Baekhyun mulai uring-uringan ketika selama 4 hari berikutnya, ia belum juga melihat Chanyeol. Jangan tanya berapa kali dia keluar-masuk apartemen pria itu atau berapa kali menimbang untuk mengirim pesan. Baekhyun tidak mau jawab karena, jumlahnya sudah tidak terhitung.

"Yah, kau ini kenapa? Aku mengajakmu bicara dari tadi."

Suara-suara itu tak juga Baekhyun hiraukan. Bahkan senggolan yang ia dapatkan di bahu sejak tadi. Baekhyun berusaha terus bergerak, melakukan apa pun yang bisa dikerjakan.

"Hey,"

"Ck, bisa diam tidak?!"

Baekhyun langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan begitu sadar dia meneriaki Baekho saat masih ada beberapa pelanggan di dalam kafe. Dia segera membungkuk berkali-kali dan meminta maaf dengan suara pelan, lalu kabur ke pantry. Mengumpat dalam hati tentang betapa berisiknya seseorang bernama Kang Dongho, dan betapa sumbu pendeknya dirinya sendiri. Soal yang kedua, Baekhyun sudah mengakui itu sejak lama, tapi anehnya, hal itu memang bertambah parah saja beberapa hari belakangan ini.

Di pantry, Baekhyun mengambil tempat duduk tempat staf bertugas biasa istirahat. Dia merebahkan kepalanya di atas meja. Ia berharap kafe hari ini menjadi jauh lebih sibuk supaya pikirannya teralihkan dari hal-hal tidak penting yang terus mondar-mandir di dalam kepalanya. Sayangnya tidak. Yang ada cuma waktu luang yang terus menghampiri karena hari ini memang bukan hari sibuk, dan kegagalan untuk menyingkirkan pikiran tidak penting yang dia maksud dari kepalanya.

Maksudnya, seharusnya dia tidak perlu seuring-uringan ini, kan? Memangnya kenapa kalau tidak bertemu Park Chanyeol selama hampir satu minggu?

Baekhyun menggerung akibat kesalnya. Beruntung tidak ada orang lain di ruangan itu yang bisa melihatnya mengentak-entakkan kaki sambil mengeluh beberapa detik sekali dengan kepala terkulai di atas meja begitu.

Dia hanya bingung. Tidak seharusnya dia seresah ini. Dan Baekhyun juga tidak tahu bagaimana mengatasinya. Mendapati dirinya yang bereaksi seberlebihan ini, dia jadi semakin kesal. Kalian bisa bayangkan rasanya? Dia benar-benar bingung. Dan kesal.

Sebelum semakin larut dengan perasaan-apa-pun-itu-yang-sangat-mengganggu ini, Baekhyun kembali ke depan. Dia membantu menata meja kasir, mengelap kaca, membersihkan meja-meja kosong untuk ke sekian kalinya, bahkan mengepel toilet. Sampai ketika shift-nya berakhir, pegal di kaki, tangan, dan seluruh tubuhnya mulai terasa. Sudah begini, lagi-lagi yang bisa Baekhyun lakukan cuma mengumpat dengan sisa tenaga yang ada.

"Kau ini kenapa, sih?"

"Diam."

Ketika Baekho bertanya untuk ke sekian kalinya hari itu, Baekhyun hanya mampu melemparkan tatapan paling tajam yang dia punya dan menyuruhnya diam. Hari sudah akan gelap dan mereka sedang dalam perjalanan pulang. Baekhyun bahkan tidak repot-repot memprotes saat Baekho mengadangnya dan menyodorkan helm lalu menyuruhnya naik ke jok motor.

Di musim panas begini, matahari tenggelam sangat terlambat. Hari ini bahkan mereka pulang dalam keadaan langit masih bersemburat lembayung.

Begitu motor Baekho berhenti jak jauh dari tangga untuk naik ke lantai atas gedung tempat tinggal Baekhyun, ia turun dan mengembalikan helm yang dia pakai dalam diam. Berbalik dan menaiki tangga.

"H–hey! Tidak ada terima kasih untukku?" teriak Baekho.

Baekhyun menoleh setelah menghela napas. "Terima kasih untuk hari ini." Ia membungkuk, mengucapkan terima kasih dalam bahasa formal. Lantas, melanjutkan langkahnya meniti tangga.

"Astaga. Sesuatu pasti terjadi padanya," kata Baekho pada dirinya sendiri. Hingga beberapa waktu setelahnya, ia masih duduk di jok motornya dan belum beranjak pergi, sekadar menunggu sosok Baekhyun hilang di tikungan tangga.

