Dance of The Flowers
Chapter 1
"Nona..Nona besar. Bangunlah."
Mata Ino berkedip. Dia sepertinya mendengar suara Shion. Bukankah dia sudah mati. Mengapa harus bangun lagi?
"Nona, Tuan besar Nanti akan marah jika anda terlambat ke perjamuan." Shion menarik-narik lengan baju Nona muda nya. "Ayolah Nona, Apa anda mau jadi anak durhaka?"
Merasa tubuhnya diguncang-guncang Ino pun membuka mata hanya untuk melihat ekspresi Shion yang khawatir.
"Shion," Ino menggengam tangan pelayannya "Bukankah aku sudah menyuruhmu pergi?, tinggalkan istana segera tak perlu melayaniku lagi."
"Nona apa anda sedang ngelindur? Ini sudah siang Nona! Tuan besar mencari anda."
Ino memperhatikan sekelilingnya, ini bukan istana dingin. Harusnya dia mati karena racun yang Sasuke berikan padanya, tapi mengapa dia terbangun di rumahnya sendiri. Tak salah lagi ini kediaman Yamanaka. "Shion tanggal berapa sekarang?"
"Hah…ini Tanggal ke empat belas, bulan ke enam tahun naga. Masa anda lupa. Ini hari yang sangat penting."
Ino mencengkram selimutnya. Sepertinya dia kembali ke masa lalu. Rasanya ia tak percaya Tuhan memberikannya kesempatan ke dua. Kali ini dia akan membalas perlakuan Sasuke dan Sakura. Dia tak akan membiarkan dirinya dipermainkan lagi.
"Nona, Mau melamun sampai kapan. Apa anda lupa hari ini ulang tahun Tuan besar? Sebentar lagi para tamu berdatangan untuk memberikan selamat " Ujar Shion sambil berusaha menarik selimut Ino.
Ino mendudukkan tubuhnya, dalam ingatannya hari ini adalah hari pertama dia berjumpa dengan lelaki itu. Hari dimana dia memulai membuat pilihan-pilihan buruk yang membawa keluarganya menuju malapetaka.
"Siapkan air mandi dan pakaianku yang paling indah." Kali ini ia bertekad tak akan terbuai lagi oleh sekedar wajah tampan yang menawarkan simpati. Meski tubuhnya berusia tujuh belas tahun, jiwanya tetap seorang wanita yang hidupnya berakhir dengan tragis.
Dalam waktu kurang dari satu setengah jam, Shion telah membuat nonanya bertransformasi bak seorang dewi. Sutra ungu berbordir merak emas dan emerlad membungkus tubuhnya. Rambut panjangnya separuh tergelung di atas kepala dengan jalinan rumit dihiasi bunga peony berwarna pink dan hiasan rambut dari giok hijau. Shion mengambar tiga kelopak lotus dengan pewarna merah di antara alis Ino yang melengkung Indah.
"Sudah selesai, Nona."
Ino cukup puas melihat bayangannya di cermin. "Shion, ambilkan kotak kayu yang ada di meja."
Ino mempersiapkan hadiah ini sendiri untuk sang ayah. Sebuah saputangan yang ia sulam sendiri dengan kata keselamatan dan kejayaan. Sebuah doa yang selalu dia panjatkan bagi ayahnya.
Ino berjalan menuju ruang utama, dari ruangan itu telah terdengar riuhnya percakapan.
"Nona Ino Yamanaka telah tiba." Seorang pelayan laki-laki mengumumkan kedatangannya.
Ruangan itu mendadak sepi, semua mata menatap pada Ino dengan rasa ingin tahu. Bukan rahasia Perdana Menteri memiliki seorang putri yang sangat dia sayangi, tapi tak seorang pun pernah melihat wajahnya. Ino tak pernah dibawa ke acara sosial atau diperkenalkan ke publik. Ino adalah seorang gadis pingitan yang bila menginjakkan kakinya di luar pagar selalu mengenakkan cadar, Meski begitu sang ayah tak mengabaikan pendidikan putrinya. Ino memiliki banyak guru. Tak hanya belajar tentang musik dan sastra Ino juga dibekali ilmu tentang pemerintahaan dan mampu membuat laporan keuangan, karena ayahnya tak memiliki istri, Ino pun berperan sebagai nyonya rumah. Dari usia empat belas tahun Ino telah mengurusi kediaman keluarga Yamanaka.
"Selamat ulang tahun ayah, semoga panjang umur dan sehat selalu." Ino membungkuk memberi hormat.
"Berdirilah putriku. Apa yang kau bawa."
