Bab 6: Sebentuk Permintaan Maaf dan Tanggung Jawab
Brengsek, brengsek, brengsek!
Naruto bukanlah orang cengeng atau orang yang suka mengumpat dan dia juga bukan laki-laki yang menganut aliran toxic masculinity. Tangisan dan umpatan dibutuhkan di dalam hidup. Tangisan diciptakan untuk membasuh luka dan mengekspresikan berbagai jenis perasaan manusia. Bahkan, binatang pun menangis. Namun, sudah 11 tahun Naruto tidak menangis karena seorang teman. Setelah tragedi itu, dia menyimpan semuanya rapat-rapat dan menangis hanya karena film sedih, seperti Hachiko dan My Sister's Keeper.
Dia berhenti berjalan sebelum dia sampai di lantai 3. Suasana istirahat masih ramai dan koridor pasti akan ada banyak siswa. Dan mereka pasti akan melihat Naruto yang turun dari balkon dalam kondisi mata berkaca-kaca dan wajah yang lebih menyedihkan dari anak anjing yang kehujanan. Dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Tidak ada yang boleh melihatnya dalam kondisi seperti ini.
Akhirnya, dia menarik napas sebanyak 5 kali serta menghembuskannya perlahan-lahan. Dentuman jantungnya sudah kembali normal dan dia sudah bisa mendengar semua suara-suara aktivitas di sekitarnya. Dia menyeka sudut matanya sebelum air mata itu tumpah dan berusaha tersenyum. Lalu, dia melangkah menuju koridor lantai 3. Dia menyapa semua orang dan terus berjalan. Dia tidak mau masuk ke kelasnya, jadi dia terus berjalan menuruni tangga. Pada jam istirahat, toilet di gedung kelas akan sangat ramai dan Naruto tidak mau mengambil resiko tersebut. Akhirnya, dia menyebrang menuju gedung eskul dan lab untuk meminjam toiletnya.
Sesuai dugaan, toilet di sana sepi. Naruto masuk ke salah satu bilik dan mengunci pintunya. Lalu, dia duduk di atas closet. Barulah dia bisa merasa frustasi sesuka hatinya tanpa ada satu orang pun yang melihatnya.
Sasuke Uchiha memang brengsek! Dia meyakini itu dari hatinya yang paling dalam. Dia adalah orang yang tidak punya hati dan hobi mengganggu orang lain. Naruto tidak akan pernah bisa memahami pemikirannya. Saat ini, dia berada sangat jauh dari jalan seharusnya. Seharusnya, dia sudah menjalani masa-masa sekolah yang tenang tanpa masalah. Jabatan OSIS nya sudah hampir berakhir dan para calon Ketua OSIS sedang kampanye untuk pemilihan. Setelah Serah Terima Jabatan, Naruto akan fokus penuh dengan Ujian Masuk Universitas. Lalu, masa depan cerah telah menantinya.
Seharusnya itu yang dia lakukan sekarang. Namun, dia malah terlibat permusuhan tidak jelas dengan si anak bermasalah. Naruto memejamkan matanya. Dia mengingat tatapan tajam dan iris hitam milik Sasuke. Tatapan yang tidak bisa diintimidasi, tidak takut apapun dan tidak punya kelemahan. Tatapan yang sangat dibenci Naruto.
"Dia lebih merepotkan dari Suigetsu," gumam Naruto. Suigetsu, si preman sekolah, adalah orang yang mencoba mencari-cari masalah di tahun kedua Naruto berada di sekolah ini.
Saat itu Naruto baru saja menjabat sebagai Ketua OSIS.
"Selamat menjabat," ujar Temari. Kakak tingkatnya itu telah lulus dan sengaja datang di hari Serah Terima Jabatan Naruto dari Ketua sebelumnya. "Perjalananmu dari sini akan semakin berat. Tapi aku yakin kau bisa mengatasinya. Berusahalah Kaichou!"
Jabatan sebagai Ketua OSIS tidaklah sekeren dan seindah namanya. Bertumpuk-tumpuk masalah dan tanggung jawab mengantre untuk diselesaikan. Sebenarnya Naruto sudah tahu garis besarnya selama dia menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS di tahun pertamanya. Hanya saja, dia tidak terlibat langsung dalam menanganinya. Dia hanya menjadi perpanjangan tangan Temari yang sesekali meminta bantuannya. Salah satu masalah yang cukup meresahkan karena adanya kumpulan anak-anak nakal di sekolah ini.
