Disclaimer : All Characters belong to Masashi Kishimoto.
Dance of Flower
Chapter 4
Kereta kuda melangkah pelan memasuki gerbang kota terakhir yang terletak di kaki gunung selatan. Tempat ini nyaris sepi, karena lokasinya yang tidak strategis kota yang didirikan di zaman kekaisaran senju ini perlahan-lahan terlupakan. Deretan toko-toko terbengkalai, Pilar kayu kusam dan cat yang mengelupas menjadi pemandangan umum di setiap jalan yang dia lalui. Sesekali ia melihat warga berpakaian lusuh berjalan terburu-buru. Sebuah potret tragis kemiskinan dari kota yang terlupakan.
Sai duduk di sebelah kusir, sementara dua pengawal Ino berkuda di belakang dan di samping, mengiringi kereta kuda yang tengah berjalan. Shion membuka tirai dan raut wajahnya terlihat khawatir.
"Nona, Apa benar orang yang anda cari ada di tempat ini? Kalau memang tabib terkenal mengapa harus tinggal di kota terpencil seperti ini?"
"Shion, Seorang tabib terkadang tidak memilih uang. Kau lihat orang di kota ini? Bila tak ada tabib ke mana mereka akan berobat. Orang yang aku cari amat dermawan. Beliau mengobati orang tak mampu dengan gratis."
"Nona, Untuk apa anda belajar pengobatan bila sebentar lagi anda akan masuk istana. Bukankah ini tak ada gunanya?"
"Jangan mempertanyakan keputusanku, Shion. Suatu hari kau akan paham."
Ino melihat bangunan losmen tua. Ia memerintahkan kusir untuk berhenti.
"Sai, Kapten. Temani aku ke dalam." Diiringi dua orang pengawal Ino melangkah memasuki losmen itu.
Suasana di dalam tak sesuram penampilan luarnya. Beberapa meja tampak terisi oleh orang-orang yang tengah makan dan minum-minum. Di sudut ruangan bahkan terlihat orang-orang yang tengah sibuk berjudi.
"Ah, Aku kalah lagi." Teriak seorang wanita berambut pirang. "Uangku habis, Aku utang dulu ya." Ucapannya begitu santai, seakan membuat utang bukan hal besar.
"Nona, Tidak boleh utang lagi. Kau sudah utang banyak padaku. Kalau memang tak ada uang kenapa tak gunakan tubuhmu itu saja untuk membayarku." Lelaki kurang ajar itu menatap cabul ke arah dada montok wanita yang jadi lawan judinya.
"Utang Nona ini biar aku yang membayarnya. Berapa uang yang kau butuhkan?" Ino mendekati meja tempat keributan berasal. Ia menyembunyikan wajahya di balik topi jerami yang memiliki cadar.
"Nona yang budiman, tak usah merepotkan diri dengan masalahku."
"Jangan sungkan menerima bantuan saya, sebab saya juga membutuhkan bantuan anda. Anggap saja ini barter yang adil. Apakah anda punya waktu untuk bercakap-cakap?"
Tsunade berdiri " Aku tak mungkin menolak permintaan orang yang akan melunasi hutangku. Mari bicara di tempat lain."
Ino mengangguk, Ia memerintahkan pengawalnya menyelesaikan urusan utang dan mengikuti Tsunade. Mereka berdua berada di luar gedung, berdiri di lorong sunyi yang sepertinya tak lagi dilewati. Ino tetep tenang dan Sai berdiri di belakangnya dengan waspada.
"Jadi bantuan apa yang Nona inginkan dariku?"
"Jadikan aku muridmu."
Tsunade tertawa, hampir tak percaya "Apa yang kau ingin pelajari dari wanita yang hanya bisa berjudi dan mabuk?"
"Saya tahu siapa anda, Nona Tsunade Senju."
Dalam sedetik terdengar suara metal yang bertabrakan. Pedang Sai menghalau belati yang terhunus ke leher Ino dan Ino sama sekali tak menunjukkan rasa takut sebab ia yakin Tsunade bukan orang yang membunuh tanpa alasan.
"Kau tahu nama itu haram untuk diucapkan?" tanya Tsunade pada Ino.
"Saya mengerti mengapa anda bersembunyi. Kaisar tak akan puas bila Klan senju tak habis sampai ke akar-akarnya."
"Apa kau mencariku untuk mendapatkan kehormatan dari kaisar? Wanita sepertimu?" Tsunade menyimpan kembali belatinya. Ia tak merasakan aura ancaman dari tubuh Ino. Gadis itu bahkan tidak bisa bela diri.
"Biarkan saya menjadi murid anda."
"Mengapa?"
"Karena kita memiliki musuh yang sama."
"Menarik, Apa yang seorang gadis muda bisa lakukan untuk menjatuhkan sebuah dinasti?"
"Jika klan Uchiha jatuh apa klan senju akan bangkit kembali? Apakah hal itu yang benar-benar anda inginkan? Pergantian kekuasaan?"
Tsunade menggeleng. "Aku tak mungkin membangkitkan klan Senju. Aku hanya ingin mengembalikan sejarah kami yang terhapus dan ternodai oleh pemerintahaan Uchiha. Leluhurku tak akan tenang bila usaha mereka untuk membangun negeri ini tak diakui. Dinasti kami tak pernah memeras rakyat seperti yang dituduhkan Uchiha."
" Saya paham terkadang sejarah hanya diceritakan dari sudut pandang pemenang dengan bias hitam dan putih, tapi kita bisa mengubah itu."
"Kau pikir mereka akan begitu saja mengakui kejahatannya dan kehilangan kredibelitas?" tanya Tsunade. "Penguasa membuat kebenaran mereka sendiri dan tak seorang pun bisa menghakimi Kaisar."
"Nona Tsunade, Bila anda membantu saya. Saya akan memberikan keadilan bagi klan Senju."