Seorang penghuni lain datang ketika ia menyalakan mesin motor. Seorang pria yang mungkin baru saja pulang kerja jika dilihat dari pakaian yang dikenakan. Baekho sempat bertemu pandang dengan pria itu, sebelum berlalu dari sana bersama motornya.

.

.

Selama beberapa menit, Baekhyun hanya menghabiskan waktunya untuk guling-guling di atas kasurnya yang kecil sebelum akhirnya bangkit. Duduk di pinggiran ranjang. Diliriknya laptop yang siap sedia di atas meja kecil tempat dia berkutat selama berminggu-minggu terakhir. Melihat perangkat itu, cadangan motivasi hidup Baekhyun seperti dikurangi satu bar demi satu bar. Revisinya tidak selesai-selesai. Akibat penyusunan yang dikebut dan dilakukan semampunya, ada banyak sekali—terlalu banyak—detail yang harus diperbaiki. Entah kapan benda itu akan rampung. Optimisme yang pernah membantunya melewati kesulitan di hari kemarin menguap entah ke mana. Mungkin juga ini tanda Baekhyun butuh piknik. Jiwa dan raganya bisa saja sudah kewalahan.

Dengan langkah yang diseret-seret, Baekhyun iseng keluar dari kamar dan pergi ke unit di sebelahnya. Memasukkan sandi dan masuk seolah itu rumahnya.

Apa yang dia harapkan dengan datang ke sini? Menemukan Chanyeol di kamarnya?

"Oh, Baekhyun."

Baekhyun terhenti di tempatnya yang belum sampai 2 meter jauhnya dari pintu. Dia mengerjap. Itu.. Chanyeol.

Chanyeol ada di rumah. Baru saja keluar dari kamar mandi. Masih mengenakan kemeja dan celana kerjanya. Selembar handuk melingkari tengkuk. Dan dengan senyum kecil di wajahnya yang kelihatan capek sekali, mata pria itu tertuju padanya yang datang seperti maling.

Apa yang harus Baekhyun lakukan sekarang? Mengucapkan selamat datang? Bilang 'halo, lama tak jumpa'? Marah-marah dan menuntut penjelasan ke mana saja pria itu pergi?

"Baekhyun?"

Baekhyun paling ingin melakukan yang terakhir. Ya, kalau saja dia sudah gila, dia akan benar-benar melakukannya.

Namun, yang dia pilih justru yang keempat; balik badan dan pergi keluar membanting pintu. Yang satu ini, sesungguhnya tak benar-benar ia lakukan dengan sadar. Orang biasa menyebutnya apa? Insting? Terserah apa namanya, yang jelas Baekhyun melakukannya tanpa berpikir.

Tidak. Dia tidak bisa bicara dengan Chanyeol sekarang. Baekhyun tidak tahu kenapa. Jadi dia memilih kembali ke kamarnya dan memaksa diri untuk melanjutkan skripsinya saja. Bahkan ketika suara Chanyeol memanggil bersama suara ketukan di pintu kamarnya, Baekhyun tidak menjawab karena ingin pria itu berpikir dia sudah tidur. Sekali lagi, jangan tanya kenapa. Melihat pria itu setelah hampir satu minggu lamanya, ada sesuatu yang membuat Baekhyun merasa harus pergi jauh-jauh sebelum ada sesuatu yang meledak dari dalam dirinya.

Menuju tengah malam saat keadaan perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi, barulah Baekhyun keluar untuk pergi ke minimarket terdekat.

"Apa yang terjadi padaku.." keluhnya. Saat ini, tanda tanya memenuhi kepala Baekhyun sampai dia kewalahan sendiri. Lagi, dia menyalahkan sesuatu yang pernah dia sebut 'kekuatan ajaib', yang dia anggap menjadi sebab bagi gonjang-ganjing kehidupannya belakangan ini. Dia tidak berpikir hal itu akan memengaruhi tingkah lakunya juga.

Ini sudah terlalu larut, tapi mungkin dia tidak akan bisa tidur kalau belum mengisi perut. Dia bisa pergi dengan cepat dan kembali dengan cepat juga.

Baekhyun berusaha tak menimbulkan suara saat melintasi koridor. Tadi pun ia buka dan tutup pintu unitnya dengan sangat pelan.

"Baekhyun!"

Baekhyun berjengit. Nah, sekarang, suara Chanyeol jadi terdengar bagai suara hantu saja. Ia bahkan tidak berani menengok ke belakang. Berhenti sebelum menuruni tangga. Ia berjengit lagi saat sebuah tangan mendarat di bahunya.

