Bab 7: Si Jenius dari Keluarga Nara
"Untuk ukuran perkenalan, introduksimu panjang."
Sasuke menyunggingkan sebuah senyum tipis nan tajam untuk Shikamaru. Shikamaru sendiri tidak bereaksi apapun.
"Kalau menurutmu tadi itu panjang, kau harus dengar kata sambutan Uzumaki setiap acara-acara besar," katanya. Sasuke tidak menanggapi komentar itu.
Sasuke adalah tipe orang yang berhati-hati dalam bertindak atau bicara di depan orang asing, terutama orang yang memperkenalkan dirinya dengan cara yang aneh. Sasuke bukannya tidak familiar dengan orang yang duduk di depannya. Dia tahu bahwa Shikamaru adalah orang yang sering kali dihukum berdiri di luar kelas karena tidur di kelas atau terkadang terkena lemparan spidol oleh sensei akibat mendengkur ketika tertidur. Anehnya, anak itu masih bertahan di sekolah ini. Hal ini memiliki beberapa arti, yang pertama orangtuanya sangat kaya (seperti Sasuke), atau kemampuannya benar-benar luar biasa sehingga sekolah mempertahankannya.
Yang mana pun, Sasuke belum bisa menentukan sifat dan karakter Shikamaru.
"Jangan tegang begitu. Aku hanya ingin berteman denganmu," kata Shikamaru sambil mengulurkan tangannya seolah mengajak Sasuke bersalaman.
Dipikirkan sekarang juga tidak ada gunanya. Sasuke bisa perlahan-lahan menilai situasi selama dia masih ada di kelas ini. Akhirnya, Sasuke menyambut uluran tangan itu dan mereka bersalaman seperti para politikus di televisi.
"Sasuke Uchiha," katanya memperkenalkan diri secara formal. "Mohon bantuannya."
"Uchiha… Seperti nama Uchiha Farmasi ya."
"Rupanya kau sudah melakukan riset," kata Sasuke.
Shikamaru hanya mengangkat bahu. "Itu nama farmasi yang besar. Aku adalah pelanggan setiamu untuk membeli paracetamol dan cetirizine."
"Aku tersanjung," kata Sasuke singkat.
"Jadi, kenapa kau pindah ke sekolah ini?" tanya Shikamaru. Ekspresinya tidak berubah banyak. Dia tampak 10 tahun lebih tua dan terlihat seperti orang yang teler akibat Mariyuana. "Karena orangtuamu?"
Sasuke baru menyadari bahwa yang tahu dia anak bermasalah hanyalah Naruto dan pemuda itu tidak menceritakan apapun pada orang lain. Padahal tadi dia sudah bersiap-siap untuk menerima pandangan merendahkan dari Shikamaru mengenai latar belakangnya, tapi mendapati pertanyaan itu murni dari rasa keingintahuan, Sasuke menyadari bahwa orang lain tidak tahu apa-apa.
"Tenang Uchiha, apapun yang diketahui Uzumaki, dia tidak membocorkannya pada siapapun," ujar Shikamaru.
"Apa kau selalu berbicara dengan kalimat-kalimat seperti itu? Membuat orang mengakui sendiri rahasia mereka."
Mata Shikamaru berkilat. "Rahasia? Kau punya rahasia? Aku tidak menanyakan soal itu."
Sasuke memutuskan bahwa Shikamaru adalah anak yang menarik. Dia memiliki pribadi yang jelas berbeda dengan Naruto, tapi pemuda itu tidak bisa diremehkan.
"Lincah sekali lidahmu berkelit," kata Sasuke.
Shikamaru hanya meresponnya dengan senyuman tipis dan dingin. "Anggap saja aku sedang memutuskan karaktermu dari semua jawabanmu."
"Apa menurutmu aku lolos kualifikasimu?" tanya Sasuke.
"Sedikit banyak iya. Jadi, pertanyaanku belum kau jawab."
Sasuke memutuskan untuk mengikuti permainan kecil yang diciptakan oleh Shikamaru. "Orangtuaku pindah dari Kyoto, jadi aku ikut mereka," ujarnya singkat.
"Karena membuka cabang baru di Tokyo Barat?" tanya Shikamaru.
"Tidak. Karena ingin ganti suasana."
"Suasana Tokyo tidak cocok untuk bersantai. Ini kota paling sibuk di dunia setelah New York."
Sasuke mengabaikan komentar itu. "Entahlah. Kau harus tanya itu pada Ayah dan Ibuku. Mereka yang memutuskan pindah."
