Disclaimer! I do not own the characters, no profit is taken from this fanfic.
Now playing | Etude of Radiance — Hoshimiya Ichigo
Akari tidak jadi menutup kedua matanya setelah mendengar suara langkah kaki yang memasuki ruang tunggu dengan papan nama "Luminas: Oozora Akari, Hikami Sumire, Shinjou Hinaki". Saat orang itu mendekati ujung ruangan tempat sang gadis tiduran, telinga Akari menangkap deru napas yang sangat ia kenali. Benar saja, wajah desainernya—sekaligus kekasihnya—muncul di hadapannya, sedikit menunduk agar mata mereka bersinggungan. Merah muda bertemu biru tua, walau arah pandangnya saling terbalik.
"Sudah selesai?" tanya Tsubasa dengan suara rendah yang hampir berbisik. Tangan kanannya meraih rambut karamel idolanya lalu mengelus kepalanya secara perlahan dan berhati-hati, sementara lengan kirinya bersandar ke pegangan sofa.
"Bagianku sudah semua. Sambil menunggu Sumire-chan dan Hinaki-chan, aku ingin tidur sebentar," jawab sang gadis, lalu berusaha memejamkan matanya agar tertidur. Usapan di kepalanya membuat Akari semakin mengantuk dan ingin segera pergi ke alam mimpi.
Lelaki pemilik surai merah marun itu mengangguk sebagai respon. Namun, selagi memindai pakaian ciptaannya yang masih dikenakan sang gadis, perhatiannya terganggu oleh sebuah kain hijau yang menyelimuti kaki Akari. "Sweater siapa?"
Gadis bermarga Oozora itu membuka matanya kembali, mengikuti arah pandang Tsubasa ke sweater yang dimaksud. "Suzukawa-sensei. Tadi beliau meminjamkannya karena aku sedikit kedinginan."
Tsubasa berjalan ke daerah kaki kekasihnya sembari melepas jaket abu-abu tua yang sedari tadi dia pakai. Diambilnya sweater hijau yang membungkus kedua kaki jenjang Akari—membuat permukaan lutut ke bawah terekspos, lalu menggantinya dengan jaketnya. Sekarang kain hijau itu dilipat asal dan disampirkan di lengan kanannya.
"Lain kali, kalau kedinginan, kau bisa minta tolong padaku," titah Tsubasa kemudian, seraya merapikan posisi jaketnya agar menutup seluruh kulit kaki sang gadis dengan sempurna.
Awalnya Akari kebingungan, namun perlahan dia mengerti intensinya setelah melihat raut tidak senang yang tidak bisa disembunyikan kekasihnya. "Terima kasih, Tsubasa-san," balasnya sambil tersenyum lebar. Dalam hati, dia sedang berusaha menahan tawanya agar tidak meledak.
Satu menit kemudian, Akari bisa memejamkan matanya setelah memastikan pintu ditutup sempurna.
-o0o-
Akari menguap. Kaus krem—dilapisi jaket abu-abu tua milik sang desainer—dan celana merah muda telah menemani perjalanannya menuju area parkir. Kalau Sumire dan Hinaki tidak menyuruhnya pulang karena mereka ada pekerjaan tambahan mendadak dan hari sudah sore, mungkin saat ini dia masih tidur di ruang tunggunya bersama tangan Tsubasa yang beralih fungsi menjadi guling. Akari bisa saja meraih lengan itu untuk membantu menopang tubuhnya yang masih mengantuk, tapi dari tadi Tsubasa berjalan lebih cepat di depannya sehingga langkahnya selalu tertinggal.
Tidak tahan dengan keheningan dan kecanggungan di antara mereka, Akari berusaha memanggil-manggil nama pencipta merek Dreamy Crown itu. Sepertinya hampir lima kali nama tersebut digaungkan, tapi Tsubasa tetap diam dan tidak merespon sama sekali.
Mereka pun tiba di depan mobil hitam milik Tsubasa. Dia segera membuka kuncinya dan berlalu ke pintu pengemudi untuk menyalakan mesin.