"Baekhyun,"

Yang ditanyai akhirnya—mau tidak mau—berbalik dengan gerak seperti robot. Dia kemudian menatap pria tinggi yang baru saja menahan bahunya itu. Tidak sampai tiga detik, Baekhyun mencari-cari benda lain sebagai tambatan matanya.

"Kau sudah makan malam?"

Baekhyun mengangguk, kali ini menatap ujung sandal Chanyeol.

"Sungguh?"

Baekhyun mengangguk lagi.

"Baguslah."

Sekali mencoba menatap pria di hadapannya lagi, Baekhyun kembali mengalihkan matanya ke pembatas balkon semen di sisi kanan.

"Kau mau pergi?"

Mengangguk lagi. "C–cari udara segar."

"Oh ya?" Suara Chanyeol terdengar sedikit lebih sumringah. Walaupun, sedikitnya Baekhyun masih bisa menangkap bahwa pria itu sedang kelelahan. "Boleh aku ikut?"

Baekhyun menggigit bibir bawahnya. Sebenarnya dia mau bilang tidak boleh, tapi lidahnya kelu.

Sial. Untuk entah yang ke berapa kalinya, Baekhyun mengutuk keanehan pada dirinya sekarang.

Akhirnya, Baekhyun mengangguk mengiyakan. Dan mereka berakhir jalan berdua, beriringan di sekitar apartemen.

Sesuatu mengentak bagian dalam dada Baekhyun dalam tempo cepat. Dia seperti bisa mendengar dentumannya di tengah heningnya malam. Sekarang Baekhyun jadi semakin ingin memaki dirinya sendiri yang bereaksi aneh-aneh ini. Sungguh, ada apa dengan dirinya?

"Bagaimana pekerjaan paruh waktumu?"

Baekhyun merasakan jantungnya hampir saja melompat dan jatuh ke aspal di bawah kakinya saat Chanyeol bertanya.

"B-baik. Menyenangkan." Yah, setidaknya jawaban itu cukup sesuai dengan kenyataan.

"Syukurlah." Baekhyun mendengar Chanyeol tersenyum dalam kalimat itu.

"Kau.." Baekhyun membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba kering, "tidak pulang beberapa hari ini." Dia kemudian menoleh pada Chanyeol untuk memperhatikan waut wajahnya. Garis lurus terbentuk di bibir pria itu.

"Aku hanya sempat mampir," katanya. "Sesuatu terjadi."

Baekhyun hampir saja refleks menanyakan apa 'sesuatu' itu, tapi ia segera menahan diri. Kalau disebutkan dengan cara seperti itu, mungkin saja 'sesuatu' itu bukan hal yang bisa begitu saja Chanyeol ceritakan pada orang lain. Jadi, yang bisa Baekhyun lakukan cuma memendam rasa penasarannya. Sekarang dia beralih mengutuk betapa kepo-nya dia. Chanyeol tidak punya kewajiban apa pun untuk menceritakan semua hal pada Baekhyun.

"Segarnya, jalan-jalan tengah malam begini." Di samping Baekhyun, Chanyeol melakukan peregangan sederhana pada lengannya. "Kau sering melakukan ini?"

Ditanya begitu, Baekhyun tiba-tiba kehilangan minat untuk melanjutkan kebohongannya. Atau memang dirinya ini tidak bakat bohong lama-lama.

"Sebenarnya.. aku mau ke minimarket."

Pengakuan kecil itu sempat membuat Chanyeol bingung. Namun, pria itu kemudian mendengus geli. Dia mengusak pelan rambut cokelat keemasan milik Baekhyun. Meletakkan tangannya di bahu lelaki yang lebih muda itu untuk merangkulnya. "Ayo."

Di sana, Chanyeol mengambil dua dosirak dan empat kimbab segitiga. "Kau belum makan malam. Benar, kan?"

Baekhyun membuka kulkas, pura-pura sibuk memilih minuman. Wajahnya bersemu. Memalukan sekali.

"Aku juga belum," kata Chanyeol lagi.

Oke. Rupanya mereka sama-sama belum makan malam. Kenapa Chanyeol tidak makan padahal pria itu terjaga sampai tengah malam begini?

