"Tolong! Tolong! Aku tak sengaja menabraknya karna salju lebat! dokter?! siapapun tolong aku!"

Gadis bersurai merah muda dengan jas putihnya segera berjalan cepat ke pintu masuk UGD, sembari menggerakan tangannya memberi perintah pada seorang staf disana untuk membantu pria berusia pertengahan abad yang berseru itu.

"Angkat dia, lakukan pengecekan organ dalam, jika aman lakukan CT Scan untuk melihat apakah ada pendarahan di otaknya!" Tegas wanita itu direspon anggukan cepat dari staf tersebut. Mata wanita itu beralih pada sang pria paruh baya yang terlihat kesulitan mengatur napas. "Tenanglah, dia akan aman. Anda bisa mengecek keadaan Anda dulu jika terluka."

Pria itu menggeleng. "Aku tak apa, aku- aku tak bersalah, sungguh! dia tiba-tiba muncul di depan mobilku dan aku tidak dapat mengambil rem dan, dan- semua terjadi..."

Sakura paham, yang dikatakan pria di depannya ini bukan sebuah kebohongan. "Anda dapat duduk di kursi sembari menunggu hasilnya. Saya akan mengabari Anda secepatnya."

Pria itu pun mengikuti perkataan Sakura, namun pandangannya kosong ke depan, ia takut disalahkan dan harus berakhir di jeruji besi, meskipun ia tahu ini bukan kesalahannya.

Sakura berlalu mengecek keadaan pria yang sebelumnya berlumuran darah, kini sudah cukup bersih dan sedang diperiksa oleh perawat.

"Dia aman, Dok. Tidak terlihat adanya cidera dalam atau lainnya, hanya sobekan panjang di pelipis dan luka di sudut bibir kanannya. Kami akan segera menjahitnya, setelah itu dilanjutkan dengan CT Scan."

Sakura mengangguk sambil mengecek denyut nadi dan denyut jantung pria yang tak sadarkan diri itu, yang kini bertelanjang dada. "Seperti katamu, semuanya normal. Hubungi keluarga pasien, kita harus mengabarkan hal ini."

Perawat wanita dengan tanda pengenal Zhisune itu tersenyum malu dan memandang Sakura. "A-ano, dia Uzumaki Naruto, kupikir agak sulit menghubungi keluarganya karena dia tidak membawa ponsel. Kita harus menunggunya sadar terlebih dahulu."

Sebelah alis Sakura terangkat, melihat ekspresi Zhisune. Nama yang dikatakan perawat itu pun terdengar tidak asing. Ia mencoba mengingat-ingat sambil memandang wajah pria berambut pirang yang tengah tertidur itu. Wajah tampan, tubuh atletis dengan otot-otot yang terbentuk, aroma parfum mahal yang menyeruak dari tubuhnya. Ah, ia ingat sekarang, pria ini bukan orang biasa, sepertinya sebentar lagi rumah sakit ini akan penuh.

Sakura kembali memandang Zhisune yang masih memerah malu. "Tolong pindahkan dia ke kamar VIP, aku tidak ingin ada kekacauan setelah ini. Pastikan menghubungi keluarganya jika ia sudah sadar nanti dan berikan hasil CT Scannya ke ruanganku," ucap Sakura kemudian memandang jam kecil di tangan kanannya.

Zhisune mengangguk. Ia mulai melakukan prosedur lanjutan, menjahit daerah yang terbuka pada kulit mulus pria itu, sebelum nantinya dipindahkan ke ruang khusus untuk dilakukan CT Scan.

Sebelum keluar ruangan, Sakura kembali berkata, "tolong beritahu pria di kursi depan juga bagaimana keadaan lelaki itu."

"Baik, Dokter."

Sakura melangkah sambil membuang napas panjang. Ia memasuki ruangannya yang tak begitu jauh dari ruang UGD lalu duduk bersandar pada kursi kerjanya. Tangannya menarik laci meja dan mengambil ponsel yang sedari awal dimatikannya. "Apakah ia menghubungiku? Kuharap ia ingat hari apa ini," gumam Sakura sambil menyalakan ponselnya.

Sudut bibirnya terangkat keatas saat melihat dua pesan masuk di ponsel hitam tersebut.

'Apa kau kira aku melupakan hari perayaan kita, hm? Aku akan meluangkan waktu malam ini, berdandanlah yang cantik.'

