"Apakah pasien atas nama Uzumaki telah pulang?" Wanita dengan rambut senada bunga sakura tersebut bertanya pada salah satu perawat di resepsionis yang sedang bertugas.

"Selamat pagi, Dokter Uciha, ya mereka baru saja pergi sejam yang lalu."

"Ah begitu," Sakura berpikir sebentar. "Apa ada pasien untuk poli jantung hari ini?" Lanjutnya. Sakura merupakan seorang dokter spesialis jantung, hanya saja entah mengapa kemarin ia repot-repot membantu orang lain di luar bidang tugasnya. Ah, benar. Itu karena rasa ibanya pada pria paruh baya itu, ia jadi terlibat jauh padahal ada beberapa dokter lain yang sedang senggang saat itu, namun kenapa mereka tidak dengan cepat merawat orang yang membutuhkan pertolongan?

Sakura mendengus pelan. Sambil menunggu perawat tersebut melihat jadwal, ia menghubungi seseorang dengan ponselnya.

"Ah direktur, aku tahu kau cukup sibuk, tapi kupikir harus ada disiplin untuk para dokter umum disini. Kau tahu? Kemarin seorang terkenal terluka parah dan tak ada yang bergerak membantu."

"Ya, kuharap dengan ini dapat meningkatkan taraf rumah sakit kita."

Wanita itu menutup telepon kemudian menatap kepada sang perawat yang meliriknya takut-takut. Mereka sangat tahu, Uciha Sakura merupakan salah satu dokter yang tegas dan tidak menerima kekurangan dari kesalahan yang disengaja di rumah sakit itu.

"A-anda tidak memiliki pasien untuk hari ini Dokter Uciha," ujar perawat itu pelan dan berhati-hati, tak ingin dirinya ikut terbilat menjadi orang yang dicap bermasalah.

Sakura menanggapinya dengan mengangguk. Ia ada rencana lain hari ini dan memutuskan untuk keluar sebentar. Lagipulan tak ada keadaan darurat yang mengharuskannya tinggal diam di rumah sakit.


"Ya, cukup! Kalian semua bisa berisitrahat."

Naruto melangkah melihat gambar dirinya di layar monitor. Pemotretan baru saja selesai dengan dirinya sebagai model utama.

"Kau harus mengedit pada bagian-bagian yang menunjukan wajah terlukaku," ucap pria pirang itu menunjuk beberapa bagian pada wajahnya di layar monitor.

"Naruto, kau belum sehat sepenuhnya kenapa ada di sini?"

Kakashi, asisten Naruto mendekat dengan kepala menggeleng. Ia tahu benar bagaimana keras kepala pria di depannya. Rasanya jika tak bekerja sehari pria itu bisa mati.

"Yo Kakashi! Aku sudah sehat, kau bisa lihat sendiri," jawab Naruto menepuk punggung Kakashi pelan. "Jadwal apa lagi yang kumiliki setelah ini?" Mata sebiru lautan itu memandang pria yang lebih tua darinya sepuluh tahun menunggu jawaban.

"Ah benar," Kakashi menyalakan IPad yang dipengangnya sedari tadi, melihat jadwal Naruto yang sudah ia susun sebelumnya. "Ada undangan pertemuan minum dengan sahabat lamamu sejam lagi, sorenya menghadiri rapat di perusahaan, ini penting kau tak bisa tak hadir, kemudian makan malam bersama Hinata," jelas Kakashi panjang.

Naruto mengangguk-anggukan kepalanya. "Begitu ya, baiklah ayo pergi, Kakashi," sebelum keluar dari ruangan itu Naruto membungkuk kepada beberapa orang yang telah bekerja selama pemotretan berlangsung. "Terima kasih untuk hari ini."

Kakashi ikut membungkuk di belakang Naruto dan dibalas ucapan terima kasih dari orang-orang disana.

Kini keduanya telah menaiki mobil menuju tempat sahabat lama Naruto berada.

Naruto memandangi gedung-gedung tinggi dari samping jendela mobil sambil menopang dagu. Pikirannya melayang ke kejadian waktu itu.

"Apa yang akan kau lakukan lagi, Kakashi, jika kau menemukan kesempatan untuk kembali kepada seseorang?"

