadar kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan operasi penyerangan mereka. Tidak jauh dari tempat mereka berada, Naruto bisa melihat ada beberapa prajurit yang sedang memeriksa keadaan.

"Semuanya, mundur!"

Naruto berjalan di barisan paling depan sambil mengawasi keadaan di sekitarnya.

"Tundukkan kepala kalian"

Rute yang dipilih Naruto bisa dibilang adalah sebuah semak-semak tinggi. Tapi kau tidak pernah bisa terlalu berhati-hati dalam medan perang.

"Shin! menunduk!"

Sebuah anak panah meluncur melewati bagian belakang kepala dari salah satu prajuritnya. Dalam medan perang, seseorang tidak hanya mati karena mereka dibunuh seseorang. Kadang, mereka bisa dengan mudahnya mati karena sesuatu yang tidak disengaja. Panah yang salah sasaran, jatuh lalu diinjak-injak teman satu prajuritmu, atau penyakit.

Yang tadi terjadi adalah contoh dari panah liar yang entah siapa luncurkan tapi arahnya meleset jauh dari sasarannya.

"Terima kasih Letnan"

"Hm! fokus!"

". . I-Iya, maksudku, siap!"

"Bagus!"

Sambil terus berjalan, Naruto juga terus memberikan perintah. Kadang dia menyuruh seseorang untuk menunduk, menyerang sebuah tempat yang ternyata ada prajurit musuhnya, menghindari tempat yang suatu alasan selalu akan didatangi banyak prajurit musuh, dan yang terakhir.

"Bughaa. . ."

Menyingkirkan musuh yang bahkan belum sempat melihat posisi mereka dengan senapan anginnya.

"Letnan, apa kau bisa melihat masa depan?"

"Kadang-kadang"

"Kau serius?"

"Kadang-kadang"

"Jadi yang mana? kadang-kadang kau bisa melihat masa depan? atau kadang-kadang kau serius?"

"Bagaimana kalau keduanya?"

"Kenapa tanda tanya?"

"Sudahlah, fokus!"

Setelah melihat bagaimana Naruto menyelamatkan mereka. Yaitu dengan menyingkirkan atau menghindari bahaya bahkan sebelum bahaya itu datang. Tidak heran kalau beberapa orang mulai berpikir kalau Naruto bisa melihat masa depan.

Hal yang secara teori memang benar, tapi secara teori juga salah dalam waktu yang bersamaan. Sebab apa yang dia lihat bukanlah masa depan itu sendiri, tapi hanya masa depan di mana orang yang dia kenal mati.

Ya, selama dalam pertempuran. Naruto secara aktif terus menggunakan kemampuannya untuk melihat kematian orang-orang yang dia kenal.

Sebelumnya, Naruto merasa kalau kemampuan spesialnya adalah sebuah kutukan setelah selalu gagal menyelamatkan mereka dari kematian mereka. Tapi setelah berhasil menyelamatkan Hanabi dan Sasuke dari takdir kematian mereka, dia sadar kalau takdir bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah.

Kalau dia tidak bisa lari dari bakatnya. Kalau dia! harus menggunakan apapun yang dia miliki untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan.

Karena itulah, daripada menutup diri dan sengaja menghindari orang lain agar dia tidak bisa melihat kematian mereka. Naruto memutuskan untuk mendekatkan diri dengan pasukannya dan menaruh nyawa mereka di bawah payung kemampuan spesialnya.

Dalam perang. Pertempuran yang berjalan sesuatu jadwal yang kau buat adalah sebuah pertempuran yang akan memberimu lebih banyak kesempatan untuk menang.

Daripada menunggu dan bereaksi. Dia akan lebih proaktif. Jika bahaya itu bisa dia lenyapkan, dia akan mendatangi bahaya itu sendiri lalu melenyapkannya duluan. Kalau bahaya itu tidak bisa dia enyahkan, dia akan memastikan kalau bahaya itu lewat bersembunyi di bawah hidung bahaya itu.

Jika dia adalah seorang dewa, bisa dipastikan kalu pemuda itu akan diberi nama Odin.

Strategi menggunakan kemampuan spesialnya itu memang beresiko. Tapi setelah mempelajari kembali apa yang ditunjukan kemampuan spesialnya. Dia menemukan kalau strategi itulah yang paling efektif untuk menghindari takdir kematian seseorang.

Hasil dari risetnya, dia menemukan kalau takdir kematian seseorang itu seperti ketika seseorang yang sedang ditodong oleh orang yang hanya membawa satu peluru. Dan jika peluru itu meleset, maka si pembunuh tidak lagi bisa menembak korbannya.

Contohnya, jika A ditakdirkan mati ditembak oleh B. Sampai B menembak A, si B masih akan tetap punya kesempatan untuk menembak A. Misalkan Naruto mencoba memindahkan A ke tempat yang jauh dari B. Maka B untuk suatu alasan akan juga ikut dipindahkan ke tempat A lagi. Membuat usaha kaburnya berakhir percuma.

Dalam kasus ini, cara menyelamatkan A adalah membiarkan B menembaknya dan menghindarinya di saat-saat terakhir atau membiarkannya menembak bagian yang tidak vital. Atau, ketika mereka bertemu mereka harus melenyapkan keberadaan B duluan sebelum dia sempat menyerang.

Sepertinya hal semacam itu akan membuat takdir jadi bingung menentukan apa yang harus dilakukannya.

A ditakdirkan mati oleh tembakan B. Jika B mati duluan maka yang punya tugas untuk menembak A sudah tidak ada lagi.

Atau.

A ditakdirkan mati karena ditembak B. Tapi tembakan B secara ajaib bisa dihindari dan A tidak mati. Maka tugas B untuk menembak mati A sudah lunas meski hasilnya tidak sesuai. Jadi, takdir B untuk membunuh A dengan pelurunya sudah tidak ada lagi di dunianya.

Hasil penelitian Naruto tentang kemampuannya mungkin kedengaran rumit. Tapi ada satu hal yang bisa dia simpulkan dengan jelas.

Cara terbaik untuk menghindari takdir kematianmu adalah menghindarinya setipis mungkin atau melenyapkan sumber masalahnya. Dengan kata lain, bukannya menjauhinya melainkan menghadapinya secara langsung.

Jika Hanabi mendengar hasil penelitian Naruto. Bisa dipastikan kalau dia akan bilang jika apa yang pemuda itu lakukan adalah 'mematahkan bendera' kematian seseorang layaknya pemain visual novel kelas dewa.

Perjalanan mereka akhirnya akan berakhir. Naruto dan prajuritnya berhasil mencapai area benteng pasukan koalisi. Dan begitu mereka sampai, Naruto dan anak buahnya melihat pasukan koalisi menyerang balik pasukan pemberontak. Serangan itu pun bukan serangan sporadis, tapi serangan terstruktur yang memanfaatkan keadaan carut-marut pasukan musuh.

Beberapa jam kemudian. Naruto mendengar kalau markas komando pasukan pemberontak berhasil ditalkukan. Kabar itu langsung membuat prajurit musuh kehilangan pemimpin dan bahkan tanpa usaha berarti. Pasukan musuh bubar tanpa disuruh siapapun.

Dia bersukur bisa memenangkan pertempuran itu tanpa mengorbankan satupun anggota skuadnya. Tapi, dia tidak bisa berhenti berpikir kalau ada sesuatu yang aneh dari perempuran mereka.

Yosuga adalah sebuah negara kota kecil yang jauh dari kaya. Dan setelah tempat itu dikuasai oleh Konoha, keadaan ekonominya jadi semakin anjlok. Bagaimana orang-orang di sana bisa melakukan mobilisiasi pasukan?. Dari mana mereka mendapatkan uang, supply makanan, dan peralatan untuk bisa melancarkan serangan ke pasukan koalisi?.

Ada yang tidak beres.

5

"Akhirnya."

Setelah selama beberapa minggu menunggu surat dari kekasihnya. Akhirnya Hanabi mendapatkan update terbaru dari Naruto. Meski suratnya sendiri lebih mirip dengan laporan daripada surat dari seorang kekasih. Tapi Hanabi tetap masih merasa bahagia.

Sebab laporan itu menunjukan seberapa kerasnya Naruto berusaha demi dirinya. Demi masa depan mereka. Oleh sebab itulah, meski di dalamnya tidak ada kata-kata manis untuknya. Cinta Naruto untuk gadis itu sudah terasa dengan jelas.