Akhirnya, mereka tetap makan malam bersama meski jauh lebih larut dari biasanya. Awalnya Baekhyun hanya berencana mengganjal perut seperti biasa dengan sepotong kimbab segitiga. Tapi, Chanyeol membeli dosirak untuknya. Baekhyun cuma membayar untuk sekotak susu stroberi dan beberapa kaleng bir yang dia ambil tadi—malam-malam begini, Baekhyun jadi ingin minum bir. Satu kaleng saja untuk malam ini. Sisanya akan dia simpan untuk kapan-kapan. Dia mulai membuka kaleng pertama setelah makanannya habis.

"Kau capek sekali, ya?" Pertanyaan bodoh. Jelas-jelas itu sudah terlihat dari wajah Chanyeol. Baekhyun hanya tidak tahan untuk menyuarakannya. Pria itu jadi lebih diam dan lesu daripada biasanya. Baekhyun malah ingin bertanya apa ada sesuatu yang bisa dia lakukan, tapi, siapa dia? Belum tentu juga Chanyeol memiliki sesuatu untuk dibantu.

Baekhyun jadi frustrasi sendiri dengan pikirannya yang tidak ada habisnya ini. Jadi, dia cuma menyodorkan sekaleng bir saja kepada pria itu.

"Ya.. begitulah." Chanyeol menerima kaleng yang disodorkan Baekhyun. "Terima kasih."

Karena Chanyeol tidak bicara lagi, Baekhyun juga menahan diri untuk tidak bertanya macam-macam. Kelihatannya pikiran pria itu tidak sedang berada di sini. Mereka sama-sama hanya menenggak isi kaleng masing-masing sejak tadi. Duduk berhadapan dipisahkan meja lipat kecil tempat mereka makan.

Baekhyun tidak tahu situasi macam apa ini. Apakah seharusnya dia harus pamit untuk kembali ke kamarnya dan membiarkan Chanyeol sendiri, atau tetap di sini dan menemani pria itu.

Sejujurnya, Baekhyun mau tetap di sini. Walau alasannya adalah sesuatu yang lebih egois.

Dia masih ingin melihat Chanyeol. Karena itu, yang Baekhyun lakukan hanya terus meneguk minuman yang dia punya dan melirik-lirik pada pria di hadapannya.

Sampai kaleng keempat—itu yang terakhir yang dia punya—Baekhyun habiskan, dia masih belum ingin pulang. Dan dengan kadar alkohol yang rendah itu, Baekhyun sebenarnya sudah mulai pusing di kaleng kedua. Kini kepalanya sudah dia biarkan jatuh ke atas meja setelah melewati batas toleransi alkoholnya sendiri. Seharusnya dia membeli bir dengan kadar alkohol yang lebih rendah saja tadi. Apanya yang 'sisanya mau disimpan untuk kapan-kapan'? Dia menghabiskannya dalam waktu kurang dari satu jam. Itu juga yang jadi sebab kesadarannya berangsur mengabur sekarang.

"Baekhyun?"

"Yaa.. Chanyeol.. ng.." Mulutnya mulai menggumamkan suara-suara yang tidak jelas tanpa benar-benar bisa dia kendalikan. "..jangan suruh aku pulang, ya… hmm.."

"Eh.. kau mau tidur di sini?"

"Mmm.. boleh juga.."

Baekhyun masih samar-samar merasakan saat Chanyeol membantunya bangun. Karena perutnya sudah kenyang, ditambah badannya yang terlampau capek dan juga mabuk, kelopak matanya terasa berat begitu cepatnya.

.

oOo

.

Ketika terbangun, Baekhyun menghabiskan waktu cukup lama untuk loading melihat ia lagi-lagi terbangun di kamar Chanyeol. Dia masih duduk di atas kasur saat berhasil mengingat semuanya.

"Memalukan," keluhnya. Ini semua gara-gara sok-sokan minum lebih dari satu kaleng padahal dia sedang berada di tempat milik orang lain. Kau tahu, alkohol sering kali membuat orang kehilangan kontrol dan jadi lebih berani. Baekhyun harap apa yang dia ingat memang sudah semuanya dan tak melibatkan kelakuan yang aneh-aneh.

Baekhyun bangkit dan mencari-cari ponselnya. Benda itu ia temukan di meja lipat, bersama sepotong kimbab segitiga. Secarik kertas diletakkan di permukaan makanan itu.

'Aku sudah berangkat saat kau bangun :)'

Baekhyun menggigit bibir. Dia benci bagaimana tulisan itu memunculkan sesuatu yang aneh pada dirinya.

Bukannya dia mau menyangkal dan pura-pura tidak tahu apa yang menjadi penyebab hal aneh itu. Baekhyun cuma tidak mau terlalu cepat menyimpulkan. Pikirnya, mana mungkin secepat itu dia menyukai Chanyeol? Kenapa juga dia harus menyukai pria itu? Bisa saja itu sesuatu yang lain.

