Naruto belongs to Masashi Kishimoto

.

Teratai putih

.

Mempersembahkan

.

Keabadian dari Janji

.

Pair: Senju Hashirama x Haruno Sakura

Genre: romance, hurt/comfort

Rate: M

Warning : tidak menjanjikan EYD, crackpair, typo(s), OOC

.

Keabadian dari Janji

.

"Aku tidak mengerti, kenapa kau repot-repot datang kemari, Tobirama?"

Hashirama dengan kesal memandang adiknya yang berjalan dengannya. Dia baru saja menikmati pemandangan sore hari yang tenang dengan air sungai yang mengalir, sebelum Tobirama menyeretnya kembali ke rumah mereka.

"Jika kau lupa, Kakak, aku akan mengingatkanmu. Hari ini adalah pertemuan klan."

Hashirama menghela napas kesal. Dia tidak suka arah pembicaraan dari pertemuan klan. Mereka hanya akan membahas cara membunuh lebih banyak Uchiha. Seolah-olah tidak ada hal lain yang bisa mereka bicarakan. Hashirama membenci kekerasan dan perang. Namun mengapa ini tidak pernah berakhir.

Karena itu, dia lebih suka mundur dan kabur entah kemana daripada harus pergi ke pertemuan yang dia benci. Namun, adiknya yang pintar jelas tidak akan membiarkannya jatuh begitu mudah. Tobirama dengan polosnya akan melacak cakranya dan pergi untuk menariknya kembali.

Hashirama memandang banyaknya bunga sakura yang berjatuhan dan terbang oleh angin.

"Ini musim semi, Tobirama," Adiknya memandang Hashirama yang berhenti dan menatap hujan kelopak sakura. "Bisakah kita tidak membicarakan hal yang menyedihkan saat musim semi terlihat sangat indah?"

Musim semi memang musim penuh keindahan. Siapa orang berhati dingin yang tidak akan jatuh cinta pada musim ini.

"Itu tanggung jawabmu, Kakak."

Oh dia lupa. Adiknya adalah orang berhati dingin itu. Dia mengalihkan matanya pada Tobirama dan memandang kesal pada sang adik.

"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa yang salah denganmu, Kakak?" Tobirama bertanya.

"Kau memang berhati dingin, Tobirama."

Tobirama hanya memandang kakaknya. Tahu bahwa adiknya menganggap dia tolol.

"Mereka akan membicarakan pernikahanmu, Kakak."

"Apa?"

"Ingatlah usiamu. Kau sudah 25 tahun, Kakak. Menikahlah dan mereka tidak akan memaksamu menikah."

"Aku tidak setua itu."

Tobirama memandangnya seolah-olah dia bodoh. Oh Tobirama memang selalu menganggapnya bodoh. Adik tercintanya sudah seperti akan mengatakan sesuatu, sebelum tiba-tiba terdengar suara muncul dari utara mereka. Mereka saling berpandangan. Arah suara itu berasal dari arah padang bunga Sakura.

Segera mereka menuju ke arah sumber suara itu. Mereka disambut oleh kelopak bunga Sakura beterbangan dengan indahnya di depan mata mereka. Sedikit terpesona, Hashirama sempat lupa dengan tujuannya kemari. Dia disadarkan oleh teriakan sang adik yang tengah berlutut. Hashirama menyusulnya.

Menemukan sosok seorang gadis yang entah bagaimana ada disana. Hashirama langsung turun tangan dan memeriksa kondisinya. Tidak ada luka fisik. Tidak ada yang salah dengan gadis itu. Dia hanya tampak tertidur.

"Nona..." Panggil Tobirama.

Tobirama berlanjut untuk menggoncang tubuh sang gadis. Namun mereka tidak mendapat tanggapan apapun. Gadis itu masih terdiam dan tidur dengan balutan hakama dengan atasan putih bercorak sakura dan bawahan hakama berwarna merah darah yang pekat. Kalau dipikir-pikir, gadis ini agak unik dengan rambut yang sewarna dengan ladang bunga di sekitar mereka.