Selain itu, surat tadi juga bilang kalau akhirnya Naruto diberi izin untuk pergi ke tempatnya. Dengan kata lain, setelah sekian lama mereka akhirnya bisa bertemu lagi.

"Kalau begitu aku juga harus balik mengirim kabar baik."

Uang bisa membeli banyak hal. Termasuk kekuatan. Mungkin Hanabi tidak punya bakat khusus dalam bertarung seperti Sasuke, dia juga tidak punya skill spesial Naruto. Tapi dia punya sesuatu yang tidak keduanya miliki. Banyak uang, banyak sekali uang. Dan dengan menggunakan uang itu, dia bisa membeli kekuatan yang dia butuhkan.

Tidak, dia tidak ingin menggunakan uangnya untuk menyewa tentara bayaran. Yang akan Hanabi coba lakukan adalah menyuap orang agar mau jadi temannya. Orang yang ada di teritorinya, orang yang bekerja atau berdagang di tempatnya dan tempat Gatsu, lalu yang terakhir.

Orang-orang yang ada di koloni Konoha.

Untuk mengakhiri perang berkepanjangan yang sedang terjadi dengan cepat. Banyak yang berpikir kalau perlu ada beberapa skenario mustahil yang perlu terjadi. Pertama, Konoha perlu menang telak atau kedua. Pasukan pemberontak perlu menang telak. Atau, pasukan koalisi harus mundur dari konflik tanpa syarat.

Hanya saja. Seperti namanya, skenario-skenario itu pada dasarnya mustahil untuk bisa terjadi. Semua negara pasti akan selalu mementingkan urusannya sendiri. Dan kepentingan semua banyak negara itu tidak selalu sama dengan negara lain. Tidak mungkin koalisi dan pemberontak akan membiarkan Konoha begitu saja. Dan sisi lain, Konoha juga tidak punya kekuatan yang cukup untuk mengalahkan musuh mereka. Sedangkan pasukan pemberontak tidak punya kemampuan untuk mengambil alih mantan teritorinya.

Tapi Naruto dan Hanabi tidak berpikir begitu. Dan seperti yang mereka duga, ada orang lain yang juga punya pikiran yang sama dengan mereka. Sesuatu yang tidak mengherankan mengingat kalau sumber dari ide yang mereka dapatkan adalah salah satu asas dasar dalam melakukan perang.

Infanteri memenangkan pertempuran, tapi supply memenangkan perang.

Yang bertarung dalam perang memang tentara. Tapi yang membuat senjata untuk mereka, yang memberi mereka makan, dan pada dasarnya membiayai kehidupan mereka adalah rakyat biasa. Tanpa dukungan mereka, tentara sekuat apapun tidak akan bisa berfungsi. Dengan kata lain, jika kau bisa membuat mereka menginginkanmu. Kau bahkan bisa mengalahkan musuh bahkan tanpa harus bertarung sendiri.

Shukuba adalah kota kecil tempat Hanabi dan Hinataa berada sekarang. Lokasinya yang hanya satu hari perjalanan kuda dari teritori gatsu, membuatnya relatif aman meski tempat itu adalah salah satu koloni Konoha. Salah satu koloni pertama Konoha lebih tepatnya.

Shukuba adalah salah satu daerah pertama yang jatuh ke tangan Konoha ketika ekspansinya dimulai. Sebelumnya, daerah itu adalah bagian dari sebuah negara kecil bernama Fushu. Tapi ketika pasukan Konoha datang, mereka memutuskan untuk mundur dan memfokuskan pertahanan mereka di Ibu kotanya. Membiarkan Shukuba diambil alih bahkan tanpa perlawanan.

Hal itu membuat perpindahan kekuasaan daerah itu kepada Konoha berlangsung cepat dan lancar. Hal yang juga membuat orang-orang lokalnya tidak punya dendam kesumat terhadap Konoha. Sebab invasi mereka tidak sempat berubah jadi konflik. Tidak ada korban yang jatuh.

Di tempat seperti itulah Hanabi akan melakukan eksperimennya. Dan eksperimen yang dia ingin coba lakukan adalah mengubah perasaan orang lokal terhadap Konoha. Penjajah mereka, dan juga pandangan mereka terhadap mantan penguasa mereka di Fushu.

Dengan dibantu kenyataan kalau daerah mereka pada dasarnya ditinggalkan dan dibuang oleh Negaranya sendiri. Sampai saat ini eksperimen gadis kecil menunjukan hasil yang lumayan positif.

Yang ingin Hanabi lakukan sangat sederhana. Jika kau membuat penduduk kota itu bahagia, maka harusnya tidak akan ada yang ingin memberontak dan keluar dari Konoha. Dengan begitu tempat itu akan stabil dan tidak lagi punya benih konflik di dalamnya.

Jika eksperimannya berhasil, maka dia akan punya data untuk menggunakan metode itu di tempat lain. Jika metode Naruto mencegah masalah adalah menyingkirkan musuhnya, yang ingin Hanabi lakukan adalah mengubah musuhnya jadi temannya.

"Ugh… aku paham kenapa Fushu meninggalkan tempat ini tanpa perlawanan, tapi tetap saja. . ."

Shukuba bisa dibilang tidak punya apa-apa. Tidak ada yang bisa ditambang, tanahnya tidak begitu subur, dan industrinya tidak terlalu berkembang. Malah bisa dibilang. Daripada kota, Shukuba lebih cocok disebut sebagai sebuah desa yang terlalu besar.

Tidak heran Fushu tidak repot-repot mencoba mempertahankannya. Malah area itu diambil Konoha bisa dilihat sebagai anugerah sebab mereka tidak perlu menopang kehidupan orang-orang dari daerah yang tidak terlalu produktif.

Konoha sendiri tidak terlalu memperdulikan Shukuba, membuatnya jadi seperti kota yang independen. Konoha juga tidak merasa perlu menjaga teritori itu sampai tidak ada pasukan formal yang berada di sana. Sampai saat ini, semua pasukan perbatasan tetap disiagakan di teritori Gatsu seakan bilang kalau Shukuba bukan bagian dari Konoha.

Tapi. . .

"Mereka berpikir terlalu pendek"

Kurangnya sumber daya alam di daerah itu mungkin kelihatan seperti nilai minus. Tapi bagi Hanabi, hal itu adalah sebuah nilai plus. Nilai plus yang sangat besar malah. Dia tidak terlalu butuh sumber daya alam, tapi sebaliknya. Yang paling dia butuhkan adalah sumber daya manusianya.

"Hanabi! Ekspresimu! Ekspresi itu bukan ekspresi yang seorang tuan putri pantas untuk tunjukan"

Selagi Hanabi sibuk mereview kembali rencananya, orang yang sedari tadi berada di belakangnya tanpa dia sadari memutuskan untuk bicara. Dia memutuskan untuk menegur si gadis kecil yang sedang memasang wajah layaknya seorang anak kecil yang ingin berbuat jahil.

"Kak Hinata, mengintip surat orang itu tidak tidak sopan"

"Surat? Surat yang mana? Yang kulihat hanya laporan"

Ketika Hinata masuk ke ruangan Hanabi, dia melihat gadis itu sedang sibuk membaca sebuah surat. Mengingat kalau Hinata adalah seorang remaja, tidak mungkin kalau dia tidak merasa penasaran dengan isi surat Amlie. Yang dia duga, berasal dari Naruto. Kekasih Hanabi.

Diam-diam, Hinata mencoba mengintip isi dari surat yang Hanabi sedang baca. Berharap kalau ada sesuatu yang berbau romantis di dalamnya.

Hanya saja, perasaan yang dia dapatkan hanyalah kekecewaan. Dia merasa benar-benar terkhianati. Begitu membaca isinya, semua bayangan romantis yang dia pikirkan langsung hancur lebur dan lenyap begitu saja.

Seperti yang sudah gadis itu bilang. Isi surat Naruto ke Hanabi lebih tepat disebut sebagai laporan. Apa yang sedang pasukan koalisi lakukan dan rencanakan, keadaan konflik di garis depan, lalu situasi politik dari berbagai macam daerah termasuk kondisi di sekitar Shukuba.