Shikamaru hanya mendengus. Percakapan mereka terhenti karena bel masuk telah berbunyi. "Kita lanjutkan obrolan kita nanti ketika istirahat," kata Shikamaru sebelum berbalik ke depan dan duduk dengan benar.
Sasuke tidak menanggapi apapun.
Butuh waktu 10 menit sampai sensei masuk ke dalam kelas, meski begitu para siswa sudah duduk di tempat masing-masing. Shikamaru menatap punggung Naruto yang tegap dan tenang. Pandangannya lurus ke depan sembari menunggu kelas dimulai oleh sensei.
Rupanya kau berteman dengan orang yang unik ya Naruto, batin Shikamaru.
.
Saat istirahat, Shikamaru berbalik badan lagi untuk bicara dengan Sasuke. Sasuke sudah menantikan percakapan mereka lagi. Berbincang dengan Shikamaru berbeda dengan Naruto ataupun dengan orang lain. Berbincang dengan Naruto seperti berusaha menyusun kepingan puzzle yang hilang, tapi interaksinya dengan Shikamaru seperti bermain di atas papan catur.
Kadang pertanyaan Shikamaru terasa seperti sebuah serangan dan Sasuke harus berkelit untuk membalasnya, dan itu merupakan sesuatu yang seru. Ini berbeda dari perkelahian yang biasa Sasuke lakukan, ini seperti perang psikologis. Shikamaru bertanya sesuatu tapi Sasuke tidak mendengar karena ketika jam istirahat Sakura Haruno kembali ke kelas. Setahu Sasuke, dia sudah harus dispensasi penuh karena Lomba Debat-nya akan dilakukan di akhir minggu ini. Namun, yang mengusik Sasuke secara tidak langsung adalah betapa dekat dan intim interaksi antara Sakura dan Naruto.
"Mereka sudah hampir pacaran selama 2 tahun" kata Shikamaru mengikuti arah pandang Sasuke. "Hampir selama masa jabatan Uzumaki."
Kalimat terakhir menggelitik telinga Sasuke. "Masa jabatan? Maksudmu sebagai Ketua OSIS?"
Shikamaru menguap. "Yup. Tahun pertama dia masuk ke SMA ini jabatannya adalah Wakil Ketua OSIS dan setelah itu 2 tahun berturut-turut menjabat sebagai Ketua OSIS. Pada dasarnya, ini adalah Kerajaan milik Uzumaki."
Sasuke mendengus. "Kerajaan ya. Itu pilihan kata yang tidak biasa."
"Aku tahu bahwa kau paham maksudku. Lagipula, semua orang beranggapan seperti itu, hanya saja mereka tidak berani mengatakannya keras-keras. Uzumaki sudah berbuat banyak untuk sekolah ini."
"Seperti apa contohnya?"
"Sebelum kau masuk ke SMA ini, kami mengadakan Festival Budaya yang sangat meriah. Sampai masuk berita lokal," kata Shikamaru. Sasuke ingat Festival Budaya yang menyaingi Festival Tahun Baru di Kuil. Lagi-lagi, Naruto mampu membuatnya kagum sekaligus tidak percaya. Benarkah ada orang sesempuna itu? Apa yang telah Naruto lalui selama ini sehingga dia bisa berdiri di puncak seorang diri?
"Tampak sempurna ya, kalau dibicarakan seperti itu," komentar Shikamaru. Sepertinya dia melihat raut wajah Sasuke yang sedikit berubah ketika topik itu diangkat. Shikamaru belum bisa mengartikan apa arti dari ekspresinya, karena masih terlalu dini.
"Beberapa orang harus tampil sempurna."
Shikamaru lagi-lagi tersenyum mendengarnya. "Benar juga."
.
Naruto sedang membaca beberapa profil mengenai para kandidat Ketua OSIS selanjutnya ketika pintu Kantor OSIS terbuka. Shikamaru Nara bersender pada kusen pintu dan belum melangkah masuk.
"Kau cocok jadi politikus. Pekerjaanmu melebihi pekerjaan Senju-sensei," komentarnya.
"Terima kasih untuk komentarnya. Bisa tolong tutup lagi pintunya?"
Shikamaru masuk ke dalam Kantor OSIS dan menutup pintu di belakangnya. Dia menuju meja Naruto dan duduk di kursi yang berhadapan dengan si ketua. "Sudah mulai menyeleksi? Kupikir masih ada waktu seribu tahun lagi."
Naruto memutar bola matanya. "Kau tidak berharap aku terus menerus di sini kan?"
Shikamaru mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Kupikir begitu. Sosokmu sudah melekat kuat di sekolah ini. Naruto Uzumaki, Si Ketua OSIS, Lambang Kebebasan."