"Tsubasa, kamu kenapa?" tanya Akari dengan nada serius. Dia sudah paham akan sikap kebungkaman kekasihnya yang muncul ketika sedang kesal.
Tsubasa masih tidak ingin menjawab. Dia malah sibuk memasukkan dua tas milik sang gadis ke jok bagian belakang.
"Kalau kamu diam saja, aku tidak akan mengerti letak kesalahanku." Akari cemberut.
Setelah urusan tas beres, Tsubasa berjalan ke sisi penumpang sehingga mereka berhadapan. Lelaki itu meloloskan tangannya ke belakang pinggang Akari, hendak membuka pintu mobil untuknya. "Kamu tidak salah."
"Terus ke—"
Akari tidak sempat menyelesaikan pertanyaannya, karena tiba-tiba tubuhnya didorong hingga terduduk di jok penumpang. Kaki mereka saling berhimpitan. Wangi manis yang khas dari parfum sang desainer menyerbu indera penciuman Akari. Ketika mendongak, dia mendapat tatapan intens dari Tsubasa yang membuat pipinya memanas. Tatapan yang selalu membuatnya jatuh—hangat dan lembut, tapi juga sedikit menuntut.
Detik berikutnya, wajah Tsubasa mendekat. Akari menutup matanya ketika benda kenyal itu mendarat sempurna di bibirnya. Padahal ini ciuman yang kesekian, tapi gadis itu masih merasakan kupu-kupu beterbangan di perutnya. Apalagi saat tangan Tsubasa meraih pipinya, menahan wajahnya agar tetap di tempat. Akari pun meletakkan tangannya di tengkuk sang kekasih dan sesekali mengelus dengan jari-jarinya yang saling bertautan.
Kecupan sang lelaki semakin sibuk dan mendominasi. Jari-jemarinya bergerak mengusap pipi dan helai-helai karamel Akari. Tsubasa menjejalkan lidahnya, menyesap bibir ranum itu terlebih dahulu sebelum menjelajahi isinya secara menyeluruh. Deru napas mereka semakin ribut—panasnya membuat Tsubasa semakin semangat memperdalam ciumannya.
Setelah berperang lidah selama kurang lebih tiga menit, Akari mendorong bahunya, memberi sinyal untuk berhenti karena kehabisan napas. Tsubasa langsung memosisikan tangan kirinya di pinggang Akari, berjaga sekiranya gadis itu akan tumbang. Sejenak dia perhatikan wajah kekasihnya—poni yang sedikit berantakan, kelopak mata yang sayu, bola mata yang tidak fokus, pipi yang memerah, dan mulut yang berusaha mencari napas tambahan.
Akari sangat cantik, dan hanya Tsubasa yang boleh melihat ekspresi itu.
Ibu jari sang lelaki mengusap bibir idolanya, menghapus jejak-jejak pergumulan mereka tadi. "If you look for another man, don't expect any more Dreamy Crown's dresses."
Akari sedikit terkejut. Selama hampir delapan bulan mereka bersama, belum pernah dia mendengar kata-kata semacam itu. Akari tersenyum kecil, lalu melingkarkan tangannya di leher Tsubasa dan memeluknya erat. Dia bisikkan kata-kata yang mungkin juga belum pernah didengar kekasihnya, tepat di sebelah telinga kirinya.
"Tenang saja, aku hanya menyukai Tsubasa, kok."
-o0o-
Johnny Beep-sensei
Johnny Beep-sensei: Bagaimana Sena Wing dan Akari-honey?
Johnny Beep-sensei: Mereka tidak tertangkap media, kan?
Me: Aman
Johnny Beep-sensei: Good job Coolkawa Teacher!
Me: Oh ya
Me: Saran saya, jangan memanggil Oozora seperti itu
Johnny Beep-sensei: Why? Kenapa?
Me: Tadi saya meminjamkan sweater ke Oozora karena dia kedinginan
Me: Belum 5 menit, Sena-kun mengembalikan sweater itu
Me: Dia bilang, "Jangan dekati kekasihku, kau lebih tua tujuh tahun darinya."
fin.
note: I also published this story on AO3 with the same title.
