Shinobi of Tempest

Bab 17 : Yuuki Kagurazaka

"Ranga, segera masuk ke bayanganku, karena jika manusia melihatmu pasti akan ada banyak keributan," ucap Rimuru.

"Dimengerti Tuanku!" seru Ranga yang langsung masuk ke dalam bayangan dari Rimuru, sementara Rimuru melanjutkan langkahnya menuju Ingrasia dengan berjalan kaki.

Di depan Gerbang masuk kota Ingrasia, terlihat penjagaannya begitu ketat. Karena Negri ini tidak begitu bersahabat dengan monster, Rimuru mengenakan topeng milik Shizu untuk menyembunyikan auranya, setelah itu berkat kartu identitas buatan Fuze, Rimuru bisa memasuki kota Ingrasia yang jalannya dilapisi batu bata.

Setelah memasuki Ingrasia, Rimuru nampak kagum dengan pemandangan kota metropolitan yang ada, "Waaaah, apa ini kaca? Wow, aku tidak menyangka di sini setiap bangunan memiliki kaca dan bahkan sangat besar, sepertinya Kerajaan ini benar-benar kaya," gumam pelan Rimuru sambil tersenyum dan terus melangkah.

"Tempat ii juga ramai, sangat berbeda dengan Kota kami yang baru dibangun. Benar-benar sebuah kota besar," pikir Rimuru yang tampaknya mengagumi infrastruktur di Ingrasia dan ingin bisa segera menirunya suatu saat nanti.

Rimuru terus melangkah hingga akhirnya ia melihat Gereja besar di hadapannya, "Gereja, ya. Lo? Kalau tidak salah, Gereja menganggap monster sebagai musuh 'kan?" batin Rimuru sambil terus menatap bangunan Gereja yang sangat megah di hadapannya. "Sebisa mungkin, aku tidak ingin berurusan dengan mereka," gumam lembut Rimuru yang melanjutkan langkahnya ke arah tujuannya.

Dan kebetulan di sebelah Gereja, ada gedung megah seperti di era modern dan bertuliskan, Markas Perserikatan Kebebasan. "Bahkan di sini, mereka menggunakan kaca, pasti Negri Ini sangat kaya," pikir Rimuru sambil berjalan mendekati pintu kacanya.

Lalu secara tiba-tiba pintu terbuka secara otomatis dengan cara bergeser, "Ua! Bahkan pintunya Otomatis!?" kaget Rimuru.

Di depan Resepsionis Rimuru berdiri menunggu keputusan.

"Saya sudah memeriksa surat identas Anda. Grandmaster bersedia menemui Anda, jadi biar saya antar," ucap gadis resepsionis sambil menunjuk ke arah pintu masuk ruangan yang cukup sempit.

Rimuru hanya diam dan mengikuti langkah sang Resepsionis dan akhirnya mereka dibawa dengan sihir teleportasi menuju ruangan lain, sampai akhirnya pintunya terbuka di ruangan yang lumayan mewah, dengan sopa, dan beberapa mainan motor-motoran serta buku tebal.

'Nah Grandmaster, orang seperti apakah dirimu itu,' batin Rimuru dengan nada serius.

Suara ketukan pintu terdengar dan akhirnya pintupun terbuka memperlihatkan seorang pemuda berambut hitam dengan kemeja putih, ia adalah Yuki Kagurazaka, orang yang Rimuru ingin temui.

"Terima kasih karena sudah menunggu! Salam kenal, saya adalah Grandmaster, Yuuki Kagurazaka," ucapnya memperkenalkan diri. Namun, tatapannya berubah ketika melihat topeng yang Rimuru kenakan.

"Salam kenal juga! Namaku, Rimuru Tempest! Aku adalah Pemimpin langsung dari Ibu kota Rimuru, di Negri para Monster pada Hutan Besar Jura," ucap Rimuru memperkenalkan diri.

"Topeng itu... Milik Shizu-sensei," tebak Yuuki pada topeng yang Rimuru kenakan.

"Benar," jawab singkat Rimuru, dan terlihat ekspresi Yuuki semakin dongkol atau marah. Hingga akhirnya, Rimuru mulai melanjutkan perkataannya, "Kau pasti sudah tahu bukan, Aku adalah monster yang bisa meniru wujud makhluk yang aku makan."

Makin memuncaklah amarah Yuuki ketika mendengar itu, "Meniru makhluk yang kau makan?" tanya Yuuki.

