.

.

.

GEMERLAP

.

.

By: Emily Weiss

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Pairing: Kakashi Hatake – Sakura Haruno

Rated: M (16+)

.

Sakura terpaksa meninggalkan dunianya yang gemerlap dan menikahi Kakashi, membantu sang sahabat mencairkan warisan bersyarat. Awalnya mereka memang setuju untuk tetap bergaul dengan bebas, tidak terikat. Sampai keduanya sadar bahwa rasa ingin memiliki mulai tumbuh dan menjadi sumber konflik yang mendera rumah tangga mereka.

.

.

WARNING:AU. M-rated for mature content, detraction and lime.

A/N: Kakashi tidak menggunakan masker dan kedua matanya hitam. Lime karena pembahasan dewasa, umpatan kotor, dan adegan berciuman yang eksplisit. Jadi kurasa 16+ toh sudah pantas membacanya. Tidak untuk ditiru.


.

Chapter 5

.

.

"Kashi, apakah kau sudah mengganti lampu balkon?" tanya Sakura seraya mengikat tinggi rambutnya di hadapan cermin rias, lalu mengoleskan krim ke seluruh wajahnya yang diyakini Kakashi sebagai krim kolagen—untuk kulit awet muda, begitu kata Sakura. Lelaki dengan rambut perak sendiri itu pun menjawab sekenanya, "Hmm.."

Sakura menoleh kesal.

Kakashi menyadarinya, "Ah, maksudku, sudah. Maaf, aku masih takjub dan tidak habis pikir bagaimana krim semacam itu bisa benar-benar menghilangkan keriputmu."

Sakura semakin mengerutkan alisnya, mendelik marah. Suaminya itu tertawa keras, "Bukan berarti aku mengataimu berkeriput, bodoh."

Wanita itu mendengus kesal, "Kau—dan pria lainnya tidak akan mengerti bagaimana pentingnya sebuah penampilan untuk seorang wanita."

"Hey, untuk apa wanita bersuami terus melakukan hal-hal seperti itu? Maksudku, wanita yang sudah menikah bisa dikatakan 'sudah laku', untuk apa terus berpenampilan menarik untuk menggoda pria lain?"

Sakura tertawa lepas. Ia memang tahu bahwa lelaki cenderung cuek pada penampilan dan akan selalu tidak mengerti tentang dunia kecantikan wanita. Tapi baru kali ini ada yang menanyakannya secara gamblang seperti Kakashi. Membuatnya seperti anak berumur lima tahun yang menanyakan 'mengapa balon melayang di udara'. Wanita itu melepaskan ikat rambutnya dan menghampiri sang suami di ranjang. Mendudukkan diri di sebelahnya dan menarik selimut sebatas pinggul.

"Kashi, kami para perempuan tidak berdandan untuk lelaki manapun. Kami berpenampilan sebaik mungkin justru untuk mengesankan wanita yang lainnya."

Pria dengan rambut keperakan itu tampak terkejut sesaat. "Benar-benar merepotkan."

Mereka berdua tertawa kecil, lalu Sakura mematikan lampu kecil di meja sebelah ranjang seraya merebahkan tubuhnya, lalu merapatkan selimut dan berkata, "Lagipula kan aku tidak bisa dikatakan benar-benar telah menikah. Selamat tidur, Kashi." dan wanita itu membalikkan tubuh.

Selama sembilan tahun Kakashi mengenal Sakura dan setelah hampir dua bulan mereka menikah, baru saat ini Sakura tidur membelakangi dirinya. Dan itu semua dilakukannya dua minggu tanpa jeda. Awalnya ia memang berperasangka bahwa itu hanyalah kebiasaan baru Sakura, atau wanita itu tidak sadar telah memunggunginya. Namun, mengingat banyaknya malam yang ia habiskan dengan Sakura, tak pernah sekalipun wanita itu bersikap demikian.

"Tapi kau tetap saja istriku, bukan?"

"Hm." gumam Sakura cuek.

.

.

Mau tak mau, sebuah pikiran terbesit di kepala Kakashi. Mungkin isterinya cemburu—katakanlah ia berbesar rasa, namun Sakura mulai mengacuhkannya di ranjang sejak wanita itu memergoki dirinya dengan Kurenai di kantor. Lelaki dengan rambut perak itu menggigit bibir, ya kalau saja saat itu memang bisa disebut sebagai 'memergoki'. Kakashi sendiri tidak yakin untuk mendefinisikannya.

