::
:: All-Seeing White Eye ::
:: Bagian 1: Ootsutsuki Hinata ::
Byakugan, "All-Seeing White Eye", mata putih yang dapat melihat segalanya. Konon, mata ini merupakan warisan dari Klan Ootsutsuki. Hanya dengan memiliki mata ini, seorang ninja memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi kuat. Wajar saja bila mata ini sangat didambakan oleh desa lain. Maka dari itu, Klan Hyuuga dididik untuk menjadi kuat sejak kecil. Di samping untuk menjaga kehormatan keluarga mereka, kekuatan yang dimiliki akan menjadi pelindung apabila desa lain mengincar Byakugan. Namun, berbeda dengan Hyuuga lain, seorang gadis kecil berambut indigo kelihatannya tidak memiliki keinginan untuk menjadi kuat.
"Hinata-sama, rupanya Anda di sini." Hyuuga Ko, seorang dari Klan Hyuuga yang bertugas mengasuh Hinata, tiba-tiba muncul di belakang Hinata. Hinata yang terkejut langsung bergidik dan berbalik menghadap Ko. "Lagi-lagi Anda lari dari kediaman Hyuuga."
"A-aku hanya ingin jalan-jalan sebentar," kilah Hinata sambil memainkan kedua jari telunjuknya di depan dada. Ko tahu bocah berusia 10 tahun di hadapannya sedang berbohong. Sebetulnya, saat Hinata sedang berlatih, Ko melihatnya mengalihkan perhatian pada Naruto yang kebetulan sedang berjalan melewati kediaman Hyuuga. Sudah beberapa bulan ini Hinata selalu kabur darinya. Alasannya tak lain adalah Naruto, seorang bocah yang menjadi bahan pembicaraan orang sejak lama karena rubah berekor sembilan yang bersemayam dalam tubuhnya.
"Sebaiknya Anda jangan dekat-dekat dengan anak itu, Hinata-sama."
Hinata langsung murung setelah mendengar kalimat itu. Ia selalu penasaran mengenai perlakuan jahat orang-orang terhadap Naruto. Bagi Hinata, Naruto adalah anak baik. Sejak dulu anak-anak lain sering merundung Hinata karena ia memiliki mata yang berbeda. Namun, Naruto selalu melindunginya. Meskipun hasilnya sudah jelas Naruto babak belur. Naruto bukanlah anak yang mudah menyerah. Bahkan Hinata tidak pernah melihat Naruto menyerah. Apabila jatuh, Naruto akan bangkit kembali. Apabila kalah, Naruto akan mencoba lagi. Hal kecil itu selalu Hinata perhatikan hingga tanpa disadari Naruto telah menjadi seorang sosok yang ia kagumi.
"Ke-kenapa aku tidak boleh dekat dengan Naruto-kun?" tanya Hinata, masih dengan dua jari telunjuk yang ia mainkan.
"Anak itu berbahaya. Sebetulnya ada sosok jahat yang ada dalam tubuhnya. Sosok jahat itu sangat kuat, karena itulah orang-orang takut padanya," jawab Ko semudah mungkin agar dapat dimengerti oleh gadis kecil di hadapannya.
Hinata khawatir setelah mendengar jawaban Ko. Padahal tidak ada yang perlu ditakutkan dari Naruto. "Ka-kalau aku juga kuat, apa aku boleh dekat dengan Naruto-kun?"
"Hinata-sama, kalau Anda ingin jadi kuat, seharusnya Anda fokus pada latihan. Jangan sering lari dari kediaman Hyuuga," jelas Ko sambil meraih lengan Hinata.
"Un! Kalau begitu aku akan berlatih!" seru Hinata.
