Jujutsu Kaisen © Gege Akutami

Spy x Family © Tatsuya Endo

JJK Canon. First crossover fic attempt.

I just borrowed their characters, I owned the story. Enjoy!


Our Baby

by

Rachel Cherry Giusette


Di kota Tokyo yang ramai, kehidupan berubah menjadi aneh bagi Itadori Yuji. Seolah-olah menghadapi kutukan dan perjuangannya yang terus-menerus untuk mengendalikan Sukuna belum cukup, takdir telah memberinya masalah lain—masalah berwujud rambut merah muda dan sepasang mata lebar yang berkilau ingin tahu.

Semuanya berawal dari apa yang tampak seperti misi biasa. Yuji, Megumi, dan Nobara ditugaskan untuk mengusir kutukan merepotkan yang telah menyebabkan gangguan di bagian kota yang terpencil. Namun, kutukan itu lebih dari yang mereka duga. Bukan jenis kutukan biasa; kutukan itu terhubung dengan celah—sobekan pada jalinan realitas yang mengarah ke dimensi lain.

Saat mereka bertarung, celah itu mulai melebar, menarik udara di sekitar mereka dengan kekuatan yang mustahil untuk dilawan. Megumi berhasil menciptakan penghalang untuk melindungi mereka, namun sebelum itu terjadi, ada sesuatu—atau seseorang—jatuh melalui celah itu.

Saat debu yang mulanya pekat mulai menipis dan kutukan akhirnya dikalahkan, Yuji melihat sosok kecil tergeletak di tanah di dekatnya. Ia mendekat dengan hati-hati, hanya untuk menemukan seorang gadis kecil, tidak lebih dari enam tahun, dengan rambut merah muda dan ekspresi bingung.

"Di mana... di mana aku?" gadis itu bertanya, suaranya sedikit bergetar saat dia melihat sekelilingnya yang sangat asing.

Yuji berlutut, memberinya senyum—meskipun dengan ekspresi tak kalah cengonya, belum memproses apa yang baru saja terjadi—atau apa sosok yang berbentuk anak kecil perempuan ini. "Hei, tidak apa-apa. Kau aman sekarang. Err… siapa namamu?"

Gadis itu menatapnya, mata hijaunya yang besar dipenuhi kombinasi rasa takut dan penasaran. "Aku Anya. Anya Forger. Di mana Mama dan Papa?"

Yuji merasakan sedikit simpati. Siapa pun anak ini, dia jelas tersesat—dan jauh dari rumah. Diliriknya Megumi dan Nobara, yang sedang menonton pemandangan itu dengan berbagai tingkat kekhawatiran dan kebingungan—yang satunya menganga yang satu lagi mengerutkan alis dan dahinya dalam-dalam.

"Dia pasti jatuh melalui celah itu," kata Megumi pelan. "Dia bukan dari sini."

Nobara menyilangkan lengannya, menatap Anya dengan campuran kecurigaan dan rasa penasaran. "Apa yang harus kita lakukan dengannya? Kita tidak bisa meninggalkannya di sini begitu saja."

Yuji tahu kedua komentar kawannya benar. Tapi apa yang baiknya mereka lakukan? Mereka tidak bisa begitu saja membawanya kembali ke Jujutsu High—tanpa menimbulkan banyak pertanyaan.

"Aku akan menjaganya," kata Yuji tiba-tiba, bahkan mengejutkan dirinya sendiri. "Setidaknya sampai kita menemukan cara untuk membawanya pulang."

Megumi mengangkat sebelah alisnya. "Kau? Kau tidak tahu apa-apa tentang mengurus anak."

"Aku akan mengurusnya," jawab Yuji—dengan kepercayaan diri lebih kuat, meskipun ia tidak sepenuhnya yakin bagaimana caranya.

Anya, yang mendengarkan dengan saksama, tampaknya memahami pembicaraan mereka. "Apakah Tuan akan menjadi Papa baru Anya?"

Yuji merasakan wajahnya memanas—yakin bahwa dirinya tidak cukup bisa dibilang tua dan anak berkepala pink yang terlihat polos itu jelas-jelas barusan memanggilnya 'Tuan'. Meskipun begitu, Yuji membiarkannya. Lagi pula kedua partner-nya juga tidak berisik soal itu.

