For all my readers, I just want to say, thankyou.

And I read every single one of the review.

Jujur, review dari kalianlah yang buat aku keep going. This story uda ada full in my head, cmn laptopku lg rusak. Jd aku ngetik ini semua from my phone. Jadi please bear with me and my late post :(

So if you are reading this, just keep reviewing, so aku makin semangat untuk updatenya yaa!


Air

Chapter 14

Disclaimer : Jk. Rowlings


Hermione sudah mengeceknya.

Draco-fvcking-malfoy tidak punya jadwal pelajaran sore kemarin. Dan ia menghilang hampir setiap makan malam, kini ia juga menyadari itu. Walaupun pacarnya dan teman temannya berada di Aula Besar. Apakah ia menjalani semacam diet aneh yang Hermione tidak ketahui? Ataukah dia menjalani sesuatu yang lebih buruk?

Hermione mengamatinya ketika lelaki itu duduk tenang dan memejamkan matanya dibawah pohon.

Untuk hari ini tak ada luka baru. Setidaknya tidak yang Hermione ketahui. Tapi si brengsek ini terus memakai pakaian serba hitam panjang hingga sulit untuk mengetahuinya. Meski tidak terbilang aneh karna memang cuaca cukup dingin. Ditambah luka luka sebelumnya sudah hilang.

Kelopak matanya bergetar sejenak, dan lelaki itu mendengus kasar. Kali ini ia tidak terlihat setenang biasanya.

Hermione menghela nafas dan memalingkan kepalanya ke buku arithmancy di pangkuannya. Ia membaca beberapa halaman sebelum ia menjadi frustasi dan menutup buku itu dengan kuat.

" Dimana kau semalam?"

Pertanyaan itu membuat lelaki itu lengah dan membuka matanya. " Apa?" Lelaki itu hampir tidak percaya.

" Dimana kau semalam ketika kau melemparkan tugasmu kepadaku?" sambung Hermione sehingga ia tidak terdengar seperti ibu yang mempertanyakan keberadaan anaknya. " Di kantor Snape, " Draco membuang mukanya malas.

" Benarkah? Dari jam dua hingga jam enam? Karena Professor Snape ada kelas di jam setengah tiga. Dan sepengetahuanku kau tidak muncul sampai sore," dan hingga makan malam. Hermione menambahkan di hatinya. Ia tidak ingin terdengar seperti penguntit.

" Walaupun aku tersanjung atas perhatianmu, granger, tetap saja, enyah dan urus saja dirimu sendiri," lelaki itu memutar bola matanya. " Jika kau melakukan sesuatu berkaitan dengan Harry- atau Ron, atau teman temanku lainnya, artinya ini menjadi urusanku, Malfoy," tukas Hermione.

" Oh please- dunia tidak berputar mengelilingi kalian,"

" Kalau begitu buktikan, Malfoy."

" Buktikan apa?"

Hermione kini telah berdiri dari duduknya setelah menyimpan buku kedalam tas. " Jelaskan luka di tubuhmu," hardik Hermione. Draco menatapnya tajam sejenak sebelum kembali menutup matanya dan berkata, " Enyah,"

Namun Hermione tidak menerima jawaban itu, jadi ia kembali mendesaknya, " Itu pertanyaan sederhana, Malfoy. Tidak seperti aku bertanya apakah kau sudah menjadi Death Eater seperti ayahmu,"

Lelaki itu berdiri dengan gusar dan memincingkan matanya, " Apa yang ingin kau capai, granger? Kepalamu untuk bergantung di pohon belakang?"

" Aku tidak mempercayaimu,"

" Begitu juga denganku. Namun kau tidak mendengar aku bertanya apa kegiatanmu akhir pekan, bukan?"

Hermione menggelengkan kepalanya tipis, " Kau ingin aku enyah? Jelaskan lukamu itu dan aku akan diam," ujar Hermione tidak sabar, " Jelaskan lukamu, dan dimana kau berada ketika kau menghilang setiap makan malam," kata kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa dapat Hermione hentikan. Shit.

Lelaki itu berjalan selangkah, " Kau tidak memberitahuku apa yang harus kulakukan, Granger," desisnya. " Aku tidak menerima perintah dari Mudblood sepertimu,"

Sebuah pisau kecil menyayat hatinya.

" Tentu saja. Aku tidak pernah berharap kau menepati janjimu itu," Hermione tertawa, " Brengsek, jika aku mendapati kau berencana menyakiti kami-"

" Lalu apa? " potong Draco. Ia menatap Hermione tajam. " Mudblood kotor dan menjijikan, apa yang akan kau lakukan? Aku muak dengan tingkah sok hebatmu, "

Hermione hampir menamparnya. Namun ia berusaha tetap tenang," Apakah ini yang diajarkan ibumu, malfoy? Sangat dapat diprediksi dari slytherin busuk seperti kalian,"

" Jangan-"

Sebelah jari Draco terangkat keudara, namun Hermione melanjutkan " Tentu saja mereka tidak sempat mengajarimu tata krama. Mereka terlalu sibuk menyiksa keturunan muggle dan orang orang tidak bersalah,"

Jantung si Gryffindor mencelos melihat perubahan raut wajah lelaki itu. Wajahnya putih pucat seperti baru melihat hantu.

