Air

Chapter 7

Disclaimer : Jk. Rowlings


" Hermione! "

Gadis berambut merah kecoklatan yang diikat satu berlari kecil mendatangi Hermione yang sedang berjalan menuju Ruang Gryffindor. " Aku dengar yang terjadi di Hutan Terlarang, bagaimana kabarmu? " ia menyamai langkah Hermione di sebelah kirinya.

" Tidak terlalu buruk, Ginny, " Hermione memaksakan senyum singkat kepadanya.

Ginny baru saja selesai latihan Quidditch, jelas terlihat dari pakaiannya dan sapu yang ditentengnya. Well, walaupun secara teknis tidak 'baru saja' karna biasanya setelah latihan, gadis ini suka nongkrong dengan teamnya di lapangan dulu sekitar satu jam. Apalagi hari ini Harry dan Ron tidak mengikuti latihan, mungkin ia akan bergosip lebih lama dan leluasa tentang gebetannya itu tanpa kehadiran orang yang terkait dan abangnya usil.

Hermione hanya bercerita dengan singkat tentang kejadian di Hutan, pertemuan dengan Prof Sprout dan hukuman yang ia dan musang busuk itu terima. Gadis itu lebih fokus kepada perasaan bersalah kepada kedua sahabatnya, sehingga sebagian besar hal yang ia ceritakan adalah tentang ia dan mereka dan bagaimana seharusnya Hermione tidak terlalu keras kepada mereka.

Mereka pasti marah padaku. Padahal niat mereka baik, mereka hanya ingin membelaku. Dan memang Malfoy pantas mendapatkannya.

Tapi tetap saja tindakan mereka bodoh.

Hermione menggelengkan kepalanya dengan cepat dan singkat.

Hey hermione ! Jangan katakan itu ketika kau minta maaf pada mereka!

Ginny terkekeh melihat sahabatnya itu. " Hermione, santai..." Ginny membantu membukakan pintu Ruang Gryffindor dan menahannya untuk Hermione, " itu bukan masalah besar. Dibandingkan dengan realita sebulan kedepan kau harus berurusan dengan Malfoy? Ini hanya masalah kecil, jangan panik, "

Ginny tidak salah. Namun mungkin karna kedua orang ini berharga untuknya maka ini menjadi penting baginya. Sedangkan Malfoy, dia bahkan tidak ingin mengingatnya. Ada hari yang baik, ada hari yang buruk. Ada waktu yang menyenangkan, ada waktu yang menyebalkan. Hermione hanya ingin memusatkan pikirannya pada hal yang menyenangkan dan memperbaiki hubungan dengan sahabatnya.

" Thanks, Gin, " Hermione melangkah masuk ke dalam dan berbalik ketika Ginny mundur dan hendak menutup pintunya, " Aku akan menyusul. Aku mau menyimpan sapu ini dulu, dan bersih bersih. Ah, mungkin kalau setelah mandi aku tidak ketiduran di ranjangku; ya aku akan menyusul ," gadis itu melambaikan tangannya lalu menutup pintu di depannya. Meninggalkan Hermione berdiri di depan pintu sendiri.

Nyala api dari perapian berkobar dan memantulkan warnanya di rambut gumpalan rambut hitam dan merah yang sedang duduk di depannya. Ron duduk di sofa panjang membelakanginya, sedangkan harry duduk di sofa kecil sejajar dengannya. Laki laki berkacamat bulat itu menyadari ketika Hermione berjalan menuju mereka. " Hey, Hermione, " sapanya. Ron memutar kepalanya, " Hermione, ayo sini! "

Hermione sedikit kaget. Ia tidak menduga sambutan itu. Mendengarnya membuat ia lega dan terharu.

Ia berjalan menuju sofa itu dan ketika semakin dekat, ia memperhatikan wajah Ron. " Ron, bukankah kau seharusnya mengunjungi madam pomfrey?"

Ron menggelengkan kepalanya, " Tidak, ini hari kamis. Berarti pertandingan catur dengan The Choosen One, " katanya sambil terkekeh. Hermione mengambil tempat duduk di samping Ron. Matanya menangkap catur sihir dan pion pion yang sedang dimainkan kedua sahabatnya di atas meja di depan mereka. Mereka tampak jeda sejenak dari bermain dan menatap Hermione. " Jadi bagaimana mione? Apa kata prof ? " Harry bertanya dengan nada sedikit khawatir. " Aku akan menjalani detensi sekaligus ujian praktek dengan Malfoy, "

Menyebut namanya saja langsung membuat suasana hari Hermione buruk. Namun ia cepat cepat mengalihkan pikirannya. Hermione berdeham sambil meremas telapak tangannya sendiri. Kepalanya tertunduk dan ia menatap ke tangannya sendiri dengan malu. " Harry, Ron.. aku mau minta maaf untuk ucapanku sebelumnya. Kurasa aku sudah bereaksi berlebihan-"

" Tak apa Hermione, kita juga mau minta maaf, " Harry menyela dengan cepat dan mengenggam tangan Hermione. Hermione mengangkat kepalanya dan mendapati pria berkacamata itu tersenyum kepadanya. Ron ikut menambahkan, " Benar, perbuatan kita berdampak buruk kepadamu- Perbuatanku maksudnya.. Padahal aku sudah tau si musang pirang itu memang suka sengaja memancing masalah. Tapi aku masih meladeninya, jadi kau yang kena getahnya. Maaf aku terlalu emosi, gegabah, dan- "

" Impulsif, " lanjut Hermione cepat sambil mengangguk angguk.

