Air
Chapter 10
Disclaimer : Jk. Rowlings
Quidditch hari ini penuh kerusuhan. Walaupun tim berwarna merah itu sudah mengantisipasinya, namun tetap saja mereka tidak bisa menahan kecurangan para ular. Hermione bahkan beberapa kali berusaha menolong meraka dengan merapalkan mantra, namun sia sia karna lapangan sudah dimantrai oleh professor. Pertama bludger yang terus terusan Crabbe dan Zabini pukul menuju Harry, mengoyahkan fokusnya mencari snitch. Bludger itu beberapa kali mengenai kepala dan tongkat sihir harry, hingga Fred harus melindunginya. Katie bell yang mereka sabotase dengan menyudutkannya di tembok ketika ia menangkap quaffle hingga ia terpaksa melepaskannya. Ketika mereka mendapatkan quaffle mereka membidik bludger pada sapu Ron hingga ia kehilangan keseimbangan dan menembakkan quaffle pada gawang terjauh dari Ron. Dan banyak trik lainnya yang mereka lakukan hingga Tim Gryffindor kewalahan. Ginny berhasil menembus gawang Tim Slytherin beberapa kali, sebelum dicederai tangannya oleh David Gibb. Pada akhirnya Harry berhasil menangkap snitch, namun skor mereka sudah tertinggal jauh 220-180. Gemuruh asrama dan pendukung tim slytherin menyoraki kemenangan mereka.
Hermione bertemu dengan teman temannya di ruang ganti dan mereka semua marah. Fisik mereka tak ada yang terluka parah, namun ego mereka tergores gores brutal. Ron bersumpah sumpah, Fred dan George menendang nendang barang sekitar, dan Harry hampir menyerbu kamar ganti sebelah. Cukup mengejutkan Ginny menjadi yang paling tenang. Ia menenangkan pacar, abangnya dan teman teman yang lain. Hermione tak bisa membantu, ia hanya diam, menatap mereka, sambil ikut terbakar amarah.
Ia benci segerombolan ular itu. Ia bersumpah akan mengutuk mereka jika berpapasan di lorong. Tak peduli ia kehilangan poin gryffindor. Ia akan mengutuk mereka satu persatu menjadi tikus dan mengandangi mereka selama seminggu. Tidak. Dua minggu.
Hermione menarik nafas dan membuangnya dengan keras.
Tarik nafas.. buang
Tentu saja ia tidak bisa melakukannya. Lagipula semua yang mereka lalukan tidak melanggar aturan Qudditch. Jadi jika sesuatu terjadi pada mereka, asrama Gryffindor yang menanggungnya. Hermione menatap mereka untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan ruang ganti tanpa pamit. Ia tau mereka masih terlalu berapi untuk mendengar ia mengatakan apapun. Hermione menuju Hutan Terlarang.
Ia terlambat setengah jam dari jadwalnya semalam. Gadis itu segera mulai melakukan tugasnya. Ia merapalkan mantra dan mendapati Jade Vine tidak terlalu berkembang dengan baik. Hermione mengulangi langkah satu persatu dengan hati hati dan mengevaluasi letak kesalahannya. Ia kemudian memperbaiki beberapa kesalahan mereka lakukan kemarin sore. Ia menunggu 1 jam sebelum kembali merapalkan beberapa mantra. Sore itu berlalu dan Hermione sendiri merawat bunga itu. Tentu saja si pirang itu tidak akan datang. Hari ini bukan harinya, dan selain itu
Ia pasti sedang sibuk berpesta dengan kawanan ularnya
Draco terkekeh ketika Theo melontarkan lelucon tentang anak Hufflepuff yang ia jebak di toilet dengan bom kotoran. Blaise, Theo, dan Pansy berada di sampingnya ketika mereka berjalan melewati koridor Aula besar dan menuju pintu keluar. Mereka berpapasan dengan gadis berambut liar coklat yang membuang muka ketus ketika melihat mereka. Pansy melontarkan cemooh kecil dan mengucapkan salam perpisahan sembari mengubur wajahnya di dada Draco, sebelum Draco mendorongnya sedikit dengan tidak nyaman. Mereka berpisah di belakang pintu gerbang dan lelaki pirang itu keluar hampir berbaringan dengan Granger.