Sejenak setelah kembali ke kediaman Hyuuga, langkah Hinata langsung terhenti karena kehadiran ayahnya. Tatapan mata Hiashi pada hari itu rasanya sungguh tajam hingga mengintimidasi Hinata. Hari itu, Hyuuga Hiashi memerintahkan kedua putrinya untuk menunjukkan kemampuan mereka. Dan hal yang ditakutkan Hinata terjadi. Ia dikalahkan oleh adiknya, Hanabi. Hiashi terlihat sangat kecewa. Hinata merasa sangat lemas hingga tidak sanggup menatap wajah ayahnya.
Perkembangan Hinata tidaklah terlihat sebaik Hyuuga lain di usianya, bahkan tertinggal jauh oleh sepupunya, Neji. Hinata betul-betul mengetahui hal itu. Namun, kalah oleh orang yang lebih muda darinya, apalagi orang itu adalah adiknya sendiri, hal itu cukup membuat Hinata terpuruk.
"Jangan ikuti aku Ko!" perintah Hinata sembari melangkahkan kakinya keluar dari gerbang kediaman Hyuuga. Ko menghentikan langkahnya dalam mengejar Hinata. Ia tau bagaimana perasaan Hinata saat itu. Hinata memerlukan waktu untuk sendiri.
Hari sudah malam. Rasa lelah menghentikan langkah Hinata tepat di samping pohon yang sudah tak asing baginya. Itu adalah pohon dengan ayunan yang sering Naruto mainkan ketika sendiri. Kali ini Hinata hanya duduk di bawah pohon itu, dengan kedua kaki yang ia peluk untuk menutupi tangisnya.
"Hey, Hinata! Sedang apa di sini?"
Hinata bergidik mendengar suara itu. Ia mengangkat kepalanya untuk menatap bocah di hadapannya. "N-Naruto-kun?"
Dingin. Sepi. Tidak ada siapa pun yang ingin keluar pada malam itu. Ini membuat Hinata heran, "Ke-kenapa kamu ada di sini?"
"Yah... aku hanya sedang jalan-jalan. Tempat tinggalku sepi, jadi aku bosan. Hehehe..., " jawab Naruto sambil menggaruk bagian belakang kepalanya. Entah kenapa, kalimat yang diucapkan dengan tawa itu malah membuat Hinata sedikit sedih karena ia adar akan keadaan Naruto.
"Kau selalu menangis setiap aku melihatmu. Aku jadi bingung harus bagaimana." Naruto mengulurkan tangannya. Hinata ragu untuk meraih tangan Naruto. Ia malah kembali menangis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Rumahmu dimana?" tanya Naruto. Namun tetap, Hinata tidak menjawabnya.
Naruto menarik lengan Hinata dengan paksa, membuatnya berdiri tegap. Naruto hanya terus bicara dengan senyumannya, "kalau kamu tidak tahu arah rumahmu, ayo kita cari bersama!"
Bagi Hinata, hari ini adalah hari yang berat. Namun, hanya dalam sesaat, rasanya ia melupakan hal itu. Hinata menikmati momen ini, ketika ia berjalan bersama dengan Naruto. Waktu terasa cepat berlalu hingga tanpa sadar akhirnya mereka sampai di depan kediaman Hyuuga.
"Hinata...," panggil Naruto. "Kau tinggal di rumah besar seperti ini, tapi kenapa kau menangis?"
Hinata terdiam. Naruto melanjutkan kata-katanya, "Aku saja tinggal di tempat kecil, tidak punya siapa-siapa, tapi aku tidak pernah menangis."
Naruto berbalik menghadap Hinata, lalu memberikan senyuman lebar khas dirinya. "Hehe..."
Lagi-lagi seperti ini. Hinata merasakan kesedihan dari kalimat yang Naruto ucapkan. Hinata memiliki kehidupan yang berat karena terbebani oleh ekspektasi klan-nya sebagai penerus inti Klan Hyuuga. Naruto juga sama, punya hal yang membebani dirinya setiap hari. Namun, ia selalu tersenyum. Naruto akan selalu membuktikan bahwa dia bisa. Berbeda dengan Hinata yang sering melarikan diri dan menangis apabila ada hal yang mengganggunya. "N-Naruto-kun, kau kuat ya."
