GEMERLAP

.

.

By: Emily Weiss

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Pairing: Kakashi Hatake – Sakura Haruno

Rated: M (16+)

.

Sakura terpaksa meninggalkan dunianya yang gemerlap dan menikahi Kakashi, membantu sang sahabat mencairkan warisan bersyarat. Awalnya mereka memang setuju untuk tetap bergaul dengan bebas, tidak terikat. Sampai keduanya sadar bahwa rasa ingin memiliki mulai tumbuh dan menjadi sumber konflik yang mendera rumah tangga mereka.

.

.

WARNING: AU. M-rated for mature content, detraction and lime.

A/N: Kakashi tidak menggunakan masker dan kedua matanya hitam. Lime karena pembahasan dewasa, umpatan kotor, dan adegan berciuman yang eksplisit. Jadi kurasa 16+ toh sudah pantas membacanya. Tidak untuk ditiru.


.

Chapter 1

.

.

Musik berdentum-dentum dengan volume maksimal, membuat adam dan hawa yang berada di ruangan itu makin menggila dan meliuk-liukkan tubuh dengan liar. Gelas-gelas kaca dan botol diangkat tinggi mengiringi tubuh mereka yang sedang mengalun mengikuti musik instrumental dengan beat yang cepat. Sejauh mata memandang hanya terlihat kerumunan muda-mudi dalam kegelapan yang disertai kerlap-kerlip heboh karena bola disko yang berada tepat di atas dance floor. Walaupun dengan pencahayaan remang-remang, tetapi tidak mengurangi kesempatan untuk memandang wanita-wanita dengan pakaian minim dan rambut tergerai yang sedang menari dengan lincah. Menggeleng-gelengkan kepala, menyibak rambut dengan sekali sentakan, meraba tubuh mereka sendiri—membuat gerakan sensual, dan menggoyangkan pinggul dengan erotis. Menikmati musik bertempo cepat tersebut dan menarik perhatian lelaki.

Dunia gemerlap.

Terdapat juga disana Haruno Sakura, sedang tertawa dengan riuh bersama teman-temannya, sambil sesekali menghirup rokok yang terselip di jemari lentik itu. Rambut merah jambu alami yang biasanya ia gerai kini diikat satu, memamerkan tengkuk halus dan lehernya yang panjang. Gaun malam berwarna navy yang ketat telah menonjolkan tubuh indahnya dengan sukses, Sakura tampak percaya diri. Sambil tetap menenteng clutch hitam, tangannya menutupi tawa yang sejak tadi menghiasi bibirnya. Entah apa yang dibicarakan para wanita.

.

Sementara itu, seorang pemuda dengan rambut pirang baru saja turun dari mobil dan segera melemparkan kuncinya pada petugas valetdengan seragam kemeja abu-abu yang baru saja lewat dihadapannya.

"Terima kasih, Izumo!" teriaknya sambil mengangkat sebelah tangan. Yang diteriaki hanya tersenyum sambil mengacungkan jempol. Segera saja Naruto memasuki lift, menuju lantai tiga, Destello Bar.

.

.

"Ayo memesan minum!" ujar wanita dengan rambut pirang platina.

Namun, seorang gadis dengan iris jade tampak menggeleng, "Aku akan menemui Sasuke. Sampai jumpa di lantai dansa, bitches!" kata Sakura yang segera saja mendapatkan cemoohan masal. Sakura sendiri hanya menjulurkan lidah sambil melangkah menjauhi kumpulannya.

"Jangan lupa memakai pengaman, forehead!" teriak gadis tadi lalu disambut tertawaan dari teman-temannya yang lain. Muka Sakura agak memerah menahan malu, melebihi warna blush-on pada tulang pipinya yang tinggi. "Malam masih panjang Ino!" ucap Sakura tak kalah keras diiringi dengusan tawa serta mengangkat jari tengahnya. Ino dan kawan-kawan tampak semakin ramai tertawa dan melambaikan tangan. Sakura membalas lambaian itu dan akhirnya benar-benar menjauh. Mencari private box milik Sasuke Uchiha.

.

.

Sesosok lelaki dengan rambut raven mengeluarkan pemantik api dari saku celana, melemparkan benda itu pada lelaki di sofa yang berhadapan dengannya.

Dengan sigap Kakashi menangkap korek gas keramik yang dilempar Sasuke dan segera menyalakan rokok yang sudah terselip di bibirnya. "Mau rokok?" tawar Kakashi sambil menunjukkan bungkusan rokok berwarna hitam. Sasuke menggeleng, "Tidak." ujarnya sambil menenggak bir di dalam botol kaca.

Kakashi menghembus asap rokoknya, lalu melepas jas hitam yang sedari tadi dipakainya. Menyandarkan kepala dan memejamkan mata. Keadaan begitu hening sampai sebuah suara berat Sasuke kembali terdengar, "Lelah, eh?"

"Hai. Rapat berjalan layaknya sampah."

Uchiha itu menyeringai. Kubah kecil yang hanya berlapiskan kelambu hitam itu kembali hening. Sesekali Kakashi mengetukkan rokoknya pada asbak porselen, membuang puntung abu. Botol bir-nya baru setengah kosong, sedangkan Sasuke sudah nyaris habis enam botol. Tak heran ia mulai terlihat tidak sehat, bersandar sambil memijit pangkal hidungnya.