Draco melihat sapu sapu anak Gryffindor tergeletak berantakan di samping dekat dinding batu kastil Hogwarts. Mungkin karna murka semalam mereka membuang sapu sapu mereka begitu saja. Draco tertawa puas dalam hati. Ia memanggil sapu terbangnya dan melihat gadis itu bahkan tidak memberikan sedikit pun perhatian pada sapu sapu disampingnya. Hermione berdiri tegak sambil merapatkan jubahnya. Tangannya sibuk memperbaiki sesuatu di bajunya. Draco menaiki Nimbus-nya, dan memberi ancang ancang terbang sebelum rasa penasaran menguasainya.
" Ada sapu Potter disini," ucapnya. Hermione melihat keatas, sedikit kaget, " Ya, lalu?"
Draco mengangkat sebelah alisnya. Ia menatap gadis itu beberapa saat, dan menatap sapu sapu terbang di tanah itu bergantian. Tiba tiba sesuatu muncul di benaknya.
" Kau takut pada ketinggian,"
Hanya itu alasan yang laki laki itu dapatkan. Untuk apa ia berjalan kaki susah payah dan kelelahan ke dalam hutan setiap kali, jika ia bisa terbang. Cukup menyianyiakan tenaga dan waktu. Dan itu bukan tipikal sifat seorang Hermione Granger.
Gadis itu membuang muka. Draco menunggu dua detik sebelum gadis itu menjawabnya. Ia menatapnya dengan tegas.
" Semua orang takut pada sesuatu,"
Dan Draco tidak menyangka sang Gryffindor tidak menyangkalnya. Senyum kecil mencemooh mencuat di bibirnya, " Ya. Tapi aku tak pernah menyangka kau juga," Draco mengalihkan pandangannya ke langit Hogwarts di depan, " Singa Pemberani Gryffindor. Takut pada ketinggian. Lelucon yang lucu, dan bahkan lebih lucu lagi ketika itu fakta," ia menyeringai.
" Diam, dan terbang saja, musang kecil, "
Dan sapu Draco melesat ke atas tanpa menunggu aba aba.
" Apa apaan, granger? Satu jam?"
Draco mengeluh ketika Hermione menjelaskan perbaikan yang ia lakukan semalam. Mereka baru selesain merapalkan mantra bagian pertama. Hermione berjalan menuju posisinya dibawah pohon seperti biasa, " Berhenti mengeluh, malfoy. Aku melakukan yang terbaik untuk tanaman ini. Dan setelah kulihat perbedaannya dari semalam dan 2 hari yang lalu, metode ini lebih efektif dalam perkembangannya, " Hermione duduk diatas tanah setelah ia membersihkannya dari daun yang rontok berserakan.
Pohon pohon dengan dedaunan kuning keemasan menghiasi hutan, dan daun daunnya mulai berjatuhan seiring angin melambai. Cukup banyak helai jatuh diatas air danau dan terapung diatasnya. Dua bulan menuju musim dingin, dan permandangan ini benar benar indah. Kuning, jingga menghiasi seluruh hutan dan terkadang Hermione bersumpah dapat mencium wangi kertas dari buku lama ketika angin melewati wajahnya. Mungkin itu wangi dedaunan yang mati, namun apapun itu, Hermione sangat menyukainya. Ia menutup matanya ketika wangi itu menamparnya dan menikmati sensasinya.
" Dan apa yang harus kulakukan dalam satu jam ini bersama seorang Darah Lum- keturunan muggle sepertimu? " Draco menggerutu kesal sambil menendang ranting di dekat pohon didepannya. Hermione mengabaikannya. Draco menoleh kearah perempuan itu semakin jengkel tidak dihiraukan. Tapi Draco mempunyai banyak cara memancingnya.
" Ah, pesta semalam sungguh menyenangkan,"
Ekspresi Hermione langsung berubah. Namun ia masih terdiam.
" Dan wajah Weasley dan Potter ketika Slytherin menang? Tak ternilai. Aku bisa sarapan dengan wajah mereka itu," ia terkekeh sambil berjalan mondar mandir.