Sebelah alis pria berambut perak itu terangkat sambil menatap pantulan Naruto di kaca mobil, tidak begitu memahami maksud lelaki di sebelahnya ini. "Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu dan mengejar kembali apa yang dulu pernah kudapatkan."

"Meskipun mengorbankan banyak orang?"

"Meskipun mengorbankan banyak orang," jawab Kakashi tenang. Ia tahu ada sesuatu yang terjadi pada pria yang sudah dikenalnya sejak delapan tahun lalu.

Sudut bibir Naruto terangkat membentuk senyuman kecil. "Jawaban yang bagus, Kakashi."

Sesampainya mereka di salah satu hotel bintang lima, keduanya langsung masuk ke dalam lift menuju lantai 25, yang merupakan restoran khusus tamu VIP dari hotel tersebut.

Naruto dan Kakashi disambut hangat oleh empat pegawai hotel yang berdiri di sisi pintu masuk.

Hanya seorang pria yang berada di dalam restoran yang cukup luas. Pria itu duduk di tengah restoran sambil menyesap minuman, membelakangi pintu masuk.

Naruto melangkah maju lebih dahulu diikuti Kakashi di belakangnya.

"Lama tak bertemu, Shikamaru."


Sasuke membaca dengan seksama berkas di atas mejanya. Berkas itu rahasia dan akan dihancurkan tepat setelah dia membacanya. Ada beberapa nama besar dalam berkas itu yang langsung bisa diingatnya.

"Lenyapkan itu, Sai." Sasuke menyerahkan berkas itu pada Sai, satu-satunya orang kepercayaannya di lembaga itu. Sai menerima dengan patuh, ia berjalan ke ruang rahasia di tempat itu, tempat penghancuran dokumen-dokumen rahasia.

Sasuke menghela napas pelan, ia merasa situasinya semakin sulit. Menarik salah satu laci di meja kerjanya, ia menatap lama sebuah foto dalam laci tersebut.

Berpikir lama, pria itu akhirnya mengambil ponsel yang berada tepat di sebelah foto tersebut. Menekan nomor yang diingatnya di luar kepala, lalu menunggu panggilan itu tersambung.


Hinata tersenyum lembut memandang pemandangan didepannya. Suara-suara dan tatapan itu menenangkan hatinya. Ah, meskipun ini hanya pekerjaan sampingan yang ia lakukan, namun dia bersyukur. Dengan begini, dengan mengerjakan pekerjaan lain milik Naruto, gadis itu bisa lebih dekat pada orang yang dicintainya tersebut.

Apapun akan ia lakukan untuk Naruto, orang yang benar-benar berarti baginya, yang membantunya bangkit dari masa terpuruknya di masa lalu. Naruto benar-benar seperti pahlawan.

"Maaf Nona, ada telepon."

Mata Hinata beralih pada nama yang muncul di layar tersebut. "Letakan saja di meja, aku belum membutuhkannya."


Sakura menutup telepon. Ia memandang berbagai hidangan di meja dengan sesosok tegap di depannya.

"Jadi, ada sesuatu yang bisa kau katakan kepadaku?"

Wanita itu menggeleng pelan.

"terjadi sesuatu? Jangan berbohong." Suara dengan nada datar itu kembali bertanya dan Sakura pun hanya kembali menggeleng.

"Aku tahu bagaimana hidupmu, Sakura."

Sakura, wanita itu mengangkat kepalanya menatap tepat pada mata lawan bicaranya. Bibir tipis, hidung mancung, mata semerah darah dengan rambut hitam panjang yang diikat. Terdapat garis pada kedua mata pria itu.

"Jika kau tahu betul bagaimana, harusnya kau bisa menebak itu Tuan Itachi," ujaran datar itu dilayangkan Sakura pada pria di depannya. Sungguh, mengatakan jika pria itu mengenal hidupnya merupakan omong kosong. Tak ada yang benar-benar mengenal bagaimana hidupnya, sama sekali tak ada.

"Menebak?" Sudut bibir Itachi terangkat keatas. "Kau tidak dapat melakukan apa yang kusuruh dan kau hanya hidup tenang dengan adikku dan terus bergantung padanya tanpa pernah berpikir apa yang bisa kulakukan pada suamimu itu."