Hashirama mengernyit dengan dan merasa ada yang tidak beres. Dia langsung mengeluarkan cakra penyembuhan dan mengarahkan pada sang gadis. Tidak ada yang berbeda dari pengawasan mulanya tadi.

"Kakak, dia warga sipil."

Jelas sudah dapat dipastikan. Tobirama tidak akan merasakan cakra seorang shinobi dalam tubuh sang gadis. Hanya sejumlah kecil cakra yang tidak pernah dilatih oleh seorang warga sipil. Hal yang sama dengan yang dirasakan Hashirama saat memeriksa sang gadis.

Hashirama kebingungan. "Kenapa warga sipil ada di area shinobi. Dia tidak seharusnya disini."

Setelah beberapa saat terdiam dalam kebingungan. Mereka berdua menangkap gerakan dari sang gadis. Perlahan tapi pasti, mata sang gadis terbuka. Menampilkan sepasang mata sewarna batu peridor yang cerah dan jernih.

Entah bagaimana, Hashirama jatuh dan tenggelam di dalam kedua bola mata yang begitu indah. Semakin lama dia memandangnya, Hashirama akan semakin tersesat. Dan jatuh semakin dalam. Mata itu menghentikan hampir seluruh kejadian yang ada di sekitar mereka.

"Kalian siapa?"

Pertanyaan sederhana yang tidak mampu di jawab oleh kepala klan Senju.

"Kami yang seharusnya bertanya padamu, Nona. Kau berada di wilayah kami," Tobirama balik bertanya tidak sopan. "Kau siapa?"

Hashirama memandang tidak suka pada sang adik. "Kenapa kau tidak berperasaan, Tobirama? Nona ini sedang bingung."

Hashirama melihat sang gadis berusaha untuk duduk. Sontak, dia membantu sang gadis. Sang gadis tampaknya agak sadar. Baru setelah dia duduk dengan tegak, gadis itu berbicara kembali.

"Saya Sakura," Gadis itu memegang kepalanya. Mungkin kesakitan. Namun gadis itu tampak bertambah bingung. "Kenapa cakraku tidak berfungsi?"

Hashirama memandang sang adik. Mereka sama-sama kebingungan. Gadis ini memang tidak memiliki cadangan cakra seperti seorang shinobi. Bukankah dia seharusnya paham?

"Biarkan aku membantumu." Hashirama menawarkan dan menyalurkan cakra medisnya ke kepala sang gadis. "Apa sudah lebih baik sekarang?"

Sang gadis mengangguk perlahan. Memandang sekitarnya. Mata hijau itu kembali berhenti dan memandang mereka berdua bergantian. "Kalian siapa? Mengapa kalian tampak akrab?"

Tobirama mendengus. Hashirama menyenggol Tobirama, mengingatkannya agar menjaga kesopanannya yang seperti anak remaja. Hashirama menampilkan senyuman ramahnya.

"Namaku Hashirama dan ini adikku, Tobirama." Ujar Hashirama. Aturan masih berlaku, jangan sebutkan nama keluargamu.

Gadis itu memiringkan kepalanya. Wajah itu masih kebingungan. Bertambah semakin bingung.

"Senju? Senju Hashirama?" Tanya gadis itu ragu.

Sebelum sempat Hashirama keluar dari kebingungan, Tobirama telah mencengkram lengan gadis itu erat-erat.

"Darimana kau tahu nama kami?!" Ujarnya geram. Gadis itu tampak ketakutan.

Hashirama sontak langsung melepaskan tangan sang adik. "TOBIRAMA! Apa yang kau lakukan?!" Hashirama langsung menempatkan dirinya di antara Tobirama dan gadis bernama Sakura. "Kau baik-baik saja?"

