Kekepoan seorang Byun Baekhyun tidak berlangsung lama. Meski memang sempat bertanya-tanya—bahkan berniat menguping apa yang pasangan pria dan wanita itu bicarakan ketika berhenti tak jauh dari tangga bangunan apartemen murah ini—Baekhyun memutuskan untuk segera masa bodoh. Sebagian dari dirinya memang merasa bahwa kelewat kepo itu tidak sopan, sementara sisanya tidak mau menyama-nyamai bibi-bibi di lantai bawah yang hobi sekali bergosip dan mencampuri urusan orang lain. Memang cuma Bibi Uhm saja yang bisa dijadikan panutan di sini. Meski pendapat ini tidak valid karena Baekhyun sering diberi uang jajan olehnya, tapi Baekhyun yakin Bibi Uhm memang baik hati meski tidak secantik Uhm Junghwa(1) yang asli.
Sampai di kamarnya, Baekhyun langsung melempar diri ke atas ranjang, masih lengkap bersama kaus kaki dan pakaiannya. Ia akan mandi setelah ini, lalu merampungkan sedikit lagi pekerjaannya terkait skripsi, lalu tidur. Sekali lagi, diberkatilah Kim Junmyeon, karena berkat dia Baekhyun pulang dalam keadaan merdeka dari rasa lapar.
Selepas tidur-tiduran sebentar dan berniat pergi mandi, Baekhyun mendapati kakinya justru melangkah menuju pintu. Membukanya, dan menyembulkan kepala ke luar. Menengok kanan-kiri. Kembali memasang tampang kepo yang tidak disadarinya.
Dan saat itulah pria itu benar-benar muncul.
Kebetulan yang disesali Baekhyun. Ia tidak mau mengaku kalau kelakuannya tengok kanan-kiri barusan itu didasari sisa-sisa rasa penasaran yang sempat bercokol selepas melihat Park Changmin bersama seorang wanita, tapi separuh lagi dari dirinya seolah-olah memang mengantisipasi kebetulan ini.
Pas sekali hanya kira-kira satu langkah pria itu akan mencapai pintu unit apartemennya, keberadaan Baekhyun tertangkap.
"Oh? Hai," sapanya.
Baekhyun mengerjap, sempat tidak sadar posisi anehnya yang membungkuk dari dalam kamar dan menyembulkan kepala melalui pintu begitu.
"Y-ya.. Halo.. Changmin-ssi," jawab Baekhyun. Setelahnya barulah ia sadar untuk memperbaiki sikap berdirinya.
Pria itu tertawa geli. Masih menatap Baekhyun. Ketika pria itu justru melanjutkan langkah meski sudah melewati pintunya, Baekhyun diam-diam kelabakan. Mau apa dia?!
Untuk waktu yang amat singkat, Baekhyun merasa waktu melambat ketika melihat senyum dari pria yang menjadi tambatan matanya. Huh.. apakah pria ini menggunakan semacam produk perawatan kulit sampai wajahnya tampak bercahaya begini? Benar, pasti begitu. Lampu koridor tidak seterang itu dan langit sudah gelap, tidak akan mampu membuat wajah seseorang jadi sebegini cerah dan mencuri perhatian.
"Kurasa kita perlu berkenalan lagi," kata pria itu. Baekhyun yang separuh melongo bersama kecurigaannya bahwa pria di hadapannya ini mengenakan produk perawatan kulit yang bagus kebingungan dengan kalimat itu.
"Ya?"
"Namaku Park Chanyeol. Park-Chan-Yeol." Seperti kali sebelumnya di mana pria itu mengeja namanya per suku kata seperti itu, kali ini Baekhyun menyaksikannya lagi. "Bukan Chanyoung. Atau Changmin."
Mata Baekhyun berkedip-kedip cepat. Demi Tuhan! Dia akhirnya ingat—dan tersadar—nama pria ini adalah Park Chanyeol. Bukan Chanyoung, apalagi Changmin. Kenapa otaknya mengarang nama-nama random dan dengan enteng selalu menyebutnya di depan pria ini?