Tidak sampai lima menit, seorang wanita menyibak gorden jaring ruangan kubah itu dan menyeruak masuk, "Selamat malam, tuan-tuan. Apa aku mengganggu?" ujarnya sambil mengalungkan lengannya pada Kakashi dari belakang, menyomot rokok lelaki itu dan menghisapnya dalam-dalam. Menikmati aroma mint yang memenuhi rongga dadanya. Sakura duduk di sebelah pria berambut perak itu.

"Aku selalu suka rokokmu Kakashi."

"Ambilah."

Sakura terkikik pelan, "Tidak, aku sudah habis dua batang tadi." akunya sambil mengembalikan lintingan tembakau itu ke bibir Kakashi. Lalu gadis itu mendudukan diri di sebelah Kakashi, "Sasuke, tadi kau bilang Naruto akan datang, mana dia?"

Bungsu Uchiha itu baru saja akan membuka mulut, hingga sebuah suara laki-laki yang baru saja masuk memotongnya, "Ada yang menyebut nama lelaki paling tampan di dunia?" bisik Naruto sambil mendekati Sakura dan mencium kecil sisi bahu telanjangnya yang memang mengenakan gaun one shoulder.

"Wangi seperti biasanya, cherry!" ujar Naruto lantang sambil melompati sofa kulit berwarna marun itu, menempatkan diri di antara Sasuke dan Sakura. Merebahkan dirinya di sofa yang setengah melingkari meja kaca rendah.

"Hentikan kebiasaanmu itu, Narutoooooo." sahut gadis satu-satunya itu sambil mencubit pipi Naruto dengan gemas.

Lelaki jabrik itu meringis lebar, lalu mengalihkan pandangannya pada Sasuke. "Hey Teme, kau pusing? Ah sial—bisa-bisa aku mengantarmu lagi malam ini!"

"Diam, Dobe." ujar lelaki itu dingin tanpa membuka mata. Sedangkan lelaki beriris biru terang itu mencoba mengambil sebotol bir yang masih utuh dari hadapan Sasuke, tapi malang baginya, botol yang berukuran sedang itu tergelincir dari tangan dan menimbulkan suara dentang yang khas—kaca dengan kaca. Sasuke yang kaget menoleh ke arah suara, dan segera mendapati sahabatnya itu cengengesan tanpa rasa bersalah.

"Baka! Jangan sembunyikan bir itu! Aku masih membutuhkannya."

"Aku tidak akan membiarkanmu merepotkanku nantinya, pemabuk!"

"Persetan! Bawa kemari."

"Tidak, brengsek! Aku tidak mau mengantarmu lagi dan menemanimu muntah-muntah seperti orang hamil."

Sasuke menggeram, "Aku tidak pernah meminta bantuanmu, Dobe!"

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Membiarkanmu mati di jalan?"

"Baj-" belum selesai umpatan Sasuke terucap, Sakura dengan cepat berpindah ke tengah-tengah mereka. Memastikan mereka berdua dilerai dengan kedua tangannya sendiri. Kalau tidak, bisa dipastikan akan terjadi baku hantam kurang dari tiga menit dari sekarang.

"Hentikan!" ujar Sakura sambil merebut kasar bantal sofa yang akan dilemparkan Sasuke. Lalu pandangannya menajam saat menoleh pada Naruto, "Kau juga!" hardik Sakura. Naruto mengendikkan bahu seraya memutar bola matanya dengan malas.

Sakura menghela nafas pelan, bergeser mendekati Naruto. Menarik kerah kemeja lelaki yang memalingkan wajah itu, memaksa Naruto agar melihat manik matanya yang hijau terang. Naruto menoleh, mendapati wajah Sakura yang sangat dekat dengan wajahnya. Sakura sendiri menurunkan garis alis dan bibirnya, lalu berkata dengan halus, "Kumohon, hentikan. Cobalah untuk tidak bertengkar, oke?"

Naruto mengrucutkan bibirnya, sudah hapal dengan sikap Haruno satu itu. "Kau memang jalang, Sakura."

"Kumohon.." ucap Sakura sekali lagi dengan wajah sayu, kali ini menarik kemeja Naruto hingga pria itu mendekat dan dapat merasakan nafasnya. Pemuda itu berdecak, lalu berbisik, "Baik, kau puas?"

Mata Sakura terbeliak senang, senyumnya mengembang, "Tentu saja." lalu mengecup bibir pemuda itu singkat, melepasnya sebelum Naruto mencuri detik tambahan dalam menempelkan bibir mereka. Sakura menarik salah satu sudut bibirnya dan mendorong lelaki itu. Naruto tertawa sambil menyikut Kakashi yang berada disampingnya, masih dengan rokoknya yang hampir habis.

Sakura menjulurkan lidah seraya menyilangkan kedua tangan di depan dada, lalu ekor matanya menangkap sosok Sasuke yang sedang melihatnya dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan. "Apa?" tanya Sakura dengan mata mendelik, lalu melanjutkan. "... kau bau alkohol Sasuke. Jangan berharap."

Segera saja disusul tawa yang terbahak-bahak oleh Kakashi dan Naruto. Sakura hanya tersenyum geli. Pula Sasuke yang hanya menarik sudut bibirnya dan menandaskan isi botol bir terakhirnya.

.

.

Banyak malam yang dihabiskan Haruno Sakura, Uchiha Sasuke, Hatake Kakashi dan Uzumaki Naruto hingga dini hari di tempat seperti ini. Tempat yang menawarkan penghiburan di kota megapolitan dengan gaya hidup serba menekan. Melepaskan penat setelah bekerja dengan minuman ber-alkohol dan seks. Sudah sangat biasa bagi mereka, sangat lumrah bagi warga Konoha yang berumur lebih dari kepala dua. Memang tidak semuanya seperti itu, namun pengaruh budaya asing tetaplah sebuah pengaruh besar. Jadi disinilah mereka, menghabiskan waktu dengan gaya hidup negara bebas.