Hinata sama sekali tidak bisa paham bagaimana Hanabi bisa bahagia menerima surat yang semacam itu. Dia sendiri tidak merasa kalau dia akan bisa bahagia ketika menerima surat semacam itu dari seseorang yang akan jadi calon suaminya di masa depan.

"Daripada itu, bagaimana hasil pertemuanmu dengan walikota?"

Setelah Hanabi menemui Kanpu di hari sebelumnya dan ikut memberikan jaminan kalau semuanya akan baik-baik saja. Orang itu terus saja masih khawatir dengan banyak hal. Oleh sebab itulah, Hinata memutuskan untuk bicara lagi dengan si walikota. Tapi kali ini, dia mencoba lebih keras dan tegas seperti saat dia bicara dengan bawahan Hanabi.

Dan setelah sesi ngobrol itu. Hinata menemukan kalau. . .

"Pada dasarnya, dia hanya ingin memastikan kalau keselamatannya dijamin"

"Keselamatan?"

"Sepertinya dia takut kalau petinggi Fushu akan mengincar nyawanya kalau dia mengijinkan kita mendirikan perusahaan tetap di sini"

"Ha? Mereka sudah membuangnya, kenapa Fushu mau repot-repot mengurus nasibnya?"

"Kudengar dia terkenal sebagai orang yang paranoid"

Ketika Hinata ngobrol dengan bawahan Hanabi tentang performa kerja mereka yang mengecewakan. Dia juga mendengar banyak hal tentang walikota mereka seperti cerita tentang dia selalu menuruti perintah bangsawan lain, cerita bagaimana kepentingan teritorinya selalu dinomor duakan karena dia diancam teritori tetangganya, dan dia juga mendengar kalau dia langsung memohon agar nyawanya diampuni saat pasukan Konoha datang ke teritorinya.

"Sebagai orang yang sudah sering hampir mati, aku paham kalau seseorang itu tidak ingin mati"

Hanabi paham kenapa seseorang tidak ingin mengambil resiko yang bisa mengancam nyawanya. Jika dia diberi pilihan untuk kembali ke masa lalu, dia juga akan menghindari rute pulangnya yang dulu sejauh yang dia bisa. Tapi dia juga tahu kalau kadang ada waktu di mana kau harus mengambil resiko. Seperti saat dia memutuskan untuk menghadapi Gatsu di markasnya sendiri.

Selain itu, ancaman yang diterima oleh walikota Shukuba hanyalah ancaman dari bangsawan lain yang secara peringkat dan kekuasaan, sama dengannya. Mengorbankan kepentingan teritorinya sendiri karena ada yang mengancamnya. Kedengaran seperti prioritas yang tempatnya ada di posisi yang salah.

Kalau kau ingin jadi lebih kuat, kau harus menegembangkan teritorimu lebih dari orang lain.

"Menurutku, akan lebih baik kalau walikota tempat ini diganti"

"Kau ingin memasang penguasa boneka di tempat ini?"

"Aku tidak akan bilang kalau kita perlu boneka, tapi kita memang perlu orang yang lebih mengakomodasi"

Dengan sifat paranoidnya, Hinata tidak yakin kalau walikota yang sekarang bisa mereka andalkan untuk mengembangkan Shukuba. Dia akan terlalu takut untuk melakukan apapun atau memutuskan apapun. Keberadaannya hanya akan mengganggu proyek mereka.

"Kalai Fushu memutuskan untuk mengambil kembali Shukuba, dia akan jadi ancaman"

Saat ini, Shukuba adalah bagian dari Konoha. Tapi meski begitu, walikota tempat ini masih memikirkan apa yang Fushu inginkan dan takut pada kekuasaan mereka. Jika mantan pemiliknya memutuskan untuk datang mengetuk pintu Shukuba, bukan tidak mungkin kalau si walikota akan mengkhianati Hanabi dan Hinata tanpa berpikir dua kali.

"Aku paham"

Jika rencana Hanabi berjalan lancar sampai akhir, Fushu dipastikan akan menginginkan Shukuba untuk kembali kepadanya. Hal itu bukan tentang apakah mereka akan melakukannya atau tidak, tapi tentang kapan mereka akan melakukannya. Dan jika di saat kritis itu mereka mempunyai pengkhianat. Rencana Hanabi akan hancur berantakan.

"Beruntungnya, dari yang kulihat, dia tidak terlalu peduli dengan kekuasaan atau harta"

Hinata malah merasakan kalau walikota yang ditemuinya sebenarnya tidak ingin jadi walikota dan hanya ada pada posisinya karena dia terpaksa. Jadi, mungkin kalau mereka bisa memberinya tempat aman dan cukup uang untuk hidup agak nyaman. Orang itu tidak akan menuntut hal-hal merepotkan dan tidak akan mengganggu mereka.

"Aku akan bicara pada Ibu, ada banyak posisi yang terbuka di teritoriku"

Sekarang Hanabi punya backing dari banyak orang. Dalam urusan politik, dia punya tameng bernama Hinata. Tuan putri pertama kerajaan Konoha. Dalam masalah ekonomi, dia punya teman super kaya dan berpengaruh semacam Genno dan Onnoki, dan yang terakhir. Dia bisa mengandalkan Gatsu untuk menjaga teritorinya.

Hanabi tidak hanya sibuk dengan eksperimennya di Shukuba. Dia juga sedang menjalankan project lain di teritorinya dalam waktu yang bersamaan. Setelah berhasil mengajak Gatsu bekerja sama dengannya, uang yang dikumpulkannya untuk mengalahkan orang tua itu jadi kehilangan tujuannya. Dan dengan uang yang sudah kelewat melimpah itu, dia memutuskan untuk menggunakannya sebagai modal project-projectnya.

Dia tentu saja bisa menyimpannya. Tapi uang yang berhenti bergerak adalah uang yang tidak ada gunanya. Keadaan Konoha yang sekarang membuat menyimpan uang dalam jumlah besar hanya akan memperparah keadaan. Selain itu, dia juga tidak bisa menggunakannya untuk memanjakan dirinya dan membeli apapun yang dia mau.

Sebab tidak ada yang bisa dibeli. Ya, keadaan industri Konoha sedang seburuk itu.

Karena itulah, mengikuti kata-kata bijak dari presiden di dunia lain yang bunyinya "SAAT KRISIS! BANGUN INFRASTRUKTUR!". Hanabi memutuskan untuk menggunakan uangnya untuk membangun infrastruktur di tempatnya dan juga teritori Gatsu serta sekitarnya. Sebuah hal yang Hanabi lihat dari manapun adalah sebuah win-win.

Daerah sekitarnya mendapatkan infrastruktur, orang-orang di sana dapat pekerjaan, dan keduanya bisa berkembang bersama.

Kalau bisa, dia ingin agar si walikota menggantikan Sasuke yang terpaksa harus berpisah dengannya karena dia harus mengurusi proyek di rumah. Hanabi yang teritorinya sudah kekurangan orang sama sekali tidak punya banyak pilihan saat harus memilih seseorang untuk memegang tanggung jawab projectnya.

Ibunya mengurus produksi dari produk andalan mereka yaitu mie instan hasil kreasi Sasuke. Dan sebab perusahaannya pada dasarnya masih hanya satu-satunya yang bisa membuat produk itu. Dia memerlukan banyak orang. Untuk produksinya, ada sekitar lima ratus orang yang terdiri dari wanita-wanita lokal, dari teritori dan Gerulf, dan juga daerah sekitarnya. Dan kesemua orang itu perlu diawasi.

Saking sibuknya, Ibunya bahkan tidak lagi punya waktu untuk mengurus laporan teritorinya sendiri yang sekarang dipegang oleh kepala pelayan di rumahnya.

Sasuke juga tidak kalah sibuknya. Dia diberikan tugas untuk mengurusi manufaktur dari alat-alat industri mereka. Selain itu, dia juga bertanggung jawab untuk mengurus ekspansi kapasitas produksi dan mendesain apapun yang mereka butuhkan.

Selain Ibunya dan Sasuke, Miina juga terpaksa ikut mengurusi banyak hal. Meski tidak secara langsung, Miina turut membantu Yurinojo dan Hachidai yang Hanabi tugasi untuk mengawasi pendirian banyak fasilitas dan juga infrastruktur yang mereka butuhkan untuk menopang kehidupan banyak orang yang datang ke sana setiap harinya.