Mungkin saja, ini cuma salah satu bentuk akibat dari rasa penasarannya yang tinggi terhadap pria itu, sejak awal pertemuan mereka. Beberapa bulan dari sekarang atau malah dalam hitungan minggu, Baekhyun mungkin tidak akan merasakan apa-apa lagi. Itu hal yang biasa terjadi, kan?

Kalau begitu, untuk sementara Baekhyun tidak akan menganggapnya demikian.

Baekhyun mengecek apa kimbab segitiga itu masih bisa dimakan karena dia bangun sangat terlambat, dan untung saja masih. Dia memakannya tanpa sikat gigi, cuci muka, bahkan masih dengan rambut acak-acakan. Yah, siapa peduli?

Bunyi ponsel terdengar beserta getarannya saat Baekhyun memulai gigitan pertamanya. Sebuah pesan masuk.

[Lama tidak bertemu. Kau sibuk?]

Saking merasa repotnya dengan hidupnya sendiri, Baekhyun juga baru sadar dia belum pernah bertemu Junmyeon lagi.

[Kalau yang kau maksud sekarang juga, tidak.]

Jarak tiga detik dan ada panggilan masuk di ponsel Baekhyun dari seorang yang baru saja ia kirimi pesan.

"Halo?"

"Bagaimana dengan sore ini? Kau sibuk?"

"Eh? Sore? Aku.." Setidaknya, Junmyeon seharusnya basa-basi sedikit dulu. Ditanya tiba-tiba begini, Baekhyun jadi tidak bisa menyiapkan jawaban. "Sore.. aku tidak bisa."

"Hmm.. begitu, ya. Bagaimana kalau malam?"

Malam? Jawaban jujurnya, Baekhyun tidak sibuk saat malam. Bahkan skripsinya mungkin bisa menunggu.

"Malam.. tidak bisa juga." Tapi Baekhyun mau makan di rumah—uhuk, maksudnya, di sini. Eh, tapi apakah Chanyeol akan pulang malam ini?

"Kapan kau punya waktu luang?"

"Uh.. memangnya ada apa?"

"Hanya ingin bertemu saja,"

Baekhyun seolah bisa melihat temannya itu mengangkat bahu.

"Atau kita bisa membawa tugas kita masing-masing kalau kau mau."

Wah, mungkin Junmyeon berpikir Baekhyun sibuk cuma karena skripsinya. Kalau sampai sungguhan bertemu Junmyeon nanti, Baekhyun tidak akan bisa menghindari topik mengenai itu. Mungkin saja dia jadi harus menceritakan semua yang sudah dia lalui beberapa waktu terakhir ini.

"Aku akan memberitahumu kalau aku bisa pergi," kata Baekhyun akhirnya.

"Yeah, okay."

"Oke. Dah.."

"Baekhyun!"

"Ya?" Baekhyun menunggu Junmyeon bicara, tapi belum ada suara lagi terdengar.

"Ah, tidak. Ya sudah, kututup, ya."

"Dah~"

Selepas itu, Baekhyun melahap habis pengganjal perutnya.

.

.

Sedang fokus-fokusnya mengelap meja yang baru saja ditinggalkan sepasang pelanggan, Baekhyun dibuat risih oleh seseorang yang sejak tadi memperhatikannya terang-terangan.

"Apa lagi, hah?"

Baekho menyilang tangan di tempatnya, bermonyong-monyong dengan mata menyipit seolah berpikir keras. Baekhyun sudah ingin menendangnya saja melihat polah lelaki itu.

"Kau lagi-lagi tampak berbeda dari kemarin."

Alis Baekhyun menukik. "Aku tidak mengerti maksudmu, tapi sudah kubilang untuk tidak mengangguku, kan?!"

"Siapa yang mengganggumu? Aku hanya berdiri di sini dari tadi."

"Kau. Kehadiranmu saja memang sudah sangat mengganggu." Baekhyun bersungut-sungut. Menyelesaikan bagiannya di meja itu lalu melengos pergi. Lanjut menyambut pelanggan lain yang baru datang.

Atau mungkin Baekho dilahirkan untuk mengaganggu Baekhyun. Sebab setiap kali sedikit saja Baekhyun punya waktu luang di tengah pekerjaan, orang itu selalu menempelinya.

"Bagaimana kalau malam ini?"