SMA Konohagakure memang sekolah Internasional dengan kemampuan anak-anak yang elite dengan beragam masa depan yang terjamin. Hanya saja, dimana pun terdapat cahaya, disitu jugalah terdapat bayangan. Di sekolah se-elite ini, bayangan cukup pekat menghantui sudut-sudut sekolah dan terkadang itu membuat para siswa tidak berani mendekat.
Masalah ini sebenarnya sudah diusut oleh Temari, tetapi belum ada hasil. Kali ini Naruto akan melanjutkan tugas itu sampai tuntas. Yang dia tahu, Ketua Geng saat ini adalah Suigetsu, pemuda yang satu angkatan dengan Naruto. Naruto sendiri tidak pernah melihatnya ataupun berinteraksi dengannya. Naruto selalu mendapat kelas unggulan, dia selalu bersinar dan berlimpah cahaya. Sementara Suigetsu mengasingkan diri ke dalam kegelapan.
Naruto mengevaluasi cara-cara Temari untuk mengurus geng tersebut dan tampaknya belum ada yang berhasil. Jadi, Naruto harus mencari cara lain yang efektif. Akhirnya, selama 4 minggu, Naruto melakukan riset menyeluruh mengenai berbagai jenis kepribadian manusia. Dia harus mendalami sisi psikologis seseorang, karena itulah kunci utama dari jati diri seseorang. Kita bisa memegang dan mengendalikan orang jika memiliki kunci yang tepat.
Sebagai Ketua OSIS, dia gampang sekali mendapatkan data pribadi dari para anggota geng, termasuk Ketua mereka Suigetsu dan sahabatnya Juugo. Dari situ dia jadi tahu bahwa Suigetsu adalah anak hasil perceraian yang buruk dengan Ayah yang kasar dan selalu melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Sayangnya, hak asuh anak jatuh ke tangan Ayah yang bertangan besi, karena Ibu Suigetsu didiagnosis mengalami Depresi Berat dampak dari KDRT dan Post-Partum Depression. Namun, Ayah Suigetsu kaya raya. Ayahnya seorang pengusaha penyewaan mesin-mesin besar dan punya banyak uang sehingga Suigetsu masih bisa bertahan di SMA Konohagakure.
Sementara Juugo dibesarkan oleh seorang Ibu Tunggal Kaya yang setiap malam mengundang laki-laki yang berbeda datang ke rumahnya. Mereka berdua bertemu satu sama lain dan akhirnya menyebarkan terror di SMA ini hanya karena mereka sanggup. Suigetsu-lah yang menjadi otak dan kepala dari geng mereka. Dia juga mengklaim dirinya adalah orang yang menguasai Tokyo Barat.
Konyol, pikir Naruto waktu itu. Pelampiasan yang sia-sia. Seharusnya mereka tidak membuang-buang uang dan waktu untuk pergi ke sekolah ini. Jika hanya ingin menjadi preman, maka lebih baik pergi saja ke sekolah negeri dan bergabung dengan geng motor. Tempat ini adalah tempat suci bagi orang-orang yang ingin mengejar cita-cita dan masa depan.
Namun, setidaknya akhirnya dia tahu bagaimana cara menguasai geng tersebut.
Lamunan Naruto buyar ketika bel masuk berbunyi dengan nyaring. Dia membuka pintu toilet dan kembali ke gedung kelas.
.
Sasuke membutuhkan waktu lima menit untuk kembali ke kelas. Dia tidak jadi tidur-tiduran di balkon ataupun membolos. Sesampainya di kelas, dia tidak menemukan Naruto di tempat duduknya ataupun di bangku lain. Para siswa sedang asyik menyantap makan siang bersama dengan teman-temannya. Tidak ada yang mengajak Sasuke makan siang bersama dan dia juga tidak tertarik. Dia kembali ke tempat duduknya. Namun, langkahnya terhenti karena ternyata Naruto masih belum membawa buku pelajarannya ke mejanya. Buku Sejarah Dunia masih terbuka dan coret-coretan Mind Map terbaca jelas.
Sasuke berinisiatif untuk mengambil coret-coretan itu.
