GL!

Ragnarok the Animation x One Piece

Setting waktu

Takius (20th) di antara ep 8 dan ep 9 (miliknya Hideki Mitsui dan Lee Myung-jin. Author pinjam sebentar untuk menunaikan imajinasi)

Nico Robin (27th) di antara Thriller Bark dan Sabaody (miliknya Eiichiro Oda. Author pinjam sebentar untuk menunaikan imajinasi)


Takius menyesap pelan minuman dari gelas yang dipegangnya. Makan malam terasa menyenangkan setelah membasmi monster seharian bersama rombongannya. Di sampingnya, Maya dan Poi Poi tengah menikmati es krim untuk hidangan pencuci mulut. Di seberang mereka, Yufa dan Judia mulai lagi memperebutkan perhatian Iruga sementara assassin itu tetap memasang wajah datar tanpa emosi. Roan barusan pamit ke toilet dan belum kembali lagi.

Terdengar suara bising tawa dan alat makan yang beradu dari meja-meja lain di sekitar. Para petualang lain sedang bersenang-senang setelah lelah membasmi monster. Takius mempertimbangkan untuk pamit naik duluan ke kamarnya. Hari ini terasa lebih melelahkan daripada biasanya, dia ingin mandi air hangat dan tidur lebih cepat.

"Roan! Kenapa kau membawa burung hantu?" Yufa memekik membuat seisi meja menoleh menatap Roan yang baru kembali dari toilet dengan burung hantu bertengger di pundaknya. Burung hantu elang berwarna coklat tersebut berukuran cukup besar dengan mata tajam dan terlihat berwibawa.

"Saat aku kembali dari toilet, aku melihat burung hantu ini terus mengetuk ngetuk jendela lorong. Kupikir dia mau masuk, jadi aku bukakan jendelanya. Ternyata burung hantu pengantar surat karena dia membawakan amplop bertuliskan namamu, Takius" jelas Roan sambil memberikan sebuah amplop kepada Takius.

Dengan terheran-heran, Takius menerima amplop tersebut. Pikirannya bertanya-tanya, memangnya siapa yang akan menuliskan surat kepadanya. Akhirnya dia mengembalikan surat itu kepada Roan sambil berkata "Tolong buka suratnya dan bacakan untukku, Roan".

Meskipun bisa lincah bergerak dan bertarung dengan mata tertutup, namun membaca adalah kelemahan utama Takius. Keempat indera lainnya memang terasah dengan tajam tapi tak bisa menggantikan fungsi indera penglihatan untuk membaca. Karena itu, Takius selalu perlu bantuan saat membaca koran atau papan pengumuman.

Roan membuka surat tersebut dan mulai membacakannya

Kepada Yth. Mage Takius

Di Tempat

Lewat surat ini, kami dari Asosiasi Penyihir dan Sejarawan (APS) mengundang Anda untuk hadir dalam Konferensi 5 Tahunan yang akan diadakan pada tanggal XX. Untuk konfirmasi kehadiran, harap infokan pada burung hantu pengantar surat.

Apabila Anda bersedia hadir, maka burung hantu ini akan menunjukkan jalan ke lokasi pada tanggal tersebut jam 8 pagi. Kami tunggu kehadiran Anda, terima kasih.

"Baiklah, aku akan hadir" ucap Takius sambil mengangguk kepada burung hantu pengantar surat. Burung hantu itu melompat sambil terbang rendah dari pundak Roan ke meja di depan Takius. Maya menyodorkan sebuah roti untuk si burung hantu yang langsung dipatuk dengan cepat sementara Poi Poi menggeram kesal ke si pendatang baru bersayap itu.

"Apa itu Asosiasi Penyihir dan Sejarawan yang disebut dalam surat itu, Takius?" tanya Yufa penasaran. Baru kali ini dia mendengar nama organisasi tersebut.

"Seperti namanya, para penyihir dan sejarawan dari seluruh dunia yang dinilai memberikan kontribusi besar akan dikirimkan surat undangan untuk Konferensi 5 Tahunan. Dulu aku pernah diajak ikut saat guruku diundang karena tiap undangan boleh membawa satu orang asisten. Namun asisten hanya boleh menunggu di luar ruangan konferensi jadi aku menghabiskan waktuku berjalan jalan dan membaca di perpustakaan sambil menunggu guru" jelas Takius.

"Wah! Berarti kau dianggap berkontribusi besar pada dunia karena diundang ke acara itu. Hebat sekali!" Judia berkomentar kagum.

"Mungkin karena aku membasmi sangat banyak monster belakangan ini sehingga diundang. Tidak ada salahnya untuk mencoba hadir karena aku sendiri penasaran seperti apa isi konferensinya. Aku akan pergi beberapa hari untuk mengikuti acara ini. Kalian bisa berjalan jalan dulu atau bersantai sementara aku pergi. Aku pamit ke kamarku dulu untuk beristirahat, burung hantu ini biar ikut ke kamarku saja" Takius bangun dari kursinya sambil mengambil tongkat dan burung hantu coklat meloncat ke pundaknya sambil ber uhu pelan.