Kakashi memandangi punggung Sakura yang terlihat naik-turun karena napasnya yang teratur. Ia menikmati pemandangan di hadapannya saat ini, rambut merah muda yang tergerai pada seprai linen abu-abu gelap. Begitu kontras dan terlihat menarik. Tanpa sadar Kakashi sudah memainkan telunjuknya pada ujung rambut Sakura.

Pria itu mulai merindukan hembusan napas isterinya yang teratur saat tidur, memainkan bulu matanya yang panjang dan berwarna merah muda. Kakashi hapal betul bahwa Sakura tidak mudah terbangun, sekalipun ia mencubit pipi Sakura, menarik-narik alisnya atau menyingkap kelopak matanya hingga bola matanya terlihat juling—membuatnya terlihat konyol. Dan pria itu akan selalu tertawa dibuatnya. Kakashi menyadari, hal konyol tersebut hanya dilakukannya pada Sakura selama ini. Karena hanya wanita itulah yang membuatnya tertarik. Terlepas dari rasa tertarik oleh kepribadiannya yang baik hingga mereka bisa berteman, namun lebih kepada ketertarikannya pada jasmani Sakura. Seperti seorang pria yang melihat wanita atraktif pada umumnya.

Kakashi juga tidak mengerti bagaimana ia bisa terpesona sedemikian rupa oleh sahabatnya itu, walaupun Sakura memang tidak sempurna. Tak banyak yang menyukai rambut merah mudanya—norak sekali. Lelaki itu tersenyum kecil, teringat wajah cemberut Sakura jika ada yang menghina warna rambut alaminya. Namun Kakashi menyukainya. Merah muda terlihat sempurna dengan mata hijau Sakura yang cemerlang. Sakura juga bertubuh kurus dan memiliki dada yang tidak terlalu besar—tidak seperti tipikal tubuh seksi pada umumnya, namun dalam setiap gerakannya, Sakura tetap akan terlihat sensual. Ia berbahasa dengan tubuhnya dengan sangat baik—dan seksi—Kakashi menambahkan dalam hati.

Dan Sakura tidak pernah menyadari bahwa hal kecil tersebutlah yang selalu membuat Kakashi selalu tertarik berhubungan dengannya, entah itu untuk kepuasan jasmani atau hanya sekedar mengobrol ringan. Dari dulu ia memang merasa ketertarikannya pada Sakura melebihi kedua sahabatnya. Naruto, biarpun yang paling sering menggoda Sakura dan mencari-cari kesempatan, namun kasih sayangnya lebih seperti kasih seorang kakak pada adiknya. Dan Sasuke, walaupun Sasuke sempat menjadi kekasih Sakura, tetap saja perhatian yang ditunjukkannya seperti perhatian dari seorang ayah kepada anak perempuannya.

Kakashi menjambak rambutnya yang mulai panjang. Ia berpikiran yang aneh-aneh. Ia memiliki Kurenai. Dan hey, Kurenai tak kalah menarik dari Sakura. Pria dengan bola mata gelap itu menggigit bibirnya lagi, "Mungkin aku harus mencoba memainkan bulu mata Kurenai sesekali saat ia tertidur." gumamnya pelan. Anak tunggal keluarga Hatake itu menghela napas. Sakura memang bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa sejak percakapan malam itu. Permohonan maafnya yang diterima Sakura menegaskan bahwa memang wanita itu tidak ambil pusing perihal Kurenai. Namun pada kenyataannya, saat tiba waktu dimana mereka akan tidur dalam satu ranjang, ada yang berubah. Sakura mengacuhkannya habis-habisan. Sekalipun Kakashi dalam kondisi tidak menggoda Sakura dan tidak bermaksud mengajaknya bercinta, wanita itu tetap akan menciptakan jarak yang ketara.

Kakashi memandangi langit-langit kamarnya, "Atau mungkin, Sakura menganggapku begitu berengsek karena selalu ingin bercinta dengannya?" lalu pria itu menoleh lagi ke arah Sakura yang masih tidur membelakanginya—melihat tali gaun tidur Sakura yang melorot sehingga pundak telanjangnya terlihat dengan jelas. Lalu Kakashi berdecak, "Siapa suruh memakai pakaian tidur yang tipis dan terbuka seperti itu." gumam Kakashi kesal seraya membasahi tenggorokkannya dengan susah payah.

