Dance of The Flower.
Prolog
"Anda tak bisa mengambil Arashi dariku, Yang Mulia." Ino memeluk bayi laki-laki yang digendongnya semakin erat. Dia tak ingin dipisahkan dari putra nya.
Sang raja tak memedulikan air mata parmaisurinya. "Apa kau tak dengar apa kata tabib? Ini untuk kalian berdua. Kau harus menyembuhkan dirimu dulu. Sakura akan merawat Arashi dengan baik."
Wanita berambut merah jambu dan bermata sewarna giok yang berdiri dibelakang Sasuke tersenyum manis. "Ino, Bukankah kau sudah menganggap aku sebagai saudarimu. Aku akan menjaga putramu seperti anak kandungku sendiri."
Mata Ino berkilat dengan bisa, saat ini tak sedikitpun dia mempercayai Sakura yang awalnya berkata memasuki Istana agar bisa selalu menemani Ino, tapi yang terjadi wanita itu kini mendapatkan gelar selir kehormatan dan memonopoli perhatian Sasuke.
"Bibi Yen, Bibi Lan. Ambil Pangeran Arashi dari permaisuri." Sakura memerintahkan dua pelayan tua untuk mengambil sang bayi.
"Berhenti!" Bentak Ino. "Bukankah saya seorang permaisuri? Saya tak ingin putra saya diasuh oleh selir."
"Ini perintahku Ino. Apa kau mau melawan perintah kaisar? Kau ini sakit, tak bisa mengurus anak."
"Saya tidak sakit. Saya bisa mengurus Arashi sendiri." Ino bersikukuh.
Dia mendengar orang-orang berkata dia sakit mental karena itu meski dia adalah putri perdana menteri dan telah memberikan seorang putra. Kaisar tak lagi memperhatikannya. Ino tak mengerti mengapa cinta Sasuke begitu cepat menguap. Bukankah dia sudah melakukan banyak hal untuk lelaki itu.
"Bibi Yen, Ambil pangeran Arashi dan bawa anak itu ke kediaman selir Sakura dan kalian semua, jangan biarkan siapa pun mengunjungi parmaisuri." Setelah mengucapkan titah Sasuke pergi diiringi Sakura yang bergelayut manja di lengan pria itu.
Kedua wanita tua yang berdiri di depan Ino menatap dengan simpati. "Permaisuri, tolong jangan persulit tugas kami. Yang mulia telah bertitah. Biarkan kami membawa pangeran pergi." Ucap bibi Lan, wanita paruh baya dengan perawakan pendek dan gempal.
"Kami tak berniat untuk tidak sopan kepada yang mulia permaisuri, Tapi kami juga tidak berdaya. Tubuh renya ini tak akan sanggup menanggung hukuman bila sampai yang Mulia marah."
Ino mengendurkan pegangannya pada bayi berambut hitam dan mata kelam itu. Dengan cepat bibi Yen mengambil sang pengeran dan mereka berdua pergi. Ino terduduk lemas di lantai. Menatap pintu dengan getir. Semua diambil darinya. Cintanya, Kebahagiaannya dan kini putranya. Yang tersisa hanya gelar permasuri yang tak lagi berarti apa-apa. Ino melepas gelang giok yang dihadiahkan Sasuke padanya saat pria itu masih menyandang status pangeran ke dua. Ino membanting benda itu dengan keras ke lantai, benda yang selalu dia jaga dan hargai pecah berkeping-keping dalam hati ia bertanya, apa memang benar Sasuke mencintainya? Sejak hari itu kehidupan Ino semakin suram, dia terisolasi dan nyaris seperti tiada. Sementara semua tugas kerajaan diserahkan pada Sakura.
Sasuke mengurung diri di ruang kerjanya, memikirkan bagaimana cara menyingkirkan keluarga Yamanaka yang telah mendukungnya untuk naik tahkta. Lama-lama jika dibiarkan keluarga Yamanaka bisa menjadi duri dalam daging bagi dinasti Uchiha. Yang membuatnya sakit kepala Inoichi Yamanaka , Sang perdana menteri berkali-kali meminta untuk menemui putrinya. Ia tak bisa terus menerus menggunakan alasan permaisuri sedang sakit berat untuk mengurung wanita itu. Lama-lama Inoichi juga bisa curiga.
Pintu ruang kerja Sasuke terbuka. Sakura datang bersama pelayan membawa satu poci teh.
"Yang mulia, anda bekerja terlalu keras."
Sasuke memijat dahinya, matanya memang sudah merasa lelah membaca gulungan-gulungan kertas yang tertumpuk di mejanya. "Aku mengkhawatirkan sesuatu."
"Keluarga Yamanaka?" tanya Sakura yang bergerak ke belakang kursi untuk memijat pundak sang kaisar.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Saya tidak buta dengan apa yang terjadi di pemerintahan. Inoichi Yamanaka mempertanyakan sikap anda pada putrinya."