.

Seorang pelayan wanita masuk dan mengucapkan salam, dengan cekatan ia menurunkan segelas martini serta sekeranjang nachos dengan saus keju dari baki yang dibawanya. Membungkukkan badan, lalu segera pergi.

Tangan Sakura menjamah gelas itu perlahan, meminimalisasikan suara nyaring yang tercipta dari peraduan kubik es batu di dalamnya. Gadis itu sangat tahu, dua dari tiga sahabat lelakinya menyukai ketenangan. Sasuke dan Kakashi tentunya. Sedangkan Naruto adalah sosok menyenangkan tanpa image dingin dan kaku. Paling sering bertingkah konyol, melakukan hal spontan, menikmati hidup tanpa dipikir. Berani mengambil resiko. Dan selera humornya paling baik. Kurang lebih orang yang sama seperti Sakura. Sanguin.

Jika Naruto adalah orang yang seperti itu, maka ada Sasuke yang sikapnya bertolak belakang seratus persen. Orangnya tidak banyak bicara tapi amat sangat protektif. Yah, memang Kakashi dan Naruto juga memperlakukannya istimewa, hanya saja Sasuke adalah orang yang paling 'cerewet' dalam hal mengatur. Lelaki itu keras kepala. Ambisus. Segala yang ia inginkan harus—dan akan dia dapatkan. Seorang koleris sempurna.

Sedangkan Kakashi, dia paling normal, tidak terlalu kaku dan tidak terlalu diam. Sampai sekarangpun ia masih menjadi sosok yang tak dapat di tebak jalan pikirannya. Lebih tepatnya, susah ditebak. Mereka berempat sudah berteman sejak awal SMA, berpencar ke manca negera untuk menjunjung ilmu, lalu akhirnya kembali ke Konoha. Rata-rata mereka semua melanjutkan bisnis keluarga. Tipikal.

Namun sesungguhnya, Sasuke sendiri adalah seorang pengacara. Kakashi yang berumur begitu muda juga sudah menjadi presiden direktur. Ya, kemampuan otaknya memang gemilang, dilahirkan untuk menjadi businessman sejati. Dan Naruto sendiri adalah atlet renang yang prestasinya dapat dipertanggung jawabkan.

Tapi kembali lagi, tuntutan orang tua yang tinggi di jaman sekarang ini, membuat ketiganya berparuh waktu bekerja sesuai profesi, lalu menyambi perusahaan keluarga mereka. Walaupun demikian, ketiganya memang tidak dapat diremehkan keberadaanya sebagai seorang eksekutif muda. Sedangkan Sakura—sebagai anak perempuan- yang tidak mungkin melanjutkan perusahaan ayahnya, ia memilih jalannya sendiri menjadi seorang dokter.

Perkenalan mereka sudah terjalin kurang lebih 9 tahun, dan mereka memang tidak mau terlalu repot mencari teman baru, membagi kisah dan aib kehidupan kepada orang lain. Jadi, mereka sudah merasa cukup. Tidak perlu lagi membuka mulut dan menyesuaikan diri. Sejak remaja saling mengisi dan mengerti, menghadapi pengalaman pelik bersama. Melindungi satu sama lain.

Tetapi, bagimanapun masa remaja mereka sudah berakhir, nilai rapor bukanlah lagi suatu prioritas. Maka dari itu mereka sudah saling tahu, bagaimana beratnya menjejaki tangga karir di kehidupan nyata. Mereka tetap saling tahu dan mengerti. Karena bekerja terlalu keras, sampai-sampai membutuhkan hiburan dan tercebur dalam dunia ini. Bersama.

.

Dunia ini? Sakura tersenyum kecut. Justru sesungguhnya yang menganggap dunia gemerlap ini begitu 'berbeda', adalah orang yang naif. Karena sesungguhnya orang-orang dalam bar ini bukanlah orang jahat, melainkan orang-orang yang mengikuti perkembangan jaman. Bukan berarti terjerumus. Sakura—dan teman-temannya- jelas sadar saat pertama kali menginjakkan kakinya di bar, saat jemarinya menyentuh rokok, saat pertama kalinya ia bisa merasakan minuman yang 'membakar' kerongkongannya. Hey, walaupun gadis itu seorang dokter, tapi dia hanyalah manusia biasa yang butuh kesenangan.

Ini hanyalah kehidupan biasa kota modern di malam hari. Jadi, tidak perlu ada yang diragukan. Ini adalah habitus baru mereka.

.

.

Sakura menguap. Merenggangkan tangannya lalu merebahkan diri pada pundak Sasuke. Sasuke sendiri masih diam sambil mengutak-atik ponselnya. Gadis itu menghirup aroma tubuh Sasuke yang maskulin, lalu terkikik geli, "Eh, Sasuke-kun. Apa kau ingat dulu aku sangat tergila-gila padamu?"

Sasuke menoleh, lalu menarik sudut bibirnya keatas. "Memangnya sekarang tidak?"

Sakura tertawa. "Kau terlalu percaya diri."

"Ne, Sakura-chan. Aku tak habis pikir kau mau bersamanya. Saat pertama melihatnya, aku berprasangka kalau dia adalah gay." celetuk Naruto sambil melahap nachos yang tersedia di meja.