"Uh, tidak, tidak juga. Aku hanya akan membantumu sampai kita menemukan orang tua kandungmu."

Anya tampak berpikir, lalu mengangguk tegas. "Baiklah. Anya percaya pada Tuan."

Nobara mendengus. "Semoga berhasil."

Yuji menelan ludahnya tegang.

Tantangan berikutnya adalah memperkenalkan Anya kepada teman-temannya di sekolah tanpa menimbulkan terlalu banyak kecurigaan. Setelah berpikir cepat—dan beberapa kali menelepon Gojo- sensei dengan panik—Yuji membuat sebuah rencana.

Keesokan harinya, ia membawa Anya ke sekolah, berharap untuk menyamarkannya sebagai keponakan jauh. Ia tahu itu alasan yang… agak tidak masuk akal—tapi hei, bukankah rambut Anya yang pink itu serupa dengan pigmen jambulnya sekarang?—pink?—yah, Yuji mulai mencari-cari penguat argumen saja, tak terlalu ingin banyak berusaha. Apapun kedengarannya, menurutnya ini latar belakang alasan terbaik yang dapat ia buat dalam waktu singkat.

"Ini Anya," kata Yuji saat memperkenalkannya kepada anak-anak Jujutsu High. "Dia, eh, keponakanku. Keponakanku yang... sangat, sangat jauh." Cengir sakit giginya muncul besar sekali.

Teman-temannya menatapnya dengan tidak percaya.

"Keponakanmu?" tanya Maki—sepupu jauh Megumi, jelas tidak yakin. "Kau pikir kami bodoh?"

"Hei, ini rumit," kata Yuji, melambaikan tangan dengan acuh tak acuh. "Dia akan tinggal bersamaku untuk sementara waktu, jadi... maklumi saja, oke?"

Nobara mencondongkan tubuhnya ke arah Anya, ekspresinya sedikit melembut. "Jadi, Anya, berapa umurmu?"

"Enam!" Anya berseru bangga, sambil mengangkat enam jari.

Nobara tersenyum. "Wah, kamu menggemaskan sekali."

Anya berseri-seri mendengar pujian itu, tetapi perhatiannya segera beralih ke sesuatu—atau seseorang—yang lain. Dia menarik lengan baju Yuji dan berbisik keras, "Kenapa anak laki-laki itu rambutnya runcing?"

Yuji mengikuti tatapannya ke tempat Gojo- sensei berdiri, dengan penutup mata khasnya, dan rambut putihnya yang mencuat ke segala arah. Yuji terkekeh. "Itu Gojo- sensei. Dia, uh... agak istimewa."

Gojo berjalan mendekat, cengirannya lebar. "Yuji, aku tidak tahu kau punya keponakan. Dan keponakan yang imut juga!"

Yuji mendesah. "Dia bukan benar-benar milikku—oh, lupakan. Bisakah kau membantuku mengawasinya?" Ucapnya pada akhirnya, selisip ada nada memelas di dalamnya.

Gojo tertawa. "Tentu saja, tapi jangan harap aku akan mengasuhnya. Aku sudah sangat sibuk."—jawaban si sensei nyentrik belagak penting seperti biasanya.

Meskipun dalam kekacauan, Anya tampak cepat beradaptasi, membuat Yuji lega. Dia ini tipe anak yang selalu penasaran, selalu bertanya dan menjelajahi lingkungan barunya dengan rasa ingin tahu yang besar. Yuji merasa semakin dekat dengannya, meskipun dia berjuang untuk mengimbangi energinya yang tak terbatas—oke, Yuji memang ekspresif dan kadang hiperaktif, tapi jika Anya yang masih enam tahun itu jadi tandingannya, tentu Yuji kalah telak.

Seiring berjalannya waktu, usaha untuk merahasiakan asal usul Anya yang sebenarnya bukanlah hal yang mudah. Bocah itu punya kebiasaan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal bagi siapa pun yang tidak mengetahui kisahnya.

"Anya mata-mata!" katanya suatu hari saat makan siang, yang membuat teman-teman Yuji bingung.

"Mata-mata, ya?" kata Nobara, mencoba mengikuti. "Pekerjaan mata-mata seperti apa yang kau lakukan?"

