Air

Chapter 9

Disclaimer : Jk. Rowlings


Terdengar suara grasak grusuk dedaunan yang rontok di tanah diinjak injak beserta wangi itu, Draco langsung tau subjek yang ia tunggu sampai. Draco memalingkan kepalanya, kali ini gadis itu tidak menatapnya dan langsung jongkok di depan tanaman yang berada disampingnya tanpa basa basi.

Mata bulatnya terbuka lebar ketika ia mendekatkan wajahnya ke tanaman itu. Rambut semaknya hampir menutupi seluruh wajahnya dari sudut pandangan Draco, dimana ia sedang berdiri. Gadis itu mengeluarkan tongkat sihirnya dan merapalkan suatu mantra.

Setelah beberapa lama dan puas dengan amatannya, ia berdiri. " Well- kurasa kau berhasil menemukannya,"

" Kau rasa? Kau tak yakin?" Draco mengejeknya. " Ya, itu Jade Vine," gadis itu melototinya. Draco masih menyenderkan punggungnya di pohon sambil melipat kedua tangannya, " Lalu apa, Miss-Tau-Segala nya?".

Hermione mengabaikannya ejekannya kali ini. " Keluarkan tongkat sihirmu," gadis itu mengacungkan tongkat sihirnya kebawah ke arah Jade Vine. Draco mengikutinya dengan malas-malasan. " Attende quod flos Hermione Granger," Hermione melirik tajam pria disampingnya. Draco menghela nafas, " Attende quod flos Draco Malfoy," Keduanya menyaksikan ketika butiran kecil emas dan perak keluar dari tongkat mereka dan berdansa di atas kelopak bunganya itu, lalu membentuk huruf huruf, sebelum perlahan jatuh tercetak diatas kelopaknya dengan halus. Inisial HG di kiri atas dan DM di kanan bawahnya. Draco melihat ketika mata gadis itu bersinar sinar takjub menonton pertunjukan kecil itu. Senyumnya tertarik keatas sedikit dan pipinya merona.

Dasar penyihir kampungan

" Tidak pernah melihat sihir, Mudblood?"

Gadis itu tersentak dan suasana hatinya langsung berubah 180 derajat. Matanya melotot melihat Draco dan ia mengacungkan tongkatnya ke wajah lelaki itu dengan sigap, " Lupa dengan peraturan pertama, ferret busuk?" Draco mengangkat kedua tangannya ke udara dengan dramatis, " Ampun penyihir berdarah murni, " Draco mengangkat sebelah alisnya. Gadis berambut coklat tebal itu menggerutu kesal kemudian menurunkan tongkat sihirnya. Ia mulai mengikat cepat rambutnya menjadi ikat satu dengan karet gelang ditangannya. Lalu ia membuka tas selempang hitam yang ia bawa dan mengeluarkan sebuah kantung putih dari dalamnya. Ia berjongkok dan melihat kekiri dan kanan, sebelumnya meraih sebatang kecil ranting. Hermione membuat lubang berbentuk lingkaran dengan mengorek tanah di sekeliling Jade Vine. Ia kemudian membuka serut kantung putih dan mengeluarkan biji biji berwarna abu putih. " Perhatikan baik-baik, ferret,"

Hermione menghitung biji biji itu sebanyak 14 dan meletakkannya kedalam lubang mengelilingi Jade Vine. Kemudian dengan ranting yang sebelumnya ia menutup tanahnya. Wajahnya tampak serius dan konsentrasi. Ia mengacungkan tongkak sihirnya dan merapalkan beberapa mantra sebelum diakhiri dengan mantra Aguamenti.

" Baik sekarang kita tunggu 30 menit, " sahut Hermione memalingkan pandangannya ke Draco. " 30 menit? Untuk apa? " tanya Draco kesal. Hermione memutar bola matanya sambil berjalan ke pohon sebrang dan duduk dibawahnya, " Kita perlu merapalkan mantra perlindungan dan Aguamenti sekali lagi. Namun harus tunggu biji biji tadi mengikat ke Jade Vine dulu. Jika tidak akan mengacaukan proses penyuburannya, " jelas Hermione jengkel. Tak lama ia membuang pandangannya ke kanan menatap danau hitam. Kebetulan bunga Jade Vine yang Draco temukan berada di samping danau. Lelaki pirang itu lalu mengambil posisi duduk di samping Jade vine sambil menatap danau yang sama.

Air danau tenang di sore itu dan hanya ada riak riak pelan buatan hewan kecil yang bermain main. Matahari masih setia duduk diatas garis air di ujung sejauh mata memandang. Cahanya terpantul di air dan menyinari mereka. Hangat, dicuaca yang dingin sekarang. Dan di hutan itu sepi, dan sunyi. Hening tak ada suara, ketika mereka tidak bertengkar. Sangat langka waktu mereka bersama tanpa menghujat satu sama lain. Draco mengambil nafas panjang dan memejamkan matanya menikmati suasana itu. Ia melemaskan badannya sejenak, sambil mendengar suara suara kecil burung yang bercicit disekitar.