Itu adalah coret-coretan yang mengesankan, bahkan bagi Sasuke. Pelajaran Sejarah Dunia memang hanya 100 menit, tapi Naruto berhasil merangkum semua inti sari dari point-point penting selama Perang Dunia Pertama. Tulisan Naruto mudah dibaca, kanji-kanjinya sempurna dan tanpa kesalahan. Memang, masih banyak sekali kekurangan dan detail-detail kecil, tapi semua peristiwa penting dan nama-nama penting semua telah tercantum di coret-coretan itu. Kalau Naruto diberikan waktu 100 menit lagi, mungkin coret-coretan itu sudah sempurna dan makalah mereka sudah jadi.
Sekali melihat saja, Sasuke tahu bahwa Naruto sudah ratusan kali membuat Mind Map seperti ini. Ini bukan dibuat secara iseng, tapi semua poin sudah dipikirkan secara matang. Naruto sudah terbiasa membaca hal-hal penting secara cepat sehingga bisa mengeksekusi mana saja poin penting yang dimasukkan ke Mind Map. Hal ini membuat Sasuke paham, bahwa Naruto telah mendedikasikan seluruh waktunya untuk terus berlatih membaca cepat dan terus-menerus belajar hingga itu semua tampak seperti bernapas baginya. Naruto telah menghabiskan jam-jam panjang di malam hari untuk berlatih membuat Mind Map seperti ini.
Dan semua kemarahan Naruto tampak masuk akal sekarang. Sasuke kini bisa melihat jelas apa yang menjadi sumber kemarahannya. Dia merasa Sasuke tidak menghargainya. Dia merasa Sasuke menginjak-injak harga dirinya. Ini lebih dari sekedar saling ejek atau hanya sekedar tatapan sinis. Ini adalah kehidupan Naruto yang tidak Sasuke hargai. Kehidupan yang dijalaninya dengan keras dengan jam-jam panjang yang melelahkan.
Aku jadi seperti orang jahat dimatamu, batin Sasuke.
Sasuke jadi tidak tega jika memalingkan wajah begitu saja dari coret-coretan milik Naruto. Tampaknya pemuda itu tidak akan kembali sampai bel masuk berbunyi. Sasuke duduk di kursinya sambil memegang coret-coretan Naruto. Dia mulai mengambil pulpennya dan menambahkan banyak detail penting yang kurang.
Sasuke memiliki photographic memory, jadi dia tidak begitu kesulitan dalam menghapal. Dia masih ingat semua halaman mengenai peristiwa-peristiwa penting dan detail yang terlupakan. Naruto sudah memulainya dengan bagus dan Sasuke merasa harus menyempurnakannya. Mereka seperti melengkapi kerangka sebuah pondasi agar menjadi kokoh. Jika keduanya digabungkan, maka hasilnya akan luar biasa. Entah kenapa Sasuke tidak merasa keberatan melakukannya. Dia sudah lama tidak menggunakan kemampuannya.
Ketika bel masuk berbunyi, Sasuke baru tersadar bahwa dia telah menyempurnakan Mind Map milik Naruto sampai menghabiskan 2 lembar kertas HVS. Para siswa mulai membereskan tempat makan mereka dan mengembalikan meja ke posisinya masing-masing. Sasuke menatap puas hasil kerjanya dan juga Naruto. Mind Map itu telah sempurna, tapi harga diri Sasuke tidak mengijinkannya untuk memberikan langsung Mind Map itu kepada Naruto. Jadi, dia menyelipkannya di antara halaman Buku Sejarah Dunia milik Naruto dan mengembalikan buku tersebut ke bangku Naruto.
Tak berselang lama, si pemuda pirang kembali ke kelas. Eskpresinya tidak lagi menunjukkan dia kesal, marah ataupun sedih. Dia telah bersikap biasa saja. Dia duduk di bangkunya tanpa menatap Sasuke. Sasuke maklum, tapi dia tidak melepaskan pandangannya dari pundak dan punggung milik si pemuda Uzumaki itu. Naruto langsung memasukkan bukunya begitu saja ke dalam tas sekolahnya dan mengeluarkan buku pelajaran yang lain.
Seorang sensei masuk ke dalam kelas dan pelajaran pun dimulai.
.
Tubuh Naruto terasa remuk redam ketika dia sampai di rumah malam harinya. Setelah lelah di sekolah, menghadapi Sasuke secara emosional, lalu lanjut try out di bimbel, kini yang ingin dia lakukan hanyalah tidur saja tanpa harus me-review ulang materi hari ini atau pun besok. Dia merasa tidak punya tenaga bahkan untuk makan malam dan berganti pakaian.