Glek.

.

.

.

"Kashi, bangunlah. Kau tidak ingin terlambat kerja." panggil Sakura pelan seraya mengguncang pundak Kakashi. Tetapi suaminya itu tak kunjung membuka mata. Sakura mendengus kesal, "Kashi! Bangun!" teriak Sakura kali ini dan mengguncang pundak Kakashi lebih kencang. Namun pria itu tak bergerak sama sekali.

"Kalau kau terlambat, jangan menyalahkanku!" bentak Sakura akhirnya seraya mendorong pundak Kakashi kuat-kuat. Namun reaksi yang diberikan Kakashi hanyalah berguling dan menarik selimut tipisnya sampai sebatas dada, lalu kembali tidur. Sakura menggeram.

"Apakah aku perlu menarik Kurenai kemari dan mebiarkan wanita tua itu yang membangunkanmu?" ucap Sakura pedas. Sakura benar-benar kesal. Entah mengapa.

Wanita yang mengenakan jubah tidur sutera itu akhirnya kehabisan sabar dan menarik wajah Kakashi dengan paksa, Sakura bersiap untuk berteriak di depan wajah Kakashi bila saja ia tidak terjebak oleh pesona wajah Kakashi. Wanita bertubuh kurus itu mengelus puncak kepala sang suami perlahan, menyusuri lekuk wajahnya dengan telunjuk. Mulai dari hidung, rahang hingga akhirnya sampai ke bibir. Lalu seperti baru tersadar, tiba-tiba bayangan Kurenai berkelebat begitu saja di pikirannya dan langsung membuat fokus Sakura teralihkan—mengingatkannya pada tujuan awal. Membangunkan sang suami.

"Bangunlah, Hatake-san! Kurenai menunggumu dengan dua kancing kemeja yang terbuka!" bentak Sakura akhirnya. Dan sedetik kemudian, sepasang mata onyx menatap Sakura nyalang dan dengan cepat lelaki itu langsung menarik tubuh ringan Sakura. Memerangkapnya di bawah tubuhnya sendiri.

Sakura memekik kaget dan berusaha meloloskan diri. Ia tahu, Kakashi kesal.

"Sakura! Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi!" bentak Kakashi tajam.

Sakura menggigit bibirnya "Apa yang kau bicarakan?"

Kakashi mengatupkan rahangnya dengan keras, menatap bola mata hijau di bawahnya dengan marah, "Mengapa kau terus menyudutkan hubunganku dengan Kurenai?" tanya pria itu dengan nada yang dibuat sedatar mungkin.

"Aku tidak—ah! Itu hanya perasaanmu saja. Lepaskan aku, idiot!"

"Lalu mengapa kau menghidariku terus-menerus di ranjang? Kau bersikap seperti anak-anak."

Bibir Sakura mengerucut, "Karena aku sedang tidak ingin bercinta, itu saja!"

Kakashi bangkit dari ranjang dengan gerak yang kasar, "Kau tahu bukan itu masalahnya, bodoh! Aku bahkan tidak berminat menyentuhmu." sahut Kakashi cepat.

Untuk sepersekian detik, Sakura yang telah bebas dari tawanan Kakashi hanya terdiam. Sedikit tersinggung. Namun akhirnya, tawa sarkastik yang keluar dari bibirnya, "Baiklah aku akan tidur di kamar tamu—berjaga-jaga jika saja kau risih bila tak sengaja menyentuhku." ucapnya datar seraya berlalu.

"Kenapa kau selalu salah memahaminya?" tanya Kakashi sebelum Sakura benar-benar keluar dari kamar tidur mereka.

Sakura hanya menggelengkan kepalanya pelan, lalu menjawab tanpa menoleh sedikitpun, "Terserah apa katamu, Hatake-san. Yang kudengar adalah, kau terkesan bebas menggunakan aku—membuatku terdengar seperti seorang pelacur." ujarnya lirih lalu benar-benar menghilangkan diri dari pandangan Kakashi.