Sakura membuang napas kasar. "Dengar Itachi, kau sudah berjanji tidak akan mengganguku lagi sejak setahun lalu, namun kenapa kau kembali datang hari ini? Apa yang telah kulakukan untukmu waktu itu masih kurang?!" Wanita dengan manik hijau tersebut tak bisa menahan diri untuk tidak meninggikan suaranya.

"Ya, pengorbananmu untuk adikku belum cukup, dan sekarang aku merasa adikku tidak memiliki kegunaan lagi."

Kata tenang dari pria itu langsung membuat tubuhnya menegang. "Kau-" Sakura menunjuk tepat di wajah Itachi. "Sungguh tidak tahu malu," lanjutnya lalu mengambil kasar tasnya di atas meja dan langsung melangkah pergi.

Sakura tidak tahu kenapa segalanya menjadi seperti ini, hidupnya sungguh sangat baik selama satu tahun terakhir ini, namun tiba-tiba kekacauan datang meghampirinya.

Ia terus berjalan lurus dengan mata dipenuhi genangan air mata. Suara klakson mobil pun tak dihiraukannnya. Bahkan saat sebuah mobil hampir menabraknya, kurang dari beberapa centi saja tetap membuatnya tak gentar dan terus melangkah. Ia benar-benar sudah buta untuk melihat apa yang ada di sekitarnya.

Seseorang turun dari mobil dan langsung menariknya kedalam pelukan, dilain sisi, Itachi tersenyum sembari meminum wine di gelas kecil di tangan kanannya. "Menarik."


Sasuke menatap benda persegi ditangannya. Panggilan yang terus tersambung itu tak pernah memberikan jawaban. Hatinya merasa tak nyaman untuk sesaat, seperti sesak dan membuatnya kesulitan mengatur napas.

"Sasuke?"

Sai yang melihat atasannya kesulitan bernapas langsung mengambil air. "Tenangkan dirimu, bangkai yang disembunyikan pada akhirnya akan tercium aromanya juga."

Sasuke memandang lurus kedepan dengan pikiran yang dipenuhi berbagai hal.


Hiashi menatap pada kursi kosong di bagian kanannya. Lagi-lagi pria itu tak menghadiri rapat, padahal ini merupakan rapat yang penting. Matanya beralih kepada gadis di sebelah kursi kosong itu, yang tengah fokus membaca materi rapat hari ini. Apakah ia sudah melangkah terlalu jauh sekarang?

Sosok yang ditatap, Hinata, tersenyum pada ayahnya. "Naruto sedang sibuk, ayah, aku mewakilinya untuk meminta maaf. Kuharap ayah tidak menyimpan masalah ini lagi dalam hatimu."

Hashi menatap sedih pada anak semata wayangnya itu, ia benar-benar merasa gagal menjadi orang tua tunggal.

Maafkan aku istriku


Kakashi memandang kedua objek di kursi penumpang lewar kaca spion. Ketika Naruto melepaskan jasnya dan diberikan pada Sakura, ketika lelaki itu mengusap air mata wanita itu dan ketika Naruto menarik Sakura ke pelukannya. Kakashi benar-benar melihat ekspresi berbeda yang ditampilkan oleh Naruto. Sejauh ia mengenal Naruto, ini pertama kalinya Kakashi melihat ekspresi itu, ekspresi pilu.


Hinata menunggu.

Suasana yang tadinya ramai perlahan-lahan menjadi sunyi, hanya terdengar suara dentingan alat makan.

Hidangan di atas meja pun sudah dingin.

"Nona Hinata, ini sudah larut, lebih baik kita pulang sekarang."

Hinata tak menjawab, ia menatap kosong ke depan.

"Mungkin saja Tuan Naruto sedang mendapatkan pekerjaan mendadak."

Ia kembali tak menghiraukan perkataan pria itu.

Ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Membuka pesan itu, Hinata menatap lekat foto tanpa teks yang dikirim padanya.

Ah, apakah aku kurang berusaha keras?


Chap 2 selesai...

thankyou pada pembca pertama saya, kehadiran anda sangat berarti hehe

sejujurnya di part ini belum bisa ditunjukan seperti apa karakter karakter yang ada, karena banyak rahasia yang masing masing dari mereka sembunyikan, so hanya ini yang bisa saya buat untuk saat ini, saya bwrusaha untuk kedepannya kalian lebih penasaran lagi hehehe, yankyou

30 sep, 2024