Seketika itu juga Rimuru membuka topeng, dan ketika Yuuki melihat wajah dibalik topeng itu, ia langsung murka dan melesat dan memberikan tendangan cepat dan kuat ke arah Rimuru.

Dan tentu saja, Rimuru bisa menahan tendangan itu dengan tendangan yang sama, lalu hasil dari enturan dua kaki itu, menciptakan sebuah ledakan kejut yang sangat kuat hingga menghempaskan semua perabotan yang ada.

"Tenanglah bocah," ucap tenang Rimuru.

"Keherrrrg!" Yuuki nampak terus menatap tajam Rimuru yang wuajhnya mengingankan dirinya dengan Shizu.

"Aku bukanlah Slime yang jahat!" ucap Rimuru lagi.

Yuuki langsung kaget dan melompat mundur ke belakang. "Kata-kata itu?"

Rimuru dengan tenang mengangkat tangannya ke udara dan menangkap topeng dari Shizu yang tadi sempat terlempar, "Aku juga menamatkan game itu, lo!" ucap Rimuru yang ingi memberitahukan dirinya pada Yuuki, kalau sebenarnya dia juga berasal dari dunia yang sama dengan Yuuki. "Kamu yang memberitahukan game itu pada Shizu, kan?"

Yuuki yang mendengar hal itu mulai tenang dan meminta penjelasan lebih lengkap, soal bagaimana topeng dan wajah Shizu bisa dimiliki oleh Rimuru, jika Rimuru bukanlah Slime yang jahat.

Sementara itu di Ibukota Rimuru.

Terlihat Naruto sedang duduk bersantai bersama Hakurou, keduanya nampak menikmai teh hijau berdua, "Naruto-sama, kalau boleh tahu, kenapa kau begitu serius menjalankan tanggung jawab ini. Padahal tertunjuknya dirimu sebagai pemimpin di siini itu dikarenakan terpaksa bukan?" tanya Hakurou agak penasaran.

Naruto hanya diam, ia kemudian melirik Kijin tua itu, "Hakurou, meskipun pada awalnya aku tidak menyukai jabatan yang diberikan padaku, bukan berarti aku harus bermain-main pada tanggung jawab ini, apalagi Rimuru mau menerima persyaratanku yang tidak masuk akal, tanda kalau dia memang sangat membutuhkanku. Aku sangat senang karena dibutuhkan oleh rang disekitarku, aku berjuang keras untuk belajar menjadi pemimpin, meskipun aku tidak punya dasar sebagai pemimpin. Aku tidak mau gagal seperti kehidupanku sebelumnya, oleh karena itu aku harus serius kali peduli seberapa sulit kedepannya, aku tidak mau kehilangan segalanya seperti sebelumnya," ucap pelan Naruto.

Hakurou mendengarkan kata-kata Naruto dengan penuh perhatian, matanya yang bijaksana menunjukkan pemahaman yang mendalam terhadap beban yang dipikul Naruto. Ia mengangguk pelan sambil menyeruput teh hijau yang ada di tangannya.

"Naruto-sama," Hakurou memulai dengan suara lembut namun tegas, "Keseriusanmu dan semangatmu untuk menjalankan tanggung jawab ini memang luar biasa. Tak banyak orang yang bisa mengubah ketidaksukaan mereka terhadap suatu posisi menjadi dorongan kuat untuk belajar dan berkembang. Namun, kau juga harus ingat untuk tidak membebani dirimu terlalu berat. Setiap pemimpin punya kelemahan, dan itu adalah hal yang wajar."

"Aku juga ingin untuk jadi lebih santai, tapi ketika teringat kegagalan masa lalu, aku jadi sulit untuk menjadi santai, apalagi kekalahan itu terjadi saat aku sudah mendapatkan bantuan terbesar, dan karena kekalahan itu, aku jadi pesimis akan kemampuanku sendiri, aku takut kegagalan itu terulang, oleh karena itu aku melatih fisikku di beberapa kesempatan dan menyuruh bunshinku untuk mengerjakan pekerjaan nonfisik atau Profesional, agar aku bisa mendapat waku leih untuk melatih fisik dan jutsu baru," ungkap Naruto.

"Kalau boleh tahu, apakah yang sebenarnya terjadi pada dirimu?" tanya Hakurou.

"Aku tidak pandai bercerita secara lisan, jadi aku akan memperlihatkannya secara langsung," ucap Naruto sambil menggunakan genjutsu miliknya pada Hakurou.