"Ehehe... tentu saja! Suatu saat aku akan menjadi Hokage!"
Melihat keceriaan Naruto, bibir Hinata perlahan merekah memperlihatkan senyum kecilnya. "T-terima kasih sudah mengantarku, N-Naruto-kun."
"Ya! Kalau begitu aku pamit. Sampai jumpa di akademi, Hinata." Naruto berlari menjauh. Ia sempat melambaikan tangannya dari kejauhan. Hinata sedikit malu untuk membalasnya. Namun, ia memberanikan diri dan memberikan sedikit lambaian tangan.
'Aku juga harus menjadi kuat,' batin Hinata.
Hinata bergegas lari masuk ke dalam rumahnya. Hal yang tak disangka, di depan Hinata tiba-tiba muncul seorang perempuan. Hinata langsung terjatuh karena menabrak perempuan itu.
"Kau lemah."
Itu merupakan ucapan yang begitu kejam untuk dilontarkan pada seorang bocah. Hinata kesal, tetapi apa yang perempuan itu katakan benar.
'Aku tahu itu! Aku tidak punya bakat seperti Hyuuga lainnya!' Hinata tidak berani mengatakannya. Kalimat itu hanya bisa ia telan bulat, disembunyikan dalam hati.
"Kau lemah, kau tidak punya bakat seperti Hyuuga lainnya. Itukah yang kau pikirkan, Hinata?" tanya perempuan itu seolah dapat membaca pikiran Hinata. Perkataan perempuan itu berhasil menarik perhatian Hinata.
'Siapa dia? Dia tahu namaku. Apa aku mengenalnya?' batin Hinata. Hinata kebingungan. Ia tidak pernah mendengar suara seperti ini sebelumnya.
Hinata mengangkat kepalanya, melihat jelas sosok itu. Seorang perempuan cantik dengan rambut indigo mirip seperti Hinata, terurai dengan rapi. Sorot mata yang menatap jauh ke dalam diri Hinata, dengan pupil biru dan pola bunga di dalamnya. Tatapannya dingin dan tajam, sesaat terasa seperti menghentikan detak jantung Hinata.
"Sekarang bangunlah, bertarung denganku." Perempuan itu menarik Hinata hingga berdiri. Namun, percuma saja, kaki Hinata tiba-tiba merasa lemas. Tubuhnya entah kenapa tidak memiliki tenaga.
"Naruto-kun sebaiknya tidak boleh dekat dengan orang lemah sepertimu, Hinata." Hinata bergidik mendengar perempuan itu menyebutkan seseorang yang dikaguminya. "Naruto-kun memiliki impian dan harapan yang tinggi. Seorang bocah lemah yang tidak punya keinginan kuat sepertimu tidak layak untuk berada di sampingnya."
Hinata kesal. Perkataan perempuan itu benar, ia tidak bisa menyangkalnya. Namun, keinginan Hinata begitu kuat sampai keberanian dalam dirinya langsung keluar.
"Berisik!"
Teriakan itu bagaikan sebuah jutsu yang melepas rasa takut Hinata. Tubuhnya yang barusan tidak bertenaga kini seperti memperoleh energinya kembali. Hinata bangkit dari jatuhnya, lalu mengarahkan Juuken pada perempuan itu.
"Dasar bocah tidak tahu diri!" Perempuan itu mengelak Juuken Hinata, lalu menyerang Hinata dengan lutut yang melayang ke arah perutnya.
"Gah!"
Tak cukup sampai situ, perempuan itu mengepal kaki kanan Hinata, lalu melempar Hinata ke arah gerbang kediaman Hyuuga. Brak! Gerbang kayu itu hancur saking kuatnya serangan perempuan itu.
Hinata batuk hingga mengeluarkan darah dari mulutnya. Namun, perempuan itu sepertinya tidak memiliki belas kasih untuk menghentikan perbuatannya. "Bangun."