Apakah aku menekan tombol yang benar? Mungkin jika ia cukup terpovokasi ia akan mengatakan kejujuran untuk sekali.

Hermione mengangkat sebelah alisnya menantang, " Bagaimana rasanya terus mengecewakan Kau Tau Siapa? Apakah ayahmu masih penakut dan ibumu masih-"

Punggung gadis itu menghantam pohon besar dibelakang. Kepalanya membentur dahan pohon yang keras. Lehernya ditekan pria itu dengan lengannya yang kekar. Dan kakinya tak bisa bergerak dikunci oleh si Slytherin.

" Jangan bermain main, jalang. Kau tak tau berhadapan dengan siapa,"

Dan detik itu, Hermione yakin lelaki itu akan membunuhnya. Dari matanya. Seperti seorang pembunuh.

" Lepaskan aku, sialan," Hermione meronta. Ia kesulitan bernafas dengan lengan yang menahan di lehernya. " Mengapa kau terpancing jika kau tidak melakukan sesuatu yang salah? " suaranya serak.

" Karna mulut jalangmu tidak berhenti membuatku ingin merobeknya. "

" Apakah ini yang ibumu ajarkan juga, Malfoy? Untuk menyerang perempuan?" Fvck. Pirang berengsek, aku tak bisa bernafas.

" Jangan sebut ibuku dalam mulut lumpurmu, mudblood," geram lelaki itu. Wajahnya hanya beberapa sentimeter dari Hermione dan ia bisa merasakan nafas panas dari amarahnya. " Atau kupatahkan lehermu sekarang," lengannya semakin mendesak leher Hermione. Gadis itu merasa wajahnya mulai kebas dan matanya mulai perih.

Lengannya meraih tongkat di sakunya dengan perlahan.

" Seorang anak cerminan orang tuanya, darimana kau dapatkan sikap burukmu ini? Ayahmu yang brengsek? Atau ibumu yang penakut?" Nyeri mulai menjalar ke tengkuk dan dadanya. " Stupefy..."

Lelaki itu terlempar kebelakang. Ia dengan cepat merogoh sakunya, sebelum Hermione melontarkan mantra lain. Draco berhasil menghindarinya, dan mengeluarkan tongkatnya. Mantra lain mengenai tangannya, dan tongkatnya terlempar kebelakang. Namun lelaki pirang itu menyerbu Hermione dengan cepat. Hermione tidak sempat mengucapkan mantra lagi, karna tubuhnya telah dihantam ke tanah. Tangan kakinya memberontak. Kakinya menendang nendang namun dengan cepat dikunci si slytherin. Kedua tangannya dicengkram di tanah disisi wajahnya oleh Malfoy, dan tubuhnya tertindih tubuh besar laki laki itu. Tangan kanan Hermione masih mengenggam tongkatnya sendiri, namun tak dapat bergeming di tanah.

" Terlalu lambat, Granger, terlalu lambat," suaranya terdengar rendah dan berbahaya. " Sayang sekali tak ada Potter atau Weasley disini untuk melindungimu,"

Jantung Hermione berdegup kencang. Wajahnya begitu dekat hingga ia dapat melihat refleksi dirinya sendiri di mata kelabu pemuda itu. Hermione membuka mulutnya, " Aku lambat namun tongkatmu masih terbang dari tanganmu, ular..." Hermione mengutuk dirinya sendiri karena suaranya terdengar sedikit bergetar. Kulit di lehernya terasa perih.

" Karena kau duluan menggengam tongkat, mudblood," ujarnya. Mata menyorot tajam, dan nada suaranya sedingin es, " Dan kau tidak dalam situasi untuk menantangku, granger,"

Hermione berusaha lepas dan cengkramannya, namun sia sia. Tangannya tidak bergerak sedikitpun. Seperti telah dipaku mati. Dia terlalu kuat. Terlalu-fvcking-kuat. " Lepaskan aku. Atau selanjutnya matamu yang lebam, brengsek," desisnya. Matanya tidak terlepas dari tatapan mengancam itu. Karna ia tau, siapapun yang pertama melepasnya, mereka kalah.

" Jangan membuatku tertawa, Granger. Kau bahkan tak bisa melindungi dirimu sendiri," ia mendengus tawa di sela nafasnya. " Detik ini, aku bisa melakukan apapun yang kumau padamu dan kau tidak bisa melakukan apa apa,"

Hermione menahan nafasnya. Ia mengedipkan matanya sekali sebelum pikiran jernih kembali, " Apa yang akan orangtuamu katakan, Malfoy? Apakah mereka akan bangga padamu?" cemoohnya berusaha terdengar sekasual mungkin walaupun dalam dadanya jantung hampir meledak. Draco itu menyipitkan matanya, " Apa urusan dengan mereka?"