Baekhyun melirik sensi pada Baekho yang menanyakan pertanyaan tidak jelas dengan alis yang turun-naik.

"Apanya?"

"Hexagon." Baekho menyandarkan sikunya pada sudut meja kasir. Menatap Baekhyun lurus-lurus masih dengan alisnya yang naik dan turun penuh bujuk rayu.

Untuk marah-marah pun, Baekhyun jadi tidak punya tenaga. Sebaiknya dia simpan saja tenanganya ini.

"Tidak."

Bahu Dongho turun, wajahnya frustrasi. "Ayolaah."

Baekhyun mengabaikannya. Beberapa kali lagi lelaki itu menghampiri, Baekhyun tetap tidak menanggapi sampai ia benar-benar berhenti. Baekhyun bahkan tidak memedulikan saat Baekho cuma duduk malas-malasan sambil melirik sinis padanya. Baekhyun tidak tahu Baekho bisa sekekanakan ini. Dan apa? Dia berharap Baekhyun menaruh perhatian? Tidak akan.

Satu jam sebelum shift Baekhyun berakhir, semakin banyak pengunjung datang. Di jam malam, kafe memang sering kali menjadi semakin ramai.

"Selamat datang—"

Mata Baekhyun menemukan milik seorang yang baru datang. Dia berkedip. Berulang-ulang. Terutama ketika sosok itu melempar senyum dan melambai singkat padanya.

Baekhyun sampai belum sempat berpikir saat kakinya refleks menghampiri tempat pria itu mengambil duduk setelah memesan di kasir.

"Aku datang berkunjung," kata Chanyeol begitu Baekhyun mendatangi mejanya.

"Kau.. pulang lebih cepat?" tanya Baekhyun. Dia berusaha mengabaikan luapan kegembiraan yang tiba-tiba saja memenuhi dadanya.

Chanyeol mengangguk sebagai jawaban. Cekungan di pipinya tampak akibat tarikan kedua sudut bibirnya.

Baekhyun perlahan menyerah untuk menahan senyum yang hendak terulas juga di bibirnya. "Aku akan mengambil pesananmu." Baekhyun menunjuk ke arah kasir dengan ibu jarinya. Berbalik dari pria itu.

Baekho sudah mengamati sejak awal. Dari bingung melihat keterkejutan Baekhyun, mengernyit melihat interaksi seniornya itu dengan pengunjung pria yang baru saja datang, sampai akhirnya mengerti ketika Baekhyun kembali ke samping kasir untuk stand by menunggu pesanan dengan wajah terlampau cerah.

Dia tidak menyangka bisa menyaksikan Baekhyun yang seperti itu.

Tetapi untuk sebuah alasan, Baekho begitu saja memutuskan untuk berpura-pura tidak menyadarinya.

"Bukankah seharusnya dia berusaha menutupinya sedikit?" ucapnya pada dirinya sendiri. Mengamati Baekhyun yang sepertinya sudah seratus persen melupakan keberadaannya. Ketika shift mereka selesai pun, Baekho hanya berdecak di tempatnya, melihat Baekhyun berjalan bersama pria itu alih-alih dengannya.

Kalau keadaannya begini, Baekho jadi harus memikirkan apa lagi yang harus dia lakukan setelah ini.

.

.

"Tempatnya nyaman sekali. Makanannya juga enak," komentar Chanyeol, saat ia dan Baekhyun menyusuri jalan pulang berdua. Pria itu tampak sedang berangan-angan. "Dulu, belum terlalu banyak kafe didirikan di dekat tempatku kuliah. Sayang sekali. Aku ingin bekerja paruh waktu di tempat seperti itu." Dia menoleh kembali pada Baekhyun. Tertawa geli untuk dirinya sendiri.

"Kau juga bekerja paruh waktu dulu?" tanya Baekhyun. Dia menyimak apa pun yang dikatakan Chanyeol sejak tadi, atau bahkan ketika pria itu tidak bicara.

Chanyeol mengangguk mengiyakan. "Sulit kalau tidak."

"Ceritakan lagi."

"Hm? Apanya?" Alis Chanyeol terangkat.

"Yang tadi itu."

Chanyeol menelengkan kepala. Sudut bibirnya tertarik kala berpikir. "Hmm.. Aku bekerja paruh waktu sejak awal kuliah. Apa lagi, ya.."

"Kau bilang sudah tinggal sendiri sejak sebelum lulus kuliah, kan? Bagaimana dengan sebelumnya?" tanya Baekhyun tidak sabar. Mumpung sudah begini, dia jadi ingin tahu semuanya soal Chanyeol.