Gadis itu tampak sangat ketakutan. "Ini hanya mimpi. Ini tidak nyata. Ini hanya Tsukuyomi sialan itu lagi," Gadis itu mengepalkan tangannya. "Ya, semua ini hanya ilusi. Ini hanya genjutsu Madara sialan itu."

Madara?

Hashirama hanya mendengar gadis itu meracau. Hashirama memandang sang adik yang sudah menaruh tangannya di depan dada. Mengernyit tertarik di saat dia melihat sang kakak masih berjuang untuk menenangkan gadis di depannya.

"Kau baik-baik saja, Nona?" Tanya Hashirama lagi.

Sang gadis hanya mengangguk lemah. Tobirama menyeringai. Hashirama sudah melotot untuk menghentikan Tobirama menanyakan atau melakukan apapun yang ada di kepalanya yang putih itu.

"Namamu Sakura kan?" Gadis itu mengangguk kembali. "Kau darimana? Mengapa kau ada di daerah para shinobi?"

Gadis itu mengangkat kepalanya. "Kalian tidak akan percaya apapun yang kukatakan." Ujarnya lelah.

"Mengapa?"

"Karena ini tidak masuk akal." Ujarnya lagi.

Tobirama menyela. "Coba saja, Nona. Kita lihat seberapa gila kau."

"Tobirama!" Seru Hashirama. Dia mengembalikan pandangan itu pada Sakura. "Kenapa kau mengatakan itu?"

Sakura memandang frustasi padanya. "Karena kau seharusnya sudah mati." Hashirama memandang kebingungan pada gadis di depannya. Apa yang sedang dibicarakannya? Hashirama tidak bisa menemukan kata-kata untuk bertanya lagi. "Ah ini hanya ilusi. Maafkan aku, seharusnya aku tidak panik dan membuat kalian kebingungan. Tapi apa peduliku, lagipula ini, kalian tidak nyata dan hanya ilusi."

"Kenapa kau berpikir ini hanya ilusi?" Tanya Hashirama pelan. Mencoba mengikuti logika berpikir dari gadis di depannya.

Gadis itu memandangnya lagi. "Bukankah memang begitu? Senju Hashirama seharusnya sudah mati. Begitu pula dengan adiknya. Ini ilusi yang mengerikan, mengapa aku tidak bisa menggunakan cakraku? Aku jadi tidak bisa keluar dari ilusi bodoh ini." Ujarnya kesal. "Aku seharusnya membantu Naruto untuk memenangkan perang. Tidak seharusnya aku di sini."

"Lihat, Kakak! Dia benar-benar gila." Ujar Tobirama tak acuh.

Hashirama hanya melotot pada sang adik. "Jika kau hanya membuat ini semakin buruk, lebih baik kau diam, Tobirama."

"Aku hanya menyatakan kebenaran, Kakak. Gadis ini gila."

Sakura memandang bingung pada mereka berdua. Hashirama tidak mampu menebak apa yang ada di kepala gadis itu.

"Namun," Gadis itu memulai. Mereka berdua memusatkan perhatian padanya. "Jika ini tsukuyomi abadi, mengapa kalian yang ada di depanku?"

Tobirama terlihat sangat ingin menyela. Namun, Hashirama lebih cepat. "Apa maksudmu?"

Sakura melihat sekelilingnya. "Si brengsek itu mengatakan, tsukuyomi abadi menghidupkan hal yang sangat dirindukan atau diinginkan oleh korbannya," Sakura memandangnya." Aku bahkan tidak mengenal kalian kecuali dari buku sejarah. Jadi mengapa kalian ada di depanku?"

"Karena ini bukan ilusi, Nona. Kau hanya gila." Ujar Tobirama keras. Hashirama mengirim pandangan peringatan. "Tapi tidak masalah, meskipun kau gila aku menyukaimu karena kau telah mengumpat untuk Uchiha. Setidaknya bagiku kau cukup waras untuk membenci Uchiha."