Akhirnya dia menuruti kebutuhan tubuhnya, yaitu tidak menyentuh materi apapun malam hari ini. Naruto sudah sering me-review materi-materi penting dan seharusnya tidak jadi masalah jika dia membolos satu hari saja. Hanya satu hari dan itu bukanlah sebuah dosa. Dia membuka seluruh bajunya, menggantungnya untuk dipakai esok hari dan berendam agar tubuhnya hangat dan rileks.
Setelah selesai, dia mengeluarkan buku pelejaran hari ini dan memasukkan buku-buku untuk besok. Saat dia ingin menaruh buku sejarahnya, tangannya terhenti. Lembaran HVS yang digunakan Naruto untuk membuat Mind Map menonjol keluar. Dia mendadak kesal lagi kepada Sasuke dan teringat konfrontasinya di balkon sekolah. Kalau dipikir-pikir sekarang, rasanya konyol juga dia sampai marah sebegitunya dengan Sasuke. Bukan berarti ini bertama kali Naruto menghadapi orang-orang menyebalkan. Namun, ini pertama kalinya dia terpicu oleh amarah.
Dia jadi merasa bersalah karena menarik kerah baju Sasuke. Dia tampak seperti anak jahat egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Apakah kini sekarang Sasuke sudah mencapnya sebagai orang jahat? Atau dia sudah dicap Sasuke sebagai orang egois yang pemarah, keduanya masuk akal. Naruto bagai orang yang akan mati saja hanya karena Sasuke sedikit malas dan tidak mau membantu. Lagipula, jika Sasuke tidak mau membantu, banyak pilihan yang bisa diambilnya. Dia bisa menghapus nama Sasuke dalam daftar nama kelompok mereka, atau dia juga bisa membuat proyek ini sesuai keinginannya dan itu lebih mengasyikan daripada bertegang urat dengan Sasuke. Jadi, tidak ada alasan harus mengamuk seperti itu.
Naruto mengerang dan ingin membenturkan kepalanya ke dinding kamar. "Aku memang bodoh," gumamnya penuh rasa malu. Masalahnya, dia juga tidak mau minta maaf ke Sasuke. Jika besok dia minta maaf, maka Sasuke akan punya alasan lain untuk menginjak-injak harga dirinya. Tapi jika dipikir-pikir lagi, reputasi Naruto memang tidak begitu bagus di mata Sasuke.
Akan kubongkar semua kepura-puraanmu.
Apakah Sasuke memang sengaja melakukannya demi memenuhi janjinya itu?
Tapi aku tidak pernah berpura-pura, batin Naruto.
Naruto tidak merasa dia berpura-pura. Dia tahu rasanya tidak memiliki teman dan dikucilkan. Dia tahu rasanya direndahkan karena kemampuannya kurang. Dia tahu rasanya diinjak-injak. Dia tahu betapa banyak tekanan yang diharapkannya dari orang-orang disekitarnya karena Ayah dan kakaknya adalah seorang dokter. Jadi, dia melakukan sesuatu untuk mengubah hidupnya yang menyedihkan. Dia berusaha keras untuk disukai. Dia berusaha keras untuk mampu memahami materi pelajaran dan menaikkan nilainya. Dia berusaha keras untuk dihormati dan itu bukanlah sebuah kepura-puraan. Naruto tidak pernah menjalani kehidupannya dengan kepura-puraan.
Sasuke tidak akan tahu hal seperti itu. Dia hidup dengan caranya sendiri, dengan sebuah cara yang tidak dimengerti Naruto dan mungkin sampai kapanpun. Naruto juga merasa tidak pernah menghakimi cara Sasuke hidup. Dia hanya menjalankan tugasnya karena diminta oleh Tsunade. Jika waktu itu Naruto tidak diminta tolong, maka dia pun tidak akan pernah bertemu dengan Sasuke, dia tidak akan mengenal pemuda itu. Mungkin jika dia tidak menjabat sebagai Ketua OSIS dan Tsunade percaya padanya, mungkin kehidupan Sasuke tidak akan bersinggungan dengan Naruto. Mungkin saat ini mereka hanya akan menjadi orang asing bagi satu sama lain.
Apa lebih baik seperti itu?