"Aku tinggal berdua dengan ibuku," jawab Chanyeol.

"Lalu?"

Chanyeol menatap Baekhyun bingung. "Kukira kau sudah tahu?"

Mengerutkan alis, Baekhyun ikut melengkan kepala karena bingung. Dia hampir bertanya sampai kemudian teringat waktu dia 'membuntuti' Chanyeol di rumah duka. Samar-samar Baekhyun ingat wajah seorang wanita di foto yang dia lihat.

"O-oh, iya."

"Ibuku meninggal saat aku kuliah. Dia memang sudah sakit sejak lama."

Baekhyun menundukkan kepala. Mungkin dia bertanya terlalu banyak. Chanyeol jadi harus menceritakan hal seperti itu padanya. Jangan-jangan sebenarnya memang dia sudah bersikap kelewatan sejak awal?

"Maaf," cicit Baekhyun.

Getar tawa dari suara berat milik Chanyeol terdengar. Pria itu mengusak rambut Baekhyun. "Tidak perlu minta maaf begitu."

Setelah itu, Baekhyun berusaha mengerem mulutnya yang mau bertanya macam-macam lagi. Apartemen mereka masih sedikit jauh, dan mereka menyusuri jalan perlahan, menikmati angin menuju senja hari.

"Eh, anu.. Kau punya waktu akhir pekan ini?"

Baiklah. Terlanjur. Tadinya Baekhyun tidak berniat benar-benar mengatakan ini setelah tidak sengaja membawa topik pada bahasan ibu Chanyeol, tapi dirinya ini sepertinya memang agak impulsif.

"Hmm.. Ya, tentu," jawab Chanyeol. "Ada apa?"

Baekhyun berdeham. "Ayo pergi jalan-jalan. Sabtu malam. Ada pasar malam tidak jauh dari sini." Baekhyun berkata cepat, mengangkat dagu agar matanya bisa menatap wajah Chanyeol sambil tetap melanjutkan langkah. Dia mengamati dan menunggu benar respon pria itu.

Untungnya, Chanyeol tampak menyukai ide itu. "Boleh juga," katanya.

"Okay! Sudah diputuskan." Baekhyun sumringah. Senyumnya tertarik dari ujung-ujung tanpa dia sadari, dan langkahnya jadi lebih bersemangat. Dia lega sekali sudah berhasil mengatakan apa yang sudah berputar-putar di kepalanya sejak Chanyeol datang sebagai pelanggan di tempatnya bekerja tadi

.

oOo

.

Jika ini dibiarkan, Baekhyun ragu dia bisa menghentikannya. Dia sangat bersemangat dan sama sekali tidak sabar untuk Sabtu malam. Kemarin-kemarin ia bahkan diam-diam berdoa agar hari ini segera tiba. Dasar konyol.

Baekhyun benar-benar tidak bisa menahannya. Apakah dia masih bisa berpegang pada pemikiran kalau ini semua mungkin hanya akibat dari rasa penasarannya saja?

Tapi masa bodoh, deh. Sekarang Baekhyun mau siap-siap. Begitu pulang dari kafe, dia langsung berbenah. Dia keluar di waktu hampir bersamaan dengan Chanyeol.

"Ayo."

Baekhyun mengangguk menanggapi Chanyeol. Poninya cokelat keemasannya sampai ikut bergerak-gerak.

"Di sana." Setelah jalan kaki beberapa menit, Baekhyun menunjuk tempat yang dia maksud, yang menjadi sumber keramaian mengular yang sudah tampak sejak mereka keluar ke jalanan yang lebih besar tadi.

Baekhyun pernah beberapa kali pergi ke sana. Dan berhubung sudah lama dia tidak refreshing, dia jadi mau ke sana lagi. Makanan yang beragam dengan harga terjangkau, cocok sekali untuk mahasiswa sepertinya yang butuh healing tapi kantong kering. Baekhyun mengangguk bangga ketika Chanyeol ikut sumringah mencoba makanan yang dia rekomendasikan.

"Ini, coba ini juga." Baekhyun menjejalkan sepotong lagi dari miliknya ke mulut Chanyeol, membuat pipi pria itu menggembung dan jadi sulit tertutup lagi untuk bisa mengunyah.

"Hu–hungu huhu!"

"Pfftt… hahahah!" Bahasa apa itu? Untung saja Baekhyun bisa menangkap maksudnya. Tunggu dulu.

Chanyeol menikmati hal ini. Seperti kembali ke masa yang sudah lama berlalu. Termasuk juga sensasi dan perasaan yang dimunculkan.