Harkurou pun melihat betapa kacau dan brutalnya peperangan di Dunia Shinobi yang Naruto alami. Dimana ketika Juubi menjadi pohon chakra, akar-akarnya bergerak mengincar manusia yang ada dan menyerap chakra mereka sampai kering. Dilanjutkan dengan perjuangan Naruto yang diselimuti chakra oranye berbentuk rubah ekor sembilan raksasa. Ada ratusan dan bahkan ribuan Shinobi tanpa nama mati dalam perang itu. Semua itu demi melindungi Naruto dariincaran dua musuh.

Hal itu tidak berakhir sampai sana, ketika musuh utama, atau Uchiha Madara bangkit. Naruto dan monster berekor lain bersatu untuk menyerang Madara. Namun, disinilah kesalahan yang Naruto sesali seumur hidup, karena ia menghadapi Madara tanpa persiapan atau informasi yang cukup. Para Biju atau monster berekor yang berhasil ia bebaskan, kembali tersegel, bahkan Biju di dalam dirinya juga ditarik keluar yang membuatnya jatih lemas dan mati, hingga akhirnya jiwanya mendengar suara dunia dan kembali hidup. Namun, saat ia bangun ia berada di desa Goblin karena diselamatkan Rimuru dan Rigurd. Di satu sisi Naruto bersyukur karena masih hidup. Namun, di sisi lain, Naruto prustasi karena tidak bisa kembali dan menyelamatkan teman-temannya.

Hakurou terdiam setelah melihat semua yang dialami Naruto melalui genjutsu. Peperangan besar yang mengorbankan ribuan nyawa, ketegangan menghadapi Juubi, serta kegagalan tragis dalam menghadapi Madara Uchiha, semuanya terpatri jelas dalam pikirannya. Naruto telah melalui penderitaan dan kekalahan yang tidak terbayangkan oleh kebanyakan orang.

Hakurou kemudian menatap Naruto dengan penuh empati. "Naruto-sama, perjuanganmu luar biasa. Tidak banyak orang yang bisa tetap berdiri setelah mengalami kekalahan seperti itu. Namun, kegagalan adalah bagian dari kehidupan. Bahkan pemimpin terkuat pun pernah jatuh. Apa yang membedakan mereka adalah bagaimana mereka bangkit setelah jatuh."

Naruto menatap Hakurou dengan mata penuh keseriusan, namun ada sedikit kelembutan di balik tatapannya yang tegar. "Aku tahu itu, Hakurou. Tapi tetap saja, kegagalan itu membekas terlalu dalam. Rasanya seperti aku mengecewakan semua orang yang telah mempercayakan nyawa mereka padaku. Aku merasa seperti... aku tidak pantas menjadi pemimpin."

Hakurou meletakkan cangkir tehnya dan menatap Naruto langsung di mata. "Naruto-sama, seorang pemimpin yang baik bukanlah seseorang yang tidak pernah gagal, melainkan seseorang yang mampu belajar dari kegagalannya dan menjadi lebih kuat. Kau telah belajar banyak dari pengalamanmu, dan itulah yang membuatmu luar biasa."

Naruto terdiam sesaat, memikirkan kata-kata Hakurou. "Aku berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, itulah sebabnya aku bekerja keras di sini. Aku tidak mau lagi kehilangan orang-orang yang penting bagiku."

Hakurou tersenyum tipis, merasa kagum dengan semangat Naruto. "Tapi jangan lupa, Naruto-sama, kau tidak sendirian di sini. Kau memiliki sekutu yang kuat. Rimuru-sama, aku, dan semua orang di Tempest ada di sini untuk mendukungmu. Kau tidak harus menanggung beban ini sendiri."

Naruto mengangguk pelan. "Ya, aku tahu. Tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa aku harus terus menjadi lebih kuat, untuk melindungi semua orang. Dan kali ini, aku akan siap menghadapi apa pun yang datang."

Hakurou memahami tekad Naruto, namun ia juga melihat kebutuhan Naruto untuk meredakan beban emosional yang dibawanya. "Ingatlah, Naruto-sama, seorang pemimpin tidak hanya memerlukan kekuatan fisik dan kemampuan bertarung. Kekuatan hati dan kemampuan untuk mempercayai orang lain juga sama pentingnya."

Naruto tersenyum sedikit. "Aku akan ingat itu, Hakurou. Terima kasih."