"Ini hadiah dariku, Mungkin tak begitu berharga dibandingkan hadiah pemberian tamu-tamu yang berada di sini."
Inoichi membuka kotak dan mengambil saputangan sutra yang tersulam dengan benang perak.
"Apapun hadiah yang kau berikan pada ayah, akan menjadi benda paling berharga bagiku."
Itachi yang memperhatikan Ino dari tadi berdehem.
"Salam putra mahkota." Ino menekuk kakinya memberi hormat. Ini kali pertama mereka saling bertemu, Ino melirik meja-meja yang lain tapi tak menemukan Sasuke. Aneh, dia tentu tidak lupa yang datang ke rumahnya dikehidupan sebelumnya adalah Sasuke bukan kakaknya. Apa masa lalu berubah karena ia lahir kembali, tapi Ino bersyukur tidak begitu saja bertemu pembunuhnya sebab Ia masih belum yakin bisa mengontrol emosinya.
"Perdana Menteri, Mengapa aku baru tahu kau memiliki putri yang sangat cantik?"
"Putra Mahkota, Saya tak bermaksud menyembunyikan putri saya, tapi Ino dari lahir memiliki tubuh yang lemah dan sakit-sakitan. Jadi dia jarang pergi ke luar." Ujar Inoichi memberi alasan, padahal sebenarnya Inoichi meminggit Ino bukan karena badannya lemah, lebih karena Inoichi tak mau pusing menerima pinangan dari keluarga bangsawan lainnya, atau bahkan membiarkan Ino masuk istana. Ia tak ingin putrinya menarik perhatian para pangeran. Jika keluarga lain berlomba-lomba mencoba membuat putri mereka masuk menjadi selir atau bahkan putri. Inoichi berpikir sebaliknya. Ia lebih mengutamakan kebahagiaan putrinya ketimbang membesarkan nama klan Yamanaka. Sebab dia tahu intrik dalam istana hanya akan membuat putrinya menderita. Ia sebagai ayah tak perlu kejayaan. Ia hanya ingin putrinya bahagia.
"Benarkah? Putrimu tampak sehat-sehat saja." Itachi memicingkan mata untuk melihat Ino lebih detail lagi. Pipi gadis itu berwarna pink, matanya bersinar, terlihat enerjik. Sama sekali tak seperti gadis sakit-sakitan yang kerap harus meringkuk di tempat tidur.
Ino menarik sapu tangan dari lengan bajunya untuk menutupi mulut dan mulai terbatuk-batuk. Shion yang berdiri tak jauh dari pintu buru-buru masuk.
"Maaf pangeran, Maaf ayah. Sepertinya saya harus mohon diri."
"Beristirahatlah Ino, Aku harap kau akan lebih sehat untuk menemani ayahmu makan malam nanti."
"Permisi." Ino berpura-pura lemah dan membiarkan Shion memapahnya.
Ino memang ingin menjauh dari keramaian itu. Dia mual melihat wajah-wajah orang yang ayahnya anggap sebagai teman, tapi tak berusaha membela ayahnya disaat kaisar murka dan menyelewengken kekuasaannya. Seseorang harus memiliki sikap bijak dan adil ketika memegang kekuasaan absolut. Baru sekarang Ino sadar Sasuke tak memiliki semua itu. Apa Itachi memiliki kebijaksanaan yang cukup sebagai kaisar? Ino tak pernah tahu. Ia tak cukup akrab dengan Itachi, tapi ia dulu ia menjalin persahabatan dengan sang Istri Izumi Uchiha. Memperdaya wanita malang itu untuk meracuni suaminya dan pada akhirnya Izumi juga bunuh diri. Apa dia merasa bersalah? Tentu saja.
Sekarang Ino berpikir ia tak berhak mengambil nyawa mereka, tapi dia yang waktu itu merasa tengah menegakkan keadilan. Semua orang disekitarnya berbisik memberikan ide bahwa putra mahkota adalah penjahat yang membunuh ayahnya sendiri untuk naik tahkta dan juga hendak membunuh Sasuke adiknya yang selama ini loyal. Ino hanya ingin melindungi Sasuke. Sebelumnya ia percaya pada Sasuke dan orang-orangnya. Ia tak ingin membuka mata untuk melihat sisi lainnya atau mendengarkan hal yang tak ingin dia dengar. Cintanya pada Sasuke membuatnya menjadi sosok yang tak acuh dan subjektif.