"Keluarga Yamanaka menjadi terlalu kuat."
"Singkirkan saja mereka." Ucap Sakura dengan santai.
"Kau menginginkan posisi parmaisuri ya?"
"Sasuke, kau kan tahu dari awal posisi itu hanya untukku." Sakura merajuk.
Sasuke meraih wanita itu dan membuat sang selir duduk di pangkuannya. "Hm..benar, hanya engkau permaisuriku."
.
.
Ino memetik dawai siternya memainkan nada-nada sendu. Di luar sana salju turun dengan lebat. Meski berada di istana utama, semua orang mengabaikannya. Bahkan pelayan istana pun tak berani mengajaknya berbicara karena takut dengan kaisar. Dekat dengan permaisuri yang jatuh tak ada gunanya. Hari-hari nya yang sepi hanya ada Shion, pelayannya yang setia. Ino mengkhawatirkan Arashi, apa bayi kecil itu berpakaian cukup hangat? Ia tak melihat anaknya sejak musim gugur.
Denting-denting dawai seakan menyuarakan hati sang permaisuri yang pilu. Belakangan ini Ino tak lagi mengenakan pakian indah berwarna cerah. Ia membungkus tubuhnya dengan warna gelap dan membiarkan rambutnya tergerai begitu saja tanpa hiasan apa-apa. Selama ini Ino tak berdiam diri dikurung dalam istana, ia telah berupaya menyogok kasim dan pelayan untuk membawa berita pada ayahnya di kediaman Yamanaka, tapi ia tak mendengar balasan. Mungkin Sasuke menggagalkan usahanya. Di istana ini ia tak punya sekutu. Ketidaksukaan Sasuke padanya telah tersebar kemana-mana sehingga banyak pihak menarik dukungan dari keluarga Yamanaka. Demi Tuhan, Dulu Sasuke lah yang mengemis-ngemis datang padanya dan ayahnya meminta dukungan sekarang mendadak dia lupa semuanya.
Ino memainkan musiknya dengan syahdu, mendadak sebuah dawai terputus. Shion tampak berlari dengan tergopoh-gopoh melintasi kebun. "Yang Mulia..Yang mulia permaisuri berita buruk yang mulia." Gadis yang juga berambut pirang itu terengah, kata-kata yang dia ucapkan terdengar tak jelas.
"Shion, Tenangkan dirimu." Ucap Ibo pada dayang yang wajahnya pucat pasi. "Apa yang terjadi?"
"Kaisar menghukum ayah anda? Tuan besar akan dipancung."
Ino langsung berdiri. "Di mana Yang Mulia sekarang?"
"Aula Kebesaran."
Tanpa memedulikan penampilannya yang tak pantas dan pakaiannya yang tak cukup untuk menghalau dinginnya udara di luar Ino bergegas pergi begitu saja. Dua prajurit penjaga mencegat kepergiannya di pintu keluar.
"Perintah Kaisar, Anda tidak boleh meninggalkan tempat ini."
"Apa yang akan kalian lakukan bila aku pergi? Kalian tentu tahu hukum mati bagi pria menyentuh wanita anggota kerajaan."
Kedua prajurit itu terdiam. Memang Kaisar hanya memerintahkan mereka untuk berjaga dan mereka juga tak berani berbuat kasar pada parmaisuri. Meski tak lagi menjadi wanita favorit Kaisar, Yamanaka Ino tetap wanita pertama Negeri ini. Ino menyingkirkan tombak yang menghalangi jalannya. Melintasi salju yang turun dengan lebat. Ino menerobos aula kebesaran begitu saja.
Sasuke duduk di singasana, berhadapan dengan para pejabat kekaisaran. Ino yang panik dan marah menyeret langkahnya untuk menghadapi pria itu, ia mengangkat dagunya. Berjalan perlahan dengan wibawa seorang permaisuri. Meski sekarang ia hanya mengenakan pakaian sederhana berbahan sutra sewarna gading dan wajah tanpa polesan. Ino tetap terlihat agung.
"Yang Mulia, Apa benar anda akan menghukum perdana menteri?" Ino mengabaikan tata krama dengan tidak memberi salam pada Kaisar.
Semua mata menoleh pada Ino, di antara sekelompok pejabat itu dia melihat wajah familiar paman Shikaku dan Chouza yang terlihat muram.
"Permaisuri, Kau berbuat lancang memasuki Aula Kebesaran dengan penampilan seperti itu. Apa kau tak menghormati aku dan para pejabat yang berada di sini?"
Ino bersujud di hadaoan suaminya."Maafkan Hamba, Yang Mulia. Kepanikan membuat hamba datang kemari dengan tergesa-gesa. Apakah rumor yang saya dengar benar adanya?"
Danzo Shimura, Penasihat Kaisar maju dan memberi hormat pada Ino. " Yang mulia permaisuri, Perdana Menteri terbukti bersalah melakukan percobaan pembunuhan pada kaisar dan memberontak."
