Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I don't own the characters. This fanwork write for having fun with my ship, and not for gained any profit.
.
#Octoberabble Day 5: True Nature
.
Rin Juinchuuriki Sanbi AU
.
Rin selalu takut menghadapi dirinya sendiri.
Semenjak terbangun pada suatu pagi yang gelap, dan ia menyadari kegelapan itu bukan berasal dari langit siang atau dari manapun. Ada monster besar ditanam dalam dirinya—Sanbi, mereka bilang, monster berekor tiga. Dan segala sesuatunya menjadi semakin sulit dari hari ke hari. Kegelapan mengendap dalam pikirannya. Dan mereka bercokol terus-menerus, perlahan-lahan merambat seperti akar, bertumbuh dan berkembang.
Menjadi Jinchuuriki Sanbi tidak pernah ada dalam daftarnya, tetapi yang dapat dilakukannya sekarang adalah bertahan dan terus maju.
Rin berlatih lebih keras untuk 'mengendalikan' monster itu—dan sekarang dirinya adalah 'aset' Konoha. Setiap gerak-geriknya diawasi.
Pada mulanya Rin menyukai ide 'berteman' dengan Sanbi. Ia mencoba menggali ke dalam pikiran Kura-Kura raksasa. Seperti dalam perhitungannya, bijuu memiliki pikiran tetapi tidak memiliki hati. Dibutuhkan perjuangan yang cukup besar setiap kali Rin berusaha menyelaraskan pikirannya dengan sang bijuu.
Usahanya tidak bisa dibilang sukses seratus persen. Sebab pikiran-pikiran gelap itu tetap bercokol. Dan yang lebih berbahaya, isi kepalanya semua adalah miliknya sendiri. Memikirkan bahwa kini 'mata-mata' Konoha tak pernah lepas mengawasinya, dan ada sesuatu yang lain menggaruk kepalanya dengan suara keras. Jika Konoha memandangnya sebagai alat dan senjata, apa yang Rin peroleh—sebagai balasan? Sebab ada lubang besar di hatinya yang perlu diisi. Atau jika tidak, lubang itu akan menelannya ke dalam kegelapan.
Setiap kali Rin memikirkan hal itu, ada profil seseorang terlintas di benaknya. Anak muda, seusia dirinya, berambut silver, wajah terselubung masker. Dan pemuda itu kini selalu menutupi wajahnya dengan topeng. Lalu Rin teringat akan perasaan cinta monyetnya.
Itu sudah berlalu tiga tahun.
Masih adakah perasaan yang tersisa?
Dan jika Rin menginginkan Kakashi, dapatkah ia memperoleh harapannya?
Namun, Kakashi kini adalah bagian dari Anbu yang ditugaskan untuk 'memata-matai.' Dan bukankah itu menguntungkan Rin?
Ada kekosongan besar di hatinya. Meski Rin tahu bahwa Kakashi kini memonitor setiap gerak-geriknya. Ia tidak pernah tahu bagaimana isi pikiran anak laki-laki itu. Dulu, Kakashi begitu menggilai "misi," sebagai sesuatu yang dia junjung di atas segalanya. Bagaimana dengan sekarang? Barangkali dia tidak pernah berubah.
Namun, mungkin Rin hanya takut menghadapi jawaban yang sebenarnya.
o0o
Kakashi tak pernah lepas mengawasi Rin Nohara.
Ini memang tugas yang diamanatkan padanya. Sebagai korps khusus Anbu di bawah perintah Minato-sensei. Ia sangat bersyukur bahwa dirinya termasuk dalam grup ini. Sebab satu alasan khusus yang tidak ingin dia beritahukan pada siapapun.