Baekhyun mendesis, dalam hati menyalahkan diri sendiri. Wajahnya mulai terasa panas.
Melihat telapak tangan Park Chanyeol masih terulur padanya, Baekhyun menyambut dengan tidak enak hati.
"Baek—Baekhyun." Ia menggigit bibir, baru kemudian menambahkan. "Maaf sudah salah menyebut namamu."
Park Chanyeol tertawa lagi. Tapi, meski pria itu tidak mengatakannya, Baekhyun seperti tahu kalau bukan tawa mengejek yang sedang dilakukannya. Park Chanyeol hanya seperti sedang mentertawakan sesuatu yang jenaka.
Tautan tangan terlepas. Senyum berhias lesung pipi kembali Baekhyun terima.
"Sampai jumpa," ucap pria tinggi itu padanya.
Baekhyun hanya menatap pria itu sampai sosoknya menghilang di balik pintu unit apartemen di sampingnya. Sampai ia kembali ke kamar, pergi mandi, dan duduk di depan laptop dengan file catatan skripsinya, Baekhyun tak juga sadar ia tak membalas salam itu.
Di tengah kegiatannya menarikan jemari di atas keyboard, Baekhyun terhenti. Sekilas ia terngiang kembali nama pria yang kini tinggal di samping unitnya itu.
Park Chanyeol.
Setelah berkali-kali lupa sampai salah sebut, sekarang Baekhyun justru tidak bisa berhenti terngiang akan nama itu.
"Park," Diketiknya apa yang keluar dari mulutnya tanpa sadar itu. "Chan. Yeol."
Ia tidak tahu apakah perlu ia melakukannya atau tidak, tapi Baekhyun sudah bertekad untuk mengingat-ingat nama itu supaya tidak salah menyebut lagi. Dilihat dari perawakan pria itu yang jelas lebih tua darinya, ia telah begitu tidak sopan dengan berkali-kali memanggil dengan nama yang salah dengan penuh percaya diri.
Sampai pekerjaannya malam ini selesai, merapikan meja kecilnya, berjalan ke tempat tidur dan merebahkan diri di atasnya, Baekhyun tak sadar sudah berapa kali ia mengulang-ulang mengucap nama itu.
.
oOo
.
Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali Baekhyun bangun dalam keadaan plong seakan tidak punya beban hidup seperti sekarang ini. Alarm paginya belum berbunyi, tapi ia sudah segar bugar bangun dari tempat tidur sambil mengusap mata dengan senyum bahagia tersungging.
Baekhyun pikir ia sangat siap untuk menemui Profesor Ji karena otaknya terasa penuh—seperti baru saja diberi makan dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Ah, apapun itu, Baekhyun yakin hari ini akan berjalan mudah sebab progress skripsinya sudah cukup untuk dibawa menuju dosen pembimbingnya, dan otaknya sudah dibekali pengetahuan tambahan kalau-kalau profesor itu menghujaninya dengan pertanyaan. Ucapan terima kasih beruntun untuk Kim Junmyeon tampaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Hari masih terlalu pagi untuk beraktivitas, terlebih berangkat ke kampus. Tapi, Baekhyun merasakan dorongan kuat untuk tidak menyia-nyiakan waktu (Ini tidak seperti dirinya yang biasa, tapi biarkan, karena dia sedang termotivasi habis-habisan seolah minggu depan juga dia bakal mampu menyelesaikan skripsi dan pergi wisuda). Dengan itu Baekhyun bangun dengan mantap dari tempat tidur mininya, masuk ke kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi. Dia akan pergi jogging pagi ini.
Ketika telah siap dengan setelan jogging-nya—celana jogger sebetis dan kaus berlapis jaket—Baekhyun melongokkan kepala ke luar unitnya dari celah pintu yang ia buka sedikit. Diliriknya pintu yang tepat berada di sebelah kanannya, sampai ia sadar sungguh tidak berguna upaya itu.
Baekhyun berkerut dahi, bingung dengan kelakuannya sendiri. Buat apa dia melongok ke pintu tetangga begini?