Tsunade tertawa, tawaran Ino terdengar bagaikan lelucon. "Mengapa kau begitu yakin? ayam tak bisa bermimpi menjadi phonix."
"Anda boleh tidak percaya, tapi saya punya kekuatan untuk menjadi permaisuri. Bila tak bisa dihancurkan dari luar, kita bisa membunuh dengan perlahan dari dalam, sebab itu saya membutuhkan ilmu dan kebijaksanaan anda, Nona Senju." .
Tsunade tertawa. "Sungguh tak bisa dipercaya. Gadis muda sepertimu begitu percaya diri. Meskipun kau menjadi permaisuri Wanita tak memegang kekuasan politik di istana."
"Saya akan menjadi permaisuri yang tak bisa diabaikan oleh Kaisar sekalipun." Ino tak akan lagi pasif dan diam seperti dikehidupan sebelumnya. Mempercayakan nasibnya pada seorang laki-laki yang pada akhirnya hanya memanfaatkannya. Takdir Ino tidak berada ditangan orang lain, tapi ada di dalam gengamannya sendiri. Ia tak akan pasrah menjadi sebuah permainan, karena kali ini dia lah yang akan menjalankan bidak caturnya dan Ino akan menjegal ambisi Sasuke dari berbagai sisi. Pria itu tak akan pernah melihat kemashyuran.
"Aku kagumi tekadmu, tak ada salahnya bagiku mengajarimu satu dua hal. Siapa namamu nona?"
"Ino, Yamanaka Ino." Gadis berambut pirang itu membungkuk hormat. "Terima kasih telah menerimaku sebagai muridmu. Aku berjanji tak akan mengecewakan guru."
"Berdirilah," Tsunade mengarahkan tatapannya pada Sai. "Sepertinya temanmu terluka."
"Tabib di kota sebelumnya tak dapat menyembuhkan luka internal pengawalku. Mungkin anda bisa membantu?"
"Mari pergi ke klinikku. Aku akan memeriksanya."
Tsunade terkejut, Racun di dalam tubuh Sai bukan racun biasa. Ini racun yang memang tidak membunuh, tapi bisa mengacaukan pikiran dan ingatan seseorang. Bagaimana bisa ada orang yang menggunaakan racun ini? Bukankah orang itu seharusnya sudah mati.
"Apa kau tahu orang-orang yang menyerangmu?"
"Entahlah, Mereka terlalu hebat untuk di bilang perampok gunung."
Tsunade mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuh Sai selama ber jam-jam. Ia Mengumpukan racun yang syukurnya belum menyebar hingga ke otak. Di masa lalu ia teringat seorang yang berusaha menemukan cara agar menjadi abadi, dia juga bereksperimen untuk membuat sosok prajurit boneka. Dengan racun dan hipnosis menghilangkan identitas dan emosi, menjadikan manusia sebagai alat perang tanpa nurani.
Dia sendiri dan Jiraiya yang membunuh Orochimaru, tapi bagaimana bisa racun itu beredar kembali? Apakah ada orang yang menemukan eksperimen Orochimaru. Ini bisa jadi berbahaya, apa lagi bila didalangi oleh sosok-sosok ambius yang gila kuasa.
Setelah selesai menangani Sai, Tsunade bertanya pada Ino tentang identitas pasiennya. Ino juga tak tahu banyak.
Gadis pirang itu memberitahu Gurunya apa yang dia tahu. Kalau Sai hanyalah seorang yatim piatu yang besar di biara dan kebetulan ia beli dari pedagang budak.
Lama Tsunade berpikir, Akhirnya dia memutuskan ikut kembali ke Ibu kota. Ada sesuatu yang harus dia selidiki sendiri.
"Ino, Aku akan ikut denganmu ke Ibukota."
"Benarkah, Terima kasih Guru, tapi bagaimana bila identitas anda diketahui?"
"Jangan khawatirkan itu, Satu generasi sudah lewat. tak ada yang mengingat lagi wajah putri Senju ini."
Ino baru sadar usia wanita ini seharusnya sudah enam puluh tahun tapi ia terlihat seperti gadis berusia dua puluh-an. Dulu pun ia terkejut, Ketika melihat wanita itu dieksekusi, awalnya Ino mengira akan melihat sosok tua renta, tetapi malah melihat wanita cantik yang konon katanya menguasai sihir dan ilmu hitam yang mengakibatkan kematian Kaisar.
"Maaf guru apa yang membuat anda tampak muda?"
Tsunade menunjuk tanda berwarna ungu di keningnya. "Ini mantra dari leluhurku. Kami klan senju memiliki kemampuan khusus untuk mengumpulkan energi chi dari alam."
Ino mengira itu hanya hiasan sebab saat ini membuat lukisan di kening merupakan hal populer yang dilakukan banyak gadis untuk menpercantik diri. Bila Nona Tsunade begitu hebat mengapa dia sampai di tangkap? Sampai sekarang masih menjadi misteri bagaimana Sasuke bisa meringkus Tsunade atau bahkan tahu identitas asli wanita itu.
"Guru saya memiliki pertanyaan penting. Apa anda masih memiliki kontak dengan loyalist Senju?"
"Apa kau mau memanfaatkan orang-orangku untuk kepentinganmu?"
"Tidak, saya hanya ingin tahu apa anda punya rencana aktif untuk menghancurkan Kekaisaran?"
"Rencana apa? Tidak ada bangsawan pendukung Klan senju lagi di negeri ini. Madara memastikan semua dibabat hingga ke akar-akarnya. Kau tahu Ino, Bagiku keluargamu adalah pengkhianat. Di pengujung perang mereka berhenti bersikap netral dan berlutut di depan Uchiha dan Danzo Shimura sudah jelas dari awal berada di belakang Uchiha. Aku tak lagi memiliki sekutu atau menjadi ancaman bagi kerajaan. Yang bisa aku lakukan hanya berharap karma akan berjalan bagi mereka."
"Guru, Dukunglah saya maka saya akan menjadi pedang bagi anda."