Dia mengambil kertas HVS berisi Mind Map yang dia buat seorang diri selama jam pelajaran. Namun, sebuah kertas lagi jatuh ke lantai saat dia menariknya. Naruto mengambil kertas itu dan dia mengernyit bingung. Seingatnya dia hanya membuat Mind Map di satu kertas dan hanya menulis semua poin-poin besar yang gampang diingat. Dan tulisannya jelas bukan tulisan Naruto.
Tulisan Sasuke Uchiha, tiba-tiba Naruto mendapat pemahaman.
Dia membaca Mind Map yang dibuat Sasuke dan tulisan itu benar-benar mengagumkan. Naruto tidak tahu kapan Sasuke dapat membuatnya dengan cepat dan kapan dia punya waktu untuk membaca mengenai Perang Dunia Pertama. Apa yang ditulis Sasuke benar-benar mendetail. Dia menandai berbagai hal yang luput Naruto lihat, tetapi sangat penting. Tulisannya juga rapi dan tertata dengan baik. Dia tidak berusaha mengubah Mind Map Naruto, dia hanya melengkapi lubang-lubang kosong dengan peristiwa yang benar.
"Hebat. Ternyata dia bisa juga berusaha seperti ini," kata Naruto pelan. Rasanya Mind Map buatan Naruto tidak ada apa-apanya dibandingkan hasil kerja Sasuke. Terlalu banyak hal yang belum rampung dan universal. Melihat kertas-kertas itu, Naruto menyunggingkan senyum tipis tanpa sadar. Jadi, kemarahan Naruto itu sepertinya menyentil sesuatu di dalam diri Sasuke. Kalau tidak, mana mungkin dia mau repot-repot melengkapi Mind Map dan mempermudah kerja Naruto.
Ini hampir sama seperti bentuk permintaan maafnya.
Naruto menaruh lagi kedua kertas HVS itu di dalam buku sejarahnya dan dia meletakkannya di rak buku. Kekesalannya sedikit menguap dan perasaannya sedikit ringan.
.
Naruto merasa sangat gugup. Dia tidak pernah segugup ini ketika meminta Sakura berkencan dengannya ataupun berpidato dalam kampanye-nya disaat Pemilihan Ketua OSIS. Namun, dia akan menghadapi seorang teman sekelasnya dan dia merasa gugup. Perasaan Naruto campur aduk karena berbagai macam hal, yang pertama karena dia merasa kemarahannya kepada Sasuke terlalu berlebihan (tapi tetap merasa Sasuke pantas mendapatkannya. Dan dia tidak akan minta maaf pada Sasuke), yang kedua karena Sasuke tidak sepenuhnya mengabaikannya karena dia menyelesaikan Mind Map tugas mereka sehingga Naruto bisa melanjutkan tugas mereka ke tahap berikutnya, dan yang ketiga bagaimana caranya dia berbincang seperti biasa pada Sasuke setelah apa yang dia lakukan kemarin? Dia tidak pernah bertengkar seperti itu dengan teman-temannya, jadi dia tidak tahu caranya bersikap.
Naruto sedikit menghembuskan napas lega ketika dia mengintip sedikit ke dalam kelas dan tidak menemukan keberadaan Sasuke di tepat duduknya. Dia belum melangkah masuk ke dalam kelasnya, hanya mengintip dari luar pintu yang terbuka. Naruto jadi merasa seperti maling di kelas sendiri. Lagipula, jika memang Sasuke sudah ada, memangnya dia mau menghindar? Tidak jadi masuk kelas? Cepat atau lambat mereka akan bertemu lagi dan berbicara.
"Kenapa mengendap-endap seperti maling?"
Suara berat khas itu membuat Naruto hampir loncat saking kagetnya. Sasuke sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan dinginnya yang biasa. Dia tampak biasa saja saat melihat Naruto. Tidak ada kilatan kebencian atau keseganan. Dia melewati Naruto dan masuk ke dalam kelas, sementara Naruto masih diam di tempat dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia tampak seperti orang bodoh.
Lalu, dia mengerjap dan dia tidak boleh tampak seperti orang bodoh. Dia harus terlihat biasa saja karena Sasuke tampak biasa saja. Sasuke tampak santai dan Naruto semakin merasa seperti orang bodoh. Jadi, dia melakukan apa yang biasa dia lakukan, menegakkan punggung dan berjalan dengan badan tegap masuk ke dalam kelas.