Hakurou kembali mengambil cangkir tehnya dan menyeruputnya. "Setiap orang memiliki jalan yang harus mereka tempuh, dan kau telah memilih jalan yang sulit. Tapi dengan ketabahan dan tekad yang kau miliki, aku yakin kau akan mencapai apa pun yang kau inginkan."

Naruto menarik napas dalam-dalam, merasa sedikit lebih ringan setelah berbicara dengan Hakurou. "Aku berharap begitu. Aku masih memiliki banyak hal untuk dipelajari di dunia ini, tapi aku akan terus maju. Untuk teman-temanku, untuk Tempest, dan untuk masa depan yang lebih baik."

Hakurou tersenyum puas, melihat Naruto sedikit lebih tenang dan lebih fokus. "Itu semangat yang bagus, Naruto-sama. Mari kita terus bekerja sama untuk mewujudkan masa depan yang kita inginkan."

Naruto mengangguk dengan penuh keyakinan. "Ya, mari kita lakukan."

Kembali ke Rimuru dan Yuuki, kali ini suasananya terlihat sangat tenang dengan Yuuki yang bersantai membaca manga, ia kemudian bertanya pada Rimuru.

"Jadi apa yang membawamu datang kemari. Apakah kau sedang mencari cara untuk pulang?" tanya Yuuki pada Rimuru.

"Nggak sih, tapi apa menurutmu kita benar-benar bisa pulang?" tanya Rimuru. Yuuki yang mendengar itu hanya diam, melihat reaksi dari Yuuki, Rimuru hanya menghela nafas, "Haaah... benar juga, kalau memang bisa pulang, kau pasti sudah melakukannya sejak dulu," gumam pelan Rimuru.

Yuuki hanya mengalihkan wajahnya, "Sebenarnya jika memang ingin mencari, mungkin caranya memang ada. Hanya saja, tentunya mencari caranya tidak mudah. Sebagai bukti sendiri, di Jepang terdapat banyak makhluk Mitologi, jadi mungkin saja jika persyaratannya terpenuhi hal itu bisa dilakukan. Namun, karena kedatanganmu bukan untuk itu, jadi ... apa yang membawamu kemari?"

"Ini... soal penyesalan dari Shizu-san, ia bilang ada anak-anak yang ia rawat sebagai murid di sini, jadi aku ingin menuntaskan keinginan Shizu-san, untuk menyelamatkan mereka," ungkap Rimuru sambil tersenyum lembut.

"Ah begitu, baiklah, biarkan aku mengantarkan Anda ke sana," ucap lembut Yuuki sambil berdiri mengulurkan.

"Tentu," ucap Rimuru yang kemudian menyanbut uluran tangan Yuuki, setelahnya ia berjalan bersama Yuuki dan disaat itu Rimuru tidak lagi mengenakan topengnya.

"Ah iya Shisou, apa kau tahu kalau Shizu-sensei, memiliki murid lain selain aku?" tanya Yuuki pada Rimuru.

"Hm... Siapa?" tanya Rimuru.

"Hinata Sakaguchi, ia adalah murid Shizu-sensei, yang paling berbakat. Bahkan dalam usia 15 tahun ia sudah bisa melampaui Shizu-sensei."

"Wah, itu sungguh pencapaian luar biasa," ucap pelan Rimuru.

"Yah, selain itu tdak seperti Shizu-sensei, yang datang kemari karena ritual pemanggilan, aku dan Hinata datang kemari karena adanya ditorsi ruang," ucap lembut Yuuki sambil memandang ke arah satu bangunan megah yang mirip Gereja. "Ah mengenai anak-anak yang diselamatkan Shizu-sensei. mereka tidak akan bertahan lama, karena manusia yang dipanggil dengan ritual biasanya tidak akan bertahan lebih dari lima tahun, ketika orang itu terpanggil di usia anak-anak," ungkap Yuuki.

"Jadi maksudmu, semua manusia yang terpanggil di dunia lain akan dibuang jika mereka anak-anak?" tanya Rimuru.

"Ya, mereka akan dianggap produk cacat dari ritual pemanggilan pahlawan, karena tubuh anak-anak mereka tidak mampu menampung Masoku yang besar di tubuh mereka.

"Sebenarnya kenapa, ritual itu dilakukan? Bukankah katanya Pemanggilan manusia dunia lain itu sudah dilarang?" tanya Rimuru

"Entahlah, sejujurnya aku juga tidak mengerti kenapa. Namun, jika dipikirkan kembali, mungkin saja mereka berharap bisa mendapatkan pahlawan dengan kekuatan besar yang bisa dikontrol dengan sihir, dari pada menghambur-hamburkan uang untuk melatih prajurit biasa hingga setara monster," tanggap Yuuki Kagurazaka sambil menatap ke arah Rimuru.