Kakashi mulai tertawa. "Ya, aku juga berpikir ia orang seperti itu. Sangat menyendiri dengan penampilan yang terlalu rapi untuk ukuran laki-laki." sambut lelaki berambut perak itu.

Segera saja Sasuke mengambil sejumput nachos dan melemparkannya pada Naruto dan Kakashi. "Brengsek. Itu namanya berkelas, bodoh."

Sakura tertawa lepas. Bagaimanapun, bagi semua orang—semua gadis lebih tepatnya, Sasuke adalah sosok rupawan dan sempurna. Seperti pangeran berkuda putih. Sakura ingat bagaimana fanatiknya fangirls bungsu Uchiha itu.

"Hey, hentikan. Jangan menggoda mantan kekasihku, eh?" ucap gadis itu setelah dapat mengontrol hasrat tertawanya. Ia bergelayut manja pada Sasuke, sedangkan dua temannya yang lain hanya mendecih.

"Padahal ceritanya akan beda kalau kau jadi kekasih kapten sepakbola ini." cibir Naruto sambil membusungkan dada.

Kakashi memutar bola matanya dengan malas, "Yeah yeah. Seharusnya aku tak perlu menurunkan jabatanku padamu, idiot."

Sedetik setelah kata-kata itu terlontar, Naruto sudah mengalungkan lengannya pada leher Kakashi. Mencekiknya. "Berani sekali kau bilang bahwa kau menyesal. Kau pikir yang membawa sekolah kita sampai ke turnamen nasional itu siapa, hah?"

Kakashi terkejut mendapat serangan tiba-tiba dari Naruto. Lalu ia mencoba meraih kepala Naruto lalu mendorongnya sekuat tenaga. "Ba-bajingan. Aku tidak bisa bernafas."

"Biar saja kau mati sekalian, senior tidak tahu diuntung!"

Hening melanda Sakura dan Sasuke yang semenjak tadi menyaksikan adegan kekanak-kanakkan dari Kakashi dan Naruto. Sasuke memasang wajah datar dan suram. Pemuda dengan iris hitam itu memalingkan wajah sambil memegangi keningnya, "Sakura, hentikan mereka."

Sakura yang masih melongo tentu saja menghiraukan perkataan Sasuke. Dan tak lama kemudian wanita muda itu melepaskan tawa paling keras yang pernah Sasuke dengar.

Dan beginilah, semuanya seakan terulang. Masa SMA mereka. Sasuke yang hening, Kakashi dan Naruto yang bertengkar dan Sakura yang tertawa hingga tidak berdaya. "Kita sudah dewasa, moron." umpat Sasuke dengan suara rendah.

Akhirnya Naruto mendorong Kakashi dan merebahkan tubuhnya yang meneteskan sedikit keringat. Begitu pula degan Kakashi, wajahnya memerah karena sepersekian detik tidak menghirup udara dengan lancar. Ia tampak terengah-engah, lalu dengan cepat meraih jas yang tadi ia sampirkan di sofa dan melemparnya ke wajah Naruto.

"Ha. Rasakan itu, bajingan tengik!"

Sasuke berdecak. Setidaknya umpatan mereka berkembang lebih dewasa.

.

.

Hari semakin malam. Sakura masih terjaga sambil menghembuskan asap rokoknya perlahan. Semuanya masih hening atas adu minum yang baru saja dilakukan. Yang pertama berhenti adalah Sakura, kandidat terakhir adalah Naruto dan Kakashi, entah siapa pemenangnya. Sasuke, setelah berargumen dengan Naruto—lagi- dengan alot, akhirnya tidak berpartisipasi. Sasuke memilih diam, tidak mau ambil resiko adu jotos dengan seorang atlet seperti kejadian awal tadi.

Naruto mengunyah nachos yang tak kunjung habis dalam keranjang itu, begitu pula dengan Sasuke. Sedangkan Kakashi, tertidur pulas. Sakura menguap sekali lagi. Bosan. Namun melihat Kakashi yang begitu nyenyak, ide nakal untuk mengerjai sang Hatake terlintas begitu saja. Dengan segera ia membisikkan isi pikirannya itu pada Sasuke. Pemuda raven itu mendengarkan gadis disebelahnya dengan seksama, lalu tak lama sebuah seringai muncul.

"Apa yang kalian rencanakan, eh?" tanya Naruto.

Sakura menahan senyum sambil menunjuk pria dengan rambut menentang gravitasi yang tengah terlelap.

.

Kakashi mengerjapkan mata. Kepalanya terasa lebih berat daripada yang seharusnya. Dan bisa dipastikan itu adalah efek kompetisi menenggak bir dengan Naruto. Segera saja ekor matanya mencari pemuda hiperaktif itu. Sudah tidak ada. Begitu pula dengan Sakura. Hanya ada Sasuke yang sibuk dengan komputer tablet di tangannya.

"Mana Sakura dan Naruto?"

"Tidak tahu." jawab Sasuke tanpa memandang.

"Mereka sudah ber-one night stand secepat ini?" tanya Kakashi lagi. Melihat Sasuke tak menjawabnya, Kakashi mengerutkan alis. Kerongkongannya terasa kering. Lalu ia mengambil gelas Sakura yang masih berisi seperempat, diminumnya sampai tandas dengan mata terpejam. Alkoholnya terasa semakin membakar tenggorokan Kakashi. Bibirnya terasa lengket, namun tanpa peduli yang berkelanjutan ia hanya mengusap kasar bibir itu dengan punggung tangan lalu pergi. "Aku mau ke toilet. Kurasa aku akan menemukan mereka bercumbu disana."

"Hn."