Saat ini Ino meragukan kembali kebenaran cerita itu. Bukti bisa saja dibuat-buat dan fakta bisa diputarbalikkan. Untuk menjatuhkan Sasuke Ino harus bisa melindungi Itachi. Yang tak pernah Ino mengerti mengapa dari semua tuduhan yang diarahkan pada Itachi. Dia tak pernah berusaha membela diri, pria itu selalu diam tidak menolak, tidak mengiyakan. Membuat publik berasumsi bahwa rumor yang beredar benar adanya. Apa dia tak sadar jika adiknya adalah antagonis sebenarnya?
Dari kebun tempat Ino berdiri, Ia melihat seekor kuda memasuki gerbang kediamannya, tubuh nya membeku darahnya berdesir oleh sejuta dendam. Ino tak boleh bertemu dengannya sekarang.
"Shion, Aku kembali ke kamar. Bawakan teh-nya ke sana." Ino memutar punggungnya dan melangkah menjauh. Berharap masa lalu tak mengejarnya.
Ia hendak meraih bunga osmanthus yang bermekaran, tapi tangannya tak sampai. Mendadak saja dari belakang seseorang mengambilkannya.
Pemuda berambut hitam itu menyodorkan dahan yang dipenuhi bunga berwarna kekuningan.
"Ini untukmu Nona, tapi lilac ungu lebih sesuai untukmu."
Ino menerima bunga itu dengan hati berdegup.
"Terima Kasih."
"Lain waktu aku akan mengambilkan lebih dari sekedar bunga untukmu."
Ino berhenti sejenak untuk menatap pohon osmanthus yang sedang lebat berbunga. Semua berawal dari sini.
Bodoh!
Ino melanjutkan langkah, Mungkin waktu itu dia terlalu naif mudah percaya dan mudah jatuh cinta, tapi penderitaannya di kehidupan lalu membuat Ino menjadi lebih tegar. Untuk melindungi keleuarganya Ino harus menggalang kekuatan.
Saat ini posisi bangsawan diam-diam terbelah. Satu faksi pendukung putra Mahkota Itachi yang merupakan putra permaisuri. Satu lagi Sasuke. Meski hanya putra dari selir kaisar. Ibu Sasuke berasal dari keluarga jenderal yang berpengaruh dan memiliki seratus ribu pasukuan. Jadi Sasuke memiliki pendukung yang cukup kuat.
Lalu ada keluarga Yamanaka yang tidak berpihak hanya mengikuti arus dan setia pada tahkta negara ini, siapa pun yang menjadi kaisar Inoichi tak peduli. Ia akan melayani orang yang duduk di singgasana. Lalu ada satu keluarga lagi yang absen dari politik. Klan Sabaku. Mereka penjaga perbatasan, memiliki kekuatan militer yang tak diketahui. Sebab tugas mereka menghalau invasi dari kerajaan lain nya. Bila Ino bisa menjalin hubungan dengan klan Sabaku dia akan memiliki dukungan militer yang kuat. Yamanaka memiliki uang dan kekayaan, Sabaku memiliki kekuatan militer. Itu sebuah kombinasi yang menjamin kesuksesan, tapi Ino tak yakin mereka akan mau membantunya begitu saja. Pemimpin keluarga itu Jendral Gaara, tak pernah mau ikut campur hal yang tak menganggu wilayahnya. Apalagi urusan politik ibu kota.
Ino menutup pintu kamar. Pertemuan pertamanya dengan Sasuke terhindarkan, tapi ia tak akan bisa menghindar lebih lama.
.
.
"Putriku mengapa kau merenung begitu?" Inoichi menghampiri anaknya yang tampak manatap jauh.
"Ayah, Kau tahu aku menyukai tanaman. Aku ingin belajar tentang pengobatan."
"Apa kau ingin menjadi tabib Ino?"
Gadis pirang itu menggeleng, "Tidak, cita-citaku tak seluhur itu. Aku hanya ingin bisa menjaga ayah. Aku dengar di gunung selatan ada seorang tabib wanita yang terkenal. Aku ingin belajar padanya. Apa ayah akan mengizinkan?"
"Aku tak ingin kau pergi jauh, tapi bila tabib itu mau pindah ke Ibu kota aku akan mengizinkanmu."
"Terima kasih ayah, tapi izinkan aku berpergian ke sana untuk meyakinkan tabib itu sendiri agar mau menerimaku sebagai murid."
"Permintaanmu sulit aku kabulkan." Inoichi menggeleng.
"Ayah, aku tak akan pergi sendiri. Aku mohon padamu."
"Kau bisa belajar dari guru yang lain. Banyak tabib hebat di Ibu kota. Siapa yang akan menjamin keselamatanmu di luar sana."