Pria jangkung itu memukul tembok yang berada di sebelahnya, kekesalannya memuncak. Ia memecahkan vas bunga dan mejatuhkan lampu tidur di kamarnya. Kakashi sudah akan menjatuhkan rak buku jika sebuah suara tidak menginterupsinya. Suara Sakura terdengar pelan dari balik pintu kamarnya, "Setelan jas hitam milikmu sudah ku gantung. Jika kau mau menggunakannya, ada di ruangan sebelah." katanya singkat. Dan itulah kalimat terakhir yang terucapkan hingga keduanya berangkat ke tempat kerja masing-masing.

.

.

Malam itu, Destello tampak sepi. Tidak seramai biasanya. Mungkin karena saat ini adalah pekan libur peringatan hari jadi Konoha. Banyak yang berpergian keluar kota, memanfaatkan waktu untuk meninggalkan penat di kota megapolitan tersebut. Kecuali Sasuke Uchiha yang tampak senang sambil menenggak vodka pada gelas kristal.

"Kuharap akan selalu begini." ujar pria jangkung itu singkat. Naruto menoleh ke arah Sasuke, "Karena sepi? Atau karena cuti bersama?"

"Hn." gumam Sasuke seraya mengagguk pelan. Tanpa benar-benar menjawab pertanyaan Naruto. Hingga pria dengan kulit kecokelatan itu berdecak pelan, "Itu sama sekali bukan jawaban." Naruto hanya mengangkat bahu singkat dan melanjutkan kalimatnya, "Aku lebih senang hari kerja. Lebih ramai. Heboh."

Mendengar jawaban Naruto, Sasuke hanya mendengus, "Kau saja yang memang suka cari muka."

Lelaki jabrik itu tertawa rendah lalu melemparkan bantal sofa kecil yang kemudian ditangkis dengan mudah oleh Sasuke, "Well, maaf bila aku tak sepertimu, tuan pencari ketenangan." sahut Naruto lalu tertawa lagi.

Tidak lama, tirai jaring kubah mereka tersibak, menampilkan sosok langsing dan menyapa mereka dengan ceria, "Selamat malam, gentleman! Oh, maksudku, gentelmen." ucap Sakura jenaka seraya mengedipkan mata. "Aku tidak tahu kalau akan ada Mr. Workaholic saat libur begini. Tak biasanya kau mau mengambil cuti. Sangat bertolak belakang denganku yang sungguh ingin jeda waktu." ucapnya lagi setelah mendudukkan diri di antara kedua teman laki-lakinya.

Bungsu Uchiha itu tersenyum tipis, "Kau tak bisa mengambil cuti, ya?"

"Bisa saja kalau kuman dan bakteri penyebab penyakit juga ikut libur bekerja." celetuknya. Mencoba melucu namun tak ada benar-benar memperhatikan leluconnya. Membuatnya bosan hingga ia meniup rambut yang menutupi dahinya. Lalu bicara lagi untuk memecahkan keheningan,

"Destello tampak membosankan pada hari libur, bukan begitu?"

Naruto menepuk tangannya keras, "Nah kan, apa kubilang?" ujarnya sombong pada Sasuke.

Sakura mengerutkan dahinya, "Memangnya apa?"

"Seperti biasa, Yang Mulia Maha Agung Uchiha lebih suka keadaan yang sepi seperti ini. Aku tidak akan terkejut kalau ternyata Sasuke adalah vampire."

Sakura tertawa, "Oh yang benar saja! Tuan Raja Hatake pasti akan mendukung Sasuke, kalau saja ia ada disini."

Sasuke memutar bola matanya dengan malas, "Katakanlah sesuka kalian. Dan mengapa aku tak melihat Kakashi?" tanya pria yang mengenakan kemeja putih itu seraya menatap Sakura. Wanita bergaun merah itu melemparkan pandangan tanda tanya pada Sasuke, "Mana aku tahu, memang aku kekasihnya?" tanya Sakura retoris.

Naruto mengerutkan dahinya, "Er—lebih tepatnya lagi, kau isterinya. Ada apa Cherry? Kau terlihat tidak senang saat membicarakan Kakashi?"

Sakura yang malam itu mengepang rambutnya kesamping hanya cemberut, "Aku sedang tidak bicara padanya sejak dua hari yang lalu."