"Baiklah Takius, semoga acaranya berjalan lancar. Hati hati di jalan" jawab Yufa ceria sambil melanjutkan makan hidangan pencuci mulut.


Pada tanggal yang tertulis di surat, Takius berjalan ke depan penginapan bersama si burung hantu pada jam 8 pagi. Matahari bersinar cerah, membuat burung hantu tersebut terlihat agak kesal dengan cahaya matahari yang silau. Ia langsung terbang dari pundak Takius dan melayang rendah, membuat Takius berlari kecil mengikutinya dari belakang.

Takius mengetahui keberadaan burung hantu tersebut dari aroma dan suaranya. Si burung hantu juga sengaja melayang rendah agar Takius mudah mengikutinya. Dia membawa Takius masuk berbelok menyusuri lorong dan gang sempit penuh simpang seperti labirin. Tentu saja lokasi pertemuan rahasia tidak mungkin ada di ruang terbuka.

Akhirnya burung hantu itu berhenti terbang di sebuah jalan buntu. Ia bertengger di tong sampah sementara Takius kebingungan menghadapi sebuah dinding dari batu bata besar. "Kenapa kau membawaku ke jalan buntu ini?" Tanya Mage muda itu ke si burung hantu.

Burung hantu itu hanya bersuara uhu saja sambil menatapnya. Takius tahu bahwa setiap peserta konferensi akan pergi ke acara dengan cara yang berbeda beda demi menjamin kerahasiaan lokasi. Dulu Zephyr mengajaknya ke lokasi dengan melewati portal di gudang sebuah toko buah, kali ini burung hantu coklat itu pasti mengajaknya dengan cara yang berbeda.

Mage muda itu berdiri menghadap dinding sambil berpikir dan mendadak mendapatkan sebuah ide. Dia berjalan menghampiri dinding lalu mencoba mengetukkan tongkatnya beberapa kali secara acak ke dinding tersebut.

Dinding tersebut mulai bergerak. Batu bata penyusunnya bergeser dan membuka sendiri, membentuk gerbang lorong gelap yang cukup untuk dilewati manusia. Begitu batu batu berhenti bergerak, burung hantu coklat terbang masuk ke dalam lorong tersebut dan Takius bergegas mengikutinya memasuki lorong.

Sekitar dua puluh langkah dari lorong, Takius merasakan cahaya matahari, aroma kayu, dan suara-suara burung. Rupanya lorong itu tembus ke sebuah hutan.

Si burung hantu bersuara uhu memanggilnya dari salah satu pohon. Takius mendekatinya dan burung hantu itu mulai terbang rendah lagi ke arah lain, meminta wanita muda itu mengikutinya lagi.

Akhirnya burung hantu coklat itu berhenti di batu dekat sebuah pohon tua besar. Batang utamanya sangat besar, mungkin sebesar sebuah rumah dengan dahan dahan kuat dan ranting yang tidak kalah besarnya. Akar gantung terjuntai dengan rimbun membuat suasana sekitarnya menjadi gelap.

"Apa ada jalan berikutnya di dekat pohon ini?" tanya Takius ke si burung hantu yang tentu saja hanya dijawab dengan uhu pelan.

"Siapa namamu dan apa keperluanmu?" sebuah suara berat tiba tiba terdengar.

Takius tersentak dan berusaha merasakan di mana si pemilik suara sebelum akhirnya menyadari bahwa pohon besar itu yang bersuara. Dengan tenang, ia menjawab "Aku Mage Takius, murid dari Zephyr. Aku datang atas undangan yang dibawakan oleh burung hantu ini".

Tidak ada jawaban dari pohon tersebut, Takius menunggu dengan penasaran.

Mendadak tanah di bawah kakinya bergetar dan Takius merasakan tanah di dekat batang pohon amblas ke bawah. Dengan hati hati, dia mendekati lubang amblas itu dan menemukan ada tangga batu turun ke lorong di bawah. "Aku harus turun ke bawah lewat lorong ini?" tanya Takius sambil menoleh ke si burung hantu.

Burung hantu coklat meloncat dari batu dan melayang turun ke lorong tersebut. Takius berjalan pelan menuruni tangga mengikuti si burung hantu yang sudah terbang jauh duluan.

Sekitar 10 menit kemudian, Takius mulai mendengar ada suara suara manusia. Jumlahnya cukup banyak dan sepertinya mereka sedang mengobrol santai. Kelihatannya sebentar lagi tangga batu ini akan berakhir.