Bakehyun masih tertawa saat membantu Chanyeol yang masih berusaha mengunyah untuk membersihkan saus-saus di sekitaran bibir pria itu dengan tangannya.

"Ya, benar. Pelan-pelan saja," kata Baekhyun iseng. Padahal itu jelas-jelas ulahnya.

Dia menarik lagi tangan Chanyeol untuk ke stan yang lain setelah mereka menuntaskan menu yang pertama.

Setengah jam lebih berkeliling, perut mereka penuh. Baekhyun bersendawa, disusul Chanyeol kemudian. Tidak tertahankan saking kenyangnya.

"Woah, ini namanya kita tidak jadi berhemat." Chanyeol tertawa geli. Baekhyun tertawa separuh menyesal karena ya, mereka boros sekali karena masih mau mencoba ini dan itu walaupun sudah kenyang. Alhasil, pengeluarannya jadi lebih besar.

"Aku akan berhemat besok-besok," kata Baekhyun dengan anggukan yakin.

"Benar, benar." Chanyeol mengamini.

Karena sudah sampai di ujung yang berlawanan dari titik awal saat datang tadi, mereka harus melewati sepanjang pasar malam sekali lagi untuk pulang.

Sampai di depan pintu unit Chanyeol, Baekhyun ikut berhenti.

"Kau mau langsung kembali ke kamar?" tanya pria itu.

Baekhyun mengulum bibir. Sebenarnya, tidak. Lagian, kenapa Chanyeol harus tanya begitu? Dia kan jadi ingin mampir.

"Iya.." jawab Baekhyun pada akhirnya. Mungkin lebih baik dia cepat pulang sebelum benar-benar tidak mau pulang.

Chanyeol terkekeh. "Kenapa?"

Mengerjap, Baekhyun tidak mengerti maksud Chanyeol dengan 'kenapa' dan tawa kecil itu. Eh, apa pria ini sedang menggodanya? Sepertinya tidak.

"Tidak.. Eh, aku pulang sekarang. Dah.." Baekhyun berlalu ke pintu sebelah. Chanyeol turut melambai, mengucapkan selamat malam padanya.

Masuk ke kamar, Baekhyun refleks menduduki tempat ia biasa duduk di depan laptop mengerjakan skripsinya. Dia membuka layar benda itu.

"Baiklah, saatnya aku kembali padamu," monolognya. Dia tidak bercanda waktu bilang revisi yang harus dia lakukan itu banyak sekali. Dan, yeah, itu belum selesai sampai sekarang. Sial sekali.

"Aku akan merampungkanmu. Kau dengar itu?" ucapnya lagi, sambil mulai mengetik dan bersendawa sesekali. Dalam kondisi begini, rasanya energinya sudah terisi penuh, seperti bisa menyelesaikan skripsinya sekarang juga—yang tentu saja sebenarnya tidak mungkin.

Lewat pukul sepuluh, Baekhyun memutuskan mengambil jeda. Dia beranjak menuju pintu.

Apa Chanyeol sudah tidur?

Tunggu, buat apa dia sampai memikirkan itu?

Baekhyun tetap membuka pintu dan melongokkan kepala. Tidak ada orang. Menjulurkan leher lagi, Baekhyun menengok ke kanan. Dan, tentu saja tidak ada apa-apa. Dasar kurang kerjaan. Dalam hati, Baekhyun mengingatkan kakinya untuk tidak benar-benar keluar dan menyambangi pintu sebelah.

Namun, baru saja Baekhyun ingin mundur dan menutup kembali pintunya, dia mendengar suara pintu dibuka. Pintu unit Chanyeol. Dia melihat pria itu berderap keluar, buru-buru sekali sampai memakai jaket pun dilakukannya sambil berjalan.

Melihat itu Baekhyun mengernyit. Membuka pintu lebih lebar dan keluar untuk berdiri di koridor. Mengamati kepergian Chanyeol.

Pikirannya otomatis terarah ke beberapa hari lalu, saat Chanyeol pergi entah ke mana dan jarang berada di rumah karena 'sesuatu terjadi'.

Walau ingin sekali memanggil, suara Baekhyun berhenti hanya sampai tenggorokan. Jadi dia berdiri di koridor, mengamati pria itu tanpa membiarkan rasa penasarannya mewujud.

.

tbc

.

.

Exo comeback confirmed, yuhuuu~

Jadi makin pengen cepet2 ngelarin ini karna biasanya muncul berbagai prompt baru kalo exo abis rilis album hihi