Damnit Hermione

" Okay, jadi.. siapa yang pegang pion hitam?"


Draco mengetuk"an jarinya ke bingkai jendela dengan irama. Matanya menyapu ke halaman depan Malfoy Manor yang luas dan megah.

Setelah pertemuan dengan Professor ia langsung dipanggil ayahnya. Ia melewatkan makan malam dan langsung apparete ke rumahnya.

Sekali seminggu, dua kali, kini tiga kali.

Latihan dengan ayahnya semakin sering, dan ia tak tau ini pertanda buruk atau baik. Selama beberapa bulan belakangan, Lucius sering sekali membawa beberapa penyihir lihai dari berbagai negara untuk melatihnya bertarung. Dari mantan guru di hogwarts, hingga veteran perang. Terkadang ada Rodolphus, Carrows, dan Dolohov. Dan selama seminggu Lucius akan melihat perkembangannya, menilai apakah Draco pantas diberi hukuman atau tidak. Atau terkadang ia akan menyiksa Draco hanya agar ia terbiasa dengan mantra hitam itu.

Semua untuk kebaikanmu, Draco.

Kau harus bangga dan bersyukur.

Orang orang lain tidak begitu beruntung mendapat pelajaran eksklusif sepertimu.

Terkadang ia bingung mengapa ia masih hidup dan bertahan sampai sekarang. Dengan semua siksaan itu, orang lain mungkin sudah gila atau merenggang nyawa. Tapi, tentu saja ia bertahan. Setiap selesai sesi, Draco selalu diobati dan dirawat. Ia bahkan mempunyai dokter pribadi untuk mengeceknya. Seperti membuka luka dan menutup dan membukanya lagi berulang ulang. Dan setiap selesai ia diobati, akan merasakan sesuatu yang aneh di dirinya. Ia tak yakin dimana, namun ada yang salah.

Lamunannya buyar ketika ia menyadari ada yang berbeda dengan rumput pagar tinggi disebelah kanan pintu masuk Manor. Ada sedikit bercak berwarna merah kehitaman.

Sebentar, apa itu?

Bercak itu sangat kecil. Namun setiap Draco pulang ke rumahnya dan menunggu ayahnya, ia selalu berdiri di samping jendela yang sama dan menyusuri seluruh halaman depan Manor. Ia tau persis semua tata letak dan apa saja yang ada di depan. Dan tiga hari yang lalu tidak ada bercak itu.

Draco mendengar suara pintu ruang kerja dibuka dibelakangnya.

" Mippy, ada yang mau kutanyakan."

Mata Draco masi tertuju pada halaman depan Manor dan tidak menyadari dibelakangnya bukan Mippy. Pria berambut panjang pirang platinum itu berjalan mendekati Draco. Suara ketukan kaki dan tongkatnya yang khas membuat Draco sadar dan berbalik cepat. " Ayah,"

Draco mengembalikan ekspresinya datar. " Kukira kau menyuruh mereka menjemputku seperti biasa, "

Lucius menatap Draco dingin dan sinis, " Ke ruangan lukisan sekarang. Ada tamu baru. Persiapkan dirimu. Dan jangan lupa sopan santunmu dengannya. Ia sangat berbakat dan sudah berpengalaman lama, " tangan yang dilapisi sarung tangan hitamnya bertumpu di tongkatnya yang berukiran ular.

" Siapa ayah?"

Lucius mengabaikannya. " Dan seminggu kedepan, tidak perlu pulang ke rumah. Datanglah minggu depan, Draco," nada suara Lucius dingin dan kasar. " Baik, ayah, " jawab Draco. Lelaki paruh baya itu kemudian berbalik dan berjalan kembali ke menuju pintu. Draco menatap punggung ayahnya yg dilapisi jas hitam mahal. Ia mempertimbangkan kalimat yang akan keluar dari mulutnya selanjutnya.

" Ayah, darah apa atau siapa yang diluar itu?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Lucius menghentikan langkahnya. Ayahnya memalingkan kepala ke samping tanpa menatap wajah Draco. " Berhenti banyak tanya, Draco Malfoy. Dan lakukan saja kewajibanmu," suaranya terdengar dingin dan keras. Kemudian ia melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Draco.