"Aku heran mengapa dirimu dipenuhi aura dendam. Bukankah Nona muda sepertimu hidup dalam perlindungan?"
"Jika saya berkata bisa mengintip masa depan apakah anda percaya? Saya bermimpi melihat kehancuran keluarga saya ditangan seorang Uchiha, karena itu saya berusaha mencegahnya."
"Ino, Kau tak bisa mendendam atas apa yang belum terjadi. Visi yang kau terima belum tentu benar. Hidup dalam kebencian tak akan membuatmu bahagia dan aku tahu benar soal itu."
"Tapi kebencianlah yang membuat anda bertahan hidup, bukankah begitu Guru?"
"Aku tak bisa menyangkalnya. Aku hidup untuk kenangan orang-orang yang mencintaiku, tapi juga hidup dengan harapan dapat memberikan keadilan bagai mereka yang sudah mati."
"Keadilan tidak datang sendiri. Kitalah yang harus membuatnya."
Di mata orang lain mungkin rasa dendam Ino tak beralasan. Saat ini Sasuke masih tidak bersalah padanya, tapi itu tak menghapus realitas dirinya yang terbunuh ditangan suaminya sendiri. Semua ingatannya dan penderitaannya bukan khayalan. Menghadapi orang jahat dia harus menjadi lebih jahat lagi dan bila ia tak bisa merancang strategi dia akan kembali menjadi bidak catur Sasuke.
.
.
Kembali ke kediaman Yamanaka. Ino memilah-milah surat yang dia terima. Isinya undangan dari keluarga bangsawan lainnya. Biasanya mereka tak peduli dengan Ino, sebab ia punya reputasi sebagai gadis berwajah buruk yang sakit-sakitan hingga ayahnya sendiri terlalu malu untuk membiarkan Ino bersosialisasi. Entah siapa yang menghembuskan rumor itu, tapi seisi kota menganggapnya sebagai kebenaran.
Ino membalas satu per satu memberikan alasan bahwa ia tidak bisa datang. Rumor tentang Ino yang akan masuk istana sepertinya sudah tersebar dan banyak orang ingin berada di sisi baiknya, berharap bila mereka dekat dengan Ino mereka akan mendapatkan keuntungan. Dulu Ino akan mengira mereka benar-benar ingin mengenalnya, tapi sekarang Ino paham. Di balik sopan santun dan pujian yang dia terima tersimpan maksud tersembunyi, termasuk juga dari gadis yang dia anggap saudari.
Ino membaca surat dari Sakura Haruno. Nama itu membawa sakit hati yang luar biasa. Ia satu-satunya teman yang Ino punya dan pada akhirnya merebut segalanya dari Ino, termasuk putranya.
Ayah Sakura hanyalah seorang kepala daerah yang karena kerja kerasnya mendapatkan promosi jabatan untuk bekerja di istana. Mereka menjadi akrab karena Ino tak tega melihat gadis itu terus menerus dipermalukan hanya karena latar belakang Sakura yang tak ada apa-apanya. Dia pun meminta ayahnya untuk mensponsori gadis itu tapi ia tak menyangka Sakura akan menjadi begitu serakah dan menghancurkannya.
Ino merobek surat Sakura yang berisikan keluhan karena Ino pergi liburan diam-diam tanpa memberitahunya dan betapa rindunya Sakura ingin berjumpa dengannya. Dulu dia akan menganggap tindakan Sakura itu tulus, tapi sekarang ia mengerti Sakura hanya memanfaatkan kebaikan hatinya, termasuk ketika ia meminta gadis itu menjadi pelayannya di istana.
Sang nona muda mendecih, wajar Sakura merindukannya, tanpa Ino gadis itu akan kembali dikucilkan. Ia tak bisa mengenyahkan Sakura sekarang, sebab itu akan membuat orang sadar bahwa ia telah berubah. Ia akan meneruskan sikap naifnya dan melihat sejauh mana mereka akan mencoba memanipulasinya. Ia membalas surat Sakura dengan kalimat manis dan berharap mereka bisa segera bertemu.
Keesokan harinya Sakura datang dengan riang. Dia tak lupa membawakan manisan kesukaan Ino. Memasang wajah ceria dia meringsut mendekati Ino yang sibuk merangkai bunga.
"Ino aku dengar kau akan masuk istana. Bukankah itu hebat?"
"Kau pun sudah mendengarnya? Sebagai putri perdana menteri sudah sepantasnya aku dipinang oleh pangeran."
"Lalu siapa yang akan kau nikahi? Pangeran Sasuke atau putra mahkota?"
"Jika kau menjadi aku, pilihan mana yang lebih baik?"
"Dua-dua nya baik menurutku. Menikahi Pangeran Itachi akan membuatmu bergelar selir kehormatan dan menikahi pangeran Sasuke membuatmu mendapatkan gelar putri kerajaan, tapi aku dengar puteri Izumi mandul. Itu bisa jadi peluang. Jika aku menjadi dirimu. Aku tentunya akan memilih pria yang bisa memberikanku posisi wanita nomor satu di negeri ini."
"Kau pikir aku ambisius ingin jadi permaisuri? Aku tak punya pikiran ke situ. Aku puas dengan hidup tenang."
Sakura mengalihkan matanya dari tatapan Ino. "Apa kau bodoh? Kau punya segala hal untuk membuatmu menjadi permaisuri. Mengapa tak mencoba terbang lebih tinggi?"
"Sakura, Apa kau ingin menjadi aku?"
