"Hei, serius tidak ada yang mau mengajaknya bicara soal plester itu?" Roan berbisik dengan bingung.

"Kau saja yang bicara, Roan. Aku merasa tidak enak membahasnya" Yufa menjawab dengan ragu.

"Judia, apa kau saja yang bicara dengan Takius?" Roan melirik Judia yang berada di sampingnya.

"Eh, aku merasa tidak cukup akrab dengannya untuk membahas perkara plester itu" Judia menolak dengan cepat.

"Maya, kau saja bagaimana?" Roan berpaling ke Maya.

"Aduh, kenapa jadi aku?" Maya langsung protes.

"Ayolah, waktu itu kau berbincang akrab dengan Takius di Lost Forest. Lebih baik kau saja yang bicara dengannya. Masa harus menyuruh Iruga?" Roan membujuk Maya sambil melirik Iruga yang diam saja di belakang.

"Ughhh… Menyusahkan saja. Ya sudah, akan kucoba dulu. Ayo Poi Poi" Maya berdiri dan Poi Poi langsung melompat ke bahunya. Keduanya berjalan menuju Takius yang sedang duduk di batang pohon tumbang sambil membersihkan tongkatnya agak jauh dari kerumunan itu.


Seminggu yang lalu, Takius kembali ke Kota Prontera setelah acara konferensi yang dihadirinya itu. Muncul di penginapan dengan plester menempel di wajah tentu membuat teman temannya terkejut.

"Eh Takius, kenapa kau memakai plester? Apa kau terluka?" Roan bertanya dengan cemas.

"Kau terluka? Sini aku bantu untuk heal" Yufa menawarkan diri.

"Ah, tidak usah, Yufa. Hanya luka kecil saja, nanti juga sembuh sendiri" Takius langsung menolak halus.

"Apa ada masalah di acara itu sampai kau terluka?" Judia bertanya ingin tahu.

"Ada sedikit keributan sehingga banyak yang terluka parah. Karena lukaku hanya kecil saja, aku mendahulukan yang terluka parah untuk heal. Tidak apa, ini sudah diobati. Maaf, aku naik dulu ke kamarku untuk istirahat" cepat kakinya bergerak menaiki tangga menuju lantai dua untuk menghindari interogasi.

Yang lain hanya bisa menatapnya pergi dengan pandangan bertanya tanya.

Beberapa hari kemudian, Takius menghampiri Judia dan bertanya, "Judia, apa kau bisa mengecek lukaku sudah sembuh atau belum? Kelihatannya sudah sembuh saat aku mencoba menyentuhnya tadi, tapi tolong kau bantu aku mengeceknya langsung" sambil membuka setengah plesternya.

"Coba kulihat. Oh sudah sembuh, bahkan tidak ada bekasnya. Kau bisa membuka plestermu sekarang. Aku merasa aneh melihatmu memakai plester terus beberapa hari ini" Judia menjawab sambil tertawa kecil.

"Terima kasih. Tidak apa, aku masih ingin memakai plester ini" Takius menempelkan lagi plester itu sambil berlalu pergi, meninggalkan Judia yang ternganga bingung.

Selama seminggu, plester itu masih terus menempel di wajah kiri gadis penyihir itu meskipun sudah tidak terluka lagi. Tak ayal teman temannya keheranan tapi juga terlalu segan untuk bertanya.


"Yo, Takius. Boleh ikut duduk di sampingmu?" Maya menyapa dulu karena tidak tahu harus berbicara apa.

"Ya, silakan saja" Takius bergeser sedikit memberi tempat untuk Maya sambil melanjutkan kegiatannya membersihkan tongkat.

Maya duduk sambil berpikir sebaiknya memulai dari mana. Dia saling lirik dengan Poi Poi yang tentu saja tidak bisa membantu bicara apa apa dalam misi membahas plester itu.

"Ngomong ngomong, bagaimana acara konferensi kemarin? Seru tidak? Apa saja yang dibahas di sana?" Maya terpaksa memulai dengan membahas acara itu meskipun tidak berminat.