Ino berlutut di depan sang ayah. "Ayah, Burung yang terbang bebas jauh lebih kuat daripada yang kau pelihara di sangkar. Tolong biarkan putrimu ini melangkah ke luar dan melihat kenyataan. Aku tahu ayah mencintaiku dan takut hal buruk terjadi padaku, tapi aku bukan lagi gadis kecil sakit-sakitan yang harus kau lindungi. Aku Yamanaka Ino, Satu-satunya penerus klan Yamanaka. Aku ingin menjadi wanita yang berguna ayah. Tolong pahami keinginanku."
"Kau sudah belajar banyak dan kau tak kekurangan apa pun putriku. Aku yakin tak ada gadis di Ibu kota yang bisa menyaingi keterampilanmu."
"Ayah, Aku tak punya kemampuan untuk melindungi diriku. Aku tak ingin terus menerus mengandalkan orang lain untuk menjaga keselamatanku. Tubuhku terlalu lemah untuk memegang pedang, jadi aku berharap untuk bisa membuat racun."
Inoichi menggebrak meja. "Racun? Apa yang kau pikirkan Ino? Apa yang membuatmu merasa terancam hingga perlu belajar meramu racun."
"Pikirkan ayah, Berapa musuh yang kau punya di kalangan pejabat? Berapa banyak orang yang iri pada kita. Seandainya aku diminta memasuki istana apa ayah pikir putrimu ini akan selamat?"
"Mengapa kau berpikir akan masuk istana?"
"Ayah, Klan Yamanaka adalah keluarga terpengaruh nomor dua setelah kaisar. Kau seorang perdana mentri yang hanya memiliki seorang putri. Orang awam pun bisa berpikir menikahkanku dengan salah seorang pangeran merupakan tindakan yang tepat. Kaisar pun mungkin akan berpikir begitu. Dengan ikatan pernikahan kau tak akan punya pilihan selain klan tunduk pada Uchiha."
"Kaisar tak perlu melakukan itu, Aku selalu setia pada kerajaan."
"…tapi kaisar tak yakin dengan kesetiaanmu ayah. Memiliki putrimu di istana tentunya akan menjadi jaminan yang lebih aman."
"Kau berpikir terlalu jauh, hal seperti itu tak akan pernah terjadi. Sebelum kau diminta masuk istana aku akan menikahkanmu dengan orang lain."
"Apa ayah akan memaksaku menikah dengan orang yang tak aku cintai hanya untuk menghindari aku masuk istana?"
"Dua-duanya pilihan buruk. setidaknya jika kau menikah dengan keluarga lain kau tak akan terseret permainan politik." Inoichi mengakui.
"...tapi ayah akan dianggap menentang kaisar."
Inoichi terdiam, putrinya benar. Meski dia merancang perjodohan dengan keluarga lain. Bila kaisar memang menginginkan Ino dia harus menyerahkan putrinya.
Tak lama setelahnya Inoichi bertatap muka dengan Kaisar Fugaku.
"Aku mendengar dari Itachi kau memiliki putri yang sangat cantik."
Inoichi langsung merasa tak enak, pertama kalinya kaisar membahas soal putrinya. "Putra mahkota melebih-lebihkan, putri saya biasa saja."
Kaisar memincingkan mata, "Apa kau baru saja meragukan penilaian putra mahkota?"
"Hamba tidak berani."
"Hm…Aku juga dengar putrimu belum dijodohkan."
"Hamba merasa putri hamba masih terlalu muda untuk mengarungi rumah tangga. Dia baru berusia tujuh belas tahun." Wajah Inoichi pucat pasi. Mengapa hal yang ia bicarakan dengan Ino malah terjadi? Apa Putra mahkota tertarik pada Ino? Mereka hanya sempat bertukar salam.
"Kalau begitu biarkan aku yang mengatur perjodohannya. Sebagai wanita dari klan Yamanaka putrimu pantas mendapatkan suami dari keluarga terhormat dan keluarga yang posisinya lebih tinggi dari Yamanaka di negara ini hanyalah klan Uchiha. Aku punya dua putra, Satu akan segera menggantikan aku menjadi kaisar, yang satu lagi kesatria tangguh di medan perang. Selama ini Keluargamu dari setiap generasi selalu melayani kami. Akan lebih baik bila kita jadi keluarga."
"Bila Yang Mulia sudah berkeinginan demikian, hamba tak bisa menolak. Terima kasih sudah memikirkan putri hamba."
"Tak masalah Inoichi. Aku berjanji putrimu akan jadi wanita paling disayangi di istana."