Percuma. Luka yang dialami Hinata tidak memungkinkannya untuk bangkit.
"Kubilang bangun!" teriak perempuan itu lalu menghempaskan Hinata dengan tendangannya.
Hinata terhempas. Punggungnya menghancurkan pintu dari ruangan yang biasa dipakai latihan Klan Hyuuga. Kejadian itu mengundang banyak anggota Klan Hyuuga karena kebisingan yang disebabkan. Bahkan Hyuuga Hiashi juga muncul di sana.
"Sampai berani menyakiti keturunan inti dari Klan Hyuuga, siapa kau?!" Hiashi membentak perempuan itu. Namun, perempuan itu sama sekali tidak merasa terintimidasi.
"Ini bukan urusanmu," jawab perempuan itu. Ia lalu melangkahkan kakinya mendekati Hinata. Sayangnya, anggota Klan Hyuuga menghalangi jalannya. Di sana terlihat Ko segera memangku Hinata yang terluka parah.
Perempuan itu mengangkat lengannya, mengarahkan telapak tangannya menghadap Hinata. Sesaat itu juga, Hinata yang sudah setengah sadar langsung terlempar dari pangkuan Ko. Ia bagai ditarik oleh benang tak terlihat yang keluar dari telapak tangan perempuan itu. Setelah sampai satu meter dari tubuhnya, perempuan itu langsung memukul perut Hinata. "Bangunlah, Hinata!"
Hinata tak merespon. Ia sudah tak sadarkan diri. Klan Hyuuga segera menyerang perempuan itu untuk mencegahnya berbuat sesuka hati. Namun percuma, semua orang terpental. Perempuan itu tidak dapat mereka lawan. Klan Hyuuga merasakan ada pelindung kuat di sekelilingnya.
"Semuanya, kita serang bersamaan!" seru Hiashi. Berbagai macam serangan mereka lakukan dengan interval yang cepat dan teratur. Namun perempuan itu mudah sekali menahan serangan mereka. Perempuan itu seperti mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagai membaca pikiran mereka.
Pertarungan mereka berlangsung semalam penuh. Saat fajar menyingsing, kediaman Hyuuga sudah tidak dalam bentuk asalnya. Puing dimana-mana dengan debu beterbangan di sekelilingnya. Yang berdiri di sana hanyalah seorang perempuan.
"Aku tidak tahu ada perempuan sekuat dirimu di desa ini. Siapa kau sebenarnya?" Hiashi bertanya dalam keadaan setengah sadarnya.
Perempuan itu diam sejenak. Lengannya menepuk debu yang hinggap di bahunya. Ia menunduk, menatap Hiashi yang bersikeras ingin mengetahui tentang dirinya.
"Baik, akan aku beritahu...," ujar perempuan itu. "Namaku Hyuu— Bukan, namaku Ootsutsuki Hinata."
"Ootsutsuki... Hinata." Hiashi masih mempertahankan kesadaran dirinya. Masih banyak yang ingin ia tanyakan pada perempuan itu, terutama motifnya dalam menyerang Klan Hyuuga. Namun sayang, rasanya ia sudah tidak kuat lagi untuk berbicara. Kesadaran Hiashi perlahan mulai menghilang.
Ootsutsuki Hinata berjalan mendekati seorang gadis yang tak sadarkan diri. Ia menarik kerah pakaian gadis itu, mengangkatnya hingga terlihat seperti menggantung. "Saat anak ini pulih, aku akan menjemputnya kembali. Ketahuilah bahwa kalian hanya akan membuang waktu apabila berusaha menyembunyikannya."
Kalimat itu terukir jelas dalam pikiran Hiashi sebelum ia pingsan. Setelah itu, Ootsutsuki Hinata menghilang tanpa jejak.
:: All-Seeing White Eye ::
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto.
Warning: Mengandung unsur kekerasan (yang mungkin beberapa pembaca nggak terima kalau fanfic ini rating T), out of character, god-like Hinata.