"Kalau kau yang mengatakannya terdengar seperti sarkasme."
Shikamaru tidak berkomentar. Dia mengambil sebuah berkas yang belum dibaca Naruto dan membukanya. Baru satu kalimat, dia sudah menguap. "Untuk apa profil mereka setebal ini? Mereka bukannya mau memperbaiki Jepang kan?" gerutunya. Dia menutup lagi berkas itu.
"Jangan banyak komentar kalau tidak mau bantu. Pekerjaanku jadi tambah banyak." Naruto sibuk menandai beberapa poin dengan pulpen bertinta merah.
"Persis seperti Senju-sensei."
Naruto menyerah. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Si Wakil Ketua OSIS. "Jadi, kau ke sini hanya untuk menggangguku? Sudah bosan dengan teman barumu?" tanyanya.
Shikamaru mengernyit. "Siapa?"
"Sasuke Uchiha."
Barulah si pemuda Nara itu menampilkan ekspresi lain di wajahnya. "Wah wah. Padahal aku datang karena mau mengurangi beban kerjamu, tapi kau mengungkit topik lain. Menarik," katanya sedikit terkekeh. Naruto jadi menyesal sudah berkata seperti itu. Seharusnya dia mengusir Shikamaru sehingga pekerjaannya cepat selesai.
"Pergilah kalau kau hanya ingin menggangguku," katanya lagi.
Tentu saja Shikamaru tidak pergi. "Sepertinya kau sangat peduli pada lingkaran pertemananku, atau lingkaran pertemanan Uchiha ya."
"Biasa saja."
Shikamaru duduk santai dan bersandar di punggung kursi. "Tapi menarik juga ya, Uchiha itu. Pindah mendadak di tengah semester akhir di kelas 3 SMA. Katanya keluarganya mau mengganti suasana dari Kyoto ke Tokyo. Tapi kalau dipikir-pikir, aneh rasanya ganti suasana di tengah-tengah semester. Menurutmu bagaimana?" tanya Shikamaru.
Naruto menaruh pulpennya. "Menurutku kau melantur. Jangan sia-siakan kejeniusanmu untuk hal tidak berguna, Nara."
"Menurutmu itu sia-sia? Bagiku itu menarik untuk dibahas."
Naruto menggeleng. "Tidak usah pura-pura tertarik. Kau bahkan tidak tertarik pada kasus Suigetsu ketika aku meminta saran. Sekarang kau tertarik dengan Uchiha? Jangan bercanda."
"Oh, aku lebih tertarik dengan reaksimu di dekat Uchiha."
Kedua tangan Naruto mengepal. Dia berusaha menyembunyikannya dengan cara memegang berkas dan membolak-balik isinya tanpa dibaca. Namun, mata Shikamaru lebih jeli. Hanya saja, dia tidak memperlihatkannya kepada Naruto. Biarlah Naruto merasa dia mampu menyembunyikan semuanya dengan baik. Seperti ini lebih seru.
"Reaksi apa?" tanya Naruto berusaha tenang.
Dia mengingat-ingat semuanya dengan baik. Dia memang beberapa kali lepas kendali saat berinteraksi dengan Sasuke, tapi Naruto selalu memastikan bahwa tidak ada orang di sekitar mereka yang mampu mendengarnya. Jadi, dia menyimpulkan bahwa Shikamaru hanya menggertaknya. Dia sangat tidak menyukai sifat Shikamaru yang seperti ini, yang seolah ingin mengganggunya. Jika Shikamaru ingin bermain, maka dia akan meladeninya.
"Kecanggunganmu."
Naruto tertawa kecil. "Canggung? Kau memang menyia-nyiakan kejeniusanmu." Dia melepaskan pegangannya pada berkas yang ada di atas mejanya. Bahunya lebih rileks. Dia mulai merasa percaya diri, tapi tetap memilih kata-katanya secara hati-hati. "Apa kau sudah kehabisan bahan hiburan, Nara? Aku bisa memberikanmu setumpuk pekerjaan jika itu bisa mengusir rasa bosanmu." Naruto menyunggingkan senyum.
Tentu saja Naruto tidak akan pernah mengakui bahwa dia pernah bersitegang dengan Sasuke. Shikamaru meyakini itu. Dia telah mengenal si Uzumaki muda itu sejak dia mulai bisa mengingat. Bisa dikatakan bahwa mereka adalah teman masa kecil dan tidak terpisahkan. Hanya saja, tidak ada satu orang pun di SMA ini yang tahu fakta itu.