Anya tampak berpikir sejenak. "Anya mendengarkan pikiran orang. Tapi, diam! Itu rahasia."

Nobara yang mendengar jawaban itu memutuskan untuk menganggapnya lucu, tertawa garing, "Se-sepertinya seru, ya…"

Megumi menatap Yuji dengan tatapan yang berkata, 'Apa maksud anak cerewet ini?', Yuji hanya mengangkat bahu, bergumam, "Lain kali."

Namun sebelum ia sempat memberikan penjelasan, mata Anya membelalak, dan ia menarik lengan baju Yuji lagi. "Tuan! Pria itu sangat menakutkan!"

Yuji mengikuti pandangannya ke tempat Sukuna muncul sebentar di pantulan tehnya. Ia segera menutupinya, sambil tersenyum gugup pada Anya. "Tidak apa-apa, Anya. Jangan lihat dia."

Anya tampak menerimanya, meskipun dia terus melirik teh dengan campuran rasa ingin tahu dan waspada. Yuji mendesah, tahu ia akan menghadapi hari yang panjang.

Meskipun menghadapi banyak tantangan, Yuji mendapati dirinya semakin protektif terhadap Anya. Anya punya cara untuk mencerahkan hari-hari yang paling gelap sekalipun, kepolosannya sangat kontras dengan dunia berbahaya tempat mereka tinggal. Namun, meskipun dia peduli padanya, dia tahu mereka harus menemukan cara untuk mengirimnya pulang.

Suatu malam, setelah hari yang sangat melelahkan, Yuji duduk bersama Anya di apartemen kecilnya, memperhatikan saat dia mewarnai gambar keluarganya—Loid dan Yor. Itu adalah pertama kalinya anak itu menyebutkan mereka secara rinci, membuat Yuji merasa bersalah.

' Anya merindukan orang tuanya, ya…'

"Menurutmu, apakah aku akan bertemu Mama dan Papa lagi?" Anya bertanya pelan, mata hijaunya bersinar penuh harapan.

Hati Yuji terpilin mendengar pertanyaan itu. "Aku janji, Anya. Kami akan menemukan cara untuk mengembalikanmu pada mereka."

Anya tersenyum, tampak yakin dengan kata-katanya. "Anya percaya pada Tuan."

Keesokan harinya, Yuji dan teman-temannya mulai meneliti retakan itu, berharap menemukan cara untuk membukanya kembali dan mengirim Anya pulang. Gojo- sensei, meskipun sikapnya yang biasa tanpa beban—dan sering tidak serius—ternyata sangat membantu, memberikan alternatif cara yang tidak akan dipikirkan Yuji sendiri.

Saat mereka bekerja, Yuji tidak bisa menahan perasaan urgensi. Semakin lama Anya tinggal di dunia mereka, semakin berbahaya baginya. Ia bertekad untuk melindunginya, apa pun yang terjadi.

Namun saat mereka semakin dekat untuk menemukan solusi, Yuji menyadari sesuatu yang lain—dia tidak ingin mengucapkan selamat tinggal. Anya telah menjadi bagian dari hidupnya, dan pikiran tentang kepergiannya meninggalkan perasaan hampa di dadanya.

Dengan pikiran muram itu, Yuji mendesah sedih.

Suatu malam, setelah seharian meneliti, Yuji duduk di sofa bersama Anya, menonton kartun di TV. Anya meringkuk di sampingnya, tangan kecilnya mencengkeram kemeja Yuji sambil berusaha untuk tetap terjaga.

"Anya…," Yuji mulai bicara, tidak yakin bagaimana cara memulai pembicaraan. "Kami hampir menemukan cara untuk memulangkanmu. Kau akan segera bertemu Mama dan Papa lagi."

Anya mendongak ke arahnya, matanya mengantuk tetapi penuh pengertian. "Anya senang… tetapi Anya akan merindukan Tuan."

Yuji tersenyum, mengacak-acak rambut merah mudanya. "Aku juga akan merindukanmu, Anya."

Saat hari rencana terakhir mereka semakin dekat, Yuji tidak bisa menghilangkan perasaan pahit-manis, senang-sedih, ramai-kehilangan. Ia tahu mengembalikan Anya ke dimensi asalnya adalah hal yang benar untuk dilakukan, tetapi itu tidak membuat perasaannya membaik.

