Nico Robin menikmati acara ini. Duduk di atas panggung dan membagikan ilmu kepada orang orang yang sama sama haus pengetahuan seperti dirinya terasa menyenangkan. Perjalanan bersama Straw Hat Pirates memang menyenangkan dengan tingkah konyol mereka, namun terkadang Robin juga ingin berbincang mengenai sejarah dengan orang yang juga menyukai tema serupa.
Saat Hyuga Maximus tiba tiba muncul dari portal sihir di dek Thousand Sunny, Luffy cs sempat ribut mengira kakek tua itu berniat jahat ingin menculik Robin seperti CP9. Untunglah Robin mengenali kakek klimis itu sebagai tamu yang pernah mengunjungi Profesor Clover di Pulau Ohara dulu. Robin kecil pernah berbincang dengan Hyuga membahas salah satu buku yang dibacanya, membuat Hyuga terkesan dengan kecerdasan bocah itu.
Pada dasarnya, Hyuga adalah orang yang menyenangkan dan suka bercanda. Dengan mudah dia mengambil hati Luffy cs dengan humor jongkoknya yang selevel dengan mereka. Kakek itu juga memberikan tips navigasi arah angin ke Nami, membahas ramuan obat dengan Chopper, bertanding minum sake dengan Zoro (Zoro yang kalah!), berbagi resep masakan dengan Sanji (siapa sangka kakek tua itu ternyata jago masak), serta bermain alat musik bersama Brook. Semua itu dilakukannya demi mendapatkan izin mengundang Robin sebagai pembicara dalam Konferensi 5 Tahunan.
Meskipun sempat ragu, akhirnya Straw Hat Pirates mengizinkan Robin untuk ikut karena Hyuga berani menjamin keselamatannya dan mengatakan lokasi konferensi ada di menara sihir yang tidak akan terdeteksi oleh World Government. Mereka juga berangkat dari Thousand Sunny ke lokasi dengan portal sihir khusus sehingga tidak perlu mampir di pulau manapun. Para penyihir dan sejarawan tidak akan peduli bahwa Nico Robin adalah buronan. Bagi mereka, yang terpenting adalah pengetahuan yang akan dibagikan kepada mereka.
Robin tersanjung atas antusiasme para peserta menyambutnya. Meskipun pasti banyak dari mereka yang merasa asing dengan prasasti batu kuno tersebut, semuanya tampak serius mendengarkan penjelasannya mengenai Poneglyph. Tentu saja tidak semua pengetahuan mengenai Poneglyph bisa dibagikan ke umum sehingga arkeolog muda itu sudah memilah apa saja yang bisa dibagikan dalam acara dan apa yang sebaiknya disimpan untuk dirinya sendiri.
Hyuga mengambil alih pembicaraan sejenak, membahas bagaimana dia pernah belajar Poneglyph dulu saat masih muda namun tetap kesulitan memahaminya. Penyakit narsisnya kumat, kakek tua itu malah menceritakan perjalanan masa mudanya yang tidak ada hubungan dengan Poneglyph.
Robin memanfaatkan kesempatan itu untuk mengistirahatkan diri sejenak. Biar saja Hyuga membuat bosan para peserta dengan cerita pribadinya. Dia cukup mengangguk atau tersenyum tipis sebagai respon sopan atas cerita pak tua narsis itu.
Sambil mendengarkan celoteh Hyuga, Robin iseng menyapukan pandangannya memperhatikan satu persatu peserta konferensi di auditorium itu. Sekilas sebagian besar wajah yang hadir sudah berumur tua, terlihat dari rambut putih atau jenggot panjang menjuntai mereka. Hanya ada beberapa wajah yang terlihat relatif masih muda.
Pandangan mata Robin berhenti pada seorang gadis muda berambut hitam panjang yang duduk di bagian tengah auditorium. Dilihat dari tongkat yang tersandar di sampingnya, seharusnya dia adalah seorang penyihir. Hal yang menarik perhatian Robin adalah gadis penyihir berumur sekitar 20an awal itu nampak mengenakan kain hitam menutupi kedua matanya. Dia duduk lurus menghadap panggung sambil menopang dagu dengan satu tangan.
Meskipun kedua matanya tertutup, Robin bisa menilai bahwa gadis tersebut cantik dari hidung mancung dan bibir tipisnya yang berwarna merah. Karena tak bisa melihat matanya, Robin tak bisa menebak apakah dia tengah serius atau bosan mendengarkan bacotan Hyuga.
Hyuga melontarkan candaan yang disambut tawa para peserta. Robin terpana sesaat melihat gadis berpenutup mata itu tersenyum tipis oleh candaan Hyuga barusan.