Tak sampai semeter Kakashi berjalan, ia mendengar Sasuke mengumpat geli sambil memukul-mukul sofa. Kakashi hanya mengendikkan bahu, ia sudah terlanjur menangkap dua sosok manusia berkepala merah muda dan pirang di ujung bar. Berkerumun dengan orang-orang yang mungkin dikenalnya, lalu ia memutuskan untuk menghampiri mereka.

.

Sakura melihat wajah kusut Kakashi mendekat ke arahnya, segera saja ia menyikut Naruto sambil menahan tawanya yang akan lepas. Naruto menoleh, Kakashi sedang mendekat ke arah mereka dengan wajah linglung karena mendapati pandangan menggelikan dari orang-orang yang dijumpainya. Naruto memalingkan wajah dan meringis selebar-lebarnya. Sakura sendiri membenamkan wajah di lengan Naruto, menyembunyikan tawa yang siap meledak. Naruto menarik pinggang ramping Sakura dan menariknya ke dalam pelukan, "Jangan tertawa dulu, kumohon jangan dulu." bisik Naruto. Sakura menggigit bibir dan membenamkan wajahnya semakin dalam pada dada bidang Naruto.

Setelah sampai di ujung bar, Kakashi memukul tengkuk Naruto yang berdiri membelakanginya. Lelaki beriris biru muda itu menoleh lalu tertawa keras, begitu pula Sakura. Kakashi yang malang segera menjadi pusat perhatian di kerumunan itu.

Salah satunya Ino, dengan kemben ungu berlapiskan kemeja hitam tembus pandang dan rok mini hitam, juga tertawa melihat Kakashi. Jemari gadis itu menyentuh ujung bibir Kakashi, "Hatake-san. Kurasa kau lebih cocok dengan warna burgundy."

Kakashi mengusap bibirnya dengan cepat, dan warna merah darah menodai punggung tangannya. Sakura tertawa lagi sampai terkulai lemas di meja bar, lalu melambaikan tangan pada seorang bartender. "Berikan aku tissue."

Kakashi melihat refleksi dirinya pada cermin cembung yang menjadi hiasan di dinding. Noda gincu berwarna merah menyala sudah morat-marit di bibirnya. Kakashi mulai memahami situasinya lalu mendengus.

"Ya, tentu saja Yamanaka-san. Warna ini lebih cocok untuk Sakura." tukasnya sambil menarik lengan Sakura dan mendaratkan bibirnya dengan kasar. Sakura yang semenjak tadi tidak dapat menyembunyikan tawanya, tentu saja kaget dan berusaha memalingkan wajah. Tapi Kakashi menariknya lagi, kali ini telapak tangannya yang besar mengunci dagu Sakura rapat dan dengan tangan kirinya yang bebas ia mendekap pinggang ramping gadis itu.

Langsung saja kerumunan itu bersorak semakin ramai.

Saat ciuman itu terlepas, Sakura mengerucutkan bibirnya yang turut bernoda lipstick merah dari bibir Kakashi. "Yang memiliki ide seperti itu Naruto, tahu. Yang berniat baik untuk membantumu itu aku!" gadis itu bersedekap lalu menunjukkan tissue yang tadi dimintanya dari bartender.

Kakashi segera memandang horror pemuda berkulit kecoklatan di belakang Sakura. Naruto yang masih tersisa tawanya jadi bungkam, "Hey, kau bukannya akan menciumku juga kan." ujarnya lalu tertawa lagi. Sasuke yang entah kapan sudah bergabung dengan mereka ikut menyeringai kecil.

Perhatian Kakashi kembali pada sepasang manik giok, "Aku tak tahu itu hanya alibimu atau kau memang mengalah pada ciumanku, Sakura."

Sasuke memutar bola matanya, "Sangat menjijikan, khas Hatake."

Segera saja yang hadir disitu, Ino Yamanaka, Hinata Hyuuga, Tenten, Karin, Inuzuka Kiba, Aburame Shino, Akimichi Chouji, pula ada Nara Shikamaru—kerabat mereka- yang ikut menepukkan tangan sambil menyoraki sang primadona. Yang perempuan berteriak histeris dan yang laki-laki hanya tertawa rendah.

Sakura melipat tangannya sebatas dada. "Dalam mimpimu."

"Buktikan saja nona Haruno." bisik Kakashi sambil kembali menutup jarak. Akhirnya Sakura mengalungkan lengannya pada Kakashi lalu mengerlingkan matanya pada 'penonton'. Memberikan tatapan lihat-dan-pelajari.

"Ladies first." lanjut Kakashi.

Lalu gadis itu memiringkan wajahnya, menyapu bibir Kakashi. Lelaki dengan rambut perak itu memejamkan mata dan menyambut bibir Sakura dengan mulut terbuka. Membiarkan Sakura menguasai 'permainan' lebih dulu. Sakura merapatkan tubuh pada dada Kakashi, menjilat bibirnya dengan sensual. Menggeliatkan tubuhnya yang ramping dalam pelukan lelaki itu. Kakashi mengulum bibir Sakura dan menghisapnya sesekali. Tanpa sadar ia memeluk Sakura semakin erat, membuat ciuman gadis itu semakin dalam. Sakura membalas, menekan tengkuk Kakashi agar bibir mereka lebih merapat. Hingga akhirnya Kakashi menelusupkan lidahnya dengan cepat, mengeksplorasi mulut gadis itu. Sakura tak tinggal diam, lidahnya melawan. Kakashi tertawa tipis tanpa sedetikpun melepas pagutannya, malahan ia semakin memiringkan wajahnya agar dapat memiliki lebih banyak ruang untuk mengakses rongga mulut Sakura. Membuat Sakura sedikit kewalahan dan mulai kehabisan nafas.