Karya ini terinspirasi dari sebuah artikel yang saya baca dari fandom Naruto.
:: Selamat Membaca! ::
Satu bulan sudah berlalu sejak peristiwa yang terjadi di kediaman Hyuuga. Malam itu merupakan tragedi besar yang menimpa Klan Hyuuga. Seisi desa dibuat panik akan sosok Ootsutsuki Hinata. Sosok kuat yang bahkan pergi tanpa sebuah luka gores setelah melawan banyak anggota Klan Hyuuga. Beruntungnya, sama sekali tidak ada korban jiwa dalam pertempuran itu. Bagi Ootsutsuki, pertarungan pada malam itu hanyalah permainan anak-anak. Kekuatan aslinya tidak terukur. Apabila mau, Ootsutsuki bisa membantai seluruh Klan Hyuuga, bahkan mungkin seisi desa.
Ootsutsuki Hinata sudah menjadi ancaman bagi Desa Konoha.
"Bagaimana dengan Hinata?" tanya Hiashi yang kini sedang dirawat di rumah sakit.
"Tenanglah, anakmu baik-baik saja. Lukanya sudah sembuh. Ia hanya tinggal memulihkan tenaganya," jawab Hokage ketiga, Hiruzen Sarutobi. Hiashi sedikit merasa lega setelah mendengar jawaban itu. "Jadi... kau benar-benar tidak tahu alasan Ootsutsuki Hinata itu mengincar Hinata?"
Hiashi menggelengkan kepalanya. "Dia datang tiba-tiba, entah dari mana. Aku tidak dapat merasakan hawa keberadaannya."
Hiruzen menghisap pipa tembakaunya, lalu mengeluarkan asap bersamaan dengan hembusan nafasnya. "Mungkinkah dia mengincar byakugan?"
Hiashi mengerti asal pertanyaan itu. Ia menutup matanya, berusaha untuk berkonsentrasi dalam pikirannya. Namun, tak ada satu pun petunjuk akan hal itu. Rasanya mustahil Ootsutsuki mengincar byakugan. Ia bisa saja mengambil semua yang ia inginkan apabila ia mau. Tetapi tidak, tujuannya sudah jelas bukanlah byakugan, melainkan Hinata seorang.
Hiashi ragu akan pertanyaan Hiruzen, "Aku rasa tidak mungkin. Tujuannya hanyalah Hinata. Aku tidak tahu apa yang Hinata perbuat sampai diincar oleh orang seperti itu."
"Bagaimanapun keadaannya, Ootsutsuki Hinata akan menjadi prioritas pertama dalam keamanan desa. Hyuuga Hinata akan dilindungi oleh jounin juga ANBU," tegas Hiruzen. Hiashi mengangguk mengiyakan, meskipun dalam hatinya masih penuh dengan kekhawatiran.
::
Ada yang aneh dengan suasana akademi di pagi ini. Itu karena kehadiran Hyuuga Hinata setelah beberapa hari dia absen. Sosok Hinata yang menghilang beberapa hari ini, sekarang menjadi pusat perhatian. Semua orang sudah tahu tragedi yang menimpa Klan Hyuuga, termasuk anak-anak di kelas ini. Mereka membicarakan Hinata dari belakang. Tak ada satu pun yang berani mendekati Hinata. Hal ini juga pernah terjadi sebelumnya, tepatnya ketika tragedi pembantaian Klan Uchiha.
Teman perempuan dari kelas yang sama dengan Hinata sebelumnya sempat menengok Hinata ketika dia dirawat. Barusan pun mereka sempat bertukar sapa. Namun, hari ini Hinata terlihat murung. Hinata tahu teman-temannya tidak berniat menjauhinya. Sebaliknya, mereka peduli pada Hinata sehingga tidak ingin membuatnya sedih. Namun, bukan itu masalahnya. Hinata tidaklah memikirkan hal seperti itu.