Perbaikan jalan agar distribusi barang jadi lebih lancar, penambahan fasilitas kebersihan seperti sumur, toilet, kamar mandi, dan saluran pembuangan. Rumah tinggal sementara bagi orang yang kediamannya jauh, gudang untuk menyimpan produk yang dibuat di sana, dan tentu saja bangunan utama yang berfungsi sebagai pabrik juga harus diperbesar.

Semua pembangunan fasilitas itu membuat bukan hanya para wanita dari daerah sekitarnya, tapi juga banyak pria-pria yang tidak ikut perang berbondong-bondong mencari pekerjaan di tempatnya. Pedagang juga jadi lebih sering ke sana, membuang semakin banyak orang mengunjungi tempat itu.

Terakhir kali Hanabi mengecek ke gerbang, petugas di sana bilang kalau ada sekitar seribu orang keluar masuk ke teritorinya setiap harinya. Sepertinya, teritorinya yang selama ini sering hanya dianggap sebagai desa kecil. Akhirnya berubah jadi pusat industri.

Hanabi bisa membayangkan seberapa capeknya mereka semua. Tapi sekali lagi, dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa mempercayakan tanggung jawab-tanggung jawab itu pada orang yang dia tidak percaya. Hanabi benar-benar membutuhkan sumber daya manusia tambahan, dengan cepat.

"Ah. . . . aku juga perlu menyiapkan lokasi pengungsian"

Kalau bisa, dia tidak ingin menambah beban semua orang. Tapi sayangnya, berdasarkan laporan yang diberikan Naruto. Fushu sudah mulai mengawasi apa yang terjadi di Shukuba. Seperti yang sudah dia bilang sebelumnya, tinggal menunggu waktu saja sampai Fushu akan menginginkan mantan teritorinya kembali.

"Padahal aku tidak ingin menambah bebannya lagi, tapi Sasuke! Aku akan perlu bantuanmu lagi"

Hanabi memang perlu khawatir tentang Sasuke. Tapi, dia perlu khawatir dengan keadaan tubuh pemuda itu. Melainkan dia harus khawatir dengan apa yang sedang pemuda itu lakukan tanpa laporan. Jauh di sana, tanpa sepengetahuan Hanabi. Pemuda itu sudah mengubah teritorinya jadi seperti daerah yang berada di era yang salah.

6

Sebulan kembali berlalu dan akhirnya Hanabi dan Hinata memutuskan untuk mengganti pemimpin dari kota itu.

"Dengarkan aku Idate, mulai hari ini aku berhenti jadi walikota Shukuba"

"Hah? Apa yang kau katakan?"

"Mulai hari ini aku bukan lagi walikota tempat ini, setelah itu aku akan pindah ke Konoha dan mengurus proyek tuan putri Hanabi di teritorinya"

"Apa mereka memaksamu untuk. . ."

"Tidak! Mereka memang menawariku untuk ke Konoha tapi aku mundur atas keputusanku sendiri"

Sudah jadi tradisi kalau penguasa lama akan digulingkan ketika penjajah mendapatkan sebuah teritori. Dengan begitu, tidak akan ada yang meramu plot di belakangmu, mengganggu apa yang kau rencanakan, dan mengumpulkan orang untuk melawanmu. Karena itulah, orang seperti Kanpu Morino biasanya akan diganti oleh penguasa lain yang pada dasarnya hanya seorang boneka dari si penjajah.

"Kau tahu orang seperti apa ayahmu ini kan? Idate"

Ya, kasus Kanpu bukanlah sesuatu yang biasa. Sebab dia tidak pernah dipaksa untuk turun dari posisinya. Setelah invasi Konoha dan posisinya sebagai bangsawan dilucuti, normalnya seseorang akan merasa marah. Tapi sebaliknya, Kanpu malah merasa lega.

Dia tidak ingin kekuasan, dia tidak ingin. Memikul tanggung jawab. Oleh sebab itulah, ketika tanggung kekuasaan dan tanggung jawabnya disusutkan. Dia menyambutnya dengan senang hati.

"Ugh . . ."

Kanpu Morino adalah pengecut, Kanpu Morino adalah penakut, Kanpu Morino adalah pecundang. Semua orang di teritorinya. . tidak! Bahkan semua orang di Fushu tahu kalau ayahnya adalah ketiga hal itu. Bahkan dia yang anaknya saja tidak bisa menyangkal hal itu.

Tapi justru karena itulah. Idate jadi punya tujuan jelas yang sangat kuat di dalam hatinya. Tujuannya agar tidak jadi seperti ayahnya. Dia ingin berani, dia ingin kuat, dia ingin pintar, dan dia ingin jadi orang berpengaruh. Dan yang terakhir, dia tidak ingin lagi kampung halamannya dianggap tempat rendahan oleh orang lain.

"Idate, tidak sepertiku, kau itu hebat dan berbakat"

Atau lebih tepatnya. Tidak seperti ayahnya, Idate punya mental yang lebih kuat.

Kanpu jadi pemimpin kota itu bukan karena dia ingin ataupun karena dia punya bakat. Dia mendapatkan posisinya hanya karena dia lahir dari istri ayahnya. Dengan kata lain, dia tidak pernah berusaha untuk mendapatkannya dan kekuasaan yang sampai sekarang dia miliki hanyalah sesuatu yang jatuh ke pangkuannya begitu saja.

Sejujurnya, jika boleh memilih. Dia sama sekali tidak ingin memikul tanggung jawab yang sebesar itu.

Meski dia tidak bodoh. Kanpu juga tidak brilian. Dan bagi kota kecil seperti Shukuba yang tidak punya apa-apa serta keadaannya sama sekali tidak bisa dibilang baik. Pemimpin yang biasa-biasa saja sepertinya sama sekali jauh dari cukup.

Ditambah sifat dasarnya yang penakut. Ujung-ujungnya dia sering jadi bulan-bulan bukan hanya anggota keluarga kerajaan, tapi juga bangsawan lain. Dan sebagai pemimpin kota itu, jika dia jadi bulan-bulanan orang lain. Teritorinya juga jadi bulan-bulanan daerah lain di Fushu.

Oleh sebab itulah.

Ketika Hinata menawarinya untuk turun dari posisinya dan pindah ke Konoha. Dia menerimanya dengan mudah. Baginya, tawaran itu adalah kesepakatan win-win. Pria itu bisa melepas tanggung jawabnya, dan Shukuba bisa mendapatkan pemimpin baru. Yang harapannya akan jauh lebih baik dari dirinya.

"Sebenarnya aku menemuimu untuk mengajakmu ikut bersamaku, tapi. . ."

Di Konoha dia tidak perlu takut terhadap campur tangan dan tekanan Fushu. Di sana dia juga bisa memulai hidup baru tanpa harus memaksakan diri melakukan pekerjaan yang berada di luar kemampuannya.

Tentu saja Kanpu tahu kalau perjalanannya tidak akan mulus. Tapi mengingat kalau perjalanannya selama jadi penguasa tidak pernah berjalan mulus. Dia tidak akan merasa terkejut.

"Aku ingin tetap di sini!"

Jawab Idate.

"Yah, sudah kuduga"

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Idate ingin membesarkan Shukuba, kota tempat dia lahir dan dibesarkan. Dia ingin membuat teritorinya maju. Dan tidak seperti ayahnya, dia tidak ingin kabur.

Dia sudah bekerja keras untuk bisa mewarisi posisi itu. Pengetahuannya, skill yang didapatkannya, dan juga koneksi yang dengan susah payah dia jalin. Dia tidak ingin membuang semua hasil jerih payahnya itu.

"Aku bangga padamu Idate!"

Kanpu tahu kalau dia itu menyedihkan. Karena itulah dia merasa bangga saat anaknya tidak mengikuti jejaknya.

"Aku akan mendukungmu!"

Tapi sebab dia sendiri akan pergi ke Konoha. Secara realita, dukungan yang bisa diberikan oleh Kanpu hanyalah dukungan moral dan rekomendasi. Hanya saja, meski kecil. Sebuah dukungan tetaplah sebuah dukungan.

"Dan kalau kau serius ingin memajukan Shukuba, jangan lupa eratkan hubunganmu dengan kedua tuan putri Konoha"

"Ya, aku paham"

Sudah hampir dua bulan kedua tuan putri Konoha datang ke tempat itu. Dan dalam dua bulan itu saja, Idate bisa melihat perubahan yang terjadi di Shukuba.