Namun bukan Sakura namanya bila menyerah begitu cepat. Gadis itu menurunkan tangannya dan meraba dada Kakashi tanpa melepas ciumannya. Menghisap lidah Kakashi lebih kencang, lalu menjambak rambut pria itu dengan lembut. Pemuda yang sebelumnya tidak mengira akan mendapat serangan seperti ini hanya menyeringai kecil. Membiarkan bibirnya menjadi pasif, dan menerima rangsangan-rangsangan baru.

Saat itu juga derai tawa sorak-sorai teman-temannya semakin ramai. Sakura tersenyum lalu berbisik di sela-sela ciumannya, "Mau menyudahi ini, Hatake-san?"

"Kau curang, Sakura."

"Tapi kau menyukainya."

.

.

Sakura menatap dirinya di cermin toilet, membenahi riasan dan rambutnya. Menghapus noda gincu yang diciptakan Kakashi. Tak lama kemudian, seorang gadis dengan rambut coklat dicepol dua keluar dari bilik kamar mandi.

"Kurasa, aku akan segera datang bulan." ujar Tenten lesu.

"Perutmu sakit?"

"Hai."

Sakura berdecak. "Seharusnya menstruasi tidak dibarengi kram perut. Kurangi mi instan dan makanan berminyak, itu membuat keping darahmu terikat lemak dan memerangkap darah kotor. Kalau darah kotor tidak dibuang seluruhnya, tubuhmu akan terasa letih, tahu." ujar Sakura panjang lebar sambil memoleskan lipstick berwarna nude ke bibirnya.

Tenten tertawa kecil, "Baik, bu dokter."

Sakura balas tersenyum lalu beranjak keluar. Belum sampai semeter mereka melangkah, Sakura nyaris tertabrak dua orang yang sedang bercumbu dengan panas.

"Perhatikan jalanmu!" hardik Tenten keras, Sakura baru saja akan mengumpat hingga ia menyadari bahwa pasangan itu adalah Hinata Hyuuga dengan lelaki berambut merah. "A-ah, maafkan aku Tenten-chan, Sakura-chan."

"Ternyata Hinata." ujar Sakura.

Lalu Tenten mendengus, "Ku kira kau siapa."

Hinata menunduk malu, sedangkan pria disampingnya masih memeluk gadis pemalu itu dengan wajah datar. Mata hijau milik pemuda itu menatap Sakura dan Tenten, "Sabaku no Gaara. Maaf telah mengganggu kalian." ujarnya sambil menjulurkan telapak tangan. Sakura dan Tenten mengangguk lalu menyambut genggaman Gaara bergantian.

"Tenten."

"Haruno Sakura." ucap gadis itu singkat. "Baiklah, Hinata. Kami kembali dulu." lanjutnya.

Gadis dengan rambut indigo itu mengangguk pelan dengan wajah memerah. Lalu Sakura melenggang pergi sambil menggandeng Tenten. Membicarakan hal yang baru saja terjadi.

.

.

"APA?!"

Sasuke dan Naruto sedikit terlonjak mendengar Kakashi berteriak pada seseorang yang dari lima menit lalu menghubunginya via ponsel. Raut wajahnya yang tampan tampak gusar. Naruto mengerling Sasuke sejenak, mata biru cemerlangnya nampak bingung. Sasuke pun hanya mengendikkan bahu.

"Brengsek, pasti bukan ayah yang memberi wasiat bodoh seperti itu!" bentak Kakashi lalu menutup ponsel flipnya dengan kasar.

Sakura masuk dengan tergesa ke dalam kubahsetelah mendengar ribut-ribut. Wajahnya terlihat heran karena kedua temannya baik-baik saja, kecuali Kakashi. Selain karena cukup jelas bahwa ia yang bersuara dengan nada tinggi, keadaannya pun lebih berantakan. Kemejanya dilonggarkan dengan kasar dan wajahnya memerah.

Sakura melontarkan pandangan bingung pada Naruto dan Sasuke. Namun pemuda pirang itu mengangkat bahunya tak mengerti, pun Sasuke hanya bergeming.

"Ada apa?" tanya gadis itu sambil menempatkan diri di samping Kakashi. Namun pria itu menggeleng.

Sakura mengusap punggungnya dengan prihatin, "Ceritakan pada kami, Kashi."

Pemuda dengan tubuh tegap itu menghela nafas panjang, "Perusahaan akan dialihkan pada pihak sepupu."

Sakura terdiam. Pula Sasuke dan Naruto ikut bungkam. Mereka tahu bahwa perusahaan Hatake yang dirintis buyut Kakashi dari nol adalah hal penting bagi pria itu. Bagaimanapun, Hatake Corporation sudah dipegang Kakashi sejak tiga tahun silam. Bukan hal mudah memindah-tangankannya. Apalagi pemimpin perusahaan tersebut adalah satu garis turun-temurun seperti sebuah warisan.

"Pengacara yang menghubungiku tadi, mengabarkan bahwa ia baru menemukan arsip lama ayah, wasiat tentang penyerahan perusahaan sebelum ia meninggal."

"Lalu?" tanya Sasuke dengan suara rendah.

Kakashi menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa, "Ternyata perusahaan tidak bisa diserahkan pada keturunan yang belum genap 25 tahun atau yang belum menikah."

Naruto mengeryitkan alisnya, "Tidak masuk akal. Kau sudah menjabat tiga tahun dan baru dikabari?"