Hyuuga Hiashi, ayah Hinata, berkata bahwa Ootsutsuki akan kembali saat Hinata pulih. Tentu saja Hinata tidak diperbolehkan mengetahuinya. Sayangnya, Hinata tidak sengaja mendengar pembicaraan itu saat ia hendak menjenguk ayahnya di rumah sakit. Hinata sangat ketakutan meskipun saat ini banyak ninja melindunginya dari bayang-bayang. Itulah alasan utama ia terlihat murung.
Masih ada sepuluh menit sampai kelas Iruka dimulai. Dari balik pintu masuk, Naruto berjalan dengan rasa percaya diri tinggi. Saat ia menengok, langsunglah ia berseru, "Oh! Hinata! Rupanya kau datang hari ini."
Blush...
Entah bagaimana, rasa takut yang barusan dialami Hinata tiba-tiba lenyap. Hinata menjadi dirinya yang biasa. Dipanggil oleh orang yang ia kagumi, terlebih lagi saat ia menjadi pusat perhatian teman sekelasnya, Hinata tak kuat menahan malu sampai tak berani menatap wajah Naruto. Seperti biasa, ia mengalihkan pandangannya pada dua jari telunjuk yang ia mainkan.
"Se-selamat pagi, Naruto-kun," Hinata mati-matian memberanikan diri untuk menyapa Naruto.
"Ya! Pagi, Hinata! Bagaimana keadaanmu?" tanya Naruto sambil berjalan ke arah Hinata. Belum sempat Hinata menjawab, Naruto duduk pada bangku persis di sebelah Hinata.
'Hmmmmmmmmpphhh!' batin Hinata berusaha meredam suara teriakannya.
"A-a-a-a-a-a-aku sudah baik— Hmmphh!" Belum sempat Hinata menyelesaikan kalimatnya, Naruto malah menempelkan telapak tangannya pada dahi Hinata.
"Kamu yakin hari ini tidak apa-apa datang ke akademi? Sepertinya kau demam," ujar Naruto santai. Hinata mengangguk dengan panik. Beruntung bagi Hinata, Iruka segera masuk ke dalam kelas dan memulai pelajarannya. Sayang sekali sekarang Hinata tidak bisa fokus pada kelas Iruka.
Seperti biasa, Ko akan menyambut Hinata saat keluar dari akademi. Meskipun Ko terluka, sama seperti Hyuuga lainnya, itu tidak dapat menjadi alasan baginya untuk meninggalkan tugasnya sebagai pengasuh Hinata. Terlebih lagi Ko merasa bersalah karena ia tidak dapat melindungi Hinata pada malam tragedi itu.
Beberapa hari sudah berlalu. Pengawalan Klan Hyuuga semakin diperketat seiring dengan pulihnya kondisi kesehatan Hinata. Malam itu, Hiruzen Sarutobi, Sang Hokage, secara pribadi datang ke kediaman Hyuuga yang baru.
"Aku merasakan firasat buruk, karena itulah aku menyempatkan datang kemari," ujar Hiruzen. Hiashi hanya mengangguk pelan. Ia tahu cepat atau lambat perempuan itu akan kembali.
"Ootsutsuki Hinata... dia adalah sosok yang berbahaya, tapi..." Hiashi sejenak menghentikan perkataannya. "... Tapi, entah kenapa aku merasakan hal yang aneh darinya."
Hiruzen hanya diam mendengarkan. Hal aneh yang dimaksud Hiashi sebetulnya adalah perasaan yang tidak bisa ia jelaskan saat ia melawan Ootsutsuki Hinata. Ootsutsuki seperti melihat langsung ke dalam hati Hiashi, hingga sampai ke tingkat di mana perempuan itu mengetahui segala tentangnya. Perasaan aneh yang Hiashi rasakan itu juga terjadi saat ia menatap langsung mata Ootsutsuki. Sorot mata Ootsutsuki rasanya tidak memancarkan niat jahat. Sayangnya, itu tidak berlaku bagi putrinya. Ketika Ootsutsuki melihat putrinya, entah kenapa perempuan itu mengeluarkan aura yang berbeda.