Aku bersumpah, aku ingin sekali mencekiknya
" Yang lebih memuaskan lagi kami menemukan anak tahun pertama Gryffindor yang mirip seperti Weasley untuk jadi permainan kami di pesta,"
Hermione membuka matanya. " Apa kau bilang? Apa yang kau lakukan? "
Draco berhenti berjalan dan menyeringai, kemudian berbalik sambil memandang Hermione dengan wajah tak bersalah, " Oh tidak tidak. Bukan itu maksudku. Anak tahun pertama. Laki laki. Kami tidak gay, Granger. Hanya bermain main prank seperti laki laki normal," draco tersenyum dan melanjutkan, " untuk gadis gadis setidaknya mereka harus tahun 4 keatas, "
Hermione menggertakkan giginya, " Kau menjijikan,"
" Namun mereka masih menempel padaku. Dan apa itu menjadikan mereka? " pria itu menyilangkan tangannya di depan dada. Hermione menyipitkan matanya dan menatapnya tajam, " Segerombolan lalat. Karna mereka mengerumini kotoran sepertimu," Draco memiringkan kepalanya, " Mereka Gryffindor, granger,"
" Aku tak peduli. Sampah adalah sampah. Jika mereka bisa sebegitu rendah sampai menyukaimu, mereka bukan bagian dari kami," Hermione mengedipkan matanya kuat lalu membuang muka. " Iri adalah penyakit hati, granger. Aku tak menyalahkan mereka jika mereka melemparkan diri mereka padaku. Maksudku, lihatlah aku-"
" Ya. Lihatlah kau,"
" -aku punya segalanya. Uang, ketenaran, kuasa, martabat-"
" Kau kira uang adalah segalanya?"
Draco menahan tawa. " Aku tak tahu. Coba tanyakan pada weasley," . Hermione menggepalkan tangannya lalu berdiri dengan spontan. " Ron seribu kali lebih berharga dari padamu. Dan juga dia dan keluarganya sangat kaya. Kaya akan kebagiaan dan cinta kasih. Aku rasa kau kesulitan memahami itu,"
" Kaya akan cinta kasih, haha," Draco membuat suara seperti terbahak bahak, " Itu ucapan orang miskin, granger. Jangan membuatku muntah dengan cerita cinta cintamu itu, ". Hermione kini berjalan selangkah mendekat, " Cinta adalah kekuatan paling kuat didunia ini. Kau lihat orang tua Harry? Mereka mengalahkan Kau-Tau-Siapa dengan itu,"
Draco melangkah mendekati gadis itu dengan wajah arogannya, " Benarkah? Coba jelaskan lagi bagaimana caranya?" Tangannya masih berlipat didepan dadanya. Hermione melakukan hal yang sama, mengikutinya. Mencocokkan keras kepala mereka. " Kau-Tau-Siapa merapalkan mantra membunuh ke Harry, dan ibunya melindunginya. Mantra itu menjadi bumerang dan membunuhnya,"
Draco meletakan jari telunjuknya di pelipis dengan menampakkan wajah berpikir, " Dan dimana peran mantra ' Cinta ' ini berada? Apakah ada di buku buku tebal yang pernah kau konsumsi, granger? Jadi, jika kau mengatakan cinta ibu Potter kepada dirinya begitu besar sehingga terjadi perlindungan dan bumerang, bagaimana dengan anak dari orang tua lain yang Dark Lord bunuh? Apakah maksudmu, cinta mereka tidak begitu besar kepada anak anak mereka? Maksudmu, cinta orang tua Potter kepada dirinya secara khusus lebih daripada cinta orang tua lain didunia ini?" ia melihat kesempatan Hermione berpikir dan melanjutkan, " Potter masih hidup, karna sayangnya, sihir ibunya cukup kuat. Ia mengeluarkan sihir kuno secara tidak sengaja ketika melindungi Potter. Itu saja, dia tidak sadar, Dark Lord tidak sadar. Tidak ada sangkut paut dengan cinta. Jika cinta bisa melindungi mereka semua dari kekuatan Dark Lord, aku yakin Dark Lord sudah kalah sekarang,"
Hermione merasakan telapak tangannya berkeringat. Namun lengannya terasa dingin. " Kau-Tau-Siapa sudah kalah, kau sendiri mengatakannya. Sihir ibu Harry mengalahkannya,"
" Tidak. Ia belum kalah, " Draco berdecak, " Granger, jika ia sudah kalah, mengapa kau takut menyebut namanya? " tatapan lelaki itu dingin. Tidak ada ada lagi nada meledek dan bermain. " Dia akan kembali dan menghancurkan seluruh kaummu. Semuanya. Sampai sejarah pun takkan pernah mencatat kalian," Draco berjalan mendekat, perlahan mengurangi jarak diantara mereka.
Nafas Hermione tak beraturan. Tanpa ia sadari tangan kanannya sudah menyelip di jubahnya, berusaha meraih tongkatnya. " Dia bisa mencobanya. Hasilnya takkan berbeda seperti dulu. Kita akan mengalahkannya lagi. Dan lagi. Sampai kalian cukup puas untuk kalah," gadis itu tak menunjukkan sedikit pun rasa takut walaupun ia was-was. Tapi lelaki itu tak perlu tau.