"Bukan begitu. Sebenarnya aku pun belum resmi memiliki perusahaan tersebut. Hanya saja, sudah menjadi rahasia umum, setelah pemegang sebelumnya wafat, akan langsung digantikan generasi selanjutnya. Saat itu, aku sudah berumur 21 tahun dan diminta untuk langsung meng-handle pekerjaan."

"Hn, saat ini kau 24 tahun bukan? Menunggu setahun saja tidak akan merugikan." lanjut Sasuke.

Wajah Kakashi mengeras, "Brengsek, kau tahu bahwa sepupu ayahku adalah orang licik, bukan? Aku tidak mungkin membuang hasil kerja keras keluargaku untuk kerabat parasit seperti mereka."

Sasuke mengangguk membenarkan.

"Kenapa kau tidak menikah saja?" ujar Naruto.

"Eh? Apa katamu?" kali ini Sakura yang terkejut. Naruto mengelus dagunya, "Kau tidak menyimak syaratnya? Berusia genap 25 atau sudah menikah."

Kakashi menatap pemuda pirang di sampingnya itu dengan ekspresi datar. "Kau tahu, terkadang kau jenius."

Naruto meringis lebar, "Seperti biasanya, bukan?"

Sejurus kemudian, Kakashi melempar jas ke arah pria itu, namun dengan cepat Naruto menangkis dan tersulutlah emosinya."Apa masalahmu, bodoh! Aku hanya memberi saran!"

"Kau pikir aku akan menikah dengan siapa dalam waktu sesingkat ini!" bentak Kakashi kehabisan sabar.

Naruto yang diteriaki seperti itu merasa tidak terima, "Carilah pelacur, brengsek! Bayarlah wanita dengan uangmu yang banyak itu!"

"Kau pikir aku sudi memasukkan wanita jalang ke dalam silsilah Hatake!"

"Idiot! Pilih saja satu teman wanita yang bermarga terhormat seperti dirimu!"

"Kalau begitu, ku nikahi saja adik sepupu kesayanganmu itu, lalu ku ceraikan setahun mendatang!"

Wajah Naruto merah padam. "Dia tidak akan mau dengan lelaki bajingan seperti mu!" teriak Naruto jengah dan menarik kerah Kakashi, lalu dengan kasar ditepis oleh putra tunggal Hatake itu.

Sakura memekik tertahan saat melihat kepalan tangan Naruto melayang. Dengan sigap Sasuke segera menahan tinju yang akan bersarang pada tulang pipi Kakashi. "Dobe, gunakan akal sehatmu!"

Jemari ringkih Sakura turut menahan dada Kakashi untuk meredakan pertengkaran mereka yang kelewat serius. "Kakashi, berpikirlah jernih. Semua bisa dibicarakan baik-baik." lalu matanya yang berkaca-kaca menatap Naruto, "Naruto.."

Lelaki dengan kulit terbakar matahari itu mendecih lalu menyingkirkan tangan Sasuke dari pergelangan tangannya, dan kembali bersandar sambil menenggak bir kaleng di atas meja. Begitu pula dengan Kakashi yang kembali berkutat dengan pikirannya sendiri. Semua kembali hening dan duduk tanpa ada yang berniat membuka pembicaraan.

Suasana begitu sepi hingga sebuah suara mengejutkan mereka,

.

"Mengapa kau tidak menikah saja dengan Sakura?" tukas Sasuke.

.

"Apa?!" Naruto terlonjak kaget, menatap sang Uchiha dengan tatapan tak percaya. Sakura hanya duduk membeku. "Kau tidak masuk akal, Sasuke!" Naruto berteriak lagi, telujuknya teracung tepat ke mata onyx itu.

Sasuke menghela nafas, "Maksudku, menikahlah dengan ketentuan."

Kakashi mengerutkan dahi, matanya mencari sosok Sakura. Dan saat pandangan Sakura balik menatapnya, Kakashi hanya dapat memandanginya dengan tatapan intens. Lalu pria dengan rambut perak itu berkata lagi, "Aku tidak keberatan. Kurasa kau bisa menikah denganku, Saki."

Naruto terperanggah, "Hey! Kau memang ingin dihajar ya—jaga bicaramu, Kashi! Kau bicara seolah Sakura yang memiliki kepentingan untuk menikahimu! Kalian pikir Sakura barang yang bisa disewa begitu saja?" dan tanpa Naruto sadari, wajah cantik disebelahnya memucat.

"Naruto, hentikan." pinta Sakura dengan suara teramat pelan.

"Tapi, Cherry.."

Sakura tertawa miris, "Aku bukannya keberatan untuk membantumu, Kashi. Hanya saja .."

"Kau tidak menyukaiku?" alis Kakashi mengangkat satu, ".. Atau kau menyukai orang lain? Kau boleh meninggalkanku kapanpun setelahnya—kapanpun kau menyukai orang lain. Bagaimana?"

Sakura melepas ikatan rambutnya yang terlalu kencang, membuatnya semakin merasa pening. Rambutnya jatuh sampai sepunggung, mengacak dan mengibas helaian ikal itu hingga kulit kepalanya terasa lebih baik, menetralkan ekspresi dan suaranya, "Tidak. Aku hanya tidak suka komitmen. Kau tahu."

Lalu keadaan hening menyelimuti kubah itu, hanya dentuman musik yang samar-samar terdengar dari luar kubah. Sakura merebahkan kepalanya pada dada bidang Naruto. Orang yang menentang keputusan akal sehat dengan hati untuk membelanya.