Keadaan Shukuba di bawah kekuasaan Fushu sama sekali tidak bisa dibilang makmur. Selain karena kepemimpinan ayahnya yang kurang dan sumber daya alamnya yang tipis. Secara umum, Fushu juga tidak terlalu peduli terhadap Shukuba.

Menjadikan pembangunan infrastruktur ke tempat itu terbengkalai begitu saja. Membuat pedagang yang ingin ke sana, harus berpikir berulang kali kalau ingin melakukan perjalanan ke kota kecil itu. Hal itu membuat kegiatan ekonomi tersendat yang pada akhirnya membuat taraf kehidupan penduduknya tetap rendah. Hal yang sebaliknya lagi, membuat peluang usaha di sana kelihatan tidak menarik dan beresiko.

Masalah ayam dan telur itu sudah berlangsung sangat lama sampai tidak ada lagi yang ingat asal usulnya. Yang semua orang ingat dengan jelas hanyalah fakta kalau dari saat mereka lahir, Shukuba tetap begitu-begitu saja.

Salah, bukan tidak berubah. Tapi malah semakin mundur.

Tapi semua itu berubah ketika dua tuan putri dari Konoha datang. Hanabi dan Hinataa. Bukan karena Konoha, tapi karena dua tuan putri itu. Sebab selama ini Konoha juga sama seperti Fushu, tidak menganggap kalau Shukuba itu penting.

Dalam kurun waktu kurang dari dua bulan, daerah yang aktivitas ekonominya sudah stagnan selama bertahun-tahun itu mulai berjalan. Dan bukan hanya berjalan, tapi berlari. Membuat taraf kehidupan penduduknya, meski tidak berubah drastis berhasil membuat banyak dari penduduknya berhasil kabur dari cengkraman kemiskinan.

Yang mereka lakukan?

Sederhana, mereka membawa lapangan pekerjaan ke tempat itu.

Dan yang Idate maksud dengan lapangan kerja adalah lapangan kerja yang sesungguhnya. Mereka tidak datang ke Shukuba dan memaksa orang-orang kota itu untuk bekerja layaknya budak. Tapi mempekerjakan semua yang mau bergabung layaknya karyawan dari perusahaan normal. Mereka tidak datang dengan pola pikir layaknya penjajah yang ingin mengambil hak rampasan perang mereka. Tapi mereka datang dengan pola pikir layaknya pengusaha yang ingin membesarkan bisnisnya.

Sebab fokus Konoha sedang ada pada gerakan militernya. Ada banyak industri yang saat ini kekurangan pekerja. Membuat produksi dari banyak kebutuhan negara itu turun drastis. Hanabi dan Hinata datang ke Shukuba adalah untuk mengatasi beberapa masalah yang Konoha sedang alami disamping melakukan eksperimen.

Industri yang mereka coba bangun adalah industri tekstil. Setelah melihat keadaan internal Konoha, Hanabi memutuskan untuk memfokuskan orang-orangnya sendiri untuk memproduksi hal-hal yang lebih vital. Bahan makanan, infrastruktur dan yang terakhir. Sesuatu yang sejak dulu sudah jadi spesialisasi Konoha, peralatan metal.

Tekstil adalah industri tersier relatif memerlukan banyak modal sumber daya manusia. Sebuah industri yang tidak cocok untuk keadaan Konoha yang saat ini tapi sangat cocok untuk Shukuba yang kelebihan utamanya. Atau lebih tepatnya, satu-satunya kelebihannya adalah mereka punya banyak sumber daya manusia.

Transport, pembuatan benang, kain, pakaian, dan pewarnaannya semua adalah proses yang memerlukan banyak tenaga. Dan jika kau berencana untuk membuat pakaian murah untuk dijual ke seluruh Konoha dan juga negara sekitarnya. Kau akan membutuhkan orang yang sangat banyak.

Dari luar, mungkin Hanabi dan Hinata kelihatan hanya datang untuk memanfaatkan kesulitan orang-orang Shukuba. Tapi memanfaatkan satu sama lain adalah basis dari hubungan ekonomi dan politik.

Sebuah negara memanfaatkan rakyatnya untuk memberikannya kekuasaan, dan rakyatnya memanfaatkan sebuah negara untuk memberi mereka perlindungan. Seorang pedagang memanfaatkan pembeli untuk mendapatkan profit sebanyak mungkin, dan pembeli juga memanfaatkan pedagang untuk mencarikan barang yang mereka butuhkan atau inginkan dan sebagainya dan sebagainya.

Dalam kasus ini, Hanabi dan Hinata memanfaatkan kesusahan orang-orang Shukuba untuk membantu negaranya. Tapi sebaliknya, orang-orang Shukuba juga memanfaatkan kesempatan yang keduanya berikan untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Idate tidak peduli kalau Shukuba sedang dimanfaatkan. Yang paling penting adalah, mereka juga harus ikut mendapatkan hasil timbalik baliknya. Malah dia senang dengan hal itu. Sebab dia jadi tahu dengan jelas apa yang Hanabi dan Hinata inginkan. Membuat ketika dia ingin melakukan negosiasi atas sesuatu, dia tahu apa yang harus digunakan.

"Hanya saja ayah!, aku tidak ingin hanya bergantung pada mereka! Aku ingin bisa memajukan Shukuba dengan tanganku sendiri!"

Sama seperti hubungan antara negara, hubungan bisnis dan politik juga tidak ada yang abadi. Konoha sekarang mungkin adalah sekutu mereka. Tapi hal itu bisa berubah jika kepentingan mereka berubah. Tidak lagi dia ingin ditusuk dari belakang seperti saat Fushu meninggalkan Shukuba begitu saja.

"Kalau begitu kau harus segera mengamankan posisimu!"

"Hah? Posisi?"

"Ya, tuan putri Hinata bilang kalau dia akan memilih walikota bukan hanya dari kalangan bangsawan tapi juga dari orang umum"

"Orang umum?"

Memang benar kalau menjadi bangsawan tidak menjamin kalau mereka itu lebih baik dari orang biasa. Kasus yang dialami ayahnya sendiri sudah cukup untuk membuktikan hal itu. Ada banyak orang biasa kaya yang lebih kompeten darinya.

Tapi hal semacam itu adalah pengecualian, bukan sesuatu yang normal. Sebab bangsawan memiliki kekuasaan dan harta, secara natural mereka juga punya lebih banyak akses terhadap pendidikan. Menjadikan mereka punya banyak kelebihan dibanding orang biasa yang pendidikannya terbatas.

Setelah ayahnya mundur, dia berharap kalau dia akan ditunjuk sebagai penggantinya secara otomatis. Meskipun tidak, jika kedua tuan putri itu memilih (mantan) banswan lain dari sana. Dia juga masih punya cara agar dia tetap memiliki kekuasaan.

Tapi kalau yang jadi walikota adalah orang biasa yang tidak punya hubungan dengannya. Rencananya akan jadi kacau.

"Aku sudah mencoba bilang kalau rencana mereka terlalu beresiko, tapi mereka tetap kukuh untuk melakukannya"

"Ugh. . ."

Hanabi dan Hinata merasa kalau keadaan Shukuba sudah sangat jatuh sampai mereka sudah tidak punya kesempatan untuk jatuh lebih dalam lagi. Sebab dari apa yang mereka lihat, posisi mereka sudah ada di paling dasar. Jadi tidak ada resiko yang terlalu besar untuk mereka bisa ambil.

Malah jika mereka mengambil resiko dan berhasil, mereka akan mendapat orang kompeten yang tidak terikat dengan normal para bangsawan. Dan misalkan mereka gagal pun dan siapapun yang mereka pilih berakhir tidak terlalu kompeten. Mereka masih akan tetap berada di sana dan mengawasi jalannya pemerintahan baru dan mengganti orang itu saat diperlukan.

"Kalau kau ingin bernegosiasi, sebaiknya kau buru-buru menemui mereka"

Keduanya berencana untuk memberikan test pada orang-orang yang ingin jadi walikota baru seminggu dari sekarang.

"Aku pergi dulu"

Dengan begitu, Idate langsung buru-buru menuju kantor Hanabi dan Hinata. Dia ingin protes tentang keputusan mereka. Hanya saja, apa yang bisa dia bawa pulang hanyalah tantangan dari Hanabi yang pada dasarnya berbunyi. . .

"Ha? Jadi kau takut kalah ya?"