"Tidak…tentu saja tidak, tadi kau kan bertanya soal pendapatku. Aku tak akan berani menyamakan diriku dengan dirimu. Aku berterima kasih karena kau telah mensponsoriku dan selamanya aku akan berutang padamu." Sakura tertunduk malu, tapi dalam hati ia kesal. Mengapa Ino begitu beruntung? Lahir di keluarga terpandang, calon suaminya seorang pangeran, dilimpahi kasih sayang dan juga cantik. Gadis mana yang tak akan iri padanya, tapi Sakura tahu keberuntungan orang ada batasnya. Ino yang begitu dikukung oleh sang ayah tak pandai berteman. Ino di pandang angkuh dan tak bisa merendah di tambah banyak gadis bangsawan yang iri padanya membuat mereka menjaga jarak dari Ino. Bagi Sakura Ino adalah tangga yang bisa dia gunakan untuk memanjat lebih tinggi, tak mengapa dia harus merendah dan menjilat serta mengikuti apa kemauan Ino. Asal gadis pirang itu tetap menjadi teman baiknya maka tak ada yang berani meremehkan Sakura Haruno.
"Apa yang menjadi pembicaraan di Ibu kota selama aku pergi?"
"Oh, Apa kau tak mendengar Putri Izumi mengadakan jamuan dan mengundang beberapa gadis bangsawan untuk menghiburnya. Hinata memberitahuku dia menerima surat undangan. Apa kau juga diundang?"
"Oh, Jamuan itu. Aku mendapatkan undangan langsung dari putra mahkota. Beliau bilang putri Izumi agak kesepian di istana, jadi beliau berharap sang istri bisa menemukan teman."
"Ino, Apa boleh aku ikut denganmu?"
"Ah, Kau tidak diundang?" Ino berucap dengan nada kasihan. Tentu saja sudah jelas Pangeran tak akan mengundang putri seorang pejabat rendah.
Sakura menggelengkan kepala. "Apa kau malu mengajakku? Aku kan sahabatmu."
"Mengapa kau ingin ikut?"
"Hanya untuk menemanimu, bukankah kau tak suka berada di antara Nona-nona bangsawan itu? Lagi pula sekali seumur hidupku aku ingin melihat istana."
Ino tersenyum polos. "Baiklah, kau boleh ikut. Tentunya akan lebih menyenangkan bila kau juga hadir."
"Benarkan. Kalau aku tidak ada siapa yang akan kau ajak bicara di sana, tapi apa aku boleh meminjam pakaianmu? Aku tak punya pakaian yang layak untuk perjamuan."
"Tentu saja, Silakan pakai pakaianku yang kau suka."
Setelah Sakura pergi Ino membereskan masalah lain. Malam-malam ia membawa semangkuk sup hangat ke ruang kerja sang ayah.
"Ayah, Mengapa kau belum beristirahat?" Ino meletakkan sup yang dia bawa di meja.
"Kau tahu, Hujan yang terus mengguyur wilayah selatan membuat sungai meluap, Pemerintah daerah meminta bantuan. Desa-desa sepanjang tepian sungai hancur dan panen juga gagal, padahal wilayah selatan adalah wilayah penghasil beras utama kita. Mau tak mau aku meminta kaisar untuk membuka gudang pangan istana. Mereka harus dibantu, tapi banyak pejabat yang menolak keputusanku. Mereka berkata memberikan bantuan pangan ke daerah selatan hanya akan membuat kelangkaan beras di Ibukota di musim dingin nanti dan menimbulkan kericuhan. Memang cadangan beras digudang tak cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan selama setahun penuh. Apa lagi sekarang kita kehilangan hasil panen yang diharapkan untuk mengisi gudang yang hampir kosong."
"Mengapa pejabat itu hanya memikirkan perut mereka sendiri. Bukankah rakyat di selatan juga, subjek dari kerajaan ini? Mereka menyembah kaisar dan membayar pajak. Apa ayah sudah berbicara dengan Putra Mahkota? Beliau bisa meyakinkan kaisar."
"Aku akan berbicara dengan pangeran Itachi."
Ino tahu pangeran Itachi peduli pada rakyatnya. Di masa lalu putra mahkota sendiri yang memimpin proyek bantuan ini. Akan tetapi di tengah perjalanan terjadi malapetaka yang mengakibatkan bantuan gagal diterima. Akibatnya banyak orang meninggal dan wabah pun tersebar. Pangeran Itachi mulai kehilangan kredibelitasnya dan ini adalah awal kehancuran putra mahkota yang mulai kehilangan dukungan Kaisar.
"Ayah, sebelum kau melanjutkan bekerja minumlah sup ginseng yang aku persiapkan ini." Shion meletakkan nampan yang dia bawa di atas meja.
"Kau baik sekali putriku." Inoichi meminum sup yang masih hangat itu dengan lahap.
"Aku aku punya permintaan."
Inoichi langsung tersedak, Ia sulit percaya belakangan ini putrinya terus menerus membuatnya melakulan sesuatu yang tidak dia pahami. Mengapa putrinya begitu takut untuk masuk istana. Marganya sendiri tak akan membuat orang lain berani terang-terangan menjadi musuh seorang Yamanaka.
"Apa lagi kali ini?" Inoichi mengelap bibirnya dengan sapu tangan. "Aku harap bukan hal yang sulit seperti memasukkan budak yang kau beli ke perguruan Srigala perak. Kau tahu Kakashi Hatake tak pernah suka bangsawan dan kau meminta aku memohon pada pria itu untuk menerima budak yang tak diketahui asal-usulnya menjadi murid."
"Ayah, Pria itu bernama Sai dan jangan pernah sebut dia budak. Bukankah kita klan Yamanaka menolak perbudakkan. Sai aku persiapkan untuk menjadi pengawal bayanganku."
"Mengapa harus pria itu Ino? Dengan kekuasaanku aku bisa memberikanmu orang yang lebih baik."
"Orang-orang yang setia pada ayah belum tentu setia padaku. Sai adalah pilihan pribadiku. Dia mengikrarkan kesetiaannya padaku bukan klan Yamanaka. Aku butuh seseorang yang tak terikat pada kita."
"Ino, Aku tak tahu apa yang membuatmu begini waspada. Posisi keluarga kita dan kekuatan ayah sebagai menteri cukup besar untuk mendukungmu dalam istana. Tak akan ada yang berani menyakitimu."