"Jadi semakin cantik" batin Robin dalam hati.
"Astaga, kenapa aku malah membahas hal lain. Nona Robin malah jadi tidak kebagian bicara. Hahahaha… Maafkan aku, Nona. Silakan Nona kembali membahas Poneglyph" untunglah Hyuga sadar diri bahwa tema acara adalah membahas Poneglyph, bukan riwayat hidupnya.
"Ah tidak apa apa, Tuan Hyuga. Sedikit selingan itu bagus agar tidak merasa bosan. Sampai mana tadi? Oh iya, mengenai…." Robin kembali fokus membahas Poneglyph, membuat para peserta bernafas lega akhirnya bisa terbebas dari teror kenarsisan Hyuga.
"Nona Robin, terima kasih sudah jauh jauh datang ke sini"
"Materinya sangat menarik tadi!"
"Nona, kau mirip sekali dengan ibumu, Nico Olvia"
Acara sudah ditutup Hyuga dari tadi dan peserta dipersilakan untuk bubar. Pintu utama auditorium sudah dibuka, sebagian peserta sudah mulai berjalan pelan menaiki tangga untuk keluar dari pintu menuju aula. Namun beberapa peserta menghampiri Robin ke atas panggung untuk menyalami dan memujinya. Tentu saja wanita arkeolog itu harus berbasa basi ria dulu meladeni mereka.
Robin sedang ditahan oleh seorang wanita tua kurus tinggi yang menyatakan bahwa dirinya mengenal Profesor Clover karena profesor itu adalah sepupu dari teman tetangga kakaknya. Tidak ada reaksi yang bisa diberikan Robin selain mengangguk angguk dan tertawa kecil untuk kesopanan sambil melirik ke arah tangga mencari gadis berpenutup mata tadi.
Itu dia.
Robin melihat gadis penyihir itu tengah berjalan pelan menaiki tangga mengikuti arus kerumunan. Dari cara jalan yang santai tanpa perlu menggunakan tongkatnya sebagai penunjuk jalan, Robin berasumsi bahwa gadis itu tentu punya kelebihan meskipun indera penglihatannya tertutup. Diundang datang ke konferensi ini adalah bukti bahwa dia bukan penyihir biasa.
"Baiklah semuanya, terima kasih atas antusiasmenya. Tapi biarkan Nona Robin beristirahat dulu, kasihan dia sudah lelah dengan perjalanan jauh dan acara barusan. Kalian bisa mengajaknya ngobrol lagi nanti saat jam makan malam" Hyuga memanfaatkan tubuh besarnya untuk membuka jalan kabur bagi Robin.
Dengan cepat, dia menggiring Robin melewati kerumunan fansnya dan segera bergabung dengan kerumunan yang menaiki tangga. Wanita itu menghela nafas lega, akhirnya bebas dari kerumunan yang terlalu antusias itu.
"Mereka sangat menyukaimu, Nona! Tidak pernah aku melihat mereka seantusias ini pada konferensi sebelum ini" Hyuga tertawa senang sambil berjalan pelan menaiki tangga.
"Terima kasih atas pujiannya, Tuan Hyuga" Robin melontarkan senyuman kecil. Tentu saja ada perasaan bangga karena dirinya baru pertama kali diundang ke konferensi malah langsung diminta menjadi pembicara dan orang orang juga antusias dengan materi yang dibawakannya.
Begitu mencapai pintu kayu, arus kerumunan terpecah. Orang orang menyebar ke berbagai arah di aula. Robin melangkah mengikuti Hyuga menepi ke arah kanan pintu.
"Nona, aku harus ke toilet dan mengecek persiapan makan malam nanti. Silakan Nona cek pembagian kamar di papan sebelah kiri sana dan pergi beristirahat. Ranselmu sudah kukirimkan ke kamar. Jangan lupa turun untuk makan malam jam 7 nanti" pamit Hyuga.
"Baik, Tuan Hyuga. Sampai jumpa nanti malam" angguk Robin.
Mereka berpisah arah, Hyuga berjalan ke arah kanan dan Robin ke sebelah kiri. Di sisi kiri aula nampak kerumunan orang di depan sebuah papan besar yang seharusnya adalah papan pengumuman pembagian kamar.
Robin tengah berjalan menuju kerumunan itu ketika melihat dari kejauhan bahwa gadis penyihir barusan berdiri agak jauh bersama tongkatnya di belakang kerumunan. Wajahnya terlihat agak kesal.
Dengan cepat Robin menyadari kenapa gadis itu terlihat kesal. Akhirnya dia memutuskan untuk berbelok ke arah tempat gadis itu berdiri.