" Kau menyentuhku seperti ini? Begitu dekat denganku? Kau yakin mereka takkan menganggap ini terlalu ' diluar batas ' seorang darah murni? " si Gryffindor berusaha memancingnya. Menanti kesempatan lelaki itu melemahkan kewaspadaanya dan menyerangnya.

" Aku bisa melakukan apapun yang aku mau, mudblood,"

" Kau yakin tentang itu? Kau yakin bisa menentang ayahmu, melawan adabmu, dan mengikuti keinginanmu yang sebenarnya?"

Hermione melihatnya. Pemuda itu berpikir seperti ada sebuah gambaran kejadian melintas di depan matanya saat itu juga. Dan tak lama ia kembali ke Hermione. " Untuk apa aku menentang ayahku? Dia mengarahkan jalan terbaik untukku,"

" Dengan merencanakan genosida terhadap para penyihir keturunan muggle?" tungkas gadis itu. " Kalian tidak seharusnya berada disini, mudblood, " Draco meludahkan kata katanya.

" Kami adalah penyihir, kami berhak berada di dunia sihir,"

" Kalian bukan penyi-"

" Kami sama penyihirnya dengan kalian. Darah murni, darah campuran, semua sama saja- "

" Tidak! Tidak sama!" Teriak Draco geram. " Darah- darah kalian-" si Slytherin terlihat jelas menggertakan giginya. Wajahnya mulai merah karena marah. " Cara kalian berpikir- cara kalian melakukan sesuatu, cara kalian memandang," tatapannya beringas, suaranya dalam.

Ya benar. Aku benar benar akan dibunuhnya disini.

Hermione menahan desakan air mata di pelupuk matanya. " Cara pandangmu salah, Draco Malfoy. Orang tuamu mengajarimu dengan salah," suaranya dibuat buat sedatar mungkin.

" Tidak..." mata si Slytherin terlihat berdebat.

" Ya. Dan kau hanya seorang anak kecil yang mendapat ajaran yang salah." Hermione memberi jeda sejenak dan pemuda itu tidak menjawab.

"Aku tak menyalahkanmu. Ayah ibumu selalu menginginkan Muggle born untuk mati. Dan pikiranmu tercuci dengan- "

" T-tidak..."

" - ajaran sesat itu. Tak apa. Kau bisa melihat dengan benar, malfoy. Jika kau berusaha membuka mat-"

" Diam!"

Pekik pemuda itu di depan wajah Hermione. Gadis itu membatu. Air mata mengenang. Namun lelaki itu tampak tidak peduli. Raut wajahnya bengis dan detik itu Hermione berharap. Please, please. Seseorang datang kesini. Kumohon.

" Kau pantas mati, kalian semua pantas mati! Ribuan tahun yang lalu, sekarang, selalu sama, kalian tidak pernah pantas berada disini! Dan jangan mulai dengan kata kata kau lebih hebat dari kami! Kalian hanya lalat kotor yang bisa kami bunuh hanya dengan satu tepukan tangan! Namun masih- masih... dulu ibuku berkata-" ia membuang mukanya kebawah dengan frustasi, " - ibuku tidak pernah berharap kalian mati. Walaupun sampah seperti kalian merusak dunia ini! Dia dulunya wanita yang sangat baik- dan naif.." matanya berkedut menatap Hermione dengan kebencian mendalam, " dan kalian merenggutnya! Fvcking mudblood jalang menjijikan! Seribu dari kalian tidak dapat menyamainya! Seribu nyawa kalian tidak cukup berharga! "

Draco selesai meneriakkan kata kata itu di wajah si gadis Gryffindor dan terengah engah. Wajahnya merah padam, berkerut, dan berang. Gadis itu hanya terdiam. Bukan karna takut.

Hermione terkesiap.

Karna ia berkata seolah olah...

" Malfoy... ibumu, ibumu sudah tiada?"

Rahang Draco mengeras. Dan beberapa detik itu mereka hanya bertatapan. Satu dalam kebencian, yang lainnya dalam kebingungan.

" A-ku..." Hermione berusaha merangkai kata kata. Tidak bermaksud untuk- " Aku tak tau,"

Ekspresi wajah lelaki itu kembali dingin. Alisnya yang semula berkerut kini datar dan rautnya tak acuh. Matanya terlihat mati. Hermione hampir takjub seseorang bisa secepat ini mengubah emosinya.

Pemuda itu melepaskan sang Gryffindor dan seketika berdiri. Ia memungut tongkatnya yang berada di tanah dan memanggil sapu terbangnya. Hermione memandangnya ketika ia hilang diantara ranting ranting di pepohonan. Ia masih tergeletak di tanah. Leher dan tangannya sakit, namun yang paling mengganggu adalah perasaan bersalah dihatinya.