"Aku tidak bermaksud seperti itu," kata Shikamaru. Dia menyerah. Dia tidak bisa mendesak Naruto lebih jauh lagi. Naruto telah menang, setidaknya untuk saat ini. Naruto masih menatapnya. "Ada bagusnya kau berinteraksi dengan orang lain."
"Apa maksudmu? Apa kau pernah melihatku tidak bicara dengan orang lain dalam jangka waktu 30 menit?" tanya Naruto kebingungan.
"Lupakan saja," kata Shikamaru.
Maksudku, berinteraksi tanpa kau merasa terbebani untuk jadi sempurna. Karena kau menampilkan dirimu apa adanya di depan Sasuke Uchiha.
Itulah yang ingin disampaikan oleh Shikamaru, tapi dia tidak mengatakannya. Kalimat itu tidak pernah keluar dari mulutnya. Dia menelannya. Naruto akan sangat marah dan tersinggung jika Shikamaru mengatakan hal itu, padahal hubungan mereka saja sudah mendingin dan hanya berisi permainan mini agresif antara kedua orang tersebut.
"Jadi," kata Naruto sambil mengambil setumpuk kerjaan dan menaruhnya di depan muka Shikamaru, "Ini laporan yang menunggak. Kau bisa mulai mengerjakannya sekarang."
Shikamaru mengerang dan dia berniat pergi. "Kalau kau berani bangkit dari kursi itu, akan kukirim semuanya ke rumahmu ditambah lagi dengan laporan pertanggungjawaban rapat terakhir," ancam Naruto. Shikamaru kembali duduk. Wajahnya berubah masam dan berkerut.
"Sadis," katanya keras-keras.
Naruto hanya bersenandung. Untuk beberapa saat tidak ada yang bicara, hanya kuapan Shikamaru yang berlebihan saja yang mendominasi. Namun, Naruto tidak peduli. Shikamaru selalu melakukan hal itu jadi tidak ada gunanya ditanggapi. Sampai akhirnya Shikamaru benar-benar bisa mati bosan karena Naruto tidak meladeninya.
"Sudah kepikiran hadiah apa yang akan kau berikan pada Haruno?" tanya Shikamaru.
Naruto meliriknya sekilas dan kembali ke berkas yang sedang dikerjakannya. "Hadiah untuk apa? Ulangtahunnya masih lama."
Shikamaru mendengus. "Lomba Debat, maksudku."
Naruto langsung tampak berpikir. "Benar juga." Dia menaruh pulpennya dan menutup berkas terakhir yang dia kerjakan. "Sebaiknya kuberikan kue ya, untuk merayakan kemenangannya."
"Atau menghiburnya jika hasilnya… kau tahulah."
"Kita harus optimis," kata Naruto.
"Aku hanya realistis. Sebaiknya 2 kue." Shikamaru mengambil kesempatan itu untuk menutup berkas yang memuakkan itu. "Bagaimana kalau kau tidur dengannya?" usulnya.
Naruto hampir menjatuhkan tumpukan berkas-berkas yang sudah disusun rapi akibat mendengar usulan tidak masuk akal itu. "Jangan mengatakan hal aneh-aneh," katanya sambil berusaha menjaga ketenangannya. Dia tidak mungkin tersipu malu hanya karena Shikamaru membawa topik seks saat mereka di sekolah. Yang benar saja, Naruto bahkan belum pernah berdiskusi mengenai topik itu dengan Ayah ataupun kakak lelakinya!
"Aku membicarakanmu dan pacarmu. Tidak ada pembicaraan aneh," kata Shikamaru santai. Naruto tidak habis pikir mengapa Shikamaru bisa-bisanya tidak malu membahas topik sensitif dan sangat privasi seperti ini. "Sudah sepantasnya hal seperti ini dibicarakan. Sudah berapa lama kau berkencan dengannya? Sejauh pengamatanku, kau hanya memegang tangannya dan berciuman."
Naruto menyipitkan matanya. "Sejak kapan kau jadi suka bergosip seperti ini?"
Shikamaru mengangkat bahunya acuh. "Maksudku, orangtuaku saja berciuman lebih bersemangat daripada kau dan Haruno."
Naruto ingin melempar kepala Shikamaru dengan sepatu ruangannya. "Apa kau tahu bahwa perbandingan itu mengerikan? Sekarang aku tidak bisa menghapus gambaran itu dari benakku. Sialan," gerutunya.
"Itu maksudku. Hapus dan ganti dengan gambaranmu sendiri."
Naruto mengernyit. "Semakin kita bicara, aku semakin merasa bahwa percakapan ini tidak pantas."
