Prawayang

.

.

.

.

.

"Hanya kebenaran yang berjaya; bukan kepalsuan.

Melalui kebenaran, jalan ilahi terbentang; yang dengannya orang bijak yang keinginannya telah terpenuhi bisa mencapai harta tertinggi di mana kebenaran berada."

(Satyameva Jayate, semboyan nasional India)

.

.

.

.

.

Alkisah di Hastinapura, dalam perselisihan keturunan dua saudara: lima putra Pandu melawan para putra Dretarastra buta yang lebih banyak jumlahnya, seorang prajurit perkasa dilanda dilema. Arjuna, si penengah Pandawa, berdiri di tengah dan menyaksikan kedua belah pihak siap berperang. Di kubu Pandawa ada saudara-saudaranya sekandung; di kubu Kurawa ada sepupu-sepupu dan orang-orang yang pernah menjadi gurunya. Bagaimana mungkin dia bisa menguatkan hati untuk memerangi Kurawa demi Pandawa? Perang saudara ini pun berkecambah dari akar berikut: Duryudana, sulung Kurawa, yang tak terima kalau Yudistira, abang sulung Arjuna, mewarisi takhta Hastinapura, lantaran ayah mereka yang terlahir buta sehingga takhta dipegang oleh ayah para Pandawa yang lebih muda.

Dewa Wisnu kemudian membawa Arjuna pada semadi, agar sadar terhadap Yang Maha Kuasa, agar melepaskan diri dari keterikatan dunia. Arti nama Arjuna adalah yang tak bercela, yang terang cahayanya. Hakikatnya adalah hidup jujur dan menuntun sesamanya. Semua kebenaran hanya milik Sang Esa. Lalu majulah Arjuna turut membela Pandawa yang benar, sebab saat itu Kurawa telah dimangsa awidya, segala tingkah lakunya mungkar.

Perang Baratayuda berakhir dengan kemenangan para putra Pandu Dewanata. Duryudana mati dibunuh oleh Bima, adik dari Yudistira, sulung Pandawa yang kemudian naik takhta. Kelak, roh-roh mereka yang gugur terlebih dahulu dapat saling berdamai di surga. Akhir cerita yang damai, penutup klasik dongeng-dongeng dengan hidup bahagia selamanya.

Hanya saja, kehidupan dunia nyata tidak sama dengan kisah pewayangan.

Hanya satu yang tetap sama: Dari semula hingga pada akhirnya, hanya kebenaran yang berjaya.