Takius suka membaca buku sejak kecil. Namun hobi itu harus berhenti saat dia mulai memakai penutup mata. Terkadang Zephyr akan membacakan buku untuknya, tapi tentu saja membaca buku sendiri berbeda dengan dibacakan buku.

Biasanya Zephyr juga membacakan berita utama di koran atau papan pengumuman untuk Takius, membantu agar muridnya bisa tetap mengikuti perkembangan peristiwa di sekitar. Sejak Zephyr menghilang beberapa tahun lalu, dia semakin kesulitan dalam membaca.

Sebelum bergabung dengan rombongan Roan cs, biasanya Takius akan mendekati kerumunan di papan pengumuman dan mendengarkan percakapan orang orang untuk mengetahui isi pengumuman. Cara lain adalah dengan menanyakan langsung kepada salah satu dari kerumunan mengenai apa isi dari pengumuman tersebut.

"Sebaiknya aku menunggu sampai kerumunan ini sepi dulu baru meminta tolong kepada siapapun yang berada di dekat papan untuk mencarikan namaku" batin Takius sambil menghembuskan nafas.

Dia memilih berdiri beberapa meter agak jauh di belakang kerumunan. Rasanya malas juga harus menunggu dulu sampai sepi.

Mage muda itu baru berdiri selama beberapa menit, saat merasakan ada seseorang yang datang dan ikut berdiri di sebelahnya. Aroma bunga segar yang berasal dari orang tersebut terhirup memenuhi hidungnya. Entah bunga apa, dia tidak bisa menebak. Yang pasti aroma segar itu terasa menyenangkan, malah ke arah memabukkan indera penciuman. Membuatnya merasa seperti menghirup obat bius dalam dosis rendah.

"Apa kau mau kubantu untuk mencarikan namamu di papan?"

Takius terkesiap, sesaat darah di tubuhnya seperti mengalir terbalik begitu mendengar suara orang di sampingnya.

"Ah… Terima kasih, Nona Robin. Tidak usah repot repot.."

"Oh, kelihatannya kau mengenali suaraku?" Robin hanya pura pura terkejut. Dia sudah memprediksi bahwa gadis ini punya kelebihan lain meskipun indera penglihatannya tertutup.

"Aku mendengarkan ceritamu dengan serius tentang Poneglyph di auditorium tadi, Nona. Guruku sengaja memberi penutup mata ini agar aku bisa berlatih konsentrasi sehingga aku terbiasa menghafal suara orang lain. Mendengarkan suaramu selama 5 jam tadi tentu saja membuatku hafal" Takius agak menyesal setelah selesai bicara, merasa dirinya too much information.

Robin mengangguk paham. Benar dugaannya, gadis penyihir ini tidak ada masalah dengan penglihatan. Dia memakai penutup mata untuk alasan lain, yaitu latihan khusus dari gurunya.

"Gurumu punya metode latihan yang unik. Jadi siapa namamu? Biar aku mencarikan namamu di papan sekalian namaku sendiri"

"Namaku Takius"

"Baik, Takius. Biar aku cek dulu. Hmmm… Oh ya, sudah ketemu kamarmu di 702. Kelihatannya kamar kita berdekatan karena aku di 701"

"Apa.. Nona, bagaimana..? Kau bahkan tidak bergerak dari tempatmu berdiri" Takius tidak bisa melihat, tapi bisa merasakan bahwa wanita arkeolog itu tidak bergerak sama sekali dari tempatnya semula.

"Fufufu… Rahasia" Robin tertawa kecil, dia tidak ingin terlalu banyak orang tahu tentang kekuatan Hana Hana no Mi miliknya. Sebenarnya tadi dia membuat salah satu matanya muncul di kening seorang lelaki botak tinggi yang sedang berdiri di tengah kerumunan. Tubuh tinggi lelaki itu membantunya dengan cepat membaca papan tersebut.

"Ah…Ya… Baiklah.. Terima kasih, Nona Robin" sungguh dia tidak bisa menebak apa yang barusan dilakukan Robin sehingga bisa membaca papan dengan mudah.

"Santai saja, tidak perlu terlalu sopan padaku. Kau bisa memanggilku Nee-san saja"

"Eh.. Apa tidak apa apa?" Takius tidak pernah memanggil siapapun dengan Nee-san atau Nii-san, termasuk juga kepada Judia dan Iruga yang lebih tua beberapa tahun darinya.

"Tenang saja, kapten kapalku berumur 17 tahun dan memanggil namaku dengan santai. Kutebak umurmu awal 20an?" Robin benar, Luffy tidak pernah peduli dengan umur krunya. Dia dengan santai memanggil nama mereka semua tanpa embel embel apapun termasuk kepada Brook yang puluhan tahun lebih tua darinya.

"Umurku 20.. Nee.. San.." ucap Takius terbata, merasa canggung memanggil Nee-san kepada wanita yang baru dikenalnya selama beberapa menit itu.

"Oh, tidak berbeda jauh denganku. Aku 28 tahun… Ada ribut ribut apa di sana?" perhatian Robin teralihkan oleh adanya keributan di samping papan pengumuman. Kerumunan yang awalnya berada di depan papan menjadi bergeser ke samping mengerumuni entah apa.

Terdengar ada beberapa orang yang berteriak "Pukul! Pukul!" dari kerumunan itu.

"Ngg… Sepertinya ada yang sedang berkelahi?"

"Sepertinya menarik, ayo kita lihat" Robin dengan santai berjalan mendekati kerumunan itu.

"Ah, tunggu Nee-san..."


Author's Notes

Agak pendek ya karena chapter selanjutnya lumayan panjang