Ia segera keluar dan beranjak meninggalkan unitnya setelah memastikan pintu terkunci. Koridor sempit di depan deretan pintu-pintu ini sepi seperti biasanya. Berpadu dengan udara yang masih segar, Baekhyun seperti mendapatkan mood terbaiknya di antara sepanjang waktu belakangan.
Baru satu langkah ia ambil menuruni tangga saat suara separuh gaduh terdengar tak jauh di bawahnya.
"Ya Tuhan!"
Perasaan Baekhyun tidak enak mendengar suara Bibi Uhm terkaget-kaget begitu.
"Maaf, maaf! Astaga! Cepat minta maaf!"
Setelah sempat terhenti, Baekhyun melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Di belokan pertama yang ditemuinya, ada seorang pria tinggi dengan setelan jas, seorang wanita, dan anak laki-laki—Baekhyun bisa menebak dengan jelas itu Bibi Uhm dan anaknya—yang berhenti di tengah jalan. Menutupi akses orang lewat.
"Maaf, Paman." Suara pelan itu menyusul perintah ibunya.
"A-ah," Nah, dari suaranya, Baekhyun sepertinya juga mengenal pria yang berdiri membelakanginya ini. "Tidak apa-apa. Lain kali hati-hati, ya."
Beberapa permintaan maaf sarat penyesalan dari Bibi Uhm lagi, barulah hal barusan yang sepertinya melibatkan suatu kecelakaan itu berakhir. Park Chanyeol, pria itu, melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga.
"Oh, Baekhyun?"
Baekhyun segera membungkuk menyambut sapaan dari wanita yang berpapasan dengannya. "Bibi."
"Kau sudah mau berangkat kuliah?"
"Tidak. Cuma mau olahraga sedikit," cengirnya. Sebelum wanita itu sempat merespon, Baekhyun sudah lebih dulu menanyakan hal yang sempat dilihatnya tadi. "Tadi itu.. ada apa, Bi?"
"Aah.. Tadi? Jungro lari-larian di tangga dan menabrak pria itu." Wanita itu melirik anaknya yang berusia sembilan tahun serta ke bawah tangga tempat Park Chanyeol baru saja berlalu. "Saus di makanannya membuat jas pria itu jadi kotor, tapi katanya tidak apa-apa dan dia menolak saat kutawarkan bantuan untuk membersihkan," jelasnya. "Tidak tahu juga apa tidak apa-apa pergi dengan pakaian kotor begitu.. Aish, sudah Ibu bilang jangan lari-lari begitu. Kau ini."
"Ah, begitu.." Diliriknya Jungro, anak laki-laki yang tengah menggenggam satu tusuk sosis di tangannya itu. Tak berlama-lama Baekhyun bertukar sapa lagi. Setelah mendengar apa yang terjadi, ia segera menuruni tangga. Separuh karena ia ingin cepat-cepat melaksanakan niatnya untuk jogging, separuh lagi karena sedikit penasaran soal buah kejadian barusan itu.
Sampai di ujung tangga Baekhyun masih mendapati punggung pria dengan setelan jas hitam itu. Cukup sedikit mempercepat gerak kakinya dan Baekhyun sudah bisa menyejajarkan langkah.
"Park Chanyeol-ssi! Selamat pagi," sapa Baekhyun. Pria itu segera menoleh, ramah tersenyum menanggapi sapaannya.
"Selamat pagi, Baekhyun-ssi."
"Baekhyun saja," ralat si empunya nama, dan diangguki sang lawan bicara bersama sebuah 'oke' dan senyum ramahnya.
"Kalau begitu kau juga. Panggil Chanyeol saja."
"Ng.. Chanyeol.. hyung?" Rasanya Baekhyun seperti baru saja makan buah yang asamnya luar biasa saking panggilan itu terasa aneh di lidahnya. Tapi bukankah pria ini memang lebih tua darinya?
"Chanyeol saja," katanya. Baekhyun mengelus dada—secara imajiner—karena entah kenapa, dia setuju panggilan itu saja tanpa embel-embel lebih cocok untuk pria ini.