15.26

'Kuharap kau tak marah soal kejadian semalam, aku mencintaimu, kau tahu itu bukan, Uciha Sakura?'

15.30

"Dasar..." Sakura mengetik balasan lalu menyimpan kembali ponsel hitam tersebut di laci meja. Ia memandang dirinya di pantulan cermin di bagian kiri dari meja kerjanya. Mengingat kembali bagaimana perdebatan kecil mereka semalam dikarenakan ia merasa suaminya yang tidak ingin meluangkan waktu untuknya. Suaminya berpangkat jendral di kepolisian Jepang sudah berjalan sekitar tiga bulan. Hal ini yang membuat suaminya begitu sibuk meluangkan waktu untuknya. Meskipun begitu, Sakura tahu jika suaminya itu tetap memperhatikannya ditengah kesibukannya bekerja.

Suara pintu diketuk kembali membuyarkan lamunannya. Dibalik pintu, Zhisune masuk dengan sedikit tergesa.

"Ada apa? Darurat?" Tanya Sakura berdiri, melangkah menuju Zhisune, mereka kemudian berjalan beriringan.

"Kekasihnya datang, dia ingin bertemu denganmu. Naruto pun sudah sadar, dan di luar sangat ramai dengan para wartawan dan penggemarnya!"

Sakura tertawa kecil, sudah mengetahui hal ini akan terjadi.

"Tapi, Dok, kau harus lihat sendiri bagaimana tampannya dia saat sudah sadar, ah aku bisa jantungan dibuatnya," lanjut Zhisune sambil memyentuh dada kirinya yang berdetak keras.

Sakura hanya menggeleng, ia paham seberapa terkenal pria itu, Uzumaki Naruto. Aktris berkebangsaan campuran dengan mata birunya, memiliki kharisma tersendiri, bagi para penggemarnya, ataupun gadis-gadis muda yang baru beranjak dewasa. Entah bagaimana pria itu berhasil memikat banyak wanita hanya dengan senyumannya. Tapi, Sakura bukan salah satunya. ia hanya sudah melihat secara langsung bagaimana temannya -yang bisa dikatakan tidak muda karena sudah berusia 27 tahun dan memiliki anak 2 tahun- langsung jatuh hati begitu saja ketika melihat papan reklame sang Uzumaki di salah satu mall di tengah Kota Tokyo. Ah, bahkan sampai sekarang pun, Ino, sahabatnya itu masih menceritakan bagaimana menawannya pria Uzumaki tersebut meskipun telah dua minggu berlalu dari kejadian awal Ino melihat Naruto.

"Selamat sore, tuan Uzumaki dan-"

"Hyuga, Hyuga Hinata." Wanita dengan suara halus itu melanjutkan perkataan Sakura. Penampilannya yang sopan, rambut gelap panjang yang di urai, serta tatapan teduh itu, Sakura yakin ia adalah kekasih dari Uzumaki.

Sakura tersenyum. Ia mendekat ke arah Naruto kemudian memeriksa keadaan pria itu sebentar. "Bagaimana perasaanmu, Tuan Uzumaki?"

Naruto, pria dengan mata biru itu memandang Sakura dalam. Sedikit meringis ketika Sakura tak sengaja menekan jahitan di pelipisnya. "Cukup baik," ujarnya pelan.

Wanita bersurai merah muda itu memandangi Hinata dan Naruto bergantian. "Tidak ada masalah, hanya robekan di pelipis. Hasil pemeriksaan dan CT Scan semuanya normal. Anda bisa beristirahat sejenak dan dapat memilih pulang malam ini ataupun menginap untuk semalam disini. Ada beberapa obat pereda nyeri dan salep untuk luka kecil yang berkemungkinan berbekas nantinya," Sakura menunjukkan hasil CT Scan dan berkas pemeriksaan lainnya. "Ini bagian otak, tidak ada tanda-tanda trauma. Tidak perlu khawatir kedepannya."

Hinata membuang napas pelan dengan kedua tangan memegang tangan kanan Naruto, bibirnya membentuk senyuman lembut. "Terima kasih banyak Dokter Uciha, a- aku sungguh tidak tahu ha-harus berterima kasih dengan cara apa," kata Hinata dengan suara yang sedikit bergetar.