"Bagaimana bila kaisar yang hendak menyakitiku? Apa ayah punya kekuatan untuk menyelamatkan aku?"
"Hal seperti itu tak akan terjadi selama kau tidak macam-macam. Jika kau masuk istana sebisa mungkin harus harus mendapatkan kasih sayang kaisar dan putranya dengan begitu kau pasti aman."
"Apa ayah memintaku untuk menggantungkan asa pada hati pria yang berubah-ubah. Tak semua lelaki mencintai seorang wanita seperti ayah mencintai Ibu."
"hah…Kau ini, Kenapa kau jadi berubah Ino? Ini tak seperti putriku saja."
"Bukankah orang bijak berkata jika ingin bertahan hidup disarang ular, maka kau harus menjadi seekor ular? Istana bukan tempat yang indah, bila aku tetap naif apa ayah yakin aku akan bisa bertahan?"
"Bila kau keras kepala, sudahlah. Ayah tak ingin berdebat denganmu. Jadi apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin semua mahar yang akan aku bawa menikah ayah berikan padaku."
Dahi Inoichi berkerut. "Tapi pernikahanmu masih tiga tahun lagi. Untuk apa semua harta itu Ino?"
"Untuk membantu orang yang akan melindungi masa depanku."
"Baiklah akan aku berikan, Semoga kau benar-benar tahu apa yang kau lakukan." Inoichi benar-benar tak suka dengan keadaan ini. Semakin hari putrinya semakin aneh saja. Entah apa yang Ino rencanakan dia tidak tahu.
"Shion, tolong bantu aku mengumpulkan para pedagang."
"Apa yang anda rencanakan nona?"
"Membeli beras sebanyak-banyaknya."
.
.
Matahari mulai condong ke arah barat. Shion masih sibuk menata rambut Nonanya. Tangan pelayan itu dengan lihai menyelipkan hiasan rambut berbentuk bunga yang terbuat dari emas permata. Wajah ovalnya terlihat kesal dengan sepasang alis berkerut dan bibir mengkrucut.
"Gadis itu sungguh keterlaluan. Berani-beraninya dia meminjam pakaian milik nona yang paling mahal. Anda terlalu baik, apa anda tak merasa dimanfaatkan olehnya?"
"Shion, Aku tak minta pendapatmu. Kerjakan saja apa yang perlu kau kerjakan. Kita tak punya banyak waktu."
Pelayan itu pun bekerja dengan bersungut-sungut, tapi Shion selalu bangga dengan kerja kerasnya. Ia yakin tak ada gadis yang lebih cantik dari majikannya.
Ino mengulurkan secarik kain pada Shion. "Apa anda serius ingin mengenakannya Nona? Bukankah Putra Mahkota dan orang lainnya sudah pernah melihat wajah anda?"
"Itu kan saat hari ulang tahun ayahku, tapi kali ini berbeda. Aku tidak berada dalam lingkungan rumahku. Jadi aku merasa tak nyaman."
Shion memasangkan cadar yang menutupi separuh wajah Ino dengan kecewa. Padahal malam ini mungkin Nona akan bertemu calon suaminya. Mengapa harus menyembunyikan wajah?
Tepat sebelum Ino berangkat ke istana. Sakura datang sendirian, tanpa diiringi pelayan. Ia mengenakan pakaian ungu muda yang berhiaskan sulaman bunga peony pink di kedua lengan baju yang melebar seperti lonceng. Jujur saja itu pakaian favorit Ino, sesuatu bertemakan musim semi, tapi itu juga pakaian yang beberapa kali ia pakai dan cukup membuat nona muda lainnya tercengang dengan detail sulaman yang hampir tampak seperti nyata. Ino tak melarang Sakura mengenakan pakaian itu. Dia sudah berkata Sakura boleh mengenakan pakaian Ino yang dia suka.
Kereta kuda melaju dengan pelan. Ino duduk tenang, sementara Sakura terlihat antusias.
"Apa kau pikir pangeran Sasuke akan datang?" tanya gadis pirang itu.
"Aku tidak tahu. Ini acara yang di adakan putri Izumi, Aku tak mendengar ada putra bangsawan yang diundang."
"Uh..padahal aku penasaran melihat wajah pangeran ke dua. Apa kau tidak penasaran?"
" Aku datang karena merasa tak sopan menolak undangan langsung dari putra mahkota."
"Dan meski memasuki istana kau tetap memakai cadar itu? Mereka akan mengejekmu. Apalagi dengan pakaian sederhana begini." Sakura merujuk pada sutra Indigo yang membalut tubuh Ino.
Tak ada yang spesial, hanya pakaian yang berpotongan sederhana dengan sulaman bunga lili dan kupu-kupu emas, tapi bagi orang yang tahu sutra warna biru adalah barang yang sulit di dapat.
"Aku tak peduli." Jawabnya singkat.
Gerbang Istana berdiri dengan megah. Kereta mereka berhenti untuk diperiksa. Kusir Ino menyerahkan tanda izin memasuki istana. Merekapun di izinkan lewat. Ino dan Sakura hanya bisa mentap takjub. Kompleks istana seperti kota di dalam kota. Mereka pergi ke pavilliun embun yang merupakan kediaman putra mahkota dan istrinya.
Langit sudah beranjak senja. Lilin-lilin dan lentera menghiasi kediaman pangeran Itachi, semerbak aroma wangi minyak oriental memenuhi ruangan. Rangkaian bunga tertata indah di setiap sudut hall yang tampak megah dengan pilar-pilar kayu oak besar menopang langit-langit yang berukir. Lukisan dan kaligrafi terpampang di dinding ruangan yang ditujukan untuk menerima tamu.
Ino dan Sakura menanti di depan pintu menunggu kasim mengumumkan ke datangan mereka.
"Nona Yamanaka tiba!"