"Karena ada anak berusia 5 tahun di sini? Karena aku tidak melihatnya." Shikamaru menggerakkan kepala seolah dia sedang mencari seseorang.
"Ha ha, lucu sekali. Sekarang aku akan menyingkir dari sini karena tugasku sudah selesai. Jangan lupa minggu depan kita akan rapat OSIS untuk kampanye selanjutnya." Naruto mulai membereskan alat tulisnya dan menyandang tasnya. "Dan, jangan lupa kunci pintu setelah kau selesai bekerja."
Naruto melangkah keluar dari Kantor OSIS.
"Apa aku dapat uang lembur? Kuharap aku dapat uang lembur!" seru Shikamaru ketika Naruto sudah mulai keluar dari Kantor OSIS.
"Jangan lupa matikan lampunya!" seru Naruto sebelum dia benar-benar menghilang di koridor. Shikamaru ditinggalkan sendirian dengan tugas-tugas yang belum dia kerjakan sejak selesai Festival Budaya.
"Ck! Merepotkan."
.
Naruto menguap sepanjang perjalanan. Dia tidak bisa tidur dan tidak bisa konsentrasi belajar akibat percakapannya dengan Shikamaru. Mereka berdua sudah jarang bicara kecuali mengenai OSIS. Naruto bahkan lupa kapan mereka bicara santai dengan topik selain OSIS dan OSIS. Apakah sebelum mereka masuk ke sekolah ini? Sebelum Naruto mencalonkan diri di tahun kedua mereka? Atau jauh sebelum itu?
Dia memikirkan perkataan Shikamaru sepanjang malam. Sebenarnya, itu memang bukan hal tabu, karena di Jepang seorang anak sudah dianggap dewasa dan legal melakukan hubungan seksual di usia 16 tahun. Jadi, itu memang bukan sesuatu yang memalukan untuk dibahas. Malahan, banyak remaja yang sengaja menunggu 16 tahun hanya untuk berhubungan seksual dengan kekasih mereka. Dan mereka menceritakannya dengan bangga.
Yang jadi masalah adalah: Naruto sama sekali tidak pernah memikirkan hubungan seksual dengan Sakura. Iya, dia memang menyukai gadis itu. Dia memang berkencan dengannya selama hampir 2 tahun. Sakura gadis yang manis dan pintar. Kepribadiannya juga cocok, meskipun mereka terkadang cekcok. Dia suka menggenggam tangan Sakura, suka memeluk gadis itu. Mereka bahkan berciuman beberapa kali. Ciuman yang manis, tidak memakai lidah dan tidak ada nuansa sensual di dalamnya. Naruto bukannya tidak tertarik pada hubungan seksual, hanya saja dia merasa masih canggung dan rasanya ada batasan-batasan yang belum bisa dilewatinya.
Ketika sebuah jari dijentikkan di depannya, barulah Naruto tersadar.
"Giliran tim kita sekarang," kata Kiba.
Mereka sedang di jam olahraga bersama Bee-sensei. Mata pelajaran hari ini adalah basket dan tim putra diminta membuat kelompok berisi 3 orang untuk penilaian three-on-three. Naruto satu kelompok bersama Kiba dan Chouji. Mereka akan melawan tim yang berisi Shikamaru, Shino dan Sasuke. Naruto lagi-lagi mendengus. Rasanya semesta sedang mengejeknya habis-habisan. Dia ingin menghindari Sasuke, tetapi apapun yang dia lakukan tampaknya seperti magnet bagi satu sama lain karena mereka selalu dipertemukan.
"Kita harus menang!" kata Kiba bersemangat sebelum pertandingan dimulai. Chouji hanya menguap dan menggaruk perutnya yang buncit. Naruto tidak benar-benar berharap mereka akan menang, mengingat dia sendiri tidak begitu jago olahraga dan tim mereka juga tidak. Kiba memang berapi-api, tapi sebenarnya dia tidak bisa membedakan peraturan antara voli, basket dan sepak bola. Chouji lebih memilih jalan apapun yang membuatnya cepat selesai berolahraga, termasuk kekalahan. Lagipula, meskipun nilai olahraganya tidak sempurna, tapi nilai-nilai pelajaran lainnya bisa menutupi. Bukan masalah besar.
"Yo," kata Shikamaru. Di sebelahnya berdiri Sasuke dan Shino.