Baekhyun melirik jas yang dikenakan pria yang kini berjalan bersisian dengannya itu. Benar, ada noda saus yang cukup banyak di sana meski tidak mencolok karena warna kain yang gelap. Sepertinya pula noda itu sudah sempat dibersihkan meski seadanya. "Itu.. jasmu tidak apa-apa?"
Park Chanyeol melirik jas yang ia kenakan, dan sebelum tatapan bagaimana-kau-bisa-tahu pria itu mewujud ke dalam kata-kata, Baekhyun terlebih dulu menjelaskan. "Aku tidak sengaja melihatnya tadi." Ia menunjuk ke arah tangga masuk gedung apartemen mereka di belakang.
Chanyeol lantas mengangguk, "Tidak akan terlalu terlihat karena warnanya yang hitam."
Baekhyun tidak menyalahkan anggapan itu, tapi sebenarnya, noda itu masih terlalu mencolok kalau dilihat dengan sedikit lebih seksama. Kecuali kantor pria ini sedang menerapkan social distancing, noda itu pasti bakal kelihatan jelas.
Selaku pihak yang merasa lebih bijak menilai situasi, Baekhyun berpikir ini tidak bisa dibiarkan. "Tidak bisa. Ini harus dibersihkan," gumamnya.
Park Chanyeol tersenyum kikuk, "Sudah tidak ada waktu lagi." Ia melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.
Benar juga. Tapi Baekhyun masih tidak setuju soal membiarkan noda oranye samar-samar itu dibawa bekerja ke kantor. Atau mungkin juga naik bus atau kereta.
"Ke sini sebentar." Tanpa benar-benar mempertimbangkan ide yang baru saja lewat di kepalanya, Baekhyun menarik pria tinggi itu kembali ke ujung tangga yang baru saja jadi akses keluar mereka dari apartemen. Melewatinya sejauh beberapa langkah kemudian berhenti.
Sebuah keran air terlihat di samping tempat sampah. Tampak tersembunyi dan terbengkalai, tapi ketika Baekhyun memutarnya, aliran kecil air keluar mengucur ke bawah.
Baekhyun membasahi handuk kecil yang dibawanya, dan mulai bekerja.
"H-hey.. Tidak perlu—"
"Tenang saja, ini akan selesai dengan cepat," kata Baekhyun. "Astaga.. Jungro benar-benar. Dia hobi sekali jajan makanan seperti itu. Lihat, sausnya sebanyak ini," celotehnya lagi seperti orang kumur-kumur seraya sibuk membersihkan kain jas yang Chanyeol kenakan dengan handuk basah, sesekali menambahkan sedikit tetes-tetes air agar lebih banyak noda yang bisa terangkat.
Tidak sampai dua menit, permukaan kain yang bernoda sudah tampak lebih baik. Baekhyun mengusapnya sekali lagi dengan sisi handuk yang masih bersih, kemudian, "Selesai." Ia bertolak pinggang, bangga dengan hasil kerjanya. Lantas ia mendongak kembali menatap pria di hadapannya. "Kau pasti punya sapu tangan, kan? Kau bisa menggunakannya ke bagian ini. Mungkin sudah cukup kering saat kau sampai di kantor nanti," katanya.
Tapi Park Chanyeol mulai tampak aneh. Baekhyun mulai mengira pria itu sedang kerasukan arwah setempat. Sebab Chanyeol hanya diam, tersenyum kecil menatapnya, dan tak merespon kata-katanya.
"Yah," Baekhyun mencolok pinggang pria itu menggunakan telunjuknya, memastikan dugaannya tidak benar. Apa iya pagi-pagi begini sudah ada hantu rajin yang hilir-mudik mampir ke tubuh manusia?
Colokan itu sepertinya cukup mujarab. Park Chanyeol tampak sudah sadar. "Eh.. terima kasih," gelagapnya. "Aku benar-benar berutang padamu."
Kini pria itu sudah tidak kelihatan seperti kehilangan separuh kesadarannya lagi. Syukurlah. "Tidak, tidak. Ini gratis—" Mendengar terima-kasih dan aku-berutang-padamu, Baekhyun seketika diingatkan pada kotak makanan yang belum dikembalikannya. "Ah! Aku lupa mengembalikan kotak makan milikmu."