Raut gelisah terpeta jelas di wajah tampan Kakashi, Sakura dapat melihatnya meskipun cahayanya temaram. Gadis itu menghela nafas dan tersenyum simpul, lalu berkata lagi. " Namun kurasa menikah kontrak seperti di film-film tidak terlalu buruk. Bukan begitu?"

Kakashi melirik sekilas, sedangkan Sasuke dan Naruto memiringkan alis masing-masing saat mendengar pernyataan Sakura.

Naruto berdeham, "Kau serius?"

"Walaupun aku tidak suka komitmen, aku suka membantu teman. Terutama membantu Kakashi atau kalian semua." Sakura tertawa kecil, ".. oh aku terdengar seperti seorang santa."

Naruto mencibir lelaki dengan rambut raven dihadapannya, "Mengapa tidak si bodoh ini yang menikahi Kakashi."

"Aku hanya mencoba berpikir rasional, brengsek. Lihatlah situasinya yang menyedihkan." ujar Sasuke sambil mengendikkan dagunya ke arah Kakashi. Hatake itu melebarkan mata, tidak terima. "Aku tidak mengemis. Lagipula aku juga tidak berniat mempersulitmu, Sakura. Jangan memaksakan diri."

Naruto menghembus nafas yang panjang, "Baiklah, aku tidak keberatan kalau kau mau menikahi sepupuku."

Kakashi terbahak. "Aku tidak serius saat mengatakan perihal adik sepupu kesayanganmu."

"Aku tahu. Aku mengerti masalahmu, Kakashi. Mungkin dia juga mau mengerti." sahut Naruto. Sasuke mendenguskan tawa. "Dasar lelaki penyayang, eh?" Sakura terkikik lalu menatap raut Kakashi dan Naruto yang mulai melunak.

"Lalau, jadi menikahiku atau tidak, tuan Hatake?" celetuk Sakura.

Pria dengan guratan di sepanjang mata kirinya itu tertawa lagi, "Ah ya, tetapi bukankah lebih baik kalau menikahi Sakura yang lebih cantik, bukan begitu?"

Naruto mengerutkan alis, "Brengsek. Aku tetap tidak merelakannya, idiot. Kau tahu aku menyukainya."

Sasukepun mengangguk, sembari meyalakan rokok, ia berkata, "Kau juga tidak berpikir kami akan memberikan Sakura begitu saja bukan?"

"Hey, bukannya kau yang mengusulkan ini?" tukas Kakashi, matanya memandang Sasuke seolah pemuda itu adalah seorang pengkhianat. Sedangkan bungsu Uchiha itu berdecak kesal, "Aku sudah mengatakannya pada kalian, aku hanya berpikir rasional. Yang sekiranya bisa membantumu tanpa memunculkan masalah."

Kakashi memutar bola matanya dengan malas, "Kurasa kalian telah bereaksi berlebihan, mengalahkan reaksi ayah Sakura nantinya."

"Kau juga tidak kurang protektif dari kami, tahu!" teriak pemuda dengan rambut pirang mencuat.

Kakashi tersenyum, "Apa boleh buat, aku menyayangi Sakura, dan malangnya aku juga menyayangi kalian. Kurasa tak salah bersikap protektif pada kalian, bukan? Jadi, kalian berdua—terutama kau Naruto. Kau harus mempercayakan Sakura padaku. Jangan bodoh, aku tidak mungkin menyakitinya. Jadi bagaimana?"

Naruto berpandangan serius, "Tidak bisa kubantah lagi, 'kan?" sedangkan Sasuke hanya mengangguk. Pria dengan rambut pirang keemasan itu menjulurkan tangan, "Aku percaya padamu. Berjanjilah padaku—pada kami semua."

Hatake Kakashi menyambut jabatan tangan itu dengan mantap. "Terima kasih." lalu tangannya ganti menggenggam tangan Sakura, "Terima kasih, Saki."

Sakura balas menggenggamnya lalu berkata, "Aku belum mengatakan setuju. Kau bahkan belum memintaku dengan cara yang pantas, kau tahu? Kalimat lamaranmu? 'Kau bisa menikah denganku, Saki.' Cih." cibir Sakura lagi.

Kakashi tertawa lalu menyeringai, dan dengan cepat berlutut di hadapan Sakura, masih dengan tangan gadis itu di genggamannya, "Menikahlah denganku, Haruno Sakura."

Sasuke menyebulkan asap rokok yang baru saja disumat, "Menjijikkan khas Hatake." sedangkan Naruto mengangkat botol bir tinggi-tinggi, "Toast."

.

.

.

-Bersambung-


Hallo! Berhubung hari ini adalah hari ulang tahun anjing peliharaan saya tercinta, sekalian saja kupersembahkan ini untuknya ya! Hihi.

Ini adalah fiksi yang secara pribadi idenya sangat saya sukai, entahlah-_- aku suka persahabatan mereka, percintaan mereka, kecuekan mereka. Mengangkat tema dewasa agaknya sedang menarik pikiran saya. Haha.

Inspirasinya, melihat dari perkembangan jaman yang terjadi di salah satu kota Indonesia. Saya tidak mendukung ataupun menolak pengaruh globalisasi tersebut. Saya hanya berusaha memahami budaya asing yang 'liar' di Indonesia dengan sudut pandang lain, yang positif. Tapi tetep aja deh kalau lihat kenyataannya, Indonesia jadi kebelet bule banget!

Ah, semoga suka ya! Tinggalkan review untuk opini kalian!

.

.

.

Hugs and kisses, Ems.