" Percaya diri yang cukup besar, granger. Apakah kalian akan mengunakan kekuatan 'cinta' lagi? " tanya Draco dengan nada mencemooh. " Mari kita lihat apakah peruntungan kalian akan cukup menyelamatkan kalian kali ini," ia mendekat lagi. Dan jarak mereka kini hanya satu langkah. Hermione kini dapat menatap matanya. Dan warnanya abu.
Sangat abu. Keperakkan. Dengan sedikit bercak biru yang tipis sekali.
Mengingatkan Hermione kepada kucing liar yang ia pelihara dirumahnya dulu. Matanya sangat indah, Hermione menyukainya. Dia biasa memberikan ikan sisa dari meja makan keluarganya dan air. Kucing itu membalasnya dengan merusak pot tanaman ibunya. Namun Hermione tetap memberinya makan, setiap hari. Hingga suatu hari, musim dingin yang bersalju, kucing itu tak kembali lagi. Selama Hermione merawatnya, ia tak pernah sekali pun menyambutnya, menyeruduk, atau berbaring meminta Hermione mengelusnya. Seekor kucing yang tak tau terima kasih.
Mata yang indah. Untuk makhluk yang buruk. Sama seperti laki laki ini.
" Kalian ketakutan dunia ini akan dikuasai Muggle-born,"
" Benar,"
" Karna kalian melihat seberapa besar potensi kami. Bahkan sekarang kami sudah jauh melebihi kalian. Itu yang kalian takutkan kan? Iri adalah apa Malfoy? Penyakit hati?" Hermione tidak membiarkan tatapan dingin Draco mengoyahkannya.
" Kami tak ingin dunia ini dikuasai kalian, karna kalian tidak berhak menguasainya. Ini adalah dunia kami. Dunia kalian adalah di muggle world. Dan untuk kalian berpikir, kalian bisa merebut dunia ini dari kami-"
" Oh astaga, malfoy-" hermione memotongnya, " Kami tak ingin merebut dunia ini dari siapa-siapa! Sampai kapan kalian akan buta atas itu?! Kita hidup berdampingan sudah lebih dari beradab tahun yang lalu, dan kita tak pernah merebut apa apa!"
Tatapan lelaki itu penuh kebencian. Dan mata abu itu terlihat semakin abu dan dingin, " Berabad abad yang lalu, muggle born bisa di data dengan buku kecil. Sekarang kalian berkeliaran seperti semut. Melubangi setiap dinding yang kalian temukan. Merampas segala yang kalian lihat,"
Hermione mendengus, " Merampas? Aku yakin itu kalian. Bahkan rumahmu, malfoy, aku dengar itu dirampas dari muggle born. Leluhurmu menjarah tanah mereka dan membangun bangunan dengan nama kalian. Bukan hanya rumahmu, seluruh aset dan kekayaan keluargamu sekarang, yang diwariskan turun menurun dari leluhurmu, adalah milik muggle born. Benar bukan?" Ia mengenggam erat tongkat sihir di balik jubahnya. Lelaki itu tidak terlihat melakukan hal yang sama. Ia masih melipat tangannya di depan dada dengan tenang.
" Tentu saja kau percaya cerita itu. Bagaimana dengan leluhur kami yang kalian bakar hidup-hidup. Mereka hidup berdampingan dengan muggle dan suatu hari pengkhianat itu menusuk mereka dari belakang. Mereka dibakar hidup hidup hanya karna penyihir, walaupun mereka tak melakukan apa apa kepada kalian. Hanya karna kalian tak ingin kami berada di dunia kalian. Jadi kami membangun dunia kami sendiri. Dan sekarang? Kalian mau mengambil dunia kami juga?" Draco melangkah lagi dan kali ini Hermione melangkah mundur spontan. Gadis itu berusaha kembali ke posisinya namun terlambat, laki laki itu sudah menutup celah diantara mereka, sehingga pilihannya sekarang hanya mundur.