Hiruzen dan Hiashi berdiskusi cukup lama di teras rumah hingga tiba-tiba terlihat kepulan asap merah dari halaman belakang. Itu adalah sinyal. Hiruzen dan Hiashi, juga seluruh ninja yang bertugas mengawal Hinata langsung bergegas ke arah asap itu.
'Bagaimana bisa? Aku sama sekali tidak dapat merasakan hawa kehadirannya!' batin Hiashi.
Firasat Hiruzen benar. Hinata sudah tak sadarkan diri di pangkuan Ootsutsuki.
"Seperti yang sebelumnya sudah kubilang, anak ini akan kuambil," tegas Ootsutsuki. Ia langsung berbalik untuk melompat pergi dari kediaman Hyuuga.
"Tunggu!" Hiashi mencoba menghentikan Ootsutsuki. "Apa tujuanmu mengambil putriku?"
Ootsutsuki berhenti. "Tidak ada alasan khusus. Aku hanya melakukan yang ingin kulakukan."
Hiashi heran dengan jawaban Ootsutsuki, "yang ingin kau lakukan? Mungkinkah kau mengincar byakugan milik Hinata?"
"Aku tidak keberatan dengan spekulasi seperti itu. Kau anggap saja begitu," ujar Ootsutsuki. Kemudian ia menyadari sesuatu. "Hmm... seperti yang diharapkan dari Hokage ketiga. Kekkai kah?"
Itu benar, tidak mungkin Hiruzen datang kemari begitu saja. Sebetulnya ia sudah memerintahkan ninja yang mengawal Hinata untuk mempersiapkan penghalang ketika sinyal asap merah terlihat.
"Itu benar. Kau adalah ancaman Desa Konoha. Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang seenaknya di desa ini"
Hiruzen melangkah lebih dekat untuk melihat Ootsutsuki dengan lebih jelas. Hiruzen menunjuk protektor dengan simbol Konoha yang terpasang dengan longgar di leher Ootsutsuki. "Protektor itu... adalah protektor Konoha. Namun, selama ini aku tidak pernah melihatmu."
"Itu bukanlah urusanmu." Ootsutsuki tidak ingin menanggapi perkataan Hiruzen.
"Mau bagaimanapun, kau di sini untuk mengambil Hinata. Sayang sekali aku tidak bisa membiarkan hal itu," ujar Hiruzen lalu bersiap dalam kuda-kudanya untuk menyerang. Saat ia melakukan itu, seluruh pengawal Hinata yang masih dalam posisi siaga langsung melompat mengelilingi Ootsutsuki untuk membantu Hiruzen.
"Hah... sebetulnya aku tidak ingin melakukan ini, tapi kau tidak memberiku pilihan lain."
Ootsutsuki Hinata melepas pangkuannya sehingga gadis itu terjatuh. Saat itu matanya perlahan bersinar mengeluarkan partikel-partikel berwarna biru. Itu adalah chakra. Chakra itu terus terkumpul hingga sedikit demi sedikit menutupi bagian tubuhnya. Chakra Mode, sebetulnya itu hanyalah sedikit kemampuan yang Ootsutsuki miliki. Meskipun begitu, ia yakin hanya dengan menggunakan kemampuan ini seisi desa tidak akan bisa mengalahkannya.
Pertarungan tak bisa dicegah. Saat itu kediaman Hyuuga kembali dilanda kehancuran. Ootsutsuki Hinata tidak dapat dihentikan, meskipun para ninja jounin, ANBU, bahkan Hokage pun sudah mencoba berbagai jutsu penyegelan. Mengenai kekkai (penghalang) yang menyelimuti kediaman Hyuuga? Kekkai itu sudah lama hancur karena tekanan chakra Ootsutsuki yang sangat kuat. Pertarungan itu sekarang dapat dilihat oleh seisi desa. Para ninja datang satu persatu untuk membantu. Sayang sekali bagi mereka, kekuatan yang mereka miliki layaknya semut di mata Ootsutsuki. Sekalipun bersatu, semut tetaplah semut.