Chanyeol dengan senyumnya yang sampai ke mata segera menyahut, "Tidak apa. Aku punya banyak. Lagipula kita tinggal berdekatan."
Lebih tepatnya bersebelahan, koreksi Baekhyun dalam hati. Omong-omong, tidak biasanya seorang pria lajang yang tinggal sendiri kedapatan menyimpan banyak kotak makan—dan blak-blakan mengatakannya di kesempatan seperti ini. Sepertinya Park Chanyeol cukup bijaksana dalam hal mengatur dapurnya.
"Baiklah." Baekhyun mengangguk.
"Kalau begitu aku pergi. Terima kasih untuk ini," ucap Park Chanyeol, sebelum dengan langkah lebar-lebar segera undur diri. Dengan itu Baekhyun sadar dia sudah cukup membuang waktu pria itu meski barang lima menit.
Diliriknya handuk kecil yang tadinya ia bawa untuk menemani jogging paginya.
"Wah, kurasa suasana hatiku terlampau bagus sampai aku berubah jadi superbaikhati begini," monolognya pada handuk bernoda oranye itu. Untuk kembali ke kamarnya dan mengambil satu yang baru—untungnya dia ingat punya handuk lain yang sudah dicuci—kali ini Baekhyun lakukan tanpa berat hati.
.
.
Disuruh mentraktir Kim Junmyeon atas jasa-jasanya selama ini pun, Baekhyun rasa dia tidak bakal keberatan—kalau dia punya uang. Sayangnya, isi dompetnya bisa dibilang cukup memprihatinkan. Jadi selain ucapan terima kasih tulus dari hati dan doa yang tak putus-putusnya demi kelancaran segala urusan yang hendak dilakukan seorang Kim Junmyeon, Baekhyun tidak bisa memberikan apa-apa lagi.
Bimbingan skripsi berlangsung dengan lancar jaya. Masukan dari Junmyeon sangat membantu. Belum lagi ditambah fakta bahwa Baekhyun nyata beruntung memiliki Profesor Ji sebagai dosen pembimbingnya yang menyempatkan memberikan bimbingan rutin setiap harinya—satu lagi hal yang cukup langka di kalangan para pejuang Tugas Akhir—meski hari ini terpaksa dilakukan sore hari menjelang petang karena kesibukan wanita itu. Meski melelahkan harus ber-progress setiap harinya, ini mendukung visi Baekhyun yang ingin segera wisuda.
Sejauh ini Baekhyun belum punya rencana apapun untuk menghabiskan harinya selepas bimbingan yang rupanya tak banyak makan waktu, selain kembali ke apartemennya dan tidur-tiduran. Mungkin juga mampir beli sedikit camilan.
Sampai sebuah Ducati Hypermotard 950 berhenti tepat di hadapannya yang baru saja keluar gerbang kampus. Membuat Baekhyun sempat sesaat berpikir dirinya akan segera jadi korban tabrak lari.
"KAU BENAR-BENAR..!" Baekhyun tak tahan untuk mengumpat begitu menyadari siapa pengendara tak berbudi ini. "Kang Dongho kau—"
"Ayo naik!" Kaca helm dinaikkan. Wajah dari oknum yang baru saja disebut dalam pernyataan penuh kemarahaan Byun Baekhyun itu kini tampak.
"Ke mana?!" ketus Baekhyun. Selain ini kedatangan tiba-tiba yang membuatnya nyaris jantungan, Baekhyun sangsi karena, demi Tuhan, dia tidak suka naik kendaraan itu!
"Hexagon," jawab Dongho—atau Baekho, kalau mengikuti kemauannya—dengan satu kedipan singkat di sebelah matanya.
Wajah Baekhyun kian ketus saja dibuatnya. "Sudah kubilang aku tidak akan ikut."
Satu lagi suara rem berdecit. Sekarang Vyrus Alyen 988 terparkir di belakang motor yang-mahalnya-minta-ampun milik Kang Dongho. Diam-diam Baekhyun ingin sekali memijat kepalanya yang tiba-tiba pening karena, motor yang kali ini dibawa Junmyeon sudah berbeda lagi dari yang terakhir kali Baekhyun lihat.