"Selamat pagi Uchiha," katanya. Dia berharap suaranya tidak sekaku papan atau pun tampak tidak natural. Sasuke pasti menganggapnya semakin aneh.
Si pemuda Uchiha hanya mengangkat alisnya dan akhirnya menjawab singkat, "Pagi."
Naruto menghela napas saking leganya. Dia duduk di bangkunya dan tidak tahu harus melakukan apa. Teman-teman yang lain belum banyak yang datang dan beberapa yang sudah datang antara sedang berkunjung ke kelas lain atau membaca novel di kursi masing-masing.
Naruto menatap kedua tangannya yang bertaut di atas meja. Sejak kapan ada suasana canggung seperti ini? Dia tidak berani sama sekali menatap ke arah Sasuke. Mungkin sebenarnya Sasuke tidak peduli, tapi Naruto tidak bisa menghadapi situasi seperti ini. Namun tubuhnya gatal ingin sekali berbalik dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Uchiha itu.
Akhirnya, setelah perdebatan sengit di dalam otaknya, dia memutuskan untuk melirik Sasuke. Jika ternyata Sasuke sedang menatap ke arahnya, dia akan pura-pura menuju tempatnya untuk membahas tugas Sejarah mereka dan jika Sasuke sedang tidak menatap ke arahnya, dia akan kembali menatap ke depan dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Dia menoleh secara pelan-pelan dan… Sasuke sedang menatap ke arah jendela. Berarti dari tadi dia hanya cemas sendirian dan tanpa arti. Setidaknya kini Naruto bisa menghela napas lega. Dia baru akan berbalik ke tempat duduknya ketika arah pandang Sasuke berubah. Kedua mata mereka bertemu dalam satu garis dan Naruto merasa waktu melambat dan dia merasa seperti maling yang tertangkap basah, padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun.
Sasuke tidak memutuskan kontak mata mereka dan Naruto terlalu malu untuk berpaling, dia tertangkap basah sedang melihat Sasuke dan dia takut bahwa pemuda itu akan menganggapnya aneh dan reputasinya semakin hancur di mata Sasuke. Naruto berpikir cepat untuk keluar dari situasi canggung ini. Sesuai skenarionya, maka dia seharusnya mendatangi Sasuke dan mulai berdiskusi mengenai tugas mereka. Pertama-tama Naruto akan mengucapkan terima kasih atas bantuan Sasuke dalam membuat Mind Map dan kini mereka akan mulai merancang Peta Timbul.
Rencana itu terasa sempurna di dalam otak Naruto, tapi ketika dia hendak merealisasikannya rasanya terlalu aneh dan dibuat-buat. Tegangan antara mereka berdua terasa ada yang berubah dan Naruto tidak menyukai ke arah mana tegangan itu berjalan.
Lakukan sesuatu, ini semakin aneh! Batinnya menjerit seperti itu dan Naruto sadar bahwa aneh sekali jika dua orang laki-laki saling menatap tanpa bicara lebih dari 5 detik. Namun, dia tidak tahu harus bicara apa dan Sasuke tidak memutuskan kontak mata mereka. Setidaknya Naruto bisa melihat ke arah lain supaya kondisi ini tidak semakin aneh.
"Oi Uzumaki."
Tepukan di bahunya dan namanya dipanggil membuat Naruto tersentak dan terputuslah kontak mata itu. Yang memanggilnya adalah Kiba Inuzuka, seorang teman sekelas Naruto yang selalu berbau seperti anjing. Bahkan Naruto bisa melihat bulu-bulu anjing di blazer sekolahnya. Dia tahu Kiba penyuka anjing, tapi bahkan untuk ukuran pencinta anjing harus ada batasan yang jelas.
"Kenapa?" tanya Naruto. Dia berbalik badan. Kiba duduk di bangku Sakura yang masih dispensasi. Lomba Debatnya tinggal menghitung hari dan Naruto tidak mau mengganggunya. Dia harus berkonsentrasi untuk menjadi Juara Nasional.
Kiba membawa sebuah buku dan membukanya dihadapan Naruto.
"Aku belum mengerti mengenai Redoks. Boleh tolong ajari lagi? Penjelasan Mitarashi-sensei terlalu sulit," keluhnya.
