"Ah~ tidak ada yang lebih nikmat selain minum sake."
Venti mendesah lega setelah meneguk sake di kedai langganannya yang ada di Mondstadt. Sang pemilik kedai- seorang pemuda surai merah terang menatap datar Venti yang wajahnya memerah karena terlalu banyak minum sake.
"Kuharap anda langsung membayarnya, Venti-sama." ujar datar pemuda itu di selip nada kekesalan.
"Ahahaha." Venti tertawa kaku. Yah~ Diluc mungkin selama ini sudah kesal kepadanya karena biasanya ia selalu menghutang demi minum sake. "Maaf tentang itu, Diluc. Namun kali ini, biar Naruto yang bayar semuanya." ucapnya menunjuk pemuda di sebelahnya yang minum jus.
Diluc mengubah pandangannya ke arah pemuda yang di maksud seolah ingin mengonfirmasi.
Seolah tahu, Naruto membalas tatapan Diluc. Ia menaruh gelasnya "Begitulah." wajahnya tertekuk sebal. Tak di sangka kalau Venti akan minum sangat banyak. Kantong Mora nya pasti kosong habis ini.
"Ayolah, sesekali tidak apa-apa." ucap Venti senang menepuk-nepuk pundak Naruto yang mendecih kesal. Diluc yang melihat mereka berdua hanya menatap bosan sebelum Venti mengatakan sesuatu...
"Fatui... sudah bergerak."
Langsung saja suasana berubah 180 derajat. Ekspresi serius yang Diluc tunjukkan sudah cukup menjelaskan kalau topik yang di bicarakan sangat berat.
"Jelaskan."
"Salah satu dari mereka yaitu Tsaritsa-"
"La Signora, Barbatos bodoh."
"Hoi!"
Diluc Sweatdrop ketika Naruto mengatai Venti dengan sebutan bodoh sehingga suasananya yang berat tadi hancur seketika. Sejujurnya, mungkin semua rakyat Mondstadt termasuk dirinya tidak akan berani mengatakan hal-hal jelek terhadap dewa pelindung mereka. Tapi lihatlah, remaja rambut hitam ini malah dengan santainya mengejek Archon Anemo tepat didepan sang empunya.
Untungnya tidak ada orang lain di kedainya selain mereka, kalau tidak akan terjadi keributan besar. Faktanya, hanya beberapa orang saja yang tahu identitas asli Venti.
"Bisakah kalian serius?" Diluc langsung menyela keributan diantara Naruto dan Venti.
"Ah, maaf... La Signora muncul di gereja. Kami sempat bertarung, tapi aku lengah. Gnosis milikku telah diambil dari tubuhku." ucap Venti mendramatisir seolah-olah ia bertarung dengan sekuat tenaga.
Pletak
"Adaw!"
"Jangan seolah-olah itu terjadi, brengsek. Dari awal, kau memang sengaja membiarkan La Signora mengambil Gnosis milikmu. Itulah yang kau katakan padaku beberapa bulan yang lalu."
"Ehe."
"Ehe matamu!"
Diluc hanya menghela nafas saat Venti dan Naruto kembali ribut. Awalnya ia memang terkejut kalau Gnosis Venti telah di ambil mengingat kalau Gnosis adalah benda inti untuk memanfaatkan energi Celestia sekaligus bukti sebagai Archon. Berarti...
"Jadi anda memang ingin melepaskan status anda sebagai Archon?" tanyanya Diluc memastikan membuat pertengkaran tamunya terhenti.
Venti mengangguk. Ia menyatukan tangan di belakang kepalanya. "Kalian tahu, aku sudah hidup cukup lama. Selama itu pula, kekuatanku semakin melemah dari waktu ke waktu. Makanya, aku merasa kalau ini yang terbaik." Ia memandang Diluc dengan senyuman yakin. "Meski aku telah kehilangan setengah kekuatanku, aku akan tetap melindungi Mondstadt. Jadi tenang saja."
Kalau beliau yang bilang begitu, maka dirinya tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Itulah yang di pikirkan Diluc.
Venti melirik Naruto yang juga melirik padanya. "Kurasa... memang ini waktunya kau pergi, Naruto."
Diluc memandang empunya dengan penasaran. "Pergi? Apa yang kalian rencanakan?" Dari sikap mereka yang santai, ternyata memang mereka sudah mempersiapkan ini.
Pemuda bernama Uchiha Naruto ini melihat pantulan dirinya di air sambil memutar-jarinya di ujung gelas. Ia pun mengatakan.. "Tidak ada alasan khusus. Aku ingin melihat apa yang ada di dunia ini. Yah... lebih tepatnya aku akan mengembara sekaligus menyelidiki keberadaan Fatui. Selain itu..."
Entah bagaimana, raut wajah Naruto berubah jadi aneh di sertai dengan air liur menetes dari mulutnya "Kalau ketemu La Signora lagi, aku bisa menagih janjinya untuk bermain sepuasnya di kamar. Mwhehehehe."
Venti dan Diluc Sweatdrop. Dasar mesum akut, padahal dia sudah memiliki kekasih, yaitu Amber. Lalu ada beberapa gadis yang menyukai si bodoh ini. Contohnya si wanita berambut biru, gadis gereja berkepang dua hingga sang pelayan Knight of Favonius.
Lalu kenapa tidak memberitahu Naruto padahal mereka mengetahuinya? Jawabannya itu merepotkan bahkan mereka sampai di ancam untuk tidak ikut campur.
Andaikan Naruto sampai tahu tentang itu, pasti dia akan menyambut para perempuan tersebut. Dengan kata lain, membuat Harem.
Oke lupakan itu. Diluc bertanya secara umum kepada orang yang akan pergi. "Jadi... arah tujuanmu kemana?"
Naruto mengangkat lengan kirinya yang terdapat sebuah semacam tato. Saat jari kanannya menyentuhnya, terdapat asap kecil lalu memunculkan sebuah kertas. Begitu di buka, Diluc dan Venti tahu kalau itu adalah peta dunia ini. "Saat aku bertanya pada Venti, ia menyarankanku ke tempat dimana ada salah satu rekan Archon nya berada di sana, mungkin saja dia tahu tentang Fatui. Daripada itu, aku mendengar kalau tempat ini adalah tempat yang bagus untuk di kunjungi para wisatawan, makanya aku jadi penasaran." jawabnya menunjuk ke satu tanda.
Diluc mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia mengerti. "Begitu."
Naruto melihat peta kembali. Ia mengulas senyum misterius. Ia tidak sabar apa yang akan ia alami di tempat ini..
"Liyue ya... Menarik"