Ootsutsuki tidak ingin membuang waktu hanya untuk melawan ninja yang tidak tahu akan batas kekuatannya. Ootsutsuki merasa sudah cukup membuat mereka babak belur. Ia juga sudah membuat kerusakan diluar perkiraannya. Sepertinya sudah saatnya untuk Ootsutsuki pergi.
Saat kembali ke reruntuhan kediaman Hyuuga, gadis kecil yang menjadi tujuan Ootsutsuki itu sudah sadarkan diri. Meskipun tubuhnya lemas, tidak kuat untuk bangkit, ia berusaha menengadahkan kepalanya untuk menatap Ootsutsuki. Suara kecil yang gemetar karena rasa takut itu keluar dari mulutnya, "A-aku... apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu marah?"
Ootsutsuki menghentikan langkahnya saat mendengar Hinata mengatakan hal itu.
'Sesuatu yang membuatku marah?' batin Ootsutsuki. Ia tertegun, lalu tanpa ia sadari pipinya sudah basah oleh air mata.
"Ya, Hinata. Aku sangat membencimu. Aku berharap kau mati saja." Ootsutsuki mengatakan hal itu dengan kesungguhan hatinya. Ia mengepal tangannya sangat keras. Gemeretak giginya sangat kuat seperti mencoba untuk menahan luapan emosi dalam dirinya. 'Itu benar... seharusnya kau saja yang mati, Hinata."
Saat itu, tujuan Ootsutsuki untuk mengambil Hinata rasanya telah berubah. Rasanya akal sehat Ootsutsuki sudah diambil alih oleh emosinya.
"A-aku minta maaf..." Suara lirih Hinata menyadarkan Ootsutsuki. Tak lama, kesadaran Hinata kembali menghilang.
Ootsutsuki menggeleng-gelengkan kepalanya. 'Hah, apa yang aku lakukan? Akulah yang seharusnya disalahkan, bukan Hinata ini.'
Kali ini Ootsutsuki melanjutkan tujuannya. Ia melangkah mendekati Hinata untuk membawanya pergi. Namun, saat ia menjulurkan lengannya untuk menggendong Hinata, tiba-tiba sebuah kunai melesat ke arahnya.
"Sudah kubilang jangan melakukan perlawanan yang sia-si—" Belum selesai ia bicara, Ootsutsuki dikejutkan oleh sosok yang menyerangnya.
"Kau! Jadi kau yang melukai orang-orang ya?!"
Itu adalah Naruto. Ia kemari karena penasaran dengan keributan yang terjadi di desa. Matanya ingin melihat secara langsung orang yang menyerang dan melukai orang-orang Desa Konoha sampai banyak ninja ia lihat tak sadarkan diri di sepanjang jalan.
Naruto segera mengetahui bahwa Ootsutsuki akan melakukan sesuatu pada Hinata. Ia segera berlari membelakangi Hinata untuk melindunginya. "Aku tidak akan membiarkanmu melakukan sesuatu pada Hinata!"
Ootsutsuki tersenyum kecil karena mendengar Naruto berkata demikian. Namun, rasanya terdapat kesedihan menyelimuti hatinya.
Ootsutsuki menghilang, lalu muncul kembali tepat di depan Naruto. Lengannya memukul perut Naruto hingga ia terjatuh tak sadarkan diri. "Maaf, Naruto-kun, tapi ini untuk kebaikanmu."
Mulai saat itu, sosok Ootsutsuki Hinata menghilang dari Desa Konoha. Bersamaan dengan Hyuuga Hinata yang tidak satu pun orang dapat melihatnya. Keberadaannya tidak dapat diketahui.
:: Bersambung ::