Naruto mengambil buku pelajaran didepannya dan mengeluarkan kotak pensilnya. Dia senang jika ada teman sekelasnya yang membutuhkan bantuannya. Artinya dia dihormati dan dia dibutuhkan. Artinya semua perjuangannya tidaklah sia-sia.
"Oke, kita langsung mulai dengan contoh soal ya."
Naruto sudah sibuk dengan Kiba dan penjelasannya. Sementara Sasuke masih menatap punggungnya. Dia belum melepaskan kontak matanya, meksipun Naruto telah berpaling. Kontak mata beberapa detik itu menimbulkan perasaan aneh tersendiri bagi Sasuke.
Sedari awal, dia menyadari kecanggungan yang dirasakan Naruto. Sasuke bukanlah orang paling peka sedunia, tapi dia cukup lama berurusan dengan gelagat dan sifat-sifat manusia sehingga dia tahu apa yang membuat Naruto merasa canggung pagi ini. Pertama, karena pertengkaran mereka di balkon kemarin, kedua karena Naruto sudah melihat kerangka tugas mereka yang disempurnakan oleh Sasuke. Hanya saja, harga diri Naruto terlalu tinggi untuk mengakui hal itu. Hal yang sama pun berlaku bagi Sasuke. Harga dirinya terlalu tinggi untuk menghampiri Naruto duluan, sekedar meminta maaf dan memulai diskusi mengenai tugas mereka.
Dia pun tahu bahwa tidak mungkin selamanya mereka dalam suasana canggung. Mau tidak mau, dalam satu poin, mereka akan saling bicara lagi dan kecanggungan memudar. Hanya saja, harga diri siapa yang akan diturunkan lebih dulu untuk memudarkan kecanggungan, itu yang menjadi pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh Sasuke maupun Naruto.
Naruto tampak bersemangat menjelaskan tentang sesuatu pada Kiba dan Kiba sendiri tampak mengangguk-angguk sesekali bertanya. Kadang Naruto menggeleng dan kadang mengangguk. Sasuke memperhatikan mereka cukup lama dan seharusnya Naruto sudah cukup menjelaskan, karena sekarang bahkan Kiba tidak lagi tampak bertanya mengenai pelajaran. Dia tidak lagi menatap bukunya dan berbicara santai dengan Naruto. Buku pelajaran itu ditutup tapi Kiba tidak juga beranjak pergi. Mereka malah tertawa-tawa dan obrolan mereka berlanjut. Malah, beberapa teman juga menghampiri Naruto dan akhirnya mereka mengobrol dengan seru sampai bel masuk berbunyi.
Sasuke merasakan kesal di dalam dirinya. Apa sih yang mereka bahas? Apakah topik itu begitu seru hingga mereka harus terus berbincang dengan Naruto? Naruto tidak lagi melihat ke arahnya dengan canggung dan Sasuke sudah merindukan momen singkat itu.
Momen singkat milik mereka berdua.
Naruto adalah milik semua siswa. Jabatannya penting, selain itu, pribadinya asyik dan menyenangkan. Dia mampu berbaur dan berteman dengan siapa saja. Semuanya ingin masuk ke dalam kelompok pertemanannya dan dia memiliki kekasih yang manis dan pintar. Dia adalah antonim dari Sasuke. Sasuke menutup diri dengan tembok tebal dan tinggi sehingga tidak ada yang bisa masuk atau mengintip ke dalamnya. Dia membuat semuanya segan dan takut pada keberadaannya, sehingga dia sering sendirian.
"Merepotkan ya jadi orang populer."
Sasuke menatap ke kursi depannya. Seorang pemuda berambut gondrong yang diikat kuncir kuda sedang menyender di tembok. Dia menatap antara Sasuke dan Naruto. Matanya sipit atau mungkin karena dia mengantuk menjadi sayu.
Dia menatap Sasuke dengan matanya yang sipit dan sayu, sehingga wajahnya selalu terlihat mengantuk dan bosan. "Dia milik semua orang, jadi kau akan berpikir dia terasa jauh. Tapi lama-lama kau akan terbiasa."
Sasuke hanya menatapnya tanpa berkomentar apapun. Akhirnya si pemuda itu bicara lagi. "Aku Shikamaru Nara. Setidaknya hapalkan nama teman yang duduk di depanmu. Atau kau memang tidak mau menghapal karena tidak berniat tinggal lama di sekolah ini."
.
BERSAMBUNG