Tak lama ia membuka matanya melirik Hermione dengan ujung matanya. Rambutnya kini tidak menghalangi wajahnya. Gadis itu menatap ujung danau dengan mata serius. Warna coklat muda di matanya menyala ketika memantulkan cahaya dari matahari.

" Aku harus pergi,"

Draco berdiri tiba tiba dan menepuk nepuk jubahnya dibagian belakang. " Apa?? Lagi?! " hardik Hermione keras. Draco memanggil nimbus, " Hari ini sudah cukup menyita waktuku. Maaf tapi alergiku sudah kambuh, " ia menangkap sapu terbang yang melesat ke arahnya.

" Tapi pelajaranku belum selesai! Bagaimana kau bisa merawatnya nanti, lagipula kau punya alergi apa? "

" Aku alergi penyihir berdarah Lum-"

Hermione melototinya, dan Draco menyeringai, " Besok kita punya lebih banyak waktu untuk pelajarannya, Granger. Waktuku tadi sudah terbuang untuk mencari Jade Vine. Besok kau bisa datang lagi, dan kupastikan besok terakhir kita bertemu. Aku pembelajar yang cepat," Draco menaiki sapu terbangnya. Hermione membuang muka dan membiarkan ia pergi dengan kesal.

Ketika terbang diudara Draco melihat lapangan Quidditch penuh dengan seragam berwarna merah.

Fvcking Hell, Potter sialan.


Hermione, Harry dan Ron sedang berdebat tentang penggunan mantra hitam dalam sekolah Durmstrang, ketika gadis berambut merah itu menghampiri mereka.

Ia memakai terusan berwarna hijau tua selutut, mantel berwarna abu abu tua, dan sepasang sarung tangan tipis. Rambutnya dia kepang setengah ala perancis, dan sisanya ia biarkan terurai. Ginny memakai riasan wajah tipis dan pewarna pipinya terlihat makin kontras ketika ia tersenyum melihat Harry.

Laki laki itu mematung terpesona ketika gadis itu berdiri di depannya. " Hi Harry, " Harry mengangkat sebelah tangannya dengan kaku, " Hi Gin," Mereka saling bertatapan beberapa detik dan Hermione cekikikan dibelakang mereka. Ron menggerutu kesal, " Bagus Ginny, sekarang bukan saja temanmu tidak terlihat. Abangmu juga sudah tembus pandang,"

Ginny melirik Ron sedetik dengan ekspresi datar, kemudian kembali tersenyum ke Harry, " Kau dengar sesuatu, Harry?" Harry membalas senyumannya, " Tidak, " ia memberikan lengannya untuk digandeng gadis itu, " Kita berangkat? " Ginny menggandeng tangan Harry kemudian menyapa Hermione yang berjalan dikirinya sambil tertawa kecil. Ron mengambil tempat di samping Harry dan kembali mengobrol.

Mereka berjalan santai dan bercengkrama ketika menuju ke Desa Hogsmade. Ini akhir pekan, sebenarnya waktu kencan Harry dan Ginny. Sudah beberapa pekan sejak Harry dan Ginny berkencan, namun Harry masih terlalu canggung berjalan bersama wanita yang ia naksir berat itu. Jadi akhirnya ia mengajak kedua sahabatnya. Ginny dan Harry akhir akhir ini memang sedang dimabuk asmara. Ginny, yang memang sudah menyukai Harry sejak kecil, setelah ia putus dari Dean, ia mulai belajar jujur dengan perasaannya sendiri. Sedangkan Harry, berdasarkan keluhan dari teman sekamarnya Ron, tidak bisa berhenti membicarakan gadis itu. Ia tergila gila padanya, sejak ia melihat betapa sanggarnya Ginny bermain Quidditch. Harry bukan saja menyukainya, ia hampir mengidolakannya. Menurutnya, ia tampak paling cantik ketika ia memakai seragam Quidditch. Hermione setuju dengan itu. Perempuan yang jago main Quidditch memang sangat keren. Dan ia senang melihat Ginny diatas langit lapangan Qudditch. Walaupun tidak sesenang Harry pastinya.

Mereka baru melewati Stasiun Hogwarts ketika kedua sejoli memisahkan diri dari Hermione dan Ron. Mereka bergandengan semakin erat dan Hermione melihat Ginny memberikan sebelah sarung tangannya untuk Harry.