Para siswi dan siswa yang sudah atau pun belum penilaian menunggu di pinggir lapangan untuk menonton. Harus Naruto akui, penampilan Sasuke sebenarnya tidak buruk, malah tergolong rupawan. Memakai baju olahraga malah menonjolkan tubuhnya yang atletis. Kaosnya menempel di tubuhnya secara pas, tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar. Pinggangnya kecil tapi terkesan kokoh, sehingga ketika celana olahraga dipakai, semuanya berada di tempat yang pas. Kakinya jenjang dan betisnya kuat. Entah leg set macam apa yang dilakukan Sasuke.
Naruto bukannya tidak sadar bahwa banyak perempuan yang penasaran dengan Sasuke, bahkan anak-anak di kelasnya. Terkadang mereka berusaha bicara dengan Sasuke dan malu-malu mengajak makan siang bersama ketika istirahat. Kali ini pun tidak jauh berbeda, Naruto yakin mereka penasaran dengan kemampuan olahraga dari Sasuke.
"Huft, Uchiha itu semakin popular saja," kata Kiba sambil melihat ke arah kerumuman anak-anak perempuan yang sedang menunggu pertandingan mulai.
"Aku ingin cepat selesai saja. Uzumaki, apa aku boleh izin sakit perut?" tanyanya.
"Aku bukan guru olahraga. Tanyakan saja pada Bee-sensei," jawab Naruto.
Chouji mengeluh. "Sensei lebih percaya ketika kau mengatakannya daripada aku."
"Itu karena kau terus minta izin ke UKS setiap jam pelajaran olahraga selama hampir 1 tahun," kata Naruto lagi.
"Tapi perutku memang sakit."
"OKE!" Kiba menengahi debat tidak berguna di antara Naruto dan Chouji. "Kita akan defense dan tidak akan membiarkan mereka membuat satu poin pun!" katanya terlalu bersemangat.
Chouji sudah tidak mendengar lagi karena dia sudah memikirkan bagaimana caranya bisa bolos. Sementara Naruto tidak ingin mematahkan semangat Kiba yang terlalu berapi-api. Dia juga tidak benar-benar ingin memenangkan pertandingan. Dia lebih ingin melihat hasil try out di bimbelnya.
Suara peluit yang nyaring mengalihkan perhatian kelas.
"Berbaris!" seru Bee lantang.
Kedua tim berbaris ditengah lapangan. Kiba menunjuk Naruto. "Kau tip-off," katanya. Naruto belum sempat protes ketika mereka sudah berada di tengah lapangan dengan Bee di tengah sebagai wasit. Tubuh Bee tinggi besar, khas orang African-America. Rambutnya pirang dan kulitnya hitam. Dulunya dia seorang pemain basket professional di Negara Bagian California, Amerika Serikat, sebelum cidera dan akhirnya pergi ke Jepang, tempat orangtua Ibunya tinggal. Sampai saat ini dia menjadi seorang guru olahraga serta pelatih basket.
"Mohon bantuannya!" seru kedua tim sambil menunduk. Lalu, Naruto maju dan dari tim sebelah yang akan melakukan tip-off adalah Sasuke. Dia belum pernah lagi berdiri sedekat ini dengan Sasuke sejak dia mengonfrontasinya di balkon. Rasanya aneh, tetapi hal itu menjelaskan satu hal, bahwa Naruto tidak boleh kalah. Dia tidak ingin kalah dari Sasuke.
"Tip OFF!"
Bola dilempar tinggi dan kedua pemuda itu meloncat. Naruto mendapatkan bola terlebih dahulu dan langsung mengopernya ke Kiba.
"Nice Pass!" Kiba langsung men-dribble bola tersebut ke ring lawan. Tentu saja tidak semudah itu. Mereka berlari mengejar Kiba, Shino berusaha menghadang Kiba dan Shikamaru melakukan steal. Sekarang tim Shikamaru yang memiliki momentum. Shikamaru men-dribble bola dan mengopernya ke arah Sasuke. Ditangkap dengan baik oleh Sasuke dan Naruto bersumpah bisa mendengar beberapa teriakan kegirangan dari para siswi, di tengah adrenalin yang menderu-deru di telinganya.
Naruto mengejarnya dan berniat melakukan steal. Seharusnya itu steal yang sempurna karena jarak mereka tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat, tapi ternyata tali sepatu olahraganya lepas dan dia terinjak. Naruto yang kehilangan momentum tubuhnya menubruk Sasuke dari samping dan mereka jatuh bersama. Sepertinya siku kanan Naruto terbentur lantai lapangan yang licin karena dia merasa ngilu menjalar di sepanjang lengannya.
Permainan dihentikan.