Sasuke maupun Naruto tampak sedikit terkejut. Tidak biasanya Sakura merajuk dengan cara demikian. "Apa yang sudah dilakukannya?" tanya lelaki dengan profesi atlet renang itu sekali lagi.

"Aku-" belum sampai Sakura menjawab pertanyaannya, seorang lelaki dewasa memasuki kubah tersebut, bersama seorang wanita dalam gandengannya. Kakashi dan Kurenai. Jangan ditanya, Sakura Haruno mematung seketika. Diikuti oleh kedua lelaki yang mengapit Sakura. Naruto terlihat kesal dan Sasuke mengerutkan dahinya dalam.

Semuanya terdiam hingga Naruto angkat bicara, "Kurasa aku tahu mengapa." katanya dengan nada dingin. Yang lalu hanya dibalas oleh tatapan tajam dari Kakashi Hatake.

.

Suami Sakura itu menguasai dirinya lebih dulu, mencoba menerangkan maksud tujuannya untuk menjawab pandangan mengintimidasi dari Sasuke dan Naruto, "Aku hanya ingin menaruh ini." lalu pria itu melempar jas hitamnya yang sudah ia pakai sejak pagi hari. Lalu segera keluar dari kubah dan diikuti oleh seorang wanita bertubuh sintal.

"Mereka dari kantor?" tanya Sasuke heran setelah menilai penampilan Kakashi dan Kurenai.

"Kakashi tidak pulang terlebih dahulu? Siapa wanita itu?"

Sakura mendengus, "Teman kencannya dan yaaaah begitulah." ujarnya malas.

"Sakura, katakan padaku. Apa ini serius?" tanya Sasuke Uchiha kemudian.

Wanita muda itu mengerucutkan bibirnya seraya mengeluarkan bungkus rokok dari tas kecilnya, "Tentu saja serius, bahkan kami pisah ranjang—aku tidur di kamar tamu. Dan dia tidur di rumah pacarnya itu."

Naruto tampak kesal, "Aku tidak mengerti, apa yang sebenarnya kalian ributkan?"

Sakura mendesah panjang, "Naruto, aku kesini untuk mabuk, bukan untuk bercerita hal yang tidak menyenangkan."

Lelaki dengan rambut raven di sebelah kanan Sakura baru saja akan membuka mulut, namun sang wanita menyelanya dengan cepat, "Setidaknya jangan sekarang, Sasuke."

.

Dan pada sisa hari itu Sakura memasang wajah masam. Ia tidak berniat untuk menari di lantai dansa meskipun Naruto sudah memaksanya berkali-kali. Akhirnya disanalah ia duduk sendirian di depan meja bar. Sakura menenggak minuman dingin berwarna cokelat muda dengan hiasan buah ceri di bibir gelas kristalnya. Wanita itu tampak sangat kasual dibandingan malam lainnya. Hanya gaun merah satin, tanpa make up. Rambutnya yang biasa di tata ikal sempurna kini hanya di cepol ala kadarnya. Dan kitten heels merah.

Mata Sakura terasa berat, maka ia mencoba menghalaunya dengan menyalakan sebuah rokok. Namun tak lama setelahnya tunggal Haruno itu mendesah kesal lantaran tidak menemukan pemantik api.

"Asuma-san. Apakah kau punya korek gas?"

Pria setengah baya itu mengangkat bahu singkat, "Aku meninggalkannya di pantry."

Wanita itu terlihat cemberut, "Kau kan raja perokok seantero Konoha."

Asuma tertawa, "Kau mau minumanmu beraroma tembakau?"

Wanita di hadapan Asuma menyengir, "Siapa tahu kau memilikinya untuk menyalakan lilin." jawab Sakura akhirnya dengan asal, "..Oh atau ambilkan saja sedikit api dari kompormu, ya?"

Lelaki dengan janggut itu tertawa keras, "Kau bergurau atau menghina, eh? Destello sudah menggunakan kompor listrik."

Sakura cemberut lagi. Mulai menyalahkan Chouji yang baru saja memodernisasikan bar. Tidak beralasan memang ia sampai kesal begitu, tapi Sakura memang sedang tidak senang hati dan melihat segala sesuatu menjadi serba salah. Ia mendengus lagi.

Namun tak lama, sebuah tangan menyodorkan pemantik api berwarna metalik dan dihiasi ukiran naga. "Susu cokelat lagi?" tanya pria itu juga.