Romantis sekali

Senyum Hermione mencuat tanpa ia sadari. Namun lelaki berambut merah disebelahnya menyadarinya. " Aduh ada yang sirik nih," Ron menyenggol lengan Hermione. Hermione tertawa kecil, lalu menggandeng lengan Ron. Mereka berjalan dibelakang Harry dan Ginny.

Minggu itu Hogsmade sangat ramai dengan murid Hogwarts. Dan mereka memutuskan untuk duduk di Three Broomsticks setelah berembuk untuk beberapa saat. Golden trio memesan butterbeer, sedangkan Ginny memesan teh hangat. Ron menggerutu kalau seharusnya dia duduk di tea shop saja jika mau minum teh, dan Ginny berkata Ron bodoh memesan sesuatu yang dingin di cuaca dingin. Walaupun disambungnya dengan " jangan tersinggung," ke Hermione dan Harry yang hanya tertawa santai. Mereka menyapa Neville dan Luna ketika mereka baru memasuki pintu Three Broomstick. Beberapa murid junior menyapa Hermione, dan Angelina Johnson mampir sebentar berdiskusi tentang Quiddicth dengan Ginny. Setelah is pergi, Hermione kemudian bertanya kesiapan pertandingan Quidditch mereka besok, dan mereka kurang percaya diri. Ron yang gugup dan Harry yang khawatir akan disabotase Slytherin. Hanya Ginny yang berpikiran positif mereka bisa menang. Topik silih berganti dari sekolah, keluarga, keuangan, gosip terbaru, dan asmara. Bertiga mereka menggoda Hermione ketika Cormac terus terusan memandang ke arah meja mereka. Hermione memalingkan tubuhnya memunggungi cormac dengan tidak nyaman.

" Jam berapa ini?" Tanya Hermione tiba tiba sambil mencari salah satu dari mereka yang memakai jam tangan. Ron menunjuk jam di dinding dibelakang bar, " 14.30 mione. Kenapa? Ada tempat yang harus kau datangi? " Hermione mengangkat gelasnya dan menghabiskan minumannya dalam sekali teguk, ia mengorek beberapa sickle dalam kantung celananya dan meletakkan diatas meja, " Ya Ron. Guys, aku pergi duluan ya. Harus mengurus Jade Vine, " Hermione bangkit dari kursinya dan teman temannya mengeluh. Hermione mendengar Harry dan Ron memaki maki Draco Malfoy ketika ia membuka pintu bar.


Draco mengukir asal asalan dengan tongkatnya di dahan pohon dekat kakinya. Ia duduk diatas pohon sekitar 5 meter dari tanah, mengamati danau dan makhluk hidup dibawahnya. Sesekali ia menyihir dedaunan menjadi bentuk- bentuk yang ia mau.

Kurasa ia takkan datang. Mudblood itu sedang bersenang senang dengan teman teman satu speciesnya.

Draco tau ini adalah akhir pekan. Hampir semua murid akan pergi berjalan jalan, kecuali penyihir yang nasibnya mengenaskan tidak punya teman, pacar ataupun kegiatan mungkin akan berdiam diri dikamarnya. Namun ia rasa tidak ada murid seperti itu di Hogwarts yang terkenal solidaritasnya. Jadi dengan kata lain SEMUA orang akan berkumpul dengan seseorang lain, walaupun hanya di Aula Besar Hogwarts.

Tapi tidak dengan Draco.

Entah sejak kapan Draco sudah jarang sekali nongkrong bersama teman temannya. Blaise, Crabbe, Goyle, Theo, mereka hanya akan berkumpul di Hogwarts karna kegiatan bersama. Mungkin sejak Draco mulai membenci keramaian. Karna di keramaian itu, Draco dapat merasakan tatapan orang orang. Penyihir penyihir yang mudah ditebak. Setiap senyuman yang mereka lemparkan padanya, Draco tau arti dibaliknya.

Sebagian dari mereka punya agenda dengannya. Atau keluarganya. Dan sebagian lain membencinya. Mengadilinya dalam sidang kecil dikepala mereka tanpa tau kehidupannya sebenarnya. Draco tak tau mengapa ia harus berpura pura menyukai suasana itu lagi. Ia tak begitu peduli lagi pandangan orang terhadap dirinya.

Draco mencium wangi itu lagi dan gumpalan rambut coklat madu muncul dibawahnya. Gadis itu melihat ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu. Draco mengambil ancang ancang lalu melompat tepat di depannya. Dan gadis itu mengumpat sambil mundur kebelakang beberapa langkah dengan tangan di dadanya. Ia terlihat seperti terkena serangan jantung kecil.

" Salazar, Malfoy! Kau hampir membunuhku!" Hermione melototinya. " Apa yang kau lakukan diatas sana?!"