Akhirnya Takius tiba di lantai batu yang datar. Rupanya tangga batu itu membawanya ke sebuah aula yang cukup luas dengan beberapa orang bergerombol membentuk kelompok kelompok kecil saling berbincang. Dengan samar, dia masih ingat aula yang dulu pernah didatanginya bersama Guru Zephyr ini. Waktu itu dia belum memakai penutup mata sehingga bisa mengagumi arsitektur megah dari aula ini.

"Kalau ini aula, harusnya ruang konferensi yang didatangi guru dulu ada di sana" batin Takius sambil berbelok ke sebuah pintu kayu besar di salah satu sisi aula.

Di samping pintu kayu tersebut ada meja kecil dengan antrian pendek yang dijaga seorang lelaki tua berambut dan janggut putih panjang. Dia memakai kacamata bulat dan jubah hitam sambil sibuk menulis di atas sebuah buku kecil. Kelihatannya itu adalah antrian konfirmasi peserta konferensi.

Takius ikut dalam antrian sambil mencoba mendengarkan pembicaraan orang-orang di sekelilingnya. Kebanyakan hanya pembicaraan basa basi menanyakan kabar saja, tidak ada yang menarik.

Giliran Takius tiba, dia sebenarnya bingung apa yang harus dikatakan kepada petugas di depannya jadi dia hanya mengulang apa yang dikatakannya kepada pohon tadi "Selamat pagi, aku Mage Takius, murid dari Zephyr. Aku datang atas surat undangan ini" sambil memberikan surat undangannya.

"Ah, Zephyr. Sudah lama tidak mendengar kabarnya, kuharap dia baik baik saja. Baiklah Mage Takius, sekarang kau sudah bisa masuk ke dalam ruang konferensi dan duduk di meja manapun yang kau suka. Ada sarapan yang bisa dinikmati juga sebelum acara dimulai jam 10 nanti. Untuk pembagian kamar, nanti silakan dicek di papan pengumuman saat bubar jam 3 nanti" jelas petugas tersebut sambil menulis di bukunya.

"Berapa hari acara ini akan berlangsung? Kalau ada pembagian kamar, aku asumsikan acara akan lebih dari satu hari"

"Sebenarnya hanya hari ini saja. Akomodasi kami sediakan karena kebanyakan peserta akan kelelahan untuk pulang pergi dalam sehari. Atau kau ingin langsung pulang saja, tidak mau menginap?"

"Ah baiklah, kurasa aku akan menginap saja" Takius berpikir mungkin dirinya perlu sedikit bersantai seorang diri dan ini adalah waktu yang tepat.

"Oke, silakan masuk ke dalam"

"Terima kasih"

Takius berjalan masuk ke dalam ruang konferensi yang berbentuk seperti auditorium kuliah berbentuk melingkar dengan jendela jendela tinggi besar di dekat plafon. Di dekat pintu masuk ada meja berisi makanan yang bisa diambil untuk sarapan. Takius mengambil beberapa potong roti dan buah buahan serta segelas air. Dia memperkirakan setidaknya auditorium itu bisa menampung 100 orang peserta dan saat ini sudah terisi setengahnya.

Takius berjalan menuruni tangga memilih tempat duduk di tengah, di area yang pas menghadap ke panggung tempat siapapun pembicara nanti akan membawakan materi. Sebenarnya tidak masalah baginya untuk duduk di manapun karena ia tidak perlu melihat, hanya telinganya yang akan mendengar. Tapi mungkin duduk di tengah akan lebih baik untuk pengalaman pertama.

Sambil menikmati sarapan, Takius mendengarkan pembicaraan orang orang yang ada di sekitarnya. Para peserta kelihatannya dari berbagai latar belakang, ada Mage, Wizard, Sorcerer, Warlock, dan lain sebagainya. Pembicaraan mereka tidak jauh jauh dari ramuan, mantra, dan berbagai hal magis lainnya.

"Aku dengar pembicara hari ini adalah seorang tamu yang sangat sulit didatangkan"

"Dari gosip yang kudengar, dia anak jenius yang menjadi buronan sejak umur 8 tahun!"

"Hebat! Bagaimana anak sekecil itu bisa bertahan hidup sendirian sebagai buronan?"

Ada pembicaraan yang cukup menarik di belakang. Takius mengunyah rotinya sambil berusaha menguping tapi orang orang di belakang sudah berganti topik membahas bahan ramuan, meninggalkan mage muda itu penasaran dengan siapa si pembicara unik yang dimaksud.


Author's Notes:
Pada suatu hari, Author terbangun jam 4 pagi dan tiba tiba muncul ide untuk cerita ini. Dalam 1 hari, langsung jadi 2 bab dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. Sebuah fase kesurupan yang menarik.

Takius dan Nico Robin adalah crush 2D masa kecil Author. Entah kenapa muncul ide untuk pairing mereka berdua, mungkin karena keduanya memeiliki karakter sifat yang agak mirip.

Enjoy the story!