"Itu tidak benar!" teriak Ino. "Ayahku tak akan berbuat seperti itu. Dia selalu meletakkan kepentingan negara ini di atas segalanya."
"Tapi, Kami punya bukti. Pembunuh yang dikirimkan perdana menteri telah mengaku."
Ino mengalihkan tatapnya pada Shikaku Nara. "Paman Shikaku anda bersahabat dengan ayahku. Anda tahu ayah seperti apa, tak mungkom dia mengkhianati Kaisar."
Sebagai seorang yang cerdas Shikaku Nara tahu ini hanyalah plot untuk mengenyahkan keluarga Yamanaka. Dia sendiri tak berani menentang kaisar sebab kemungkinan bila ia membela Inoichi makan keluarga Nara juga akan dihabisi. "Maafkan saya yang mulia, Bukti yang ada tak bisa dipatahkan kebenarannya."
"Ino, Kau sebagai permaisuri dan sebagai istriku seharusnya merasa malu. Tidak mengetahui suamimu terluka dan diserang asasin atau jangan-jangan kau juga mengharapkan aku mati?"
"Bagaimana hamba tahu kalau anda terluka bila anda mengurung hamba dalam istana."
"Diam!" Teriak Sasuke. "Kau dan keluargamu sudah jelas merencanakan ini semua. Jika aku mati maka Arashi yang masih bayi akan menjadi raja. Dengan menyingkirkanku kau dan klan Yamanaka akan mengusai kerajaan ini."
"Tuduhan ini tidak benar."
"Yamanaka Ino, Mulai hari ini gelarmu sebagai permaisuri akan dicabut dan kau dipindahkan ke istana dingin. Bersyukurlah karena kau ibu dari anakku, aku tidak memengalmu bersama ayah dan anggota keluargamu yang lain. Pengawal bawa wanita ini keluar."
Istana dingin, sesuai namanya merupakan paviliun paling sederhana yang terletak di kompleks istana. Begitu terpencil dan suram. Ino menghabiskan harinya dengan termenung. Rambut pirang wanita itu menjadi putih dan tubuhnya mengurus. Dia hanya memiliki Shio. Ino sudah menyuruh pelayan itu pergi tapi Shion dengan keras kepala ingin menemaninya.
"Sebentar lagi tahun baru." Ucap Shion menata sedikit bunga yang ia temukan untuk Nyonya-nya.
"Tak ada bedanya bagiku, Arashi mungkin sudah tak mengingatku lagi. Shion, Aku tak berdaya. Apalah arti hidup seperti ini."
"Jangan menyerah, Yang Mulia. Suatu hari kesempatan itu akan tiba."
Ino menarik nafas. "Aku telah membuat pilihan yang salah."
"Yang Mulia tiba." Terdengar teriakan kasim dari luar.
Shion buru-buru keluar menyambut Kaisar, berharap kemunculan beliau membawa kabar baik untuk Nona-nya.
Ino tetap duduk di bangku. Tak beranjak dan membungkuk meski Sasuke juga berada di ruangan itu.
"Maaf, Hamba terlalu lemah untuk bisa memberi salam."
"Kau terlihat buruk."
"Apa yang anda harapkan dari wanita yang tak lagi memiliki apa-apa, Mengapa anda datang ke mari?"
"Aku memberitahukan kabar gembira."
Seorang kasim meletakkan nampan si atas meja. Berisikan poci dan cawam porselain.
"Hari ini Sakura resmi menjadi parmaisuri dan Arashi akan menjadi putranya."
Ino tertawa getir. "Inikah balasanmu padaku setelah semua yang aku lakukan? Aku merayu ayah yang selalu bersikap netral dan tidak ikut campur dalam urusan pemilihan putra mahkota dan aku membantumu dengan membunuh Itachi. Sekarang aku sadar kau tak pernah mencintaiku." Ino tak menangis. Ia hanya merasakan pahit dan sakit hati menyadari dia tak lebih dari pion politik Sasuke.
"Hm… Aku telah membuatmu menjadi permaisuri selama beberapa tahun. Apa itu tak cukup?"
"Aku menyesal, sangat menyesal dan aku tak ingin membayangkan nasib anakku bila Sakura memiliki anaknya sendiri. Seharusnya aku tak pernah melahirkan anak itu."
"Kau tak akan tahu tentang masa depan." Dengan santai ia menuangkan minuman untuk Ino
"Tentu, Aku bersulang untukmu." Tatapan Ino penuh kebencian. Ia meneguk isi cawan yang dia tahu akan membunuhnya. Ino terhuyung dan memuntahkan darah. Ajalnya akan tiba, tapi ia tak rela melepas Sasuke begitu saja. Ia ingin pria itu menderita. Andai saja dia punya satu kesempatan lagi. Ia tak akan membuat kesalahan dengan mencintai Sasuke Uchiha.