Draco melihatnya menghilang dibalik pintu sambil menggepalkan tangannya.


Kalian akan menyampaikan kepada seluruh murid dikelas bahwa mereka langsung mengikuti ujian teori. Pertama karena saya tidak mau ada kejadian seperti ini terjadi lagi. Kedua juga karena sebagian dari kalian tak bersalah dan terluka dari kejadian ini, tidak adil jika mereka mereka tidak bisa mengikuti ujian praktek namun sebagian yang lain bisa. Jadi untuk tugas praktek ini saya secara eksklusif hanya akan berikan kepada kalian berdua. Sebagai detensi sekaligus ujian akhir kalian akan berbeda. Temukan Jade Vine ini, kalian rawat bersama sama hingga dia sanggup hidup melewati musim dingin. Tidak ada tapi tapi-an, tidak ada alasan. Jika ada yang menolak, berbuat curang, atau memanipulasi tugas ini; saya pastikan kalian akan mengulangi tahun ketujuh. Kunci dari tugas ini adalah kerjasama dan selalu ingat : kesampingan perasaan, mengedepankan tanggung jawab.

Itulah yang Draco ingat ketika ia melihat gadis dengan rambut semak belukar itu berdiri di depan kelas Arithmancy ketika pelajaran sudah selesai. Ia masih berdiri disana ketika murid murid sudah berkeluaran dan mata coklatnya memeriksa murid yang keluar satu per satu.

Draco masih berada di dalam kelas. Ia melipat tangannya di depan dada, melihat murid murid yang keluar kemudian melihat ke Hermione. Walaupun ia sepertinya sudah tahu siapa yang ditunggu gadis itu, tapi tetap saja ia sangat sangat berharap tebakannya tidak benar.

Well- namun sekarang semua murid sudah keluar tersisa dirinya. Dan gadis itu masih setia berdiri di tempatnya. Dia terlihat tidak sabar karna jari jarinya bergerak mengetuk ngetuk buku tebal yang sedang ia peluk.

Draco keluar dari kelas dan berhenti tepat di depannya hanya untuk meliriknya sekejap dan membuang muka dengan cepat.

" Mengapa aku merasa kau sengaja berlama lama di dalam, malfoy? " gadis itu membuka mulutnya dan Draco merasakan dorongan untuk membenturkan kepalanya sendiri ke dinding.

Ugh. Aku benci suaranya

Draco berjalan mendahuluinya sambil berucap kesal, " Bagaimana jika kau diam jadi kita bisa selesaikan ini dengan cepat? "

Ia mendengar gadis itu berlari kecil dan mengambil tempat berjalan di sampingnya. Agak jauh, namun tetap disebelahnya, " Dengan senang hati. Namun aku ingatkan kau mulai besok, aku takkan menunggu didepan kelasmu lagi seperti orang bodoh. Kita akan bertemu di luar pintu selatan Hogwarts tepat jam 3 sore. Jika kau terlambat, aku akan meninggalkanmu, "

Draco memutar bola matanya. Ia berjalan secepat mungkin agar gadis itu tertinggal di belakangnya. Mengingat kakinya yang panjang, itu mudah dilakukan. Namun kakinya agak perih ketika ia melangkah.

Kakinya memang patah dan terluka kemarin. Dan dokter keluarga Malfoy sudah mengobatinya, namun seharusnya ia sekarang masih berbaring istirahat di kasur.

Istirahat. Hah!

Draco tertawa pahit dalam hati. Ia berusaha berjalan normal dan cepat, membuat kakinya semakin terasa sakit. Beberapa kali ia mendengar Hermione menggerutu dan berlari lari kecil berusaha menyeimbangi langkahnya. Gadis itu berusaha keras agar tidak berjalan di belakang Draco. Mungkin ingin menunjukkan bahwa ia takkan berada di belakangnya. Itu membuat Draco semakin ingin mempermainkannya. Ia dan kepalanya yang keras seperti batu itu.

Tak lama mereka sampai di pintu keluar hogwarts di sisi kiri. Beberapa murid terlihat mondar mandir dan nongkrong di depan pintu diluar kastil.

" Accio Nimbus, "

Dalam hitungan detik sapu terbang dengan kayu willow hitam dan serat sapu berwarna hijau tua kehitaman terbang ke arah Draco sebelum ia menangkapnya dengan gesit dengan tangan kanannya. " Apa- yang kau lakukan? " mata Hermione menatap heran dan nafasnya sedikit tidak beraturan dari jogging kecilnya.

" Kau buta? Aku naik sapu terbang, " Draco melangkahkan kaki kanannya di atas gagang sapu yang mengambang diatas tanah dan membuat ancang ancang untuk terbang. " Oh jangan berharap aku akan membawamu, mudblood, " dengan itu ia melesat cepat ke atas langit biru Hogwarts.


Untuk 'badnews', thanks for the encouragement! Means a lot. I update this one especially for you!