"Tobirama!" Teriak Hashirama.

"Itu kenyataan. Kau hanya terhasut oleh Uchiha itu. Sadarlah, Kakak. Tidak seperti kau akan bertemu dengannya di sungai." Pancing Tobirama.

"Tobi..."

"Sungai?" Suara gadis itu memecah suasana tegang. Merubahnya menjadi suasana penuh kebingungan. Gadis itu memandang mereka kebingungan. "Kau dan Madara bertemu di sungai? Itu tidak ada di buku sejarah."

Hashirama memperhatikan gadis itu. Yang mulanya bingung berubah menjadi panik. Kemudian berubah lagi dalam hitungan detik menjadi wajah begitu ketakutan. Gadis itu mencengkram kepalanya. Tampak kesakitan.

Hashirama panik. Dia berusaha melepaskan cengkraman sang gadis. "Nona, tenanglah." Ujarnya lembut.

Sakura melihat ke arahnya. Mata hijau itu mulai basah dan mengeluarkan air mata yang membuat hati Hashirama hancur. Bukannya tenang dengan kalimat penenang Hashirama, sang gadis hanya semakin sedih dan ketakutan.

Gadis itu masih berusaha untuk memukul dan mencengkram kepalanya. Mungkin berpikir sedang berusaha untuk keluar dari ilusi.

"Nona, tenanglah!" Teriak Hashirama panik.

Berusaha untuk menghentikan gadis itu dengan mendekapnya dengan erat. Gadis itu hanya menangis frustasi pada apa yang telah terjadi padanya. Gadis itu mencengkram erat pada bagian depan hakama Hashirama. Menyembunyikan wajahnya di dada sang kepala klan dan menangis.

Hashirama dan Tobirama tidak melakukan apapun. Mereka hanya diam dan menunggu sang gadis berhenti dan menjadi lebih tenang. Ini hebat. Biasanya, orang biasa akan pingsan jika menangis dan meronta-ronta seperti gadis di depannya.

Sakura mulai menjauhkan dirinya dari Hashirama. Mendorongnya menjauh. Menarik napas panjang, meskipun sisa tangisan tadi masih ada. Karena gadis itu masih sesenggukkan. Tobirama tiba-tiba mengulurkan sebuah tempat minum yang muncul entah darimana. Hashirama tidak peduli, hanya mengingat bahwa sang adik memiliki elemen air.

Hashirama menyuapkan air itu, membantu sang gadis untuk minum. Berharap agar air akan membuatnya sedikir lebih tenang. Gadis itu masih diam.

"Kau sudah lebih baik?" Tanyanya perlahan. Sakura hanya mengangguk pelan.

"Jadi ini bukan ilusi?" Tanyanya tidak percaya dan sedih.

Gadis itu memandang wajahnya. Mata dan wajah itu menunjukkan bahwa dia putus asa dan lelah. Hashirama sekarang melihatnya. Mata itu adalah mata yang lelah untuk bertarung. Sama seperti matanya saat dia memandang cermin di pagi hari.

.

.

Keabadian dari Janji

.

.

"Tenanglah, anakku."

"Kau siapa?"

"Hanya orang tua yang sedang mengamati anak-anaknya."

"Kenapa aku ada disini?"

"Dan kenapa jika kau disini?"

"Seharusnya aku membantu temanku untuk memenangkan perang."

"Perjuanganmu telah usai."

"Usai?"

"Ya."

"Mengapa?"

"Tidak ada alasan untuk itu, anakku."

"Kau tidak bisa melakukan itu! Teman-temanku membutuhkanku!"

"Tidak. Kau telah memiliki jalanmu yang berbeda."

"Mengapa?"

"Karena aku ingin kau menemukan kebahagiaan."

"Aku tidak akan menemukan kebahagiaan dengan teman-temanku yang menderita."

"Mereka tidak akan menderita."

"Kau berbohong."