Sore itu, ada satu misi penting ketika grupnya yang terdiri dari tiga orang—termasuk Tenzo dan seorang Yamanaka—membuntuti Rin yang menjalankan misi solo menyusup ke wilayah musuh. Katanya itu adalah misi sederhana—bagi Jinchuuriki Sanbi. Namun, ada satu hal yang mengusiknya. Karena Yondaime menyebutkan bahwa dia bukanlah pemberi kuasa bagi misi solo Rin—kalau begitu pemberi kuasanya pasti Danzo.
Sial bahwa Kakashi juga tidak menyukai gagasan melepaskan salah satu Jinchuuriki Konoha yang keberadaannya sejak awal menjadi lahan persengketaan negara-negara. Tidak ketika dia adalah Rin Nohara.
Dahan tempatnya berdiri terasa basah dan agak licin. Sepertinya hujan lebat baru saja turun di sini beberapa jam lalu. Kakashi memfokuskan segenap inderanya, begitu pula yang dilakukan oleh kedua Anbu lain; juga mengambil tempat sembunyi di balik celah-celah dahan pohon.
Kakashi tidak memiliki informasi mengenai detail misi Rin selain bahwa itu adalah misi Rank B. Besar kemungkinannya naik menjadi rank A. Ia juga khawatir kali ini Rin terlibat perkara ilegal.
Tiba-tiba terlihat asap tipis membubung di langit, diikuti suara dentuman keras, yang cukup kuat didengar dan dirasakan. Segera mereka berempat terhubung dengan Shintenshin. Dan terkonfirmasi bubungan asap itu berasal dari desa tujuan misi Nona Jinchuuriki.
Mereka sepakat untuk segera melesat meninggalkan pos dan berlari menuju tempat kejadian.
Pikiran Kakashi dipenuhi kabut kekhawatiran hingga tak sadar langkah-langkahnya telah membawanya menghadap Rin.
Di sanalah gadis itu. Dia jatuh berlutut di tempat yang tampak seperti tepi danau. Kabut putih pekat menyebar di udara. Ada dua tubuh manusia tergeletak di suatu sudut di bawah pepohonan. Tampaknya kedua orang itu—yang masih belum jelas apakah masih bernapas atau tidak—baru saja terhempas oleh goncangan besar dan terlempar dengan sangat kuat.
"Bagaimana, kapten?" Suara rekan Yamanaka melintas.
"Tunggu dulu. Jangan ada yang mendekat. Biarkan aku yang maju."
"Senpai. Gadis itu terlalu berbahaya—"
"Tenzo. Kalian periksa keadaan dua korban itu. Lalu segera tinggalkan tempat ini."
"Jika mau menyelamatkan Jinchuuriki, segera lakukan dengan cepat, Kapten."
"Pasukan keamanan setempat akan segera datang. Kita harus pergi secepatnya."
"Aku tahu, Tenzo."
o0o
.
Kakashi melangkah dengan hati-hati, sementara kabut putih mulai menguap dan menyingkap pemandangan di sekitar danau. Sepatunya tersangkut beberapa kali oleh sulur tumbuhan. Tempat ini adalah rawa-rawa basah yang seperti jebakan.
Sesuatu yang aneh memukul pikirannya. Mungkinkah, ini adalah jebakan yang sengaja dipasang untuk Rin?
Keparat Danzo itu …
Kakashi berniat membereskan kecurigaan ini nanti. Saat ini fokusnya adalah Rin.
Di situlah ia menemukan Rin berlutut. Pakaiannya basah kuyup. Bahunya gemetaran hebat. Dan baru disadari dari dekat, bahwa napasnya memburu. Kakashi tertegun lama. Ia belum pernah melihat Jinchuuriki berada dalam keadaan ini, rentan dan mudah diserang. Namun, melihat Rin secara langsung seperti itu ... dadanya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk benda tajam.
"Berhenti di situ!" Rin berseru. Suaranya terdengar bergetar.
"Rin! Biarkan aku mendekat."
"Kubilang berhenti di situ, Kakashi!"
Kakashi menolak gentar ketika ia memutuskan untuk melangkah lebih dekat.
