Sakura tidak memiliki aktifitas lain setelah seharian di rumah sakit. Semua orang telah pulang ke rumah menemui keluarga kecil mereka. Ino, Tenten, Temari, Hinata. Pandangannya mengadah ke langit malam yang dihiasi bintang.
Kapan aku bisa memiliki keluarga itu?
Lupakan soal Sasuke, pria itu pada akhirnya memilih berkelana setelah perang selesai. Tak ada harapan untuknya dan ia pun sudah mantap untuk tidak lagi memikirkan Sasuke. Lagipula kehidupan sudah berubah, kini ia sudah lebih dewasa dan memahami jika cinta tak perlu dipaksakan.
Angin berhembus menerbangkan helaian rambut merah muda yang mulai memanjang hampir sepinggang wanita itu.
Duduk sendirian di bukit sambil memandang langit rupanya tidak mengobati perasaannya.
Jika sekarang adalah beberapa tahun lalu, saat ini pasti Naruto sedang mengganggunya dengan mengoceh tentang mimpi menjadi hokage dengan Kakashi yang tak merespon dan terus membaca buku bersampul. Ia merindukan masa-masa itu.
"Kau tidak kedinginan? Sudah sejam lebih kau tidak beranjak."
Suara barinton itu sedikit mengagetkannya. Tanpa berbalik pun Sakura kenal suara itu.
"Apa sedaritadi kau memperhatikanku, Neji-san?" tanya Sakura tersenyum kecil.
Neji, pria dengan warna rambut coklat itu melangkah maju, mengambil tempat di sebelah Sakura.
Mereka terdiam untuk beberapa saat.
"Kau tahu, beberapa hal yang awalnya menemanimu dan bertumbuh bersamamu, pada akhirnya akan hilang seiring berjalannya waktu."
Neji memandang Sakura yang sedang mengadah ke atas.
"Apa kau merasakan hal yang sama, Neji-san?" Sakura akhirnya memandang pria itu.
Keduanya saling menatap. Iris mata hijau bertemu mata kelabu.
Hening. Tak ada jawaban dari pemilik mata khas klan Hyuga tersebut. Namun tatapan mereka masih beradu.
Sudut bibir Sakura terangkat membentuk senyuman manis. "Maaf, kurasa aku mengoceh tidak jelas. Maaf sudah mengganggu waktumu, Neji-san," pemilik surai merah muda itu bangkit berdiri. "Aku akan pergi," lanjut Sakura berbalik, melangkah menjauh.
"Apa kau membutuhkan seseorang, Sakura?"
Suara bariton kembali terdengar membuat wanita itu menghentikan langkah kakinya.
"Kau bisa menggunakanku."
Ucapan itu membuat napas Sakura berhenti selama beberapa detik. Apa Neji mengerti maksudnya tadi? Namun, kenapa pria itu menawarkan diri. Apakah ia terlihat begitu kesepian sekarang? Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.
Kepalanya menoleh, bibirnya mengukir senyuman kecil. "Aku tak ingin melakukannya, itu akan membuatmu risih. Kita tak memiliki cukup kedekatan." Maksud Sakura disini, ia tak pernah cukup dekat dengan Neji. Sekarang pun ia merasa sedikit segan berbicara dengan sang Hyuga. Sifatnya yang mirip seperti Sasuke, dingin dan sulit didekati, semakin membuat Sakura tak berani lebih jauh mengenal pria berambut panjang tersebut.
"Tak masalah."
Balasan dari Neji mengakhiri percakapan mereka karena selanjutnya Nejilah orang yang pergi lebih dulu dari tempat itu.
Sakura tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. Ini sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan. Neji itu sulit ditebak, seperti Sasuke. Buru-buru ia menggeleng, membawa Sasuke dalam hal ini tidak etis. Entahlah, untuk sekarang ia hanya ingin pulang dan berendam. Besok, ia harus kembali melakukan aktifitasnya di rumah sakit. Ia tak ingin kehilangan fokus dalam bekerja.
Sakura yang membuka pintu rumahnya terkejut melihat bagaimana Hyuga Neji sudah berdiri tegap dihadapannya.
"Neji-san, ada perlu apa?" Tanya Sakura hati-hati tak ingin dari perkataanya menyakiti hati pria di hadapannya.
"Melakukan apa yang kita bicarakan sebelumnya."
Jawaban dengan nada datar itu kembali mengingatkan Sakura di malam kemarin mereka berbincang. Sejujurnya ia pun tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menjadi seseorang itu.
"Ah, aku akan ke rumah sakit. Umm… apa kau-" Sakura kesulitan melanjutkan pertanyaannya karena rasa canggung dan bingung. Oh ayolah, ia tak pernah berpikir akan berada di situasi seperti ini.
"Ya, tujuanku sama." Seolah memahami maksud Sakura, sang pria Hyuga menjawab dengan nada khasnya, datar tak memiliki emosi. Ia semakin sulit menebak apa yang berada di pikiran pria di hadapannya sekarang.
Sakura hanya mengangguk. Mengunci pintu rumahnya, melangkah menuju rumah sakit diikuti Neji.