Idate mencoba memberitahukan sudut pandanganya kalau apa yang mereka lakukan hanya membuang waktu. Tapi Hanabi tidak membeli argumennya dan berakhir memberikan tantangan tadi.

Dengan semangat untuk membuktikan kalau Hanabi itu salah dan dia itu benar-benar kompeten. Idatepun, akhirnya memutuskan untuk mempersiapkan diri untuk test yang akan diadakan minggu depan.

7

Seminggu berlalu dan akhirnya hari penentuan walikota pun datang. Dengan perasaan agak rumit yang dia dapatkan karena dia mengingat hari-harinya di sekolah dulu. Idate berjalan menuju aula kota bersama dengan beberapa laki-laki dan perempuan lain yang kelihatannya punya tujuan yang sama dengannya.

Jumlah mereka ada lima belas. Jarak umur mereka antara lima belas sampai empat puluhan. Selain umur, latar belakang mereka juga beragam.

Ada wajah familiar an berasal dari salah satu cabang keluarganya. Ada pria paruh baya yang kelihatan penuh wibawa. Ada wanita berumur dua puluhan, sama sepertinya yang kelihatan penuh determinasi, dan juga ada pemuda yang kelihatan seperti kutu buku dan sebagainya dan sebagainya.

Begitu masuk, mereka langsung disambut Hinata yang memberitahukan apa yang harus mereka perhatikan.

Waktu yang diberikan untuk ujian tertulis adalah dua jam dan siapapun yang ketahuan curang akan langsung di diskualifikasi. Hasil dari ujian itu akan diumumkan di hari selanjutnya.

Tidak lama kemudian, ujianpun dimulai.

Reaksi dari pesertanya bermacam-macam. Ada yang kelihatan tenang, ada yang dengan jelas sedang panik, ada yang fokus dan ada juga yang sama sekali tidak bisa fokus.

Bagaimana dengan Idate?

Sesuai yang dia duga, semua soal-soal yang berhubungan dengan management teritorinya bisa dia jawab dengan relatif mudah. Masalah-masalah yang disodorkan padanya juga bisa dia selesaikan dengan penuh percaya diri.

Tapi semakin ke sana, soal yang dia temui kelihatan semakin sulit. Sulit bukan dalam arti soalnya rumit, tapi pengetahuannya sama sekali tidak ada yang menyentuh subjek itu. Soal seperti siapa orang yang terkemuka di daerah A dan B. Rute mana yang paling cepat antara tempat C dan D, siapa yang yang harus didatangi kalau ada konflik di antara E dan F. Dan tempat apa yang harus kau datangi saat kau butuh G dan H.

Semua soal-soal tentang hal-hal lokal hampir semuanya dia tidak ketahui.

"Ugh. . "

Dia mengira kalau semua usahanya sudah cukup untuk menjadikannya pemimpin yang jauh lebih baik dari ayahnya. Tapi setelah melihat soal di depannya, dia sadar kalau dia masih perlu banyak belajar lagi. Bukan hanya itu, dia juga akhirnya paham kalau dia sudah terlalu meremehkan ayahnya. Selain itu dia juga sadar kalau dia sudah terlalu fokus melihat keluar dan lupa untuk melihat ke dalam.

"Um. . . kalau tidak salah. . ."

Ayahnya mungkin biasa-biasa saja, tapi pengetahuannya sebagai pemimpin lebih banyak dari Idate. Bahkan saat ini Idate harus bersandar pada pengetahuan yang dia dapatkan saat bersama ayahnya. Dia sedang mencoba mengingat-ingat apa saja yang dia lihat saat dia pergi bersama ayahnya saat dia masih kecil. Pengetahuan yang tidak bisa dia dapatkan di dalam sekolah.

Idate terus berkonsentrasi sampai akhirnya. Sesuai yang sudah diberitahukan, tes pun berakhir dalam dua jam. Setelah itu, semua peserta tes dipersilahkan untuk pulang dan menunggu panggilannya.

Jika mereka tidak dipanggil besok, itu berarti mereka gagal.

Idate agak was-was kalau dia tidak berhasil mengerjakan soal-soal yang diberikan dengan baik, tapi dia masih yakin kalau dia masih akan dipilih untuk jadi walikota. Kenapa? Karena kalau dia saja yang sudah belajar banyak hal masih merasa kesulitan. Orang lain harusnya punya hasil yang lebih buruk darinya sebab mereka bahkan tidak punya kesempatan belajar sepertinya.

Dengan kata lain, dia merasa bisa menang bukan karena dia yakin dia itu sukses mengerjakan ujiannya tapi karena dia yakin yang lain gagal mengerjakan tugas mereka.

Dan benar saja, paginya. Dia mendapatkan pesan kalau dia dipanggil ke kantor Hinata. Tapi tidak seperti yang dia duga. Yang dipanggil ke sana bukan hanya dia sendiri. Begitu masuk ke ruangan tuan putri itu, di dalam sudah ada orang lain yang menunggunya.

Salah satu peserta yang ikut ujian bersamanya kemarin.

Melihat wajah bingung Idate, Hinata langsung bilang. . .

"Namanya adalah Honoka, anak dari salah satu kepala desa di utara Shukuba"

"Aku paham, jadi? Siapa yang menang? Aku atau dia?"

"Bagaimana kalau kalian duduk dulu"

Setelah kedua tamunya duduk dan diberikan teh dan makanan kecil. Hinata menjelaskan kalau yang lulus jadi walikota adalah Idate. Tapi pemuda itu dipilih bukan karena nilainya jauh lebih tinggi dari Honoka. Sebab secara nilai, keduanya pada dasarnya ada di taraf yang sama meski spesialisasi keduanya berbeda jauh.

Ketika Idate terlalu fokus keluar, Honoka melakukan yang sebaliknya. Gadis itu terlalu fokus ke dalam.

Berpikir kalau keduanya akan bisa melengkapi satu-sama lain. Hinata dan Hanabi memutuskan untuk menawarkan mereka untuk memimpin Shukuba bersama dengan Idate sebagai walikota dan Honoka sebagai wakil pemuda itu sendiri.

"Jadi aku menang hanya karena ayahku hah. . ."

Mendengar pertanyaan itu, Hinata hanya tersenyum. Mengkonfirmasi kecurigaan Idate.

Kalau nilainya dengan gadis yang ada di sebelahnya sama. Itu berarti ada hal lain yang jadi bahan pertimbangan untuk memenangkannya. Dan pertimbangan itu kemungkinan besar adalah kalau dia itu anak dari walikota sebelumnya.

Sebuah perubahan memang penting, tapi perubahan yang terlalu mendadak dan asing hanya akan membuat kekacauan. Oleh sebab itulah dia dipilih sebagai kandidat utama untuk memimpin kota itu.

Semua orang familiar dengannya, dan semua orang menganggap kalau kekuasan ayahnya turun padanya adalah hal yang normal dan sesuatu yang memang sesuatu yang harusnya terjadi.

"Jangan memasang wajah kecewa begitu, keturunan juga bentuk dari bakat"

Hinata tidak hanya mencoba membuat Idate merasa lebih baik. Sebagai seorang tuan putri, dia sadar akan seberapa pentingnya garis keturunan seseorang. Jika dia bukan anak dari ayahnya, Hinatapun tidak akan bisa berbuat apa-apa. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga orang lain.

"Ya, kau harus mensyukurinya sebab orang sepertiku bahkan tidak punya pilihan"

Honoka yang sedari tadi hanya diam akhirnya memutuskan untuk bicara. Awalnya dia hanya ingin diam dan menerima posisinya. Tapi begitu masalah keturunan dibawa-bawa, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengutarakan perasaannya.

"Karena kami bukan siapa-siapa, yang bisa kami lakukan hanyalah melihat ayahmu menggiling ekonomi Shukuba jadi debu"

Tapi meski dia membenci apa yang ayah Idate lakukan, atau dalam kasusnya. Apa yang orang tua itu tidak lakukan. Dia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemimpin mereka. Sebab meski mereka selalu mengeluh, tanpa mereka sadari mereka juga sudah jadi orang yang penakut.

Mereka tidak berani untuk mengatakan apapun. Bahkan sampai beberapa bulan yang lalu, mereka tidak berani melakukan apapun dan menerima apapun yang diputuskan pemimpin mereka. Tidak ada satupun dari mereka yang mencoba merubah keadaan. Mereka menganggap, sebab mereka itu bukan siapa-siapa. Mereka tidak punya hak untuk menagih apa-apa.

