Chapter 2
Reddish Blue
Subliminal Butterflies
Seiring berlalunya waktu, persaingan Sasuke dan Sakura berkembang dan matang, mencapai puncaknya selama masa sekolah menengah mereka. Lingkungan pinggiran kota yang kecil telah berganti menjadi kehidupan sekolah menengah yang penuh luapan energi. Masa muda. Letak di mana tantangan dan peluang baru hanya mengintensifkan dinamika persaingan mereka.
Project
Sekolah menengah mereka adalah gedung besar dan modern dengan ruang kelas yang terang dan kampus yang luas. Pada musim gugur tahun kedua mereka, Sasuke dan Sakura ditugaskan untuk bekerja sama dalam sebuah proyek biologi. Proyek tersebut mengharuskan mereka untuk merancang dan melakukan percobaan, kemudian mempresentasikan temuan mereka di depan kelas.
Pertemuan pertama untuk proyek mereka adalah di rumah Sakura, tempat yang nyaman dan didekorasi dengan hangat—terasa seperti rumah kedua bagi banyak teman mereka. Ruang tamu dipenuhi cahaya dari jendela besar, aroma kue yang dipanggang di oven tercium di udara. Ibu Sakura bersikeras menyediakan makanan ringan, sebuah sikap yang dihargai Sakura tetapi agak membuatnya malu. Sasuke, yang selalu cuek, lebih fokus pada tugas yang ada.
Saat mereka duduk di meja makan, dikelilingi oleh catatan dan buku pelajaran, ketegangan di antara mereka terasa nyata. Sasuke dengan cermat mengatur materi, matanya yang gelap mengamati instruksi dengan intensitas yang terfokus. Sakura, rambut merah mudanya dikuncir kuda, mengetuk-ngetukkan penanya dengan tidak sabar, mencoba menahan rasa frustrasinya.
"Bisakah kita selesaikan ini saja?" gerutu Sakura, suaranya diwarnai dengan kejengkelan. "Aku punya banyak hal lain yang harus dilakukan."
Sasuke mendongak, ekspresinya bercampur antara kesal dan acuh tak acuh. "Kau bukan satu-satunya yang punya jadwal padat, Haruno. Kalau kau benar-benar fokus daripada mengeluh, kita mungkin bisa selesai lebih cepat."
Sakura gusar mendengar nada bicaranya, tetapi dia menahan diri, tahu bahwa berdebat tidak akan membantu. Sebaliknya, dia menyalurkan rasa frustrasinya ke dalam pekerjaan, ide dan sarannya datang lebih cepat dan lebih bersemangat. Sasuke, meskipun kesal, tidak bisa tidak terkesan oleh energi dan dedikasinya. Mereka bekerja hingga larut malam, pertengkaran mereka berangsur-angsur berubah menjadi pertukaran ide yang lebih menghasilkan.
Seiring berjalannya proyek, semacam persahabatan yang aneh pun berkembang. Mereka masih berdebat dan bersaing, tetapi ada saat-saat ketika mereka bekerja sama dengan lancar, rasa saling menghormati mereka tumbuh meskipun mereka tampak bermusuhan.
Dance
Pada tahun pertama, persaingan mereka telah menjadi ciri khas pengalaman sekolah menengah mereka. Mereka berdua adalah pemimpin di klub masing-masing, dan interaksi mereka sering menjadi sorotan acara sekolah. Pesta dansa musim semi tahunan tidak terkecuali.
Pesta dansa diadakan di gedung olahraga sekolah, yang telah diubah dengan lampu-lampu kelap-kelip dan pita-pita. Musiknya keras, lampu redup, dan kegembiraan di udara begitu. Sakura, dalam gaun hijau zamrud yang memukau senada dengan netranya, datang bersama teman-temannya, kegembiraannya terlihat jelas di parasnya. Sasuke, dalam setelan hitam yang mencolok, datang bersama teman-temannya pula, sikapnya yang biasanya acuh tak acuh agak melunak oleh suasana pesta.
Sepanjang malam, Sasuke dan Sakura mendapati diri mereka berulang kali berpapasan. Interaksi mereka adalah campuran dari olok-olok kompetitif dan ketertarikan yang tulus, sindiran mereka yang biasa melunak oleh suasana romantis malam itu.
Selama lagu yang lambat, Sakura mendapati dirinya di tepi lantai dansa, teman-temannya telah pergi. Sakura tenggelam dalam pikirannya, pikirannya berpacu dengan semua yang telah terjadi di antara mereka selama beberapa bulan terakhir. Saat itulah Sasuke mendekatinya, ekspresinya serius tetapi tidak kasar.
"Apakah kau pernah bosan dengan semua persaingan ini?" tanyanya, suaranya cukup pelan sehingga hanya Sakura yang bisa mendengarnya.
Sakura mendongak, terkejut dengan pertanyaan itu. "Terkadang," akunya. "Bukankah kita memang begitu?"
Sasuke mengangguk, matanya bertemu dengan mata Sakura. "Kurasa itu bagian dari apa yang membuat kita... menjadi kita."