Hari itu akhirnya tiba. Gojo- sensei telah menemukan cara untuk membuka kembali celah itu untuk sementara, memberi mereka waktu singkat untuk mengirim Anya kembali ke dunianya. Yuji, Megumi, Nobara, dan Gojo berkumpul di lokasi itu, Anya berdiri di samping Yuji.

"Kalian siap?" tanya Gojo, nadanya sangat serius.

Yuji mengangguk, menatap Anya. "Sudah waktunya, Anya."

Anya meraih tangannya, meremasnya erat. "Terima kasih, Tuan."

Sambil menatap teman-temannya sekali lagi, Yuji menuntun Anya menuju celah itu. Udara di sekitar mereka berkilauan dengan energi, penghalang antar dunia melemah—membentuk sobekan selebar lubang hobbit yang muat untuk Anya.

Anya melangkah takut menuju moncong portal. Dua langlah ke depan dan anak perempuan itu menoleh ke belakang kembali, menonton Yuji, Nobara, Megumi dan Gojo yang berdiri rapi, melihatnya balik dengan rupa yang berbeda-beda. Namun Anya cukup pintar menangkap titik air jatuh di pelupuk mata Yuji, orang tua sementaranya selama di dimensi yang asing ini.

Anya melambai, ia merindukan Papa Loid dan Mama Yor—tapi berpisah dengan Yuji… rasanya begitu sedih.

Yuji tidak siap ketika Anya tiba-tiba menubruk perutnya, alih-alih langsung masuk ke portal. Memberinya pelukan sayang, menangis, "Tuan, Tuan… Anya akan kangen!"

Yuji dengan cepat mengendalikan dirinya kembali, mengusap titik air di ujung matanya yang tak ia sadari keluar. Tangannya menepuk puncak kepala Anya, sama sayangnya. "Aku juga akan kangen padamu, Anya."

Tiga orang lainnya hanya terdiam, memerhatikan perpisahan itu dengan maklum, Nobara dan Megumi bersumpah tak akan mengejek Yuji sekarang. Di sisi lain, Gojo berdehem canggung.

"Aku tak bermaksud menyela adegan menyentuh hati kalian, oke? Tapi portalnya hanya sementara membuka celah, sebaiknya kita harus cepat."

Yuji mengangguk, menatap Anya di bawahnya sekali lagi, memberinya tatapan mantap. Anya balas mengangguk, sebelum berbalik dan langsung berlari ke portal dimensi—berlari kencang dan sengaja tak menoleh kembali. Anya menghilang bersamaan dengan menutupnya portal penghubung itu. Lenyap. Tak ada seberkas pun cahaya tersisa. Bahkan tak ada debu-debu pekat seperti pertama kali Anya jatuh ke dimensi ini.

Nobara yang pertama memecah keheningan, "Oke, anak itu sudah kembali ke asalnya." Diliriknya Yuji. "Jangan menangis, ayolah."

Megumi menimpali, "Aku traktir kau es krim, jika itu membuatmu merasa lebih baik."

Muka Yuji masih sendu, ingin menangis lagi. Padahal selama Anya di sini, dirinya tak pernah sebegininya sedih.

"Ow, tumben anakku baik. Kalau begitu traktir aku 10 es krim stik!" Gojo membalas seenaknya, mengamit lengan anak angkatnya—Megumi—dan tersenyum tipis saat melihat Yuji mendengus tertawa.

"Aku bukan anakmu, sialan!"—balasan kasar Megumi yang biasa pada si ayah angkat.

Di sisi lain Nobara ganti mengamit lengan Yuji, membawanya bergerak dari lokasi portal dimensi yang dibuka sesaat lalu. "Ayo!"

Yuji memaksakan senyum tipis, mengangguk. Sementara itu pikirannya melayang lagi kepada bocah perempuan yang sudah berada di dimensi lain. Berharap dengan sepenuh hati bahwa dia telah aman dan bahagia, bertemu Papa dan Mamanya yang katanya agen mata-mata.

'Anya, aku harap kau tidak lupa padaku.'

.

.

.

/end/