"Tapi kali ini, aku bukan lagi 'bukan siapa-siapa""

Dengan kesempatan yang didapatkannya itu, dia akan akan merubah bukan hanya keadaannya dan keluarganya. Tapi juga keadaan semua orang yang ada di sana.

"Aku tidak ingin lagi hidup sengsara"

Tidak lagi dia ingin bingung besok harus makan apa. Tidak lagi dia ingin tidak bisa membeli obat saat seseorang jatuh sakit. Dan tidak lagi dia ingin harus menahan diri dihina oleh orang lain karena penampilannya.

"Karena itulah, jika kau tidak serius aku akan melakukan apapun untuk menggulingkanmu!"

Dengan wajah penuh keseriusan. Honoka mendeklarasikan niatnya pada semua orang yang ada di sana. Terutama pada Idate. Tapi pemuda itu hanya tersenyum dan bilang.

"Siapa takut!"

Apa yang diucapkan oleh Honoka bisa dianggap sebagai deklarasi perang dan niat untuk jadi pengkhianat. Tapi di telinga Idate hal itu adalah jaminan kalau gadis yang ada sampingnya sama seriusnya dengannya dalam membangun Shukuba.

Di saat itulah, Idate merasa kalau dia baru saja mendapatkan teman satu perjuangan yang sesungguhnya.

Sayangnya, di saat mood di ruangan itu mulai jadi lebih baik dan hangat. Tiba-tiba pintu kantor Hinata diketuk dengan keras, dan sebelum gadis itu sempat menjawab.

"Kak Hinata. . ."

Hanabi dan seorang pemuda berpakaian militer masuk dengan buru-buru. Sebab dia sudah mendengar cerita Hanabi tentang kekasihnya, dia sudah bisa menebak siapa pemuda yang bersama adik perempuannya itu.

Selain itu dia juga bisa menebak kabar apa yang mereka bawa.

"Pasukan Fushu sedang menuju ke sini, kemungkinan mereka akan sampai besok siang"

8

Merasa kalau mereka tidak bisa bicara di depan umum. Naruto, Hanabi, dan Hinata Memutuskan untuk melanjutkan diskusi di ruang kerja Hanabi yang dibilang tempat paling privat di sana. Sebab isi dari ruangan itu adalah banyak dokumen penting, ruangannya dibangun dengan keamanan sebagai prioritas nomor satu.

Jendela diganti dengan beberapa ubin kaca transparan di atap sebagai sumber penerangan. Saluran udara digunakan juga dibuat untuk menggantikan ventilasi langsung dari luar. Tembok tempat itu lebih tepat dari ruangan-ruangan lain, lalu yang terakhir semua celah yang bisa membiarkan kelembaban masuk juga ditutup. Membuat ruangan itu hampir kedap suara.

Dan di ruang seperti itulah. . .

"Hanabi, aku tidak pernah tahu kalau kau itu gadis yang seperti ini?"

Begitu Hinata dan Naruto selesai melakukan basa basi dan memperkenalkan diri. Hanabi tanpa malu menempel pada Naruto seperti anak penguin.

Setelah Hinata berhasil meyakinkan pengawalnya untuk menunggu di luar dan membiarkannya berdiskusi dengan Naruto di ruangan itu. Hanabi langsung berhenti memasang kedok tuan putrinya, memeluk Naruto dengan seerat yang dia bisa, lalu dengan naturalnya duduk di pangkuan pemuda itu layaknya seorang anak kecil manja yang ingin minta perhatian pada ayahnya.

Tingkah gadis kecil bukan hanya berhasil membuat Hinata kaget, tapi juga Naruto. Seseorang yang notabene sudah kenal dengannya sangat lama.

"Kau tidak menyukainya?"

Mendengar pertanyaan Naruto, Hanabi langsung berbalik dan melihat ke arah pemuda itu dengan wajah yang hanya bisa dideskripsikan dengan ekspresi campuran antara kecewa dan berharap. Ditambah dengan matanya yang sedikit basah, satu-satunya reaksi yang bisa Naruto berikan hanya satu.

"Mnngghhh . . . ."

Dia harus menenangkan jantungnya.

"Tentu saja tidak! Aku benar-benar merindukanmuuuuu! Hanabi!"

Sedari tadi, Naruto terus mencoba untuk bertingkah setenang mungkin di depan Hinata karena tidak ingin membuat gadis kecil itu merasa risih. Tapi setelah melihat ekspresi super imutnya tadi, pemuda itu tidak bisa lagi menahan diri.

Naruto memeluk tubuh mungil Hanabi dengan erat. Sangat erat bahkan sampai gadis itu merasa agak sakit. Tapi meski begitu, Hanabi tetap memasang senyum sambil balik memeluk pemuda itu.

Sama seperti Naruto, Hanabi juga sangat merindukan pemuda itu. Mereka mungkin sering bertukar surat, tapi hal itu tidak bisa mengobati rasa rindu mereka. Sesuatu yang normal mengingat mereka tidak bisa melihat satu sama lain selama hampir setengah tahun. Mungkin, karena rasa rindu yang meluap-luap itulah. Hanabi tidak segan untuk menempel pada Naruto.

Dia ingin menyentuh pemuda itu, dia ingin merasakan hangat tubuh pemuda itu, dia ingin menguburkan wajahnya di dada pemuda itu.

"Aku juga! Aku juga sama!"

Selama beberapa saat, mereka berdua terus berpelukan seakan dunia hanya milik mereka berdua. Tidak mempedulikan kalau bukan hanya dunia, tapi ruangan itu bahkan bukan milik mereka saja. Di sana, ada orang ketiga yang sedari tadi mereka tidak indahkan keberadaannya.

Perkenalkan, tuan putri pertama Konoha. Hinataa Hyuuga. Seorang gadis yang saat ini juga punya tugas tambahan sebagai hiasan ruangan yang menjadi saksi dari percumbuan adik perempuannya yang masih muda dengan kekasihnya dengan mata penuh kegelapan.

"Apa kalian sudah selesai?"

". . . . ."

". . . . ."

Dengan suara dingin, Hinata bertanya pada dua orang di depannya. Dan berkat suara dingin itu, akhirnya Amelia dan Naruto sadar dengan apa yang sudah mereka lakukan.

Mengabaikan lawan bicara mereka.

"Maafkan aku tuan putri"

"Maafkan aku kan kak Hinata"

"Aaghhh. . . sudahlah….."

Dia paham kalau mereka pasti memang benar-benar merindukan satu sama lain. Tapi dia tidak bisa berhenti marah pada keduanya. Bukan karena dia tersinggung wewenangnya sebagai tuan putri tidak dihargai, tapi karena mau tidak mau. Dia harus mengakui kalau dia sedikit iri pada mereka.

"Tolong jelaskan apa yang terjadi"

"Hanabi, Kau bisa turun sekarang"

"Mmm. . ."

Bukannya turun, permintaan Naruto malah ditanggapi dengan gadis itu mendorong punggungnya ke dada pemuda itu sambil memasang wajah jenkel. Memberitahukan kalau dia tidak ingin pergi dan masih ingin berada di pangkuan pemuda itu. Sekali lagi, layaknya anak kecil yang tidak mau ditinggal ayahnya. Atau kucing yang sudah terlalu nyaman di pangkuan tuannya dan tidak mau turun.

"Mnnngghhhhh. . . ."

Mengingat kalau Hanabi hampir selalu bertingkah dewasa. Melihat gadis itu tiba-tiba menunjukan sisi kekanan manjanya membuat Naruto secara insting langsung ingin memeluknya. Dan sebab sekali lagi, sebab di sana tidak ada orang asing. Naruto bahkan tidak mencoba melawan dan langsung menyerah. Sambil menjelaskan apa yang terjadi, pemuda itu terus memeluk Hanabi dari belakang.

"Singkatnya produk dari Shukuba sudah menyebar ke banyak tempat, dan perubahan kota ini sudah diketahui semua orang"

Dan orang-orang itu tentu saja termasuk petinggi Fushu. Setelah mengetahui kalau Shukuba, kota yang serahkan pada Konoha dengan mudahnya sudah berubah jadi tempat yang makmur. Mereka ingin mengambil alihnya lagi.