Rin tampak begitu buruk. Helai-helai rambut coklatnya yang indah, kusut dan berantakan, menempel di sekitar wajah. Dan apa itu jejak air mata di pipinya? Ini lebih buruk dari yang dia bayangkan sebelumnya.
"Tidak apa-apa, Rin. Kau sudah aman sekarang." Kakashi mengulurkan tangan.
Ada pergolakan yang terbaca dari sepasang mata almond itu. Seperti kesakitan, dan permintaan tolong. tetapi Kakashi tidak dapat melakukan apa-apa selain menyesali kejadian ini.
Ada detik-detik yang terasa panjang sebelum akhirnya, Rin menangkap uluran tangan Kakashi. Dengan segera, Kakashi meraih gadis itu berdiri. Mereka tidak bertukar pembicaraan lagi ketika Kakashi berisyarat agar Rin naik ke punggungnya. Hingga Kakashi melompat dan berlari. Menyelamatkan diri dan bergabung bersama Tenzo dan Yamanaka.
o0o
"Kakashi …" Suara Rin berbisik dari balik punggungnya. "Seharusnya tadi kau membunuhku."
Mereka sudah berada jauh dari lokasi peristiwa. Kini langkah-langkah mereka semakin mendekat menuju gerbang Konoha. Tenzo dan Yamanaka sudah mendahului di depan. Mereka baru dapat berjalan santai setelah dirasa situasi aman.
"Maafkan aku, Rin. Tapi aku tidak akan membunuhmu."
Terbayang raut kesakitan di wajah Rin sebelumnya. Bahkan yang dirasakannya ketika menggendong tubuh gadis itu, hanya seperti helaian kain. Berat badan Rin terlalu ringan. Kakashi bisa merasakan kepala mungil Rin bersandar di punggung, juga sepasang lengan ramping yang dilingkarkan ke depan lehernya; begitu erat seolah tak hendak dilepaskan. Hiburan apa yang sanggup dia berikan pada gadis Jinchuuriki ini? Mungkin, segini saja cukup.
"Aku bisa saja menyakitimu, Kakashi."
Kakashi tahu ini semua tidaklah cukup. "Aku akan melindungimu, Rin. Apapun yang terjadi."
o0o
Melemparkan tonjokan keras pada sebatang pohon, adalah cara Kakashi melampiaskan amarah. Ada bunyi berkeretak. Pukulan Kakashi meninggalkan bekas cekungan pada pohon tak bersalah itu. Yondaime terlalu lunak. Tetapi Kakashi tak dapat menyalahkan mantan gurunya itu. Setelah melaporkan misi yang dianggap gagal, terkuak fakta bahwa misi itu mengandung unsur ilegal. Danzo bangsat mengelak tuduhan yang dilontarkan Kakashi bahwa misi ini disiapkan untuk menjebak Rin dan Sanbi.
"Misi itu untuk tes kesetiaan Sanbi."
Kakashi ingin merobek-robek mulut yang menyuarakan pengakuan pongah itu.
"Senpai? Kau baik-baik saja?" Tenzo bergabung mendekat padanya. Kakashi dapat merasakan tatapan prihatin dari balik topeng kawannya.
"Tidak apa-apa, Tenzo. Aku sangat ingin membunuh tua bangka mata satu sialan itu."
"Jelas kau sedang tidak baik-baik saja."
Kakashi membiarkan Tenzo meletakkan tangan di bahunya. Amarahnya mereda dan ketenangan menguasainya kembali.
o0o
Kakashi tersentak bangun oleh suara keras yang berasal dari dalam kamar.
Ia bangkit dari tempatnya tidur di sofa ruang tamu, dan segera mengetuk pintu. Malam ini, Rin mengundang Kakashi berjaga di dalam flat mini tempat tinggalnya. Hanya dia saja.