Dasar orang-orang kaya gila.
Kalau bukan karena aktivitas Klub Radio—yang secara kebetulan begitu cocok dengannya sampai dalam waktu singkat seisi klub jadi mengenalnya—Baekhyun mana mungkin bisa kenal dan jadi cukup dekat dengan orang-orang seperti ini.
"Baekhyun-hyung!"
Dipanggil begitu oleh Dongho tidak bisa tidak bikin Baekhyun melotot. Giliran ada maunya, barulah panggilan itu keluar dari mulut seorang Kang Dongho untuknya.
Baekhyun melirik Junmyeon yang hanya mengangkat bahu, tanda ia juga sudah mengiyakan bujuk rayu Dongho untuk datang ke acara kumpul-kumpul di Hexagon.
"Bukannya masih terlalu pagi untuk pergi ke club?" tanya Baekhyun, masih setengah merengut.
"Kita punya banyak agenda, jadi club di-booking lebih awal. Sekarang cepatlah naik!"
Lagi, Baekhyun melotot dan hampir saja dia marah-marah di tempat kalau dia tidak segera ingat area ini merupakan area dilarang parkir. Jadi ia buru-buru naik ke jok yang sangat tidak nyaman bagi penumpang di belakang Kang Dongho, dan memberikan satu pukulan ke belakang helm milik si pengendara yang telah sangat tidak sopan menyuruh-nyuruhnya dengan gusar seperti tadi.
"Akh!"
"Tidak usah berlebihan—woaahh!" Omelan Baekhyun tertelan kembali begitu Kang Dongho memacu motornya, mengakibatkan satu yang jadi penumpang nyaris terlempar dan jungkir balik ke belakang. Sambil mengeratkan pegangan pada jaket Dongho, Baekhyun bersumpah akan menghabisi bocah ini nanti.
Suasana di kelab membuktikan perkataan Dongho tentang acara yang dimulai lebih awal. Para junior Klub Radio sudah banyak yang hadir, dan kelab sudah menyala.
Keinginan Baekhyun untuk menghabisi Kang Dongho menguap sudah. Dia lebih ingin menghempaskan diri ke sofa demi memanjakan pantatnya yang lelah akibat jok motor yang tidak bersahabat.
"Mau minum?"
Ketika baru saja menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, Junmyeon yang mengambil tempat di sampingnya menyodorkan segelas minuman. Jelas itu bukan tipe minuman yang Baekhyun inginkan saat ini, jadi ia segera menolak.
"Nanti saja."
Junmyeon terkekeh seraya meminum cairan di gelas dalam genggamannya, sebelum meletakkannya kembali ke atas meja.
"Sepertinya berapa kali pun menjadi penumpang beruntung yang bisa menduduki jok di motor gagah milik Kang Dongho tidak pernah membuatmu terbiasa, ya," ucap Junmyeon separuh berkelakar.
"Orang beruntung apanya. Rasanya lebih baik aku jalan kaki satu mil daripada harus naik kendaraan itu lagi," sahut Baekhyun. "Kalian ini hobi sekali dengan motor-motor seperti itu. Bukankah lebih nyaman jenis Vespa saja? Sepertinya harganya tidak beda jauh," celotehnya sambil lalu.
Junmyeon lagi tertawa menanggapinya. Sempat ia mengungkit soal banyaknya orang yang mengantre demi bisa berboncengan dengan DJ Baekho, yang langsung dibalas cibiran oleh Baekhyun. Tak berapa lama, kelab semakin ramai oleh anggota maupun alumni Klub Radio yang berdatangan.
Lagi-lagi perkataan Dongho terbukti benar. Ada banyak angkatan senior yang hadir. Setidaknya Baekhyun—dan Junmyeon—tidak akan menjadi yang tertua sebab kalau iya, sudah barang pasti mereka diminta memberikan sambutan, kata-kata, atau apapun itu di awal dan puncak acara.