"Akhirnya hah. . ."

Hanabi yang masih berada di pangkuan Naruto ikut bicara.

Sejak awal, Hanabi sudah tahu kalau hal ini akan terjadi. Begitu eksperimennya sukses pasti Fushu akan mencoba untuk memakan Shukuba dan menjadikannya milik mereka lagi. Karena itulah, dia tidak merasa terkejut.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan?"

Hinata, sama seperti Hanabi juga tidak merasa terkejut. Dan sebab keduanya sudah memikirkan hal itu, mereka juga sudah menyiapkan solusi-solusi dari masalah yang akan timbul. Saat ini, yang perlu mereka lakukan adalah memilih solusi mana yang cocok untuk digunakan dalam situasi saat ini.

"Berhubung Konoha juga tidak terlalu peduli dengan tempat ini, di sini tidak ada tentara yang melindunginya"

Naruto sempat mengawasi pergerakan pasukan Fushu ketika mereka menuju ke Shukuba, dan dari apa yang dia lihat. Mereka kelihatan serius. Berdasarkan dari observasinya, Fushu menyiapkan setidaknya tiga ribu tentara untuk mengambil alih kota tempat mereka berada sekarang.

Meski Naruto menggabungkan kekuatan peloton nya, penjaga di kota itu dan pengawal kedua putri Konoha. Jumlah mereka masih kurang dari 100 orang. Melawan pasukan Fushu dengan jumlah itu sama saja dengan bunuh diri. Mereka bahkan tidak akan bisa mengulur waktu menunggu pasukan dari Konoha datang mengingat kota itu bahkan tidak punya satu benteng pun.

Tentu saja Hinata dan Hanabi bisa memaksa penduduk Shukuba untuk jadi prajurit konskrip dan menyuruh mereka untuk menghadang pasukan musuh. Tapi mereka repot-repot ke Shukuba karena membutuhkan orang-orangnya, mengorbankan mereka untuk mempertahankan daerah itu sama saja dengan membuang usaha keras mereka.

"Aku tidak menyangka mereka akan benar-benar melakukannya, apa Fushu tidak takut dianggap pemberontak?"

Hinata bertanya.

Perjanjian perdamaian antara Konoha dan pasukan koalisi menyebutkan kalau perebutan kekuasaan atas sebuah daerah yang menggunakan kekerasan tidak akan diakui legalitasnya. Jika kau melakukannya, maka siapapun itu mereka akan dicap sebagai pasukan pemberontak yang ingin mengganggu kedamaian.

"Dalam perjanjian besar seperti itu, selalu ada banyak loophole yang bisa dikesploitasi"

Sambil meletakkan dagunya di puncak kepala Amelia. Naruto menjawab.

"Bagaimana bisa?"

"Karena yang dari awal perjanjian seperti itu memang dibuat agar bisa dieksploitasi dan diinterpretasikan dengan liberal oleh orang-orang yang punya kepentingan"

Pasukan yang Fushu kerahkan tidak datang dari perintah rajanya, melainkan para bangsawan-bangsawan yang berada di bawahnya. Dengan begitu, pemerintah utama Fushu bisa bilang kalau mereka tidak punya hubungan dengan mereka misalkan invasi mereka gagal dan pemimpin serangan itu dicap sebagai pemberontak.

"Jadi kau bilang para bangsawan itu Fushu kambing hitamkan?"

Kali ini Hanabi yang bertanya.

"Sudah pasti"

Naruto kembali menjelaskan.

Dia tidak tahu metode apa yang Fushu gunakan untuk mengerahkan para bangsawan itu. Bisa saja mereka dipaksa, bisa saja mereka dipancing keserakahannya dan dijanjikan hal yang muluk-muluk, atau bisa saja mereka ditipu. Tapi yang jelas adalah, pada akhirnya pemerintah utama Fushu. Dengan kata lain, keluarga kerajaan tidak akan menderita apapun walau invasinya gagal.

Naruto merasa ada sesuatu yang janggal dengan timing dari invasi mereka yang terlalu baik. Tapi dia masih belum menemukan sumber dari rasa janggal itu.

"Tunggu dulu, tapi bukannya penaklukan Shukuba pada akhirnya tidak akan diakui oleh pasukan Koalisi?"

Hinata kembali bertanya pada Naruto, dan pemuda itu hanya tersenyum lalu bilang.

"Kalau yang seperti itu. . ."

Yang kemudian disaut oleh Hanabi.

". . . Mudah mengakalinya"

Yang paling penting dalam aku-mengakui kekuasaan seseorang atas sebuah daerah sekarang ini adalah pengakuan masyarakatnya. Jika misalkan Fushu berhasil menyantap Shukuba dan orang-orang di dalamnya menerima mereka. Fushu cukup bilang kalau penduduk Shukuba dari dulu tidak pernah jadi anggota negara Konoha, meski daerahnya dikuasai Konoha tapi jiwa mereka masih tetap menganggap kalau Fushu adalah negara mereka.

Dengan begitu, meski mereka merebutnya dengan kekerasan pun. Yang terjadi bukanlah mereka merebut daerah milik orang lain, tapi hanya mengambil bagian dari negaranya sendiri.

"Tapi, kau sendiri sudah lihat kan Hanabi. Orang-orang di sini tidak ada yang suka dengan pemerintahan Fushu"

Menghadapi pertanyaan dari kakaknya, Hanabi melihat ke atas, ke wajah Naruto.

"Tentu saja kau tinggal memaksa mereka"

Ancam anggota keluarga mereka, ancam keselamatan mereka, dan ancam cara hidup mereka. Dengan begitu, kau bisa memaksa semua orang untuk mengatakan apapun yang mereka mau.

". . . . ."

Ujung-ujungnya selalu seperti itu. Hinata tahu kalau pada akhirnya kekerasanlah yang akan bicara. Tapi dia berharap kalau ada cara lain, jalan lain, dan jawaban lain yang bisa dia dapatkan dari Naruto. Seseorang yang adik perempuannya anggap tidak punya tandingan dalam strategi.

"Hah. . . . ."

Jujur saja, Hinata dan Hanabi tidak terlalu peduli pada tanah Shukuba. Kalau mereka harus mengorbankannya untuk menyelamatkan penduduknya, mereka tidak akan ragu melakukannya. Sebab mereka bahkan tidak membutuhkan lokasi fisik dimana tanah Shukuba berada.

Hanabi mendongakan kepalanya dan melihat ke wajah Naruto yang ada di atas kepalanya. Setelah itu, keduanya mengalihkan pandangan mereka ke Hinata. Meminta pendapat gadis itu.

Tidak lama kemudian, Hinata menarik nafas dan bilang. . .

"Tidak ada pilihan lain, kurasa kita semua harus kabur"

Dengan kata lain, mereka akan mengevakuasi semua orang dari Shukuba.

Jika di Shukuba tidak ada orang, maka tidak akan ada yang bisa dipaksa untuk mengakui kekuasaan Fushu di sana. Dan dengan begitu, pasukan koalisi dan pasukan Konoha di perbatasan juga jadi punya justifikasi untuk menyerang balik pasukan Fushu.

"Hanabi, apa kau siap menerima mereka?"

"Sasuke dan Gatsu sudah menyiapkan tempat untuk menampung semua orang, bagaimana denganmu Naruto?"

Pada saat ini Hanabi masih belum tahu. Tapi apa yang Sasuke lakukan jauh dari sekedar menyiapkan lokasi pengungsian. Ketika Hanabi pulang, bisa dipastikan kalau gadis itu akan terkejut. Sangat terkejut malah sebab tempatnya lahir sudah seperti baru saja meninggalkannya sepuluh tahun ke masa depan.

"Asal kau mengizinkanku untuk menggunakan kota ini sepenuhnya, aku bisa menahan progress mereka setidaknya selama setengah hari"

"Bagus, sekarang tinggal bagaimana caranya meminta semua orang agar mau pergi dari sini"

Mendengar pertanyaan Hinata itu, Hanabi tersenyum.

"Bukannya ini saat yang tepat untuk melihat kemampuan mereka"

Penguasa baru Shukuba, Idate dan Honoka.


Author gak tahu tinggal berapa orang yang masih tersisa di sini. Tapi bagi kalian yang udah mampir, terima kasih banget udah baca cerita author sampai selama ini. Selama hampir sepuluh taun.