Ino melangkah dengan hati-hati di atas karpet dan membungkuk pada wanita yang mengenakan hanfu berwarna merah tua berpinggiran emas yang hanya diperuntukkan bagi wanita-wanita kerajaan. Dia adalah putri mahkota dengan rambut dan mata yang berwarna gelap menandakan darah Uchihanya.
"Salam hormat untuk anda, Putri Mahkota."
Sakura berdiri setengah meter di belakang Ino ikut memberi hormat. Gadis itu masih tak percaya ia menginjakkan kakinya di istana.
"Berdirilah, Aku senang berjumpa dengan gadis yang akan menemaniku mengemban tugas di istana."
"Tuan putri, Gadis bodoh ini akan butuh banyak bimbingan dari anda."
"Jangan merendah Nona Yamanaka. Kau seorang putri perdana menteri. Beliau tentunya sudah memprioritaskan pendidikanmu."
"Meski begitu, protokoler kerajaan amat sulit. Saya takut ketidaktahuan saya akan menyinggung orang lain."
"Kau akan mempelajarinya ketika menikah nanti, tapi menarik Kaisar belum memutuskan pernikahanmu."
"Masalah siapa yang akan menjadi suami saya. Kaisar tentunya akan berpikir matang-matang."
"Kau bisa saja menjadi selir suamiku." Ucap Izumi dengan begitu tiba-tiba.
Wajah-wajah gadis lainnya yang berada di ruangan itu tampak menegang. Apakah Putri Izumi sedang menabuh genderang perang? Menjadikan Ino sebagai musuh utama?
Ino hanya tersenyum dibalik cadarnya. "Apakah hal itu akan mengganggu anda?" balasnya tanpa ragu.
Izumi lantas tersenyum. "Putra Mahkota tidak bisa menjadi milikku sendiri." Ia meraih tangan Ino. "Meski belum resmi, Kau akan menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Aku akan memperlakukannu sebagai saudari."
"Terima kasih atas kemurahan hati anda."
Gadis-gadis selain Hinata Hyuuga menatap Ino dengan rasa kecewa, Drama yang diharapkan tidak terjadi dan Ino sepertinya mendapatkan persetujuan putri Izumi. Putri Izumi bahkan mengandeng tangan Ino dan mereka semua berjalan ke taman di mana jamuan telah disiapkan.
"Ino, Mengapa pelayanmu masih di sini? Apa kau tak mengajarkan tata krama? " Izumi baru saja memperhatikan keberadaan Sakura.
Sakura menunduk malu. Nona-nona lain membuka kipas mereka untuk menyembunyikan senyum mencemooh.
"Maaf saya tak memberitahu sebelumnya kalau saya akan membawa seorang teman. Apakah ada masalah?"
"Ah, Gadis ini temanmu? Bagaimana ya. Aku tidak menyiapkan meja untuk tamu tambahan."
"Tidak mengapa. Sakura bisa duduk di meja saya."
Sakura merasa sangat malu. Dia melirik Ino yang bersikap polos. Apa Ino sengaja membuatnya malu? Tidak, Ino tak selicik itu. Mungkin Ino memang tak tahu apa-apa dan salah dia sendiri yang memaksa ikut meski tak di undang. Sakura melihat gadis-gadis lain berbisik-bisik. Sabaku Temari, yang merupakan putri dari keluarga militer mendekati Sakura.
"Sampai kapan kau akan menempel pada Yamanaka Ino?"
"Dia temanku." Balas Sakura.
"Teman? Bukankah kau hanya mengambil keuntungan darinya? Apa dia yang mengusulkan kau ikut datang ke mari? Sakura Haruno, tolong sadari posisimu." Gadis bangsawan itu melipat kipasnya dan berlalu. Sakura semakin tertunduk lesu, tapi dia tidak akan diam saja. Suatu hari bila dia berada di posisi yang lebih tinggi. Dia akan membalas semua penghinaan ini.
Hinata menyusul Temari. "Apa kau tidak keterlaluan pada Sakura?"
"Keterlaluan? Dia sejatinya tak berhak berada di tempat ini. Apa yang Haruno pikirkan? Mencoba untuk mendekati Putri Izumi meski dia tak diundang, tapi mereka memang cocok. Seorang gadis polos dan penjilat yang tak tahu diri. Sebelum Ino, Sakura berusaha menempel padaku. Sayangnya aku bukan orang bodoh meski belum lama berada di Ibu kota. Gadis seperti Ino menjadi putri aku merasa tak Ikhlas." Temari mendengus keras, menanggalkan sikap Nona bangsawan. Dia gadis yang besar di utara, tumbuh diantara prajurit dan dibesarkan oleh seorang jenderal. Pelajaran Etiket, menyulam dan musik bukan keahliannya, tapi Temari tahu kepada siapa dia harus menundukkan kepala.
" Temari apa kau bercita-cita menjadi selir kerajaan sampai-sampai kau begitu kesal." Tanya Hinata Hyuuga yang juga salah satu gadis dengan status tinggi.
"Tidak dan aku benci Ibu kota yang penuh aturan. Aku lebih suka berada di kota utara. Adikku baru akan mengizinkanku pulang bila aku menemukan calon suami, tapi menemukan seorang lelaki bangsawan yang akan tetap membiarkanku berburu dan berkuda tidak mudah."
"Kalau kau tak berminat pada salah satu pangeran mengapa kau harus kesal pada Ino? Apa kau membenci gadis lugu?" lanjut Hinata agak merasa takut karena sejatinya dia gadis yang lebih pemalu dari Ino.
"Aku tidak suka Ino karena dia tak pernah menyapaku. Memang harus aku yang memberi salam. Apa dia merasa martabatnya lebih tinggi?"
"Mungkin saja sikap diamnya bukan karena dia sombong, tapi mungkin dia canggung berada di antara banyak orang. Sebenarnya wajar kalau dia manja dan naif. Perdana menteri membesarkannya seperti itu. Mungkin kita yang terlalu kasar padanya." Ucap Hinata, Dia sendiri malu untuk menyapa duluan. Hasilnya ia tak pernah bicara pada Ino sama sekali. Lagi pula gadis itu nyaris tak pernah keluar rumah.