Dongho sudah berdiri di balik turntable dan seperangkat alat yang sudah jadi makanan sehari-harinya di atas sana. Seorang gadis yang hari ini berperan sebagai MC—Baekhyun tidak tahu siapa namanya karena sepertinya anak itu adalah anggota baru—berseru-seru sebagai pembukaan acara, kemudian meminta para senior untuk bicara.
"Senang sekali melihat kalian masih sering berkumpul bersama. Bersenang-senanglah!"
Itu kata salah seorang senior yang dituakan, yang lagi, tak Baekhyun ingat siapa namanya. Kepalanya mulai pusing. Uh, seharusnya dia menyimpan mabuk akibat separuh gelas minuman ini untuk nanti. Acara baru saja dimulai.
Beberapa kali penyampaian kata-kata lagi dari para senior berlalu. Lampu disko berputar semakin semarak. Gemerlap kelab malam kian hidup bersamaan dengan seruan si gadis pembawa acara kepada DJ untuk memulai musik. Dan begitulah awal bagi semua orang untuk bersenang-senang.
"Ayo!"
Baekhyun tak sempat merespon kala Junmyeon menariknya ke tengah lantai dansa yang sudah dipenuhi manusia, membawanya mendekat ke arah panggung DJ. Hexagon yang tak seberapa luas sudah jadi langganan Klub Radio untuk mengadakan acara, dan kali ini jelas bukan kali pertama bagi Baekhyun, Junmyeon, Dongho, dan kebanyakan anggota di kelab ini berkumpul dalam acara serupa.
Baekhyun segera melebur di tengah pesta. Meski tak terlalu berjingkrakan seperti para anggota klub di belakangnya, ia turut hanyut dalam suasana. Musik berdentum nan mengentak-entak yang diolah Dongho sedemikian rupa ia nikmati betul-betul sembari membawa gelasnya.
.
.
"Hyung! Sudah kubilang awasi dia supaya tidak minum terlalu banyak!"
Di tengah pesta di mana masih separuh di antara manusia-manusia yang memenuhi kelab malam berdansa berlatarkan kerlip lampu disko dan musik-musik keras, Dongho berkacak pinggang di depan Junmyeon yang kerepotan menghadapi Baekhyun.
Benar, mahasiswa tingkat akhir yang satu ini mabuk berat setelah dua jam berlalu.
"Heyy.. Kang Dongho! Kemari kau! Hmm.." Baekhyun tampak akan berdiri, tapi berujung dengan kembali bersandar ke sofa, kemudian berpindah menyeruduk bahu Junmyeon di sampingnya, dan kembali lagi bersandar.
"Maaf, maaf. Aku tidak tahu dia minum berapa banyak karena sempat bergabung dengan yang lain," kata Junmyeon. Ia sedikit kebingungan memikirkan cara menghadapi ini, tapi lebih banyak gelinya karena sejak tadi, kelakuan si lelaki Byun itu semakin absurd saja.
Dongho mengeluh lagi. Lebih baik seniornya ini diantar pulang sesegera mungkin.
"Biar aku yang mengantarnya." Junmyeon berinisiatif.
"Aku saja," sahut Dongho cepat. Secepat itu pula ia memapah Baekhyun agar berdiri.
Junmyeon sempat tak merespon, namun pada akhirnya, dia mengangguk. Ketiganya keluar dari kelab dan menyetop taksi. Setelah Junmyeon memberikan bawaan Baekhyun pada Dongho dan menyebutkan alamat apartemen Baekhyun kepada sopir taksi, mobil itu melaju di jalanan malam.
"Hngg.. kemari kauu Kang Dongho! Berani-beraninya kau bersikap seenaknya padaku!" Dengan tangannya yang bergerak lunglai dan letoi, Baekhyun mengamit leher Dongho, berlagak seolah akan mengajaknya bergulat. Sementara itu si DJ tertawa menanggapi hal yang meski bukan pertama kalinya ini, tetap menyenangkan untuk disaksikan.
Tak sadar tenaganya bahkan tak setara dengan sepersepuluh tenaga Dongho, Baekhyun meneruskan aksinya. "Rasakan inii..!"