Namun matanya tidak menunjukan ketakutan kepada pria itu. Ia masih menatapnya dengan intensitas tajam yang sama. " Itu hanya sebagian kecil dari muggle di jaman dulu, malfoy. Kau tidak bisa menghakimi orang dari masa lalu leluhurnya,"
" Oh aku yakin kalian masih sampah seperti leluhur kalian," Draco melangkah maju lagi, dan hermione terpaksa mundur. " Berhenti," gadis itu melihat ke bawah ke kakinya ketika ia hampir tersandung akar pohon yang melilit di tahan. Namun laki laki pirang itu tidak berhenti melangkah. Hermione tau ia sengaja melakukannya agar Hermione takut dan menegaskan kekuatannya.
" Kenapa, granger? Mengapa takut? Kau adalah orang yang memegang tongkat kan sekarang? "
Jantung Hermione berhenti sedetik. Dengan cepat ia mengeluarkan tongkatnya untuk mengacungkannya. Namun laki laki itu lebih cepat, ia langsung memukul tangan Hermione ke samping dan tongkat itu jatuh ketanah. Dengan sigap, ia meraih tongkat dari jubahnya dan mengacungkannya di depan dahi Hermione mendesaknya semakin mundur. Hermione tak sempat berpikir. Nafasnya tercekat dan ia menyadari, punggungnya menyentuh batang pohon. Ia terjebak diantara pria itu. Dan draco menatapnya seperti akan membunuhnya setiap saat.
" Apa itu, granger?" Draco menyipitkan matanya dengan dramatis, " Apakah aku mendengar kau menangis? "
Hermione mengangkat kepalanya, dan tongkat itu semakin menusuk ke dahinya. Dahinya sakit. Namun pria itu takkan membunuhnya.
Untuk sekarang
" Kau teringat masa lalu, malfoy?" Hermione membalasnya, " Mau coba pukulan ditempat lain?" tanpa aba aba, dengan cepat tangannya berusaha meraih tangan Draco yang memegang tongkat namun pria itu lebih dulu menghindar. Tangan kiri pria itu menangkap kedua pergelangan tangan Hermione yang kecil dan menahannya ke pohon diatas kepalanya. Tongkatnya kembali teracung di depan dahinya. Hermione berusaha melepaskan tangannya tapi tidak bergerak sedikitpun. Pria itu membuatnya terasa sangat mudah. Namun gadis itu tak menyerah dan menendang kaki lelaki pirang itu dengan keras dibagian tulang kering kakinya. Draco mengumpat dan melepaskan genggaman tangannya di pergelangan Hermione. Hermione mengambil kesempatan itu keluar dari samping dan mengambil tongkatnya di tanah. Ia mengacungkan tongkatnya dengan cepat dan mendapati laki laki itu menatapnya tenang sambil menggosok gosok kakinya.
" Itu sakit, jalang,"
Hermione berusaha menata nafasnya sambil menatapnya geram, " Kalau kau sentuh aku lagi, aku akan mematahkan tanganmu, malfoy". Pria itu menyipitkan matanya dengan gusar, " Kalau kau menendangku lagi, aku akan melubangi kepalamu,"
Hermione menghela nafas dan mengangkat sebelah tangannya, " Cukup. Sudah satu jam. Kita harus melanjutkan mantranya," lelaki itu memutar bola matanya, dan Hermione melanjutkan, " Kecuali kau tak ingin melanjutkan tugas ini lagi? "
Ada setitik harapan di hati kecil Hermione, bahwa laki laki itu memutuskan untuk menyudahi bagiannya ditugas ini. Memang cukup beban untuk Hermione melakukannya sendirian, namun hari kelima dan mereka sudah bergulat. Ia tak tau apa yang akan terjadi dua bulan kemudian. Mungkin salah satu dari mereka akan berakhir tenggelam di Danau Hitam ini.
" Memangnya aku anak 5 tahun? Walaupun tidak disini, kita akan bertengkar di kastil juga. Bedanya disini kau tak punya bala bantuan dari dua laki laki tolol itu. Dan reaksimu kuakui sangat berbeda," Draco tersenyum mengejek, " Cukup menyenangkan melihatmu terpuruk tanpa backing-an dari mereka, granger"
Hermione mendengus sambil berjalan mendekati Jade Vine, " Aku tak perlu bantuan dari siapapun untuk menghadapi kecoak sepertimu,"
Atau mungkin aku perlu? Apa yang terjadi dengan Malfoy? Sejak kapan dia sekuat dan selincah itu?
Hermione berusaha tidak memperhatikannya ketika lelaki itu berdiri disampingnya. Ia merapalkan mantra sambil berpikir keras dalam hati. Matanya ingin sekali memandang fisik lelaki itu untuk mencari penyebabnya.