Kakashi memanggil nama mantan rekan setimnya itu, berinisiatif untuk membuka pintu. Ia segera melangkah masuk. Pemandangan itu membuatnya terpaku. Rin tampak kacau, meringkuk di tengah buntalan selimut. Gadis itu terengah-engah keras. Kedua bahu mungilnya gemetar hebat.
Kakashi beringsut duduk di tepi ranjang. Meraih punggung Rin dan memegang telapak tangannya.
"Tidak apa-apa, Rin. Aku ada di sini."
Rin tidak menolak ketika Kakashi menarik tubuhnya dan membawanya ke dalam dekapan. Gadis itu terisak-isak. Perasaan ini lagi ... rasa sakit di ulu hatinya. Kakashi tidak pernah senang melihat Rin disakiti.
"Kakashi …" Suara bisikannya terdengar lemah dan rapuh. "Jika aku memintamu untuk membunuhku. Maukah kau melakukannya?"
"Tidak. Rin. Maafkan aku. Selama aku hidup. Aku tidak akan membiarkanmu mati, baik olehku atau siapapun."
Rin bersandar di dadanya, berpegangan sangat erat seolah dia menyandarkan seluruh hidupnya pada Kakashi. "Aku ini monster."
"Rin. Kau adalah ninja desa Konoha yang berharga."
"Itu hanya karena sesuatu dalam diriku, kan? Aku ini hanya senjata bagi Konoha."
"Hentikan, Rin. Kau manusia. Kau bukan hanya sekadar senjata."
"Aku takut, Kakashi. Aku takut nanti akan melukaimu. Seandainya kau tahu kegelapan isi pikiranku …"
"Jika ketakutan dan kegelapan itu membuatmu tenggelam. Jadikanlah aku …" Ini satu-satunya kesempatan bagi Kakashi. Ia tidak ingin hanya sekadar menghibur. Alasan yang membuat Kakashi selalu mengawasi Rin selama tiga tahun terakhir. Jika beban seorang Jinchuriki terlalu berat baginya, maka Kakashi ingin agar Rin menjadikan dirinya sebagai alasan untuk hidup—tak peduli apakah perasaan Rin masih sama seperti dulu atau tidak.
"Peganglah aku sebagai cahayamu, Rin."
Rin mendongakkan kepala. Jejak air mata meluncur jatuh membasahi pipi putihnya. "Mengapa? Padahal, kau hanya mengawasiku demi misi … Bukankah misi ini segalanya bagimu?"
Kakashi menggelengkan kepala. "Misi ini sudah bukan apa-apa lagi."
Satu tangannya mengusap jejak air mata di pipi gadis itu. Kemudian, ia mengarahkan telapak tangan Rin agar menyentuh dada tempat jantungnya bergemuruh. "Kaulah penyebab debaran jantung ini. Kau memiliki hatiku, Rin."
Ekspresi wajah Rin berubah-ubah, dari terkejut dan tak percaya, kemudian selintas kelegaan dan rasa senang. Kakashi berharap ada kebahagiaan di situ walau hanya sedikit.
"Benarkah, Kakashi? Ada aku di sini?" Rin menyentuhkan telapak tangan ke dadanya, merasakan debaran itu.
Kakashi mengangguk. Ia menyelami kedalaman mata sewarna almond itu. Membiarkan Rin memperoleh apa yang dia cari; keyakinan pada tatapannya. Ia ingin agar Rin juga tahu, seberapa besar arti kehidupan Rin baginya. Kakashi tidak peduli, dengan mosnter atau apapun yang ada dalam tubuhnya.
Rin mengulas senyum tipis. Sepasang mata itu selalu cantik, bahkan saat dalam keadaan sedih dan menangis. Kakashi baru menyadarinya sekarang.
Ia membiarkan Rin mendekapnya lebih erat. "Terima kasih, Kakashi. Jika itu bersamamu, aku tidak akan takut menghadapi apapun."