Inoichi sakit kepala. Jika putrinya dipasangkan dengan pangeran kedua maka Ino akan bergelar putri dan bila Ino harus menikah dengan putra mahkota. Ino hanya akan menjadi selir sebab putra mahkota telah menikah dengan Izumi Uchiha. Sepupunya sendiri. Menikahi pangeran Sasuke sepertinya pilihan yang paling baik. Inoichi berdoa semoga Kaisar berubah pikiran tentang perjodohan ini. Masih ada waktu tiga tahun bagi Ino untuk mempersiapkan diri.
.
.
Di rumah besar keluarga Yamanaka Ino duduk menghadap kolam lotus sambil memainkan Zither-nya. Dawai-dawai bergetar beriringan dengan tarian pohon willow di tepian air.
Ia harus membujuk ayahnya lagi. Bagaimana pun juga ia harus menjadi murid Tsunade senju. Satu-satunya anggota klan senju yang tersisa. Wanita itu juga memendam dendam pada Uchiha. Di kehidupan sebelumnya Tsunade yang selama ini merahasiakan identitasnya terbunuh ketika dia mencoba membunuh Kaisar Fugaku. Ino tak pernah bertemu dengan dia yang diberi julukan dewi tabib, tapi ia pernah bertemu dengan Shizune. Muridnya. Dari Shizune dia tahu tak hanya pandai mengobati, Tsunade senju juga ahli mengunakan dan meracik racun. Ino membutuhkan sekutu. Semakin banyak orang-orang yang dia bisa ajak bekerja sama semakin mudah pekerjaan.
Terserap dalam musik dan pemikirannya . Ino tak menyadari seseorang telah bersandar di pilar. Saat Ino selesai memainkan nada terakhirnya dia mendengarkan tepuk tanggan. Ino menolehkan kepala dan melihat putra mahkota di sana.
"Apa yang membawa anda kemari pangeran?"
Itachi melangkah mendekat dan duduk di salah satu kursi kosong.
"Aku mencari perdana mentri, tapi aku malah menemukan dirimu."
"Ayah sedang tak ada di rumah, Apa anda mau minum teh pangeran?" Ino menuangkan teh ke dalam cangkir porselain.
"Nona Yamanaka, Musikmu sangat menyentuh, Nada-nada yang kau mainkan syarat dengan kesedihan dan membuatku penasaran. Penderitaan apa yang terjadi padamu untuk memahami emosi yang seperti itu?"
Ino menyunggingkan senyum. Membalas pertanyaan Itachi dengan diplomatik. " Kesedihan terjadi pada siapa saja pangeran. Seseorang Tak perlu jatuh cinta untuk bisa mendendangkan sebuah balada begitu juga memainkan irama kesedihan."
"Kau memang benar. Kata-kata cukup untuk membuat kita mengerti, tapi untuk bisa menghayati dan memaknainya seseorang membutuhkan pengalaman. Kau tahu Nona Yamanaka, aku bahkan bisa melihat kesedihan itu dimata mu."
"Mungkin anda hanya melihat ilusi saja. Bagaimana mungkin putri seorang perdana mentri mengenal penderitaan."
"Manusia terlahir membawa beban karma, Budha berkata tak ada mahluk yang luput dari derita."
"Maaf saya lancang bertanya, Apa terkadang merasa terbebani?"
Itachi meminum teh nya dan kembali meletakkan cangkir di meja. Sekumpulan burung walet yang terbang menyita perhatiannya. "Bukankan burung-burung itu terlihat begitu bebas? terkadang aku iri melihatnya."
"Meski terlihat bebas, Mereka tetap harus tunduk pada aturan alam. Begitu pula kita. Memimpikan untuk terbang sebagai burung hanya akan meninggalkan kekecewaan."
"Kau gadis yang cukup bijak. Kaisar telah memutuskan masa depanmu. Mungkin perdana mentri belum memberitahu."
"Apa pun titah kaisar, sebagai Nona keluarga ini saya akan menjalaninya." Ino sudah tahu Kaisar akan menikahkannya dengan Sasuke sepertinya takdirnya yang harus bersilang dengan pria itu tak bisa dirubah, tapi dia masih bisa mengubah jalan cerita.
"Apakah kau mau berkunjung ke istana? Istriku tampak kesepian. Mungkin bertemu dan berbicara denganmu akan membuatnya lebih terhibur."
"Bila pangeran meminta, saya tak akan menolak."
"Baiklah, Besok aku akan mengirimkan kereta ke mari. Senang bercakap denganmu, Nona."
Tiga tahun, Dia hanya punya waktu tiga tahun untuk mempersiapkan dirinya.