Perjalanan yang biasanya hanya delapan menit dirasa Sakura begitu lama saat ini. Itu karna dia dan sang Hyuga yang hanya diam. Sakura sebenarnya ingin mencairkan suasana, tapi demi Kami-sama, ia tidak tahu harus melakukan apa.
Hampir mendekati rumah sakit, Sakura baru memikirkan satu pertanyaan.
"Apa kau sudah sarapan, Neji-san?"
"Belum."
Jawaban singkat itu membuat wanita pemilik surai merah muda tersebut merasa bersalah. Ia berpikir karena dirinya Neji tak meluangkan waktu untuk sekedar sarapan di pagi hari.
Tepat di depan rumah sakit Sakura membungkuk kepada pria dihadapannya. "Terima kasih Neji-san, aku akan masuk."
"Ya."
Sakura tersenyum tipis.
Neji pun berbalik melanjutkan tujuannya. Sakura pikir Neji ingin ke rumah sakit, namun ternyata Neji hanya mengantarnya dan itu sedikit membuatnya berdebar. Punggung pria itu perlahan menghilang di balik orang-orang yang tengah beraktifitas di jalanan.
Pekerjaan di rumah sakit berjalan lancar. Semuanya nampak baik, tak ada masalah, namun seseorang bermaga Hyuga kembali hadir di hadapannya, tepatnya di depan rumah sakit.
"Maaf, aku tak tahu kau akan datang saat malam, Neji-san," ujar sakura sedikit mengatur napasnya. Bayangkan saja ia berlarian dari lantai empat rumah sakit karena melihat Neji dari jendela ruang kerjanya. Terkejut dan kembali merasakan getaran di hatinya. Oh, kini pipinya pun terasa hangat, ia yakin warna wajahnya berubah menjadi merah padam.
Neji tersenyum, sakura dapat melihat itu, namun sangat cepat digantikan dengan wajah datar andalan pria itu.
"Aku baru sampai."
"Ah, begitu…" Sakura memikirkan satu hal. "Apa kau sudah makan? Jika belum…" lagi-lagi sakura tak mampu melanjutkan kata-katanya.
"Ingin makan dimana?" Neji menatap tepat di mata hijau milik Sakura.
Segera Sakura memalingkan wajah. Ah, sial. Sepertinya karena dia sudah lama tidak dekat dengan lawan jenis, membuatnya jadi lebih mudah merasakan gugup saat ditatap. "Umm… a-ku mengikuti saja," ucap Sakura sembari menunduk. Wanita bersurai merah muda itu baru sadar, batu-batu kerikil di tanah cukup menarik untuk dipandang di saat seperti ini.
Neji tidak mengatakan apapun, namun terus melangkah ke suatu kedai makanan diikuti Sakura di belakang, ia tak sanggup jika harus melangkah bersebelahan dengan pria Hyuga itu.
Tak ada yang istimewa dari makan malam mereka yang ditemani keheningan. Hanya saja Sakura merasa ia menyukai minuman pesanan Neji yang terasa sedikit panas di tenggorokan namun meninggalkan rasa manis di lidahnya. Rasanya seperti sake, tapi jauh lebih enak.
Perjalanan pulang terasa cepat bagi Sakura. Kini keduanya sudah berdiri di depan pintu rumahnya.
"Terima kasih, Neji-san aku-" pandangannya berputar-putar. Ia dapat merasan tubuhnya panas dan berkeringat. Wanita itu memegangi lengan Neji saat merasa mulai kehilangan keseimbangan.
"Sakura?"
Demi Kami-sama, suara Neji benar-benar terdengar memabukan ditelinganya, ia merasa semakin panas di dalam.
"Ughh Neji-san bisa tolong antarkan aku ke dalam?" Sakura sudah benar-benar tidak tahan dengan dirinya sendiri.
Tanpa mengatakan apapun, pria Hyuga itu membantu Sakura masuk.
"Kamarku di lantai dua, bisakah- ahh ini semakin panas," lirih Sakura. Ia harusnya sadar jika minuman tadi terasa berbeda. Pasti ada hal lain di dalam minuman tersebut yang mempengaruhi hormonnya.
Neji membantu wanita bersurai merah muda berjalan menuju ranjangnya. Neji tahu, Sakura sedang dalam kondisi apa, ia dapat melihat aliran chakra yang dimiliki Sakura berantakan. Pasti karena sesuatu yang telah mereka makan saat di kedai tadi.
Sakura berbaring membelakangi Neji. "Tolong pergilah, Neji-san, aku tidak ingin melakukan hal bodoh didepanmu." Sakura mengigit bibir bawahnya. Ia benar-benar berusaha menahan diri.
Tak ada suara, yang Sakura pikir lawan bicaranya telah pergi. Ia buru-buru melepas pakaiannya karena rasa panas yang semakin menjalar. Bahkan bajunya pun basah dibeberapa bagian karena keringat.
"Sudah kukatakan Sakura, kau bisa menggunakanku."
Suara berat dengan sedikit serak tersebut membuat tubuh Sakura seketika menegang, tak berani berbalik ke belakang dan melihat seperti apa wajah yang ditunjukkan Neji. Sial! benar-benar memalukan. Ini adalah hari terburuk baginya.
Hehehehe moga banyak yang baca amin,
28 september 2024