Sayangnya, semakin waktu berlalu, hal itu tidak tampak selucu sebelumnya bagi Dongho. Wajah dan tubuh Baekhyun berada begitu dekat dengannya. Dan itu sejujurnya bukan hal yang baik. Baginya maupun seniornya ini.
Ia mengamati dan merasakan benar-benar bagaimana wajah yang amat menarik itu bergesekan dengan pipinya sendiri, kemudian lengan yang menguncinya main-main. Jika saja sedikit lebih banyak Dongho mengambil minuman malam ini, mungkin kendalinya tidak akan sebaik saat ini.
"Hyung," panggilnya. Tetapi Baekhyun jelas tidak dengar. Sebelum dirinya bertindak entah-apa yang tentunya tidak diinginkan, Dongho segera menjauhkan paksa Baekhyun dari dekatnya. Berbuah lenguh dan rengekan dari yang lebih tua.
Bersyukur jarak yang ditempuh tak lagi seberapa jauh. Tak sampai dua puluh kemudian, Dongho telah memapah Baekhyun naik ke lantai apartemen di mana unit Baekhyun berada melalui anak-anak tangga.
"Kugendong, ya?"
Pertanyaannya dijawab rengekan panjang. Resmi sudah, seniornya ini hampir seratus persen tidak sadar. Bahkan ketika Dongho berusaha merealisasikan pertanyaan itu, yang ada mereka nyaris terguling berdua karena Baekhyun yang tidak setuju.
"Hngh.. apartemenku? Kenapa aku di sinii?"
"O-oi!" Dongho nyaris kehilangan keseimbangan di tengah tangga kala Baekhyun melihat ke sekeliling dengan badan serba terhuyung seperti itu. Tetapi kemudian Baekhyun beranjak menaiki anak tangga dengan langkahnya yang bak di luar kontrol. Sesekali ia tersandung, dan menciptakan lebih banyak lagi kesulitan bagi adik tingkatnya yang tengah berusaha keras menjaganya tetap selamat ini.
Sampai di lantai 3, keduanya berhenti berbelok demi meniti anak tangga.
"L-lepas.." Sebelum melanjutkan langkah, Baekhyun menarik tangannya yang sebelumnya melingkari leher Dongho.
"Ada apa?"
"Akuu mau pulang sendirii.."
Dongho mengusap wajah. Mulai lagi. Berapa kali pun dia menghadapi Baekhyun yang seperti ini, masih belum bisa juga dia melawan keinginan Baekhyun yang selalu minta ditinggalkan sendiri sebelum masuk ke unitnya.
"Oke, oke. Aku pulang." Dongho memberikan map di tangannya kepada si pemilik, kemudian berbalik pergi. Sekali-dua kali ia melirik ke belakang untuk mengecek keadaan sang senior.
Baekhyun membuat gestur mengusir dengan tangan kanannya, dan baru melanjutkan langkah setelah Dongho benar-benar tidak kelihatan lagi. Dia masih cukup sadar, kok, kalau cuma buat berjalan sampai kamarnya.
Sesampai ia di depan pintu, Baekhyun menekan kenop berkali-kali. Tak selang berapa lama pintu terbuka, dan ia segera masuk dengan terhuyung.
"Hngg..? Mana kasurku?"
"E-eh? Di—di sini,"
Begitu melihat kasur berlapiskan seprai abu-abu, Baekhyun segera menjatuhkan diri di atasnya. Secepat ia melakukan itu, secepat itu pula ia jatuh tertidur.
.
tbc
.
.
(1) penyanyi dan aktris asal Korea Selatan yang dijuluki 'Madonna Korea Selatan'
.
Setelah seringnya bikin karakter cy yang super dominan atau keren, kali ini saya mau bikin se-berkebalikan mungkin. Jadi kt tdk akan brtemu dgn cy-si-cowok-keren-nan-dominan-yg-bikin-klepek2 di sini hihi. Perlu diperhatikan kalo ff ini adalah ff alay, jadi dimohon kemaklumannya.
Mumpung punya waktu luang juga rasanya saya pengen nulis sebanyak-banyaknya. Thanks buat semua yang udah mampir, ya~ Special tag SA-SMURF01 - KlyJC - ChanBaek09