"Kalian tidak apa?" tanya Bee yang menghampiri mereka. Kiba membantu Naruto berdiri dan Shikamaru mengulurkan tangan ke arah Sasuke. "Kalian ke UKS dulu," perintahnya.
"Kau bisa jalan?" tanya Kiba sambil memapah Naruto. Dia mengangguk.
"Kurasa tali sepatuku lepas," katanya sambil menunjuk tali sepatu kirinya yang terlepas.
"Kenapa kau ikut?" tanya Kiba. Chouji sudah ikut berjalan di kiri Naruto.
"Karena aku khawatir. Kalian terjatuh dengan sangat keras. Sepertinya Uchiha mimisan."
"Oh ya?" tanya Naruto. Dia tidak sempat melihat Sasuke ketika kejadian itu. Ketika dia melihat ke belakang, dia memang melihat Shikamaru sedang membantu Sasuke menekan hidungnya dengan saputangan. Naruto meringis saat melihatnya. Tampaknya saat Naruto menabraknya, wajah Sasuke menghantam lantai terlebih dahulu. "Sepertinya sakit," katanya.
"Sikumu juga berdarah. Mungkin keseleo," kata Kiba.
"Permisi!" kata Chouji dengan semangat sambil membuka pintu UKS. Di dalam, guru yang bertugas di UKS, Shizune, sampai terlonjak kaget. Mereka menoleh ke arah 6 siswa di depan pintu.
"Duduk dulu di sana," kata menunjuk ke sofa tunggu di UKS. Sasuke dan Naruto didudukkan di sana. Shizune menghampiri mereka. "Jadi, kenapa kalian? Bertengkar karena perempuan?" tanyanya sambil menatap bolak-balik antara Sasuke dan Naruto.
"Mereka jatuh saat basket sensei," kata Chouji. "Ngomong-ngomong sensei, saya sakit perut."
"Kau bisa kembali ke lapangan Akimichi. Untuk ukuran orang sakit perut, kau sudah dinyatakan sembuh," kata Shizune. Chouji mengerang. Taktiknya gagal.
"Uchiha mimisan dan sepertinya siku Uzumaki keseleo," kata Kiba.
"Nara, ambilkan ice pack di freezer. Uchiha, terus menunduk sampai darahnya berhenti." Shizune menatap Naruto. "Biar sensei lihat sikumu," katanya. "Sisanya, kembalilah ke lapangan. Terima kasih."
Keempat orang lainnya menunduk dan pamit dari UKS (setelah Shikamaru menemukan ice pack di freezer dan menyerahkannya pada Shizune). "Tekan pangkal hidungmu dengan ini," kata Shizune sambil menyerahkan ice pack ke Sasuke. Sasuke mengambilnya dan melapisi ice pack itu dengan saputangan milik Nara yang tadi dipinjamkannya. Hidungnya tidak seperih tadi dan mulutnya tidak berasa darah lagi. Namun, dia tetap menekankan ice pack itu di pangkal hidungnya.
"Terima kasih sensei," ujarnya.
"Sikumu tidak masalah, tidak keselo juga. Hanya memar karena terbentur. Dikompres dengan es saja ya," kata Shizune. Naruto mengangguk. Shizune mengambil satu ice pack lagi untuk Naruto.
"Terima kasih sensei," katanya sambil menempelkan ice pack itu ke siku kanannya.
"Aku tinggal sebentar ya. Kalau kalian mau minum, ada air mineral didalam kulkas," kata Shizune. Lalu, guru itu keluar dari UKS. Setelah pintu UKS tertutup, yang tersisa hanyalah dengungan AC dan kulkas.
Awalnya, mereka masih sibuk dengan luka masing-masing. Siku Naruto terasa dingin dan sejuk dikompres dengan es. Namun, akhirnya dia memilih untuk bicara duluan karena bagaimanapun juga, mereka terjatuh karena tali sepatu Naruto yang terlepas sehingga dia tersandung.
"Hidungmu oke? Masih mimisan?" tanya Naruto. Dia harap suaranya tidak melengking tinggi. Dia menatap Sasuke yang masih sibuk mengompres hidungnya. Wajahnya masih tertunduk. Namun, dia mengangguk. Lalu, dia berpaling untuk menatap Naruto. "Maafkan aku," kata Naruto.
Sasuke menggeleng. "Kupikir awalnya kau sengaja karena kau benar-benar benci padaku. Tapi kau bisa juga membuat ekspresi menyesal seperti itu," ujarnya.
Wajah Naruto panas dingin. "Aku tidak seperti itu!" katanya. "Dan aku tidak sengaja! Tali sepatuku lepas dan aku tersandung!"