Seakan tersadar Sakura terkekeh lalu mengambil korek gas itu, "Oh, halo Gaara-san. Bailey's." ujarnya seraya mengangkat gelas itu.

"Memang terlihat serupa tapi," perkataannya terputus karena menyulut api di lintingan tembakaunya. Setelah menghela rokok itu dalam-dalam, ia melanjutkan, ".. rasanya benar-benar berbeda, 'kan?"

"Oh, benarkah?"

Sakura tertawa. "Wajar, tak banyak pria menyukai minuman beralkohol rendah, apalagi rasanya manis seperti ini. Mau mencoba?" tanya Sakura seraya menyodorkan minumannya.

Pria dengan rambut merah itu nampak ragu namun akhirnya mengambilnya juga. "Terima kasih." ia menyesap cairan yang sudah hampir setengah gelas itu.

".. Ini memang enak."

Mata Sakura membulat, "Kau menyukainya? Ini minuman favoritku. Biar kupesankan, ya?" tawar wanita itu penuh semangat seraya mengangkat tangannya—mencoba mengambil perhatian salah satu pramutama bar. Dan saat seorang pria dengan slayer di kepala menghampiri Sakura, Gaara menyela.

"Asuma-san. Temanku ingin Bai—"

"Oh tidak, Sakura. Maaf, Vodka saja." ucapnya kemudian pada Asuma yang hanya terkekeh rendah.

Sakura tampak cemberut. "Kau bilang kau menyukainya."

Lelaki dengan rambut merah itu meringis sedikit.

Sakura tertawa lepas. "Kau hanya berusaha sopan, ya?" tuduhnya dengan wajah merengut, namun akhirnya ia tersenyum lembut. Tak banyak pria yang masih sopan seperti Gaara, menurutnya.

Gaara membalasnya dengan tersenyum ringan. "Jadi, apa kabarmu? Kau tampak tidak seperti biasanya."

"Maksudmu? Aku terlihat kumal ya?" tanya Sakura dengan nada sedih seraya melihat diri sendiri. Namun, lelaki yang duduk di samping tunggal Haruno itu malah tertawa. "Kenapa kau tertawa?" tanya Sakura lagi, kali ini wajah cemberut kembali menghiasi wajahnya.

"Tidak, kau membuatku ingat pada kakakku."

Sakura membulatkan bibirnya, "Oh, ya ya, maafkan aku Gaara-san. Aku hanya sedang sedikit kesal hari ini, tidak membuatku ingin bersolek sedikitpun. Aku jadi malu kau harus melihatku versi jelek." katanya lalu menyemburkan nafas pura-pura.

"Kau suka merendah. Kau tidak jelek, Sakura. Sangat tidak jelek." ucap Gaara dengan suaranya yang rendah seraya sambil menyesap minumannya, tanpa melihat Sakura. Memberikan kesan salah tingkah. Atau memang salah tingkah, Sakura tidak bisa menebak.

Dan entah mengapa wajah Sakura memerah. Padahal Gaara bukanlah orang pertama yang memuji parasnya. Namun akhirnya toh wanita itu menemukan suaranya, "Kau pandai berkata-kata, Gaara-san." Sakura mencoba tertawa walaupun ia tahu tawanya terdengar canggung.

Dan kecanggungan itu berjalan cukup lama, Sakura hanya menyesap rokoknya, dan Gaara berkutat dengan ponselnya. Sakura menjadi bingung sendiri, sampai tiba-tiba mengalunlah lagu cinta yang paling Sakura sukai—Something stupid. Sakura tersenyum lagi, lagu lama yang sering diputar ayahnya saat ia masih kanak-kanak, Sakura tersenyum lemah. Ia rindu ayahnya. Masih segar diingatan Sakura bagaimana tubuh gagah ayahnya menggendong Sakura kecil dalam ayunan dansa.

Tak sengaja sebutir air mata Sakura turun dan Gaara menyadarinya. "Sakura? Ada apa?" suara baritone lelaki itu menyapu indera pendengaran Sakura hingga membuatnya sadar dan segera mengusap kasar air mata yang jatuh ke pipinya. Sakura tertawa kikuk.