Baru saja Sakura ingin merespon, seorang pria berjas hitam memasuki kamar.

"Maaf, Nyonya, Tuan Hyuga menyuruh Anda untuk segera menemuinya."

Mata Sakura memandang pria itu dari atas ke bawah. Sepertinya Hyuga Hinata bukan orang sembarangan, Sakura juga pernah mendengar nama Hyuga sekali saat suaminya berbicara di telepon dengan seseorang.

Hinata melepaskan genggamannya perlahan. Ia mengangguk pelan pada pria berjas itu. "Na-Naruto, aku harus menemui a-ayah sekarang, maaf aku harus meninggalkanmu," ucap wanita bersurai gelap itu dan hanya direspon anggukan pelan dari Naruto.

Hinata pun pergi bersama pria itu, meninggalkan Sakura dan Naruto di dalam ruangan itu. Zhisune? Perawat itu sudah pergi sejak tadi, karena memiliki jadwal mengontrol pasien lain.

Suasana terasa canggung untuk beberapa saat. Sakura kembali melihat jam yang sudah menunjukkan angka tujuh. Ia kemudian memandang Naruto, tidak- sebenarnya ia memandang tembok di belakang Naruto.

"Saya akan meninggalkan Anda untuk beristirahat, selamat mal- umphh"

Sebelum Sakura menyelesaikan perkataannya, lengan wanita bersurai merah muda tersebut ditarik dengan cepat membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan dan menabrak tubuh Naruto yang tengah bersandar di bagian kepala, ranjang rumah sakit. Sakura yang belum sempat mencerna apa yang terjadi langsung membeku saat kepalanya didorong pelan kedepan oleh lengan kanan Naruto yang masih mengenakan infus, membuat bibir mereka bersentuhan dengan sengaja.

Sakura dapat melihat bagaimana wajah Naruto dari jarak yang begitu dekat, bagaimana mata yang sebiru laut itu perlahan menutup, bagaimana bibir itu mulai bergerak perahan dan bagaimana sebuah cairan bening jatuh dari mata biru pria Uzumaki tersebut.

Rasanya tidak asing. Ia pernah merasakan ini dulu, dulu sekali. Wanita itu tidak bisa menggambarkan seperti apa perasaannya kini, ia hanya- hanya mulai terhanyut dengan pria dihadapannya. Pria yang telah lama tidak dijumpainya. Pria yang mengetahui segala tentang dirinya.

"Aku tahu itu kau, Bunga Sakuraku..."

Dilain tempat, Sasuke, pria dengan cicin di jari manisnya tengah memandang langit yang menggelap dihiasi bintang berwarna. Salju sudah tidak lagi turun dan langit pun mulai bersih tanpa adanya awan hitam. Ia menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. Senyum kecil tercetak di bibirnya. Malam ini, ia tidak akan menyia-nyiakan malam ini. Tentu saja karena istri tercintanya, Sasuke akan melakukan apapun, termasuk meninggalkan beberapa pekerjaannya yang penting.


Hinata memandang ayahnya yang sedang duduk tenang di ruang kerja sembari memandang ke arah langit.

"Bagaimana keadaan Naruto?" Dengan suara penuh ketegasan, pria dengan guratan di wajahnya memandang Hinata.

"Naruto baik-baik saja. Tidak ada yang perlu Ayah khawatirkan," jawab Hinata.

"Syukurlah," ucap Hiashi sambil memikirkan sesuatu. Hal yang masih belum bisa dipastikannya, yang mungkin saja akan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya.


Beberapa menit berlalu dan rasanya baru saja terjadi. Sakura yang pertama kali sadar setelah tiga kali ketukan pintu dari luar. Buru-buru, ia merapikan penampilannya, mundur beberapa langkah sambil memandang ke arah pintu.

Seorang staf membawa napan berisikan makan malam. Gadis berkacamata itu membungkuk mengucapkan salam, meletakan makanan di atas meja lalu kembali keluar dari ruang VIP tersebut.

Tanpa menunggu, Sakura langsung meninggalkan Naruto. Ia sama sekali tidak ingin menoleh pada pria pemilik mata sebiru lautan itu. Ia tidak ingin lagi. Anggap saja yang baru terjad tadi hanyalah kecelakaan kecil. Dan nampaknya pun tak ada yang berusaha mencegahnya pergi.

sesampai di ruangannya, sakura segera bersandar di balik pintu, tubuhnya merosot perlahan hingga terduduk di lantai. Detak jantungnya masih sama seperti tadi, memacu dengan cepat. "Tenanglah, kumohon..." gumamnya lirih. Pandangannya menerawang. Kini, ia tidak tahu harus bagaimana.

Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam, namun Sakura masih di tempat yang sama, belum beranjak sejengkal pun.

"Sakura?"

"Sakura apa kau didalam?"

Mau tak mau, Sakura bangkit perlahan. Ia membukakan pintu, terkejut melihat Sasuke yang sudah rapi dengan kameja putihnya yang digulung ke atas, nampak sedikit kusut.

Gadis bersurai merah muda itu menunduk, mata hijaunya tak sanggup memandang wajah suaminya. "Maaf.." suaranya serak, hampir tak terdengar.

Sasuke langsung memeluk Sakura.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau tidak mengaktifkan ponselmu? Aku sangat khawatir, Sakura!"

Dalam pelukan itu Sakura hanya menggeleng. Sejujurnya ia tidak tahu harus mengatakan apa pada Sasuke dalam kondisi ini.

Hinata memandang Naruto yang kini tengah tertidur. Makanan dan obat yang berada di meja belum tersentuh sama sekali oleh pria pirang itu. Hinata ingin membangunkan Naruto, namun melihat bagaimana cara pria itu tertidur membuat Hinata mengurungkan niatnya. Paling tidak, sampai besok pagi, ia akan menyuapi Naruto.

Hinata membaringkan tubuhnya di ranjang pengunjung, memandang atap berwarna putih bersih kamar itu. Ia tidak tahu bagaimana Naruto bisa berakhir disini, ia pun tak ingin bertanya lebih jauh karena kondisi Naruto yang belum memungkinkan. Besok, Naruto memiliki jadwal pemotretan majalah, namun sepertinya Hinata harus mengatakan pada Kakashi untuk membatalkan pemotretan tersebut, melihat bagaimana kondisi Naruto sekarang.

Sakura membuka matanya disambut dengan sinar matahari pagi. Matanya bergerak ke samping, hanya bagian ranjang yang sudah rapi. Nampaknya Sasuke sudah pergi sejak tadi. Ia kembali mengingat kejadian kemarin, sesaat setelah Sasuke mengunjunginya, ia kehilangan kesadaran.

Wanita itu beranjak dari ranjang, berjalan keluar kamar ke arah dapur. Bibirnya membentuk senyuman saat melihat sarapan yang telah tersedia di meja dengan secarik kertas bertuliskan aku mencintaimu. Sepertinya ia sudah mengacaukan malam perayaan mereka.

Sasuke mendengarkan pendapat seorang sersan didepannya dengan seksama selama beberapa saat.

"…. Bagaimana menurutmu, Jendral?"

Seluruh orang di ruangan itu memandang Sasuke, menunggu responnya.

"Kita belum dapat bergerak sekarang, tak ada bukti yang cukup akurat mengenai pengedaran ini. Masyarakat akan merasa ini sebuah pembodohan jika ternyata informasi yang diperoleh merupakan kabar burung. Institusi ini sedang dalam pandangan buruk, lakukan pencarian secara diam-diam dan kumpulkan lebih banyak bukti dan saksi mata, dengan begitu kita akan menemukan alur pengedaraan ini," ujarnya final mengakhiri rapat pagi itu.

Satu per satu orang-orang dalam ruangan itu keluar, tersisa dirinya dan Kabuto, salah seorang yang memiliki pangkat dibawahnya.

"Aku berharap kita mendapatkan kunci utama dari pengedaran ini, agar hal ini dapat dihentikan."

Sasuke tak merespon. Pengedaran narkoba yang entah kenapa semakin meningkat sejak ia menjabat tiga bulan lalu membuatnya sedikit kesulitan. Ia belum menemukan titik terang dari alur pengedaran ini. Setiap saksi mata yang didapat berakhir menghilang atau dibunuh dan dua pelaku yang berhasil ditangkap mengakhiri diri mereka dengan cara memotong nadi tangan. Siapapun dibalik pengedaran narkoba ini, pastinya ia bukan orang yang mudah diringkus.


Chapter 1 End

Yey, pertmaa kali buat hehehe

2024, 09, 26, kamis