Rimuru merenung sejenak, mendengarkan penjelasan Yuuki dengan hati-hati. Ada rasa prihatin yang dalam terhadap nasib anak-anak yang dipanggil dari dunia lain dengan ritual yang begitu berbahaya. Pikirannya tertuju pada janji yang ia buat kepada Shizu, dan betapa pentingnya untuk menepati janji itu.

"Sungguh kejam," gumam Rimuru pelan, "Mereka hanya anak-anak, namun dianggap sebagai produk cacat hanya karena mereka tidak bisa menampung Masoku. Aku harus melakukan sesuatu untuk mereka."

Yuuki menatap Rimuru sejenak, tersenyum sedikit, tapi ada kesedihan di matanya. "Aku setuju. Ini adalah salah satu masalah besar yang terjadi di dunia ini. Tapi jujur saja, tidak banyak yang bisa kita lakukan. Sistemnya sudah berjalan seperti ini sejak lama."

Rimuru menggeleng pelan. "Mungkin sistem itu sudah berjalan lama, tapi bukan berarti kita tidak bisa merubahnya. Aku tidak akan membiarkan mereka mati begitu saja. Mereka punya hak untuk hidup, seperti halnya kita."

Yuuki terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Rimuru. "Jika itu yang kau inginkan, maka aku akan membantumu. Anak-anak itu sudah lama hidup di bawah pengawasanku, tapi mereka memang tidak punya banyak waktu tersisa. Masoku yang menumpuk di tubuh mereka akan segera merusak tubuh mereka."

"Aku akan mencari cara," jawab Rimuru dengan penuh tekad. "Tidak peduli seberapa sulit, aku akan menemukan solusi untuk menyelamatkan mereka."

Yuuki menatap Rimuru dengan rasa hormat yang mulai tumbuh. "Aku benar-benar berharap kau bisa menemukan solusi, Rimuru. Tapi ingat, ini tidak akan mudah. Masoku yang ada di dalam tubuh mereka tidak bisa sembarangan disembuhkan."

Rimuru mengangguk dengan tegas. "Aku mengerti, tapi aku tidak bisa tinggal diam. Kalau perlu, aku akan memanfaatkan semua kekuatanku dan sumber daya yang kumiliki."

Yuuki lalu berhenti di depan sebuah bangunan besar yang terletak tidak jauh dari markas Perserikatan Kebebasan. Bangunan itu terlihat seperti sekolah, dengan jendela besar dan suasana yang tenang di sekitarnya. "Inilah tempatnya. Anak-anak itu ada di sini."

Rimuru mengamati bangunan itu sejenak sebelum menoleh ke arah Yuuki. "Terima kasih telah membawaku ke sini. Aku akan berbicara dengan mereka dan mencari tahu lebih banyak tentang kondisi mereka."

Yuuki mengangguk. "Aku akan menunggu di sini. Jika kau butuh bantuan atau informasi lebih lanjut, jangan ragu untuk memintanya."

Rimuru tersenyum tipis, lalu melangkah menuju bangunan itu dengan hati yang penuh tekad. Ia tahu bahwa janji kepada Shizu bukanlah hal yang mudah, namun ia bersumpah akan menemukan cara untuk menyelamatkan anak-anak itu. Bagaimanapun juga, Rimuru tidak akan membiarkan mereka menderita lebih lama lagi.

"Ah iya, apa mereka akan membawa kembali anak-anak itu ke negara mereka ketika mereka tahu anak-anak itu berhasil bertahan?" tanya Rimuru.

"Pada umumnya, mereka tidak mungkin melakukan itu, karena, mereka sudah memberikannya pada kami, dan kalaupun mereka memaksakan diri, maka negara mereka akan mengalami kerugian karena ketahuan melakukan ritual pemanggian. Ah iya, karena kau datang sebaga pengganti Shizu-sensei. Maka, sebaiknya aku memberikan ini kepadamu," ucap Yuuki sambil menyerahkan kartu pengajar atas nama Rimuru.

Setelah diterima sebagai guru sementara. Rimuru pun dibawa ke bangunan dan ruang kelas di mana bocah didikan Shizu berada. Dalam perjalanan itu, ia kembali mengenakan topengnya.

Bersambung