Momen itu menggantung di udara, dipenuhi kata-kata yang tak terucapkan. Sebelum salah satu dari mereka bisa berkata lebih banyak, musik berubah, dan lagu yang temponya lebih cepat mulai dimainkan. Sasuke mengulurkan tangannya, gerakan ragu-ragu yang tidak bisa ditolak Sakura. Mereka bergerak ke lantai dansa, tubuh mereka bergoyang mengikuti irama, tangan mereka saling bersentuhan dengan cara yang terasa cukup intim.
Untuk sesaat, saat mereka menari bersama, persaingan itu tampak mencair. Ada sesuatu dalam cara Sasuke menatapnya, sesuatu yang membuat jantung Sakura berdebar. Namun, secepat datangnya, momen itu lekas berlalu. Musik berakhir, dan Sasuke melangkah mundur, ekspresinya tak terbaca—namun, Sakura bersumpah—senyum tipis terbit di wajah sang rival. Sakura berkedip beberapa kali.
"Sampai jumpa, Haruno," katanya, nadanya kembali terkesan kasar seperti yang biasanya.
Sakura memperhatikan Sasuke berjalan pergi, jantungnya masih berdebar kencang. Dia merasakan sesuatu bergeser di antara mereka, percikan sesuatu yang lebih dari sekadar persaingan, tetapi dia tidak yakin apa artinya. Dia tahu bahwa apa pun yang terjadi, itu rumit, dan itu jelas tidak sesuai dengan kotak-kotak rapi yang telah mereka bangun di sekitar hubungan mereka.
Realization
Pada tahun terakhir mereka, ketegangan antara Sasuke dan Sakura telah mencapai titik didih. Mereka berdua bertekad untuk menyelesaikannya dengan baik dan lebih fokus pada tujuan masing-masing daripada sebelumnya. Persaingan mereka seolah menjadi permainan, masing-masing berusaha mengalahkan yang lain dengan segala cara yang mungkin. Namun, di balik permukaan, ada sekelumit kesadaran yang tumbuh tentang betapa terjalinnya kehidupan mereka. Seolah benang merah sejak awal sudah berada di sana, menyertai eksistensi mereka berdua.
Suatu sore, Sasuke dan Sakura menjadi sukarelawan di sebuah acara amal lokal, bekerja berdampingan untuk menyiapkan meja dan mengatur perlengkapan. Acara itu dimaksudkan untuk menjadi pengalaman yang positif, tetapi kedekatan yang terus-menerus satu sama lain, dikombinasikan dengan candaan mereka yang biasa, memperjelas bahwa mereka—tanpa sadar—mencari jawaban atas perasaan aneh itu.
Saat mereka melakukan pekerjaan itu, percakapan mereka beralih ke rencana mereka untuk masa depan—lamaran kuliah, aspirasi karier, dan apa yang ingin mereka capai dalam hidup. Mereka mendapati diri mereka berbagi lebih banyak daripada yang pernah mereka lakukan sebelumnya, sisi kompetitif mereka memberi jalan kepada sisi yang lebih dalam dan lebih personal.
"Kau tahu," kata Sakura, suaranya penuh pertimbangan saat ia menumpuk piring, "kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah persaingan ini hanya ada dalam diri kita."
Sasuke terdiam, tangannya melayang di atas tumpukan serbet. "Mungkin memang begitu."
Ada keheningan panjang saat mereka berdua memikirkan eksistensi satu sama lain. Jelas bahwa persaingan mereka yang telah membuat keduanya dekat—meskipun manifestasinya adalah argumen, debat, adu mekanik dan semacamnya—tetapi juga menjadi ruang bersemainya sesuatu itu yang tumbuh di antara mereka—sesuatu yang tidak sepenuhnya mereka pahami atau tahu bagaimana menanganinya. Interaksi mereka lebih terasa bermakna. Mereka masih bertengkar dan berdebat, tetapi ada angin baru yang terselip diantara argumen-argumen, ada perasaan bahwa rasa ini lebih rumit daripada yang mereka akui.
Menjelang akhir tahun, saat mereka bersiap untuk wisuda, percikan api di antara mereka tidak dapat disangkal. Persaingan itu masih setia pada tempatnya, tetapi mereka berdua sadar bahwa hubungan mereka sedang berkembang, bahwa perasaan mereka berubah. Tetap, tak satu pun dari mereka siap untuk mengakuinya.
Saat-saat terakhir mereka di sekolah menengah dipenuhi dengan campuran kegembiraan dan kekhawatiran tentang masa depan. Saat mereka bersiap untuk berpisah, ketegangan di antara mereka dipenuhi dengan campuran perasaan yang belum terselesaikan dan harapan yang masih ada untuk apa yang mungkin terjadi selanjutnya.
Sasuke dan Sakura berdiri di tepi kampus sekolah, matahari terbenam di belakang mereka, menghasilkan bayangan panjang di tanah. Mereka saling berhadapan.
"Semoga sukses di perguruan tinggi," kata Sakura, suaranya lembut tetapi tegas.
Sasuke mengangguk, ekspresinya tidak terbaca. "Kamu juga, Haruno."
Saat mereka berpisah, keduanya tahu bahwa masa depan tidaklah pasti. Persaingan mereka telah menjadi bagian yang menentukan dalam hidup. Tapi sekarang, saat mereka bersiap untuk memulai petualangan baru, mereka tidak bisa untuk tidak bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada babak berikutnya bagi mereka—dan untuk perasaan rumit yang mulai muncul di antara mereka.
...