Mendapati reaksi Naruto yang seperti itu malah membuat Sasuke tertawa kecil. Tawanya ringan. Dia melepaskan ice pack yang dibungkus saputangan dari hidungnya. Naruto mengamati Sasuke. Hidungnya masih terbentuk sempurna, tidak ada bengkak, tidak ada tanda-tanda patah. Hanya sedikit merah saja.
"Aku tahu," kata Sasuke. "Kau ini serius sekali. Wajahmu berkerut jadinya." Lalu, Sasuke mengangkat tangannya dan menaruhnya di antara kedua alis Naruto. Sentuhan itu ringan, tapi Naruto serasa dialiri listrik jutaan volt. Dia menekan lembut titik antara kedua alis Naruto. "Lihat, berkerut."
Naruto kehilangan kata-kata dan fungsi tubuhnya untuk sesaat. Dia tidak tahu mengapa Sasuke tiba-tiba menyentuh keningnya seperti itu. Dia tidak anti berkontak fisik dengan laki-laki, tapi dari semua kontak fisik, sentuhan kecil dari Sasuke membuatnya aneh. Dia berusaha bersuara. "Aku tidak pernah berkerut," katanya. Sasuke menarik tangannya.
"Ya ya. Tanganmu bagaimana?" tanya Sasuke. Naruto menatap siku kanannya.
"Tidak masalah. Sedikit memar, tapi masih bisa digunakan." Naruto mencoba menggerakan siku kanannya. Tidak ada masalah dalam pergerakkannya. Semua tampak biasa saja, hanya sedikit lecet dan memar. Sikunya sudah berubah warna menjadi kebiruan.
Lalu, Naruto teringat sesuatu. "Apa kau habis berkelahi?" tanya Naruto. Sasuke menatapnya bingung. Naruto menunjuk pipinya sendiri. "Aku melihat memar di pipimu beberapa hari ini."
Mendengar kalimat Naruto, Sasuke menyeringai. "Sekarang kau memperhatikanku, Ketua OSIS?" tanyanya.
Naruto mendengus. "Benar sekali, Kau tidak boleh membuat masalah di sini kalau mau lulus."
Sasuke berdecak. "Bisa-bisanya kau menceramahiku di saat seperti ini." Sasuke geleng-geleng kepala. "Tenang saja, aku terbentur."
"Alasan klise. Kau terbentur tinjunya Suigetsu atau Juugo?" tanya Naruto. Sasuke menatapnya, tapi tetap tidak mengatakan apapun. "Sepertinya begitu," katanya lagi ketika Sasuke tetap tidak mengatakan apapun.
"Siapa mereka?" tanya Sasuke.
"Kau sudah bertemu mereka, seharusnya kau sudah tahu."
Sasuke mengangkat bahunya. "Aku ingin dengar penjelasan langung dari Ketua OSIS," katanya.
Naruto mendengus. "Kau hanya mengatakan itu untuk mengolok-olokku saja. Aku tidak akan termakan jebakanmu." Sasuke hanya tertawa lagi. Lalu, setelah itu mereka diam untuk sesaat. Naruto menyenderkan punggungnya ke punggung sofa. Sasuke melakukan hal yang sama. Mereka menatap langit-langit UKS.
"Aku tidak benci padamu," kata Naruto pelan. Dia masih menatap langit-langit. Sasuke menatapnya. "Aku hanya beberapa kali kesal padamu," koreksinya.
"Beberapa kali? Maksudmu hampir setiap hari."
Naruto mendelik, tapi tidak berkomentar apapun. "Apalah," dengusnya diakhir.
"Aku juga minta maaf," kata Sasuke. Sekali ini, Naruto menatapnya. Tatapan mata mereka bertemu dan Naruto tidak mencoba berpaling, begitu pun dengan Sasuke. "Tugas Sejarah kita berdua. Aku sedikit brengsek saat itu."
Giliran Naruto yang mencibir. "Sedikit? Maksudmu selama jam pelajaran Sejarah?" balasnya.
Sasuke tertawa. "Bagus, bagus." Kali ini Naruto ikut tertawa. Mereka terkekeh-kekeh untuk beberapa saat sampai mereka lupa apa yang ditertawakan.
"Aku sudah membaca tulisanmu, jadi sudah dimaafkan," kata Naruto.
"Mulia sekali hatimu."
Naruto mendengus. "Kau bisa menebusnya dengan mengerjakan tugas itu bersama-sama," katanya.
"Siap laksanakan, Ketua OSIS."
"Oh, dan berhenti memanggilku Ketua OSIS!"
"Ya ya."
.
BERSAMBUNG