"Acaranya seru, membahas mengenai bahasa kuno yang hampir punah"

"Kemarin katamu ada insiden di acara sampai banyak yang terluka parah? Ada kejadian apa?" Maya mulai memancing.

"Ada yang bertengkar dan membuka portal monster sehingga banyak yang terluka parah diserang monster. Semoga saja tidak ada yang mati kemarin itu" Takius menjawab dengan datar.

"Wah, seram sekali. Untung kau baik baik saja, hanya terluka sedikit di wajah. Lukamu sudah sembuh kan?"

"Iya, sudah sembuh. Krim obatnya ternyata memang ampuh padahal cuma kupakai sekali saja"

"Siapa yang mengobatimu dengan krim obat ampuh itu? Mungkin bisa sekalian kubeli untuk persediaan" merchant pemuja uang itu berusaha menggali semakin dalam sekalian melihat adanya peluang usaha menarik.

Tangan Takius yang sedang membersihkan tongkatnya terhenti.

Dia hanya menjawab "Yaaahh… Seseorang yang kukenal di sana" sambil melanjutkan kembali kegiatannya.

Sekilas Maya bisa melihat Takius tersenyum tipis. Mendadak gadis berambut pirang itu merinding, ada sesuatu yang tiba tiba terlintas di benaknya.

"Eh, aku ke toilet dulu ya. Byeeee…" Maya cepat berdiri dan kabur sebelum Takius sempat menjawab.

Dia langsung menghampiri Roan, Yufa, Judia, dan Iruga yang berdiri agak jauh dan tidak bisa mendengar pembicaraan tadi. Tentu saja mereka langsung menyambut dengan penasaran.

"Bagaimana, Maya? Apa katanya?"

"Ughh… Tolong kalian jangan suruh aku lagi. Aku menanyakan siapa yang mengobatinya, dia hanya menjawab 'seseorang yang kukenal di sana' sambil tersenyum. Firasatku bilang dia menyukai siapapun orang yang sudah mengobati dan menempelkan plester itu ke wajahnya" Maya menjawab dengan lemas.

"HAAAHHH?"

Ini tentu saja hal yang mengejutkan. Takius adalah orang yang selalu tenang dan serius, dia sangat fokus pada misinya mencari kebenaran sejati. Rasanya aneh sekali membayangkan dia bisa bisanya menyukai seseorang.

"Aku penasaran, orang seperti apa yang dia sukai itu" Judia berpikir keras.

"Karena katanya itu acara Asosiasi Penyihir dan Sejarawan, mungkin seorang penyihir muda yang tangguh?" Roan membayangkan sorcerer atau warlock muda yang kuat.

"Atau mungkin selera Takius itu sejarawan berpengetahuan luas yang mengenakan kacamata?" Yufa memberikan pendapatnya.

"Apa jangan jangan seleranya justru yang jauh lebih tua? Kalian tahu sendiri bagaimana dia sangat memuja gurunya" sambar Maya, membuat teman temannya langsung merinding ngeri.

"Seperti apapun seleranya, aku yakin lelaki yang dia sukai itu adalah orang yang kuat. Takius itu tangguh, rasanya dia tidak akan tertarik kepada orang yang kekuatannya di bawah dia. Siapapun orang itu minimal pasti sekuat Takius atau lebih kuat darinya. Benar kan, Iruga?" Judia menengahi pembicaraan sambil memeluk lengan kekasihnya.

Iruga jarang sekali bicara, tapi sekali itu dia bicara dan membuat semua terhenyak dengan ucapannya "Menurutku mungkin bukan lelaki" sambil melepaskan diri dari Judia dan berjalan pergi begitu saja meninggalkan teman temannya yang tak sanggup lagi berkomentar apa apa.


Setelah sebulan, akhirnya plester itu terlepas sendiri dari wajah Takius dan hilang entah di mana saat mereka membasmi monster di hutan.

Takius tidak bicara apa apa, tapi teman temannya bisa melihat kalau dia agak sedih selama beberapa hari. Sampai akhir di Glast Heim, tidak ada seorangpun yang mengetahui siapa yang telah memberikan plester kepada gadis penyihir itu.