"Tidak ada apa apa. Hmm.. aku hanya menyukai slow dances," dagunya menunjuk lantai dansa yang memang mulai diisi dengan pasangan yang berpelukan dan bergerak lambat mengikuti tempo musik. "It's beautiful." bisiknya lagi seraya tersenyum lembut menatapi pasangan-pasangan kasmaran.

Gaara mengulum bibirnya hendak tersenyum geli namun diurungkannya, yang ada adalah tangannya yang menjulur ke hadapan Sakura. "Shall we?"

Wanita dengan rambut merah muda itu sempat terhenyak namun akhirnya tertawa renyah, "YES PLEASE!" lalu jemarinya menangkap telapak tangan Gaara yang akhirnya menuntun Sakura ke lantai dansa. Kedua insan itu masuk ke tengah-tengah kerumunan, mereka berdua memang terlihat kikuk, namun akhirnya toh Gaara menggamit tangan Sakura dan tangan kirinya mendekap pinggang Sakura erat. Sakura terlihat malu saat ia menyadari Gaara menatap wajahnya, apalagi wajah mereka hanya terpisah dengan jarak satu jengkal saja. Tinggi mereka memang tidak terlalu berbeda. Tangan kiri Sakura diletakkan di bahu Gaara dan tangan lainnya menggenggam telapak tangan lelaki itu. Namun wajahnya menunduk jauh, fokus pada kakinya agar tidak menginjak kaki Gaara—atau agar tidak melihat wajah Gaara yang dirasanya terlalu dekat.

Mata hijau teduh milik Gaara menyadarinya, lalu ia hanya tersenyum. Tangan kanannya menuntun tangan Sakura yang ada dalam genggamannya untuk berpindah ke bahunya, yang akhirnya Sakura mau tak mau membuat Sakura mendongak karena reflek mengalungkan kedua tangannya pada leher kokoh pria itu. Wajah Sakura memerah lagi, ia benar-benar merasa wajahnya terlalu dekat dengan wajah Gaara, karena itulah ia hendak menunduk lagi . Namun gagal—tangan kanan Gaara yang bebas menahannya.

Telapak tangan Gaara yang hangat justru terasa membakar di pipinya. Pria itu mengelus kulit pipi Sakura dengan ibu jarinya. Sakura menggigit bibir bawahnya lalu tersenyum kikuk dilihat Gaara seintens itu. "Ada yang salah?"

Gaara diam saja sambil terus melihat Sakura. Namun akhirnya bibir itu terbuka juga, "Sakura maafkan aku." bisiknya.

Sakura mengerutkan alisnya, "Maaf untuk ap—" belum sempat wanita itu menyelesaikan kalimatnya, bibir Gaara yang basah dan dingin mengecup singkat bibirnya. Sakura terpaku. Ia tidak bisa merasa marah walaupun ia ingin.

Gaara menggigit bibir, "Maaf. I have to know your lips. I just have to." ucapnya dengan penuh penyesalan. Sakura terdiam, hatinya menghangat.

"Kau terlihat cantik tanpa riasan." bisik Gaara lagi.

Wanita muda itu melarikan pandangannya kemanapun selain kepada mata hijau seteduh hutan di hadapannya. Ia mengulum bibirnya. Tidak tahu harus berkata atau bersikap bagaimana, benar-benar tidak tahu. Ia suka digoda dan menggoda pria, tapi mengapa kali ini ia layaknya keripik yang tidak lagi renyah. Seperti tempura yang sudah dingin atau seperti ramen yang bakminya sudah melar karena didiamkan terlalu lama. Sakura tidak berkutik.

Sakura sibuk dengan pikirannya hingga Gaara mendekapnya lebih rapat hingga mereka berpelukan. Sakura menurut, dan menaruh kedua tangannya di pinggang Gaara. Tangan Gaara pun mengusap punggungnya dengan lembut. Membuat Sakura merasa nyaman dan merebahkan kepalanya pada dada bidang itu. Gaara-pun reflek menaruh dagunya pada puncak kepala Sakura.

Namun sepuluh menit kemudian, sebuah tangan menepuk pundak Gaara, "Boleh kusela?"

Sakura tidak bisa menyembunyikan wajah kagetnya. Kakashi.