Ten-Ten bergabung dengan kedua gadis itu. "Kalian membicarakan Ino dan Sakura lagi?"
"Benar, Aku dan Temari berpikir untuk mencoba berteman dengan Ino."
Ten-ten terkejut, "Apa kalian mau jadi penjilat juga hanya karena Ino Yamanaka akan masuk istana?"
"Ten-ten, Apa kita semua sudah berusaha untuk mengenal Ino?" Tanya Hinata. "Selama ini kita hanya mempercayai rumor tanpa pernah berbicara. Aku merasa bersalah karena tanpa aku sadari aku ikut mengucilkan Ino dengan tidak mengajaknya bicara padahal aku hanya malu. Sikap ku disalah artikan oleh orang lain yang menganggap aku tak menyukai Ino dan mereka ikit-ikutan menjauhinya."
"Oke aku setuju, tak ada salahnya minta maaf pada Ino, tapi jika dia tak ingin berteman dengan kita bagaimana?" tanya Temari
"Tidak apa-apa, Yang penting kita sudah menunjukan kita beritikad baik. Lagi pula apa kalian ingin bermusuhan dengan calon menantu kaisar?"
Mereka semua tahu, bermusuhan dengan anggota kerajaan hanya akan membawa petaka.
Jamuan diadakan di taman, Aroma manis bunga persik menguar dari kelopaknya. Bulan purnama yang ditunggu-tunggu akhirnya terbit. Lentera-lentera putih tergantung dengan rapi, membiaskan cahaya lembut diantara semak-semak bunga yang mekar dengan sempurna.
Izumi mengantar Ino ke meja nya dan Sakura mengikuti dari belakang bak seorang dayang. Di susul oleh gadis-gadis lainnya. Mereka melihat putra mahkota memainkan Zither yang berada di tengah-tengah pavilliun. Mereka bersama-sama memberi hormat pada Itachi Uchiha.
"Maaf menganggu permainanmu, Pangeran. Sebaiknya kita mulai jamuan ini." Izumi berujar pada suaminya.
"Ah benar, Malam sudah tiba."
Dayang-dayang mempersilahkan para tamu untuk duduk. Memang tidak banyak orang, seperti kata Itachi jamuan ini bersifat pribadi. Hanya ada lima orang gadis termasuk dirinya dan Sakura.
Semua duduk di meja masing-masing kecuali Sakura yang terpaksa duduk berimpitan dengan Ino. Gadis pirang itu melihat rasa tak nyaman di wajah temannya.
"Maaf Sakura, Aku tak tahu akan jadi seperti ini." Bisik Ino pelan.
"Tak apa-apa. Kau jadi berdesakkan denganku."
Izumi membuka makan malam, percakapan berlangsung sopan dan lancar. Hidangannya juga enak. Putri Izumi meminta mereka mempertunjukkan keahlian masing-masing.
"Biar saya yang memulai." Ucap Sakura yang tak sabar mempertunjukkan keahliannya.
"Nona Haruno, Apa yang ingin kau pertunjukkan?" tanya Izumi.
Itachi tampak kebingungan. "Haruno? Apa aku melewatkan sesuatu? Aku tak pernah mendengar nama itu di jajaran pejabat tinggi."
Ino buru-buru berdiri memberi penjelasan pada putra mahkota. "Maafkan saya yang telah lancang membawa seorang teman ke dalam istana. Saya merasa canggung datang sendirian jadi saya membawa Nona Haruno."
"Nona Yamanaka bila istriku tidak keberatan aku tak mempermasalahkannya. Nona Haruno mulailah pertunjukkannya."
Gadis bersurai merah jambu itu mulai bernyanyi. Suaranya cukup merdu. Izumi tampak terkesan dengan lagu yang di bawakan Sakura.
"Mengapa aku tak pernah mendengar lagu ini?" Tanya Izumi.
"Ini lagu yang populer di wilayah barat. Hampir semua orang bisa menyanyikannya."
Temari mengernyit, Apa Sakura tak tahu menyanyikan lagu rakyat di hadapan anggota kerajaan bisa dianggap penghinaan? Rasanya Temari merasa ingin menyeret Ino dan memberitahu gadis itu untuk mencari teman yang lebih baik. Bisa-bisa nama keluarga Yamanaka tercoreng bila diasosiasikan dengan Sakura.
Ino menyadari kesalahan Sakura dan Izumi terlihat marah. Ino merasa tergoda untuk membiarkan Izumi menghukum gadis itu, tapi saat ini ia masih ingin terlihat baik. Buru-buru Ino berlutut meminta maaf.
"Putri Izumi, Saya mohon ampuni Nona Haruno, dia tak bermaksud menyinggung anda. Nona Haruno tidak paham peraturan istana."
"Nona Yamanaka hari ini aku merasa baik, hingga aku memutuskan untuk tidak menghukum temanmu, tapi lain kali jangan membawa orang yang tak paham aturan istana masuk ke dalam istana."
Sakura merasa amat sangat kesal. Mengapa semua tindakannya hari ini berakhir buruk padahal dia hanya ingin terlihat baik.
Itachi terkesan dengan Ino yang meminta maaf untuk temannya. Nona Yamanaka begitu baik. "Izumi, Bagaimana kalau kita lanjutkan acaranya?"
"Nona Sabaku, apa kau berkenan untuk menghiburku?"
"Putri, Saya harus meminta maaf karena saya sama sekali tidak bisa menyanyi, menari atau membuat puisi."
"Kalau begitu apa yang kau lakukan untuk menghibur diri?"
"Jika anda berkenan memberikan busur dan panah saya akan menunjukkan pada anda."