"Tidak. Aku tidak sedang berbohong."

"..."

"Ingatlah, Sakura. Lakukan apapun yang akan membuatmu bahagia. Teman-temanmu juga akan bahagia dengan melihatmu bahagia. Jangan terpaku untuk merubah masa depan. Karena itu tidak akan berpengaruh apapun. Pilihlah apa yang hatimu telah tuntun. Kau akan menemukan kebahagiaan dari orang yang mencintaimu dengan tulus. Bagilah keluh kesahmu pada orang yang kau percaya. Jangan pendam segalanya sendiri. Mulailah hidup yang baru."

"Kau siapa?"

"Hanya orang tua yang menginginkan anaknya menemukan kebahagiaan."

.

.

Keabadian dari Janji

.

.

Mungkin Hashirama harus mempertimbangkan pendapat Tobirama. Gadis bernama Sakura di depannya terdengar tidak masuk akal. Baru saja dia mengatakan hal gila tentang ... tentang apa? Masa depan?

Tentang perang dunia shinobi keempat?

Apa-apaan ini?

"Yah, Nona. Kurasa kau memang sudah gila." Tobirama berucap.

"Aku tidak berbohong."

Tobirama memandang skeptis. "Apa bukti kau tidak berbohong?"

"Jika saya tidak salah ingat, Tuan Hashirama pernah bermimpi untuk membuat desa yang damai dengan Uchiha Madara."

Bagaimana gadis ini tahu? Itu bukan hal yang diketahui oleh orang lain. Hanya Madara dan dirinya yang tahu. Tobirama jelas memandangnya. Berusaha untuk mencari kenyataan dari ucapan sang gadis. Hashirama tidak mengatakan 'ya' atau 'tidak'. Namun, Tobirama jelas tahu apa jawabannya.

"Kau gila, Kakak." Ujar Tobirama tidak percaya.

Hashirama tertawa kering. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Setidaknya kau tidak gila sendirian, Nona."

Sakura hanya tertawa tanpa humor. Gadis itu sudah mulai tenang. Ceritanya sangat tidak masuk akal. Benar-benar tidak masuk akal. Namun, lagi. Tidak ada yang tahu tentang mimpi yang ia bagikan dengan Madara seorang.

"Jadi, apa?" Tanya Tobirama terdengar kesal. "Jika gadis ini mengatakan yang sebenarnya, apa yang harus kita lakukan? Merubah masa depan?"

"Gadis ini memiliki nama, Tobirama." Ujar Hashirama.

Tobirama mendengus kesal. Sangat kesal. "Jadi, jika Nona 'Sakura' mengatakan yang sebenarnya, apa yang akan kita lakukan, Kakak? Merubah masa depan?"

Hashirama terdiam. Apakah perang shinobi keempat dapat dihindarkan? Jika gadis ini benar, maka akan ada perang besar menanti mereka. Sayangnya, Sakura tidak mau menyebutkan penyebab perang. Namun, dari kebenciannya pada Madara. Bisa jadi itu disebabkan oleh mantan sahabatnya.

"Tuan..." Suara itu pelan.

"Ya, Sakura?" Jawab Hashirama lembut.

"Kata orang yang mengirimku kemari, tidak ada yang dapat dilakukan untuk merubah masa depan." Ujarnya pelan.

Tobirama mendengus menghina. "Orang tua itu tidak berguna, kalau begitu."

"Jadi, masih akan ada perang? Mengapa kita tidak mencegahnya?" Ujar Hashirama. Sakura menggelengkan kepalanya. Sama tidak mengertinya dengan dia. Hashirama menghela napas lelah. "Baiklah, kita bisa pikirkan itu nanti. Kita harus memikirkan apa yang akan kita lakukan padamu."

Sakura memandangnya bingung. "Maksud, Tuan?"

"Kau tidak bisa tinggal di padang bunga Sakura terus-menerus. Kita harus memikirkan ide untuk tempat tinggalmu." Ujar Hashirama.