Gaara mengerutkan dahinya, ia tahu Kakashi adalah suami Sakura dan tahu bagaimana pasangan itu terkenal dengan 'kelonggaran komitmen' mereka. Namun yang mengherankannya adalah, ia bisa melihat raut kesal yang lelaki itu tunjukkan padanya. Gaara menoleh pada Sakura, gadis itu mengagguk pelan, "Aku akan menemuimu lagi nanti." bisikknya. Gaara tersenyum lalu menyerahkan telapak tangan Sakura pada Kakashi.

Setelah kepergian Gaara, Kakashi sontak menarik tubuh Sakura yang tingginya hanya mencapai dadanya. Hal itu membuat Sakura menubruk tubuh suaminya, "Aduh, pelan sedikit, okay?"

Kakashi diam saja, matanya terlihat jauh memandang entah kemana. Namun tangannya yang menggenggam telapak kanan Sakura dan tangan satunya yang menggamit pinggang istrinya itu dipererat seakan akan terbang ke udara bila ia lengah sedikit saja.

"Dimana pasangan mu?"

Kakashi mengerutkan dahinya lalu menatap Sakura, "Kau pasanganku."

"Maksudku Kurenai."

"Kurenai bukan pasanganku, dan lelaki itu juga bukan pasanganmu." ucap Kakashi ketus seraya membuang muka.

Sakura diam saja. Ia kesal diperlakukan Kakashi seenaknya dan jujur ia masih ingin berlama-lama dengan Gaara. Maka dari itu ia mengerucutkan bibirnya.

"Mengapa ia memelukmu seperti itu?"

"Kami hanya berdansa, silly. Bukan berpelukan." dusta Sakura.

Kakashi memberikan dengusan mengejek. Membuat istrinya itu terlihat lebih kesal.

"Dia menciummu." ujar Kakashi pelan tetap dengan memalingkan wajahnya.

Sakura terdiam. Ia juah lebih bingung dari sebelumnya. Kakashi mengatakan itu seolah berciuman dengan orang lain adalah hal yang salah. Hanya saja, jika dilihat dari perlakuan Kakashi pada Kurenai, harusnya Kakashi tak perlu kesal.

"Kau cemburu?"

Kakashi Hatake mengatupkan rahangnya lalu mengangkat tangannya yang menggenggam tangan Sakura agar wanita itu melakukan gerakan berputar lalu setelah itu tangan kirinya yang bebas mendekapnya lagi dengan keras hingga tubuh mereka berbenturan kembali.

"Aduh! Apa yang salah dengan dirimu, hah?"

"Aku tidak cemburu, okay? Aku hanya tidak ingin melihat isteriku seperti wanita murahan."

Sakura diam saja. Ingin membalas kata-kata Kakashi dengan menyerang pertanyaan mengenai Kurenai, namun ia yakin Kakashi akan marah. Jadi wanita itu memutuskan untuk diam.

"Jadi?" tanya lelaki dengan mata sekelam langit malam itu menuntut.

"Jadi apa?"

"Jadi mengapa ia menciummu dan memelukmu seperti itu?"

Sakura berpikir sejenak, "Dia bilang aku cantik."

Kakashi mendengus, "Oh fuck." lalu dengan cepat ia keluar dari kerumunan dengan cepat, meninggalkan Sakura yang bingung.

Sementara itu pria tinggi dengan kulit pucat itu mencari sosok lelaki dengan rambut merah yang mengganggu perasaannya. Ia memang tidak ingin membuat keributan yang menimbulkan kecurigaan di bar ini—mengingat ia harusnya tidak ambil pusing karena kesepakatan bodoh yang ia gembar-gemborkan pada orang-orang bar. Tidak masalah bersikap 'nakal' asal selalu kembali padanya. Well, sekarang itu menjadi masalah.

Setelah ditemukannya Gaara yang sedang merokok di meja bar, ia menepuk pelan pundak lelaki itu. Mencoba untuk tenang, ia bicara pelan dan tidak menatap Gaara. "Jangan ganggu isteriku. Aku serius." lalu matanya menata iris hijau itu dalam-dalam. "Terima kasih."

Lalu meninggalkannya begitu saja.

Namun, yang ia tidak lihat, Sabaku no Gaara tersenyum tipis seraya menyesap rokoknya semakin dalam.

.

.

.

-Bersambung-


.

.

.

Hugs and kisses,

Ems.