Pelayan membawakan Temari apa yang diminta. Lima buah apel tersusun di piring di letakkan di sebuah meja yang jauh. Temari menarik busur dan melepaskan panah yang melesat dengan akurat memecahkan apel-apel di atas meja
Itachi bertepuk tangan melihat kemampuan memanah Temari. "Kau memang pantas menjadi putri seorang jendral besar. Lain kali ikutlah acara perburuan."
"Terima kasih pujiannya, Yang mulia putra mahkota. Saya memang menantikan acara perburuan musim semi."
"Apa yang membawamu ke Ibu kota Nona Sabaku. Bukankah keluarga anda tak menyukai politik."
"Saya kemari untuk mencari suami." Ujarnya santai. "Seharusnya mencari jodoh adalah pilihan orang tua, tapi seperti yang anda ketahui ayah saya telah meninggal dan kedua saudara lelaki saya terlalu sibuk untuk mengurusi perjodohan. Jadi mereka meminta saya mengurus sendiri masalah itu."
Fakta sebenarnya Kankuro dan Gaara tak berani menjodohkan kakak mereka lantaran takut dikuliti dan tak ingin pula bertanggung jawab secara moral atas nasib lelaki malang yang akan menikahi saudarinya. Jadi mereka membiarkan Temari memilih sendiri korbannya.
"Kalau begitu aku akan membantumu. Aku mengenal banyak pemuda bertalenta di Ibu kota."
"Terima kasih atas tawarannya, Putri. Itu akan memudahkan saya."
Setelah itu Ten-ten dan Hinata mempersembahkan puisi pada Putra mahkota dan istrinya. Hanya tinggal Ino yang belum menunjukan kemampuannya.
"Nona Yamanaka mengapa kau masih mengenakan cadarmu?" Tanya Itachi pada Ino. Ia sudah dua kali melihat wajah gadis itu dan tak ada yang perlu ditutupi.
"Saya merasa tak sopan menunjukan kekurangan wajah saya pada orang lain." Ucap Ino merendah.
Itachi ingin berkata kalau Ino cantik, tapi melihat Izumi duduk di sebelahnya ia tak jadi mengatakan apa-apa. "Apa kau akan menyanyi?"
"Saya akan menari."
"Boleh aku memainkan satu lagu?" Tanya Itachi.
"Sebuah kehormatan untuk menari diiringi oleh musik dari yang mulia."
Izumi melirik Itachi sembari berpikir apa dia tertarik pada Ino? Pernikahan mereka jelas tak berdasarkan cinta. Itachi adalah sepupunya dan mereka besar bersama. Bagi Izumi tak akan ada pria lain selain suaminya dan waktu yang berlalu membuat dia jadi mencintai Itachi. Rasanya dia ingin marah mengetahui suatu hari nanti dia harus membagi perhatian suaminya dengan wanita-wanita lainnya dan yang paling meresahkan adalah perasaan Itachi sendiri. Bagaimana bila Itachi jatuh cinta pada seseorang? Apakah posisinya sebagai putri mahkota akan aman? Itachi pernah berjanji apa pun yang akan terjadi dia tak akan menelantarkan Izumi dan dia ingin berpegang pada janji itu.
Dengan hati pasrah Izumi menonton Ino menari. Meski dia juga seorang Uchiha, dia tak punya kekuatan politik. Dia berada di puncak hanya karena Kaisar Fugaku yang memutuskan seperti itu. Izumi bertekad untuk tidak membuat masalah. Selama dia tetap menjadi istri utama, Rasa cemburu dan sakit hati akan dia pendam sendiri.
Sasuke datang terlambat. Mendengar suara musik ia meminta kasim untuk tidak mengumumkan kedatangannya.
Dia mengenal permainan musik kakaknya, tapi yang membuat dirinya terpana adalah sosok gadis yang bergerak seperti aliran air. Begitu gemulai dan elegan. Meski wajahnya bercadar setiap pose tubuhnya memancarkan keindahan.
Di bawah sinar bulan purnama, Sasuke merasa dia sedang melihat apsara menari. Bahkan gerakan lengan bajunya membuat Sasuke menemukan arti baru dari sebuah seni.
Ketika musik berhenti mengalun. Ino sekali lagi membungkuk memberi hormat.
"Di setiap pertemuan, Kau tak pernah gagal untuk membuatku terkesan." Itachi kembali duduk di sebelah sang istri.
"Aku sungguh terhibur." Komentar Izumi. "Apa nama tarian ini?"
"Turunnya bidadari."
"Sungguh nama yang sesuai, ketika aku melihatmu menari aku merasa melihat bidadari."
Suara itu membuat Ino merinding. Ia tak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang. Tiba-tiba Ino menggigil teringat oleh kematiannya. Setiap langkah mendekat yang diambil. Ino mencoba menguatkan diri. Ia tak boleh terlihat ketakutan. Jika Ino menghindar dia tak akan pernah bisa membalaskan dendam.
"Sasuke, Aku pikir kau tak akan datang."
"Mana mungkin aku menolak undangan kakak. Maaf aku terlambat."
Sasuke menatap Ino dan Ino buru-buru melihat tanah. Senyum tak kentara tersungging di bibir Sasuke melihat sikap malu-malu Ino yang tak berani balas menatapnya.
'Gadis yang lugu.' Sasuke membuat penilaian nya dalam hati.
"Beruntung aku tidak ketinggalan pertunjukkan. Siapakah Nona ini?"
Ino menekuk kakinya. "Yamanaka Ino memberi salam pada pangeran Sasuke."
Ino merasa malam ini akan jadi malam yang panjang.
.
.
Author Notes : Halo pembaca.. Mohon maaf di chapter ini ada Sakura Bashing..
Aku tahu banyak yang suka baca adegan UWu dan sebagai yang nulis aku sadar alurnya sangat lambat jadi aku berdoa kalian masih enjoy
Ino udah ketemu sasuke sekarang enaknya bagaimana ya?
1.Malu-malu kucing
2. langsung fan girling
3. Abaikan saja.