" Sayang sekali gagal, " sahut Draco dengan nada sarcastik kecewa, " Kukira kau takkan datang. Aku melihat kau keluar dengan teman teman gryffindork mu tadi siang, "

Hermione menyipitkan matanya, " Terima kasih sudah memperhatikanku, Malfoy. Aku sudah kembali dari Hog- darimana pun aku tadinya pergi," kata Hermione. Perhatian gadis itu kemudian beralih kepada bunga dibawah dan ia perlahan berjongkok. " Kutebak, tidak terlalu seru nongkrong di Hogsmade bersama pacarmu dan Lelaki Yang Masih Hidup itu, sehingga kau lebih memilih menghabiskan waktu disini bersama seorang slytherin, " cibir Draco sambil menyilangkan tangannya didepan dada.

" Aku suka bagaimana kau terus mengucapkan Purebloods Mudbloods, Gryffindor Slytherin. Itu hanya menunjukkan betapa dangkalnya dirimu," balas Hermione datar, tanpa mengangkat kepalanya untuk bertemu dengan mata Draco. Ia sibuk mengamati Jade Vine. Ia menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinganya.

Draco mendengus, " Kau hanya merasa jengkel karna berada di posisi yang tidak menguntungkan, "

" Aku tidak jengkel ataupun berada di posisi tidak menguntungkan, Malfoy. Itu hanya masalah prespektif. Menurut kami kalian busuk, buruk, jahat dan salah. Tentu saja kalian tidak setuju," Hermione mengangkat tongkat sihirnya merapalkan mantra di atas bunga itu. Ia mendengar Draco mengucapkan sesuatu yang provokatid disampingnya, namun ia memilih mengabaikannya. Hermione mengerutkan keningnya kemudian berdiri, " Mau menjelaskan mengapa kau tidak mulai menjalankan tugasmu?" sebelah tanggannya berkacak di pinggang.

" Karna aku tak punya biji biji sialan itu,"

" Kau bisa mengambilnya di rumah kaca,"

" Aku sudah pergi dan tebak apa? Seorang murid berambut semak belukar sudah menjarah semuanya,"

Hermione terdiam dan mengalihkan pandangannya kebawah dengan malu. Sebercak pink muncul di pipinya. Ia lalu mengeluarkan kantung yang berisi biji bijian itu dari tasnya dan melemparkannya ke Draco. " Ini untukmu, aku masih ada dilemari kamarku,"

Draco mendengus dan mulai berjongkok dengan malas malasan. Ia melalukan seperti yang dilakukan Hermione semalam. Gadis itu berada di sampingnya menatap Jade Vine dengan serius. Sesekali ia menyelipkan rambut kecil ke belakang telinganya. Setelah mantra Aguamenti selesai dirapalkan, Draco menatap gadis itu, mencari pembenaran. Ketika Hermione berkata sudah benar, mereka kembali ke posisi mereka semalam. Duduk di bawah pohon di samping danau dan tidak bersuara.

Draco menutup kedua matanya. Angin sepoi sepoi menyeka wajahnya dengan lembut.

Tenang.

Nyaman.

" Besok, bertandinglah dengan sportif."

Argh

Draco menghela nafasnya, " Aku tak tau mengapa aku harus mendengarkanmu, granger," ia masih memejamkan matanya dan berusaha beristirahat, " Tapi itu tuduhan yang serius bahwa kami akan tidak sportif,"

" Aku tau kalian akan berbuat curang. Tapi untuk sekali saja, pakailah kehormatan kalian dan bertandinglah dengan sehat. Aku tak bisa melihat teman temanku terus terluka karena kalian," suara gadis itu terdengar kental. " Jika kau tidak ingin melihat, tutup saja matamu," draco bercuit santai, dan gadis itu mengerang kesal. " Aku tau mereka pasti menang jika pertandingan berjalan dengan bersih dan jujur," dari suaranya Draco menebak gadis itu sedang melototinya.

" Bagus untuk mereka,"

" Aku bersungguh-sungguh, Malfoy. Jika menyabotase Harry, melukainya dengan sengaja; aku takkan memaafkanmu,"

" Baiklah baiklah, aku takkan menyakiti Potter. Lagipula aku bukan lagi seeker, granger. Tapi kalau si Weasley yang jadi keeper, entahlah, " tanpa sadar Draco menyeringai dan mendengar gadis disampingnya mengomel ngomel.

Setelah menunggu setengah jam mereka menyelesaikan tugas mereka dan meninggalkan Hutan Terlarang sebelum gelap. Draco menaiki sapunya, dan Hermione berjalan kaki. Hari itu berjalan dengan lancar tanpa ada yang merapalkan mantra untuk menyerang satu sama lain. Itu menjadikan total 3 hari. Hebat.