"Tuan akan membantuku?" Tanya Sakura tidak percaya.

"Tentu saja. Lagipula, kau mengatakan kau kehilangan cakramu. Aku tidak akan bisa membiarkanmu sendiri."

Hashirama memberikan senyuman menenangkan untuknya. Tobirama memandang mereka aneh. Tampaknya telah muncul ide aneh dalam kepala adiknya. Pria yang lebih muda itu memberikan seringai menyebalkannya.

"Kau memiliki senyuman yang aneh, Tobi." Ucap Hashirama.

"Aku punya ide."

Sakura memandang Tobirama penuh penasaran. Hashirama agak skeptis. "Apa idemu?"

"Kalian berdua menikah saja."

Sakura menjatuhkan rahangnya. Begitu pula Hashirama. Mereka memandang Tobirama seolah Tobirama telah mencium Madara dengan penuh gairah.

"Kau gila?!" Bentak Hashirama.

Tobirama mengangkat bahunya. "Itu alasan yang bagus. Gadis ini berasal dari masa depan. Kita tidak bisa membiarkan dia jauh dari kita atau akan ada masalah jika ada yang tahu. Contohnya, jatuh ke tangan orang lain? Kita harus memastikan dia tutup mulut. Membuat dia tinggal dengan kita begitu saja, hanya akan menimbulkan gosip dan akan merusak reputasimu sebagai ketua klan karena membiarkan seorang gadis belum menikah tinggal dengan dua orang pria lajang. Lagipula, mereka sudah memaksamu menikah."

Hashirama memandang tidak percaya pada adiknya. "Kau gila."

"Kita semua sudah gila disini. Mengapa tidak menambahkan satu hal gila lain di dalamnya?" Ujar Tobirama tidak peduli.

Hashirama menghela napas lelah. Masih sama buntunya dengan tadi. Sakura tampak merenung. "Bagaimana menurutmu, Nona?"

"Itu..." Ujarnya sambil merenung. "Masuk akal."

Tobirama hanya memberikan pandangan padanya. "Sudah kukatakan padamu."

"Nona, pernikahan bukan hal sembarangan. Aku tidak ingin kau menghabiskan hidupmu dalam penyesalan." Bujuk Hashirama.

Sakura terdiam. "Tuan Tobirama masuk akal. Lagipula, jujur saja, saya agak takut berada di sini," Sakura menatapnya. "Cakra saya lenyap."

"Nah!" Tobirama menyela lagi. "Kau bisa melindunginya, Kakak. Cakranya sudah hilang."

Senyuman itu. Hashirama jadi ingin menonjok wajah pucat adiknya.

"Baiklah. Bagaimana dengan pura-pura menikah?"

"Tidak berguna. Sampai kapan kalian akan pura-pura? Tetap saja itu hanya merusak reputasimu jika ketahuan kau membiarkan gadis itu tinggal bersama kita tanpa ikatan apapun dengan alasan apapun."

"Kenapa bukan kau? Kenapa aku?"

Sakura ikut memandang Tobirama bingung.

"Jangan menyangkalnya, Kakak. Kau akan membunuhku jika aku menawarkan diri menikahinya."

.

.

To be Continued

.

.

Hai hai hai,

Maaf ya kalau tidak masuk akal. Maaf juga kalo cringe. Maaf banget hahaha

Tapi, jika ada yang tanya kenapa Sakura kayak labil. Ingatlah, dia masih kebingungan karena tiba-tiba ada di tempat aneh. Perasaan dan pikirannya langsung kacau. Apalagi dia kehilangan Cakra. ya dia panik, gak bisa ngapa2in. Gak bisa mikir.

Ada pertanyaan? Silahkan tanyakan di kolom komentar. Atau jika ada tambahan atau masukan?

Arigatou, minna-san…

Sign,

Teratai putih