The Dance of The Flower

Chapter 28


Gerbang Utara Kota

Utakata duduk sendirian di meja. Dia menghabiskan semangkuk mie dengan lahap sembari memperhatikan jalananan di sekitarnya. Sudut matanya mengamati pergerakan prajurit yang menjaga gerbang utara ibu kota. Siapa pun yang melihat lelaki itu tak akan memberi perhatian lebih karena dia terlihat biasa saja bahkan cukup dekil selayaknya penampilan seorang kuli pada umumnya.

Tampak dua orang prajurit berlari tergopoh-gopoh mencari rekannya. Sepertinya membawa berita yang bersifat darurat, sebab setelah percakapan yang berlangsung singkat itu dua puluh orang prajurit berbaris dan pergi mengikuti sang pembawa pesan.

Apapun yang terjadi di pos penjagaan tak luput dari pengamatan Utakata. Melihat mereka pergi dia yakin kelompok tuan Jirayai telah bergerak membuat kerusuhan di tengah kota sesuai rencana.

Mereka mengunakan metode distraksi untuk mengurangi jumlah dan memecah belah fokus dari pasukan penjaga. Setiap gerbang normalnya di jaga lima puluh orang, akan tetapi karena hari ini adalah hari istimewa penjagaan diperketat. Bersyukur mereka tiba kemarin malam. Jika tidak, mungkin mereka tak akan bisa masuk sebab gerbang ditutup sejak dini hari. Jalan-jalan juga di sterilisasi karena setelah upacara pernikahan Kaisar yang baru akan mengadakan pawai.

Utakata meletakkan mangkuk mie dan menggosok perutnya yang kenyang dengan riang, akan tetapi sudut matanya memberikan isyarat pada pedagang obat yang sedang menikmati seduhan teh panas. Hampir semua orang yang berkeliaran di dekat gerbang adalah anggota regunya.

Selama dua hari terakhir dia dan sejumlah orang dari Suna memasuki ibu kota dengan menyamar sebagai pedagang, pelancong dan sastrawan kemudian berpencar di sekitar lokasi ini. Begitu sinyal dari luar diterbangkan, mereka harus menundukan semua penjaga dan membuka gerbang untuk Jenderal Gaara dan pasukannya. Kemudian mereka berencana akan mengepung istana.

Di tempat lain, Itachi dan para prajurit yang mengikutinya melaju dengan cepat. Mereka tak melambatkan langkah kudanya sedikitpun. Sembari berpacu dengan waktu ia berpikir bagaimana cara masuk ke istana tanpa menjadikan rakyat sipil sebagai korbannya. Jika ia membawa puluhan ribu anggota pasukan Kaze ini ke jalanan ibu kota yang sempit dan bertempur di sana sudah pasti ibu kota akan hancur. Bisakah dia memancing Sasuke untuk membawa prajuritnya bertempur di luar kota? Sebuah ide muncul di benaknya. Mereka semua bisa mengepung Ibu kota dan menunggu. Dengan begitu sang tuan rumah pasti akan keluar, kemudian ia akan menyelinap diam-diam dalam istana dan menghampiri Azuma Sarutobi. Dalam pesannya lelaki itu menyakinkannya mayoritas prajurit kerajaan setia pada dirinya dan dia sudah meracik strategi untuk melumpuhkan prajurit Susanoo yang saat ini siaga di lapangan istana. Detail rencana itu tidak dia ketahui. Akan tetapi hal ini merupakan keuntungan besar. Jika bisa ia hanya ingin pertempuran terjadi di istana, tapi dia tak punya ide seberapa banyak orang yang setia padanya.

Dinding tembok ibukota mulai terlihat. Itachi meraih busur yang berisikan serbuk mesiu. Dia menyalakan sumbu dan membidik ke arah angkasa. Panah itu melesat tinggi kemudian meledak di udara.

Utakata dan prajurit Kaze yang telah menyusup meraih senjata mereka, berlari dan menebas setiap prajurit Konoha yang terlihat di depan mata. Tujuan mereka hanya satu. Membuka gerbang agar Itachi bisa masuk.

Dari atas dinding kepanikan terlihat. Para prajurit Konoha terkejut dengan kedatangan musuh, Mereka beruntung gerbang dalam posisi tertutup. Genderang perang ditabuh. Sangkakala ditiup. Ratusan panji-panji berkibar tertiup angin. Debu-debu berterbangan akibat derap kuda.

Mereka merinding melihat jumlah orang-orang yang muncul.Kepanikan melanda. Dalam sejarah ibukota Konoha tak pernah menghadapi ancaman semua pertempuran berakhit di perbatasan.

Kini di depan mata para penyerang terlihat jelas, sebuah ancaman nyata yang mengancam kedaukatan kekaisaran. Kapten yang memimpin pos ini pun bereriak pada setiap orang untuk mengambil senjata. Dia meraih teropong untuk melihat siapa yang berani mengepung Ibu kota.

Lelaki itu terenyak, melihat lambang keluarga Sabaku dan Uchiha berkibar di latar belakang. Lelucon sakit macam apa ini? Kenapa pasukan Kaze dari barat menyerbu ibu kota dengan mengibarkan panji klan Uchiha? Bukankah mereka sedang berusaha untuk mengakhiri kepemimpinan wangsa itu.

"Pasukan bersiap!"

Orang-orang nya telah berdiri dengan rapi merentangkan busur mereka. Siap menunggu pergerakan lawan, sementara itu pembawa pesan sedang dikirimkan ke istana untuk menyampaikan kabar buruk ini. Bulu kuduk sang kapten meremang. Kekuatan klan Sabaku bukan main-main, pantas saja setiap kaisar selalu mawas pada keluarga itu dengan kekuaran semacam ini dan sumber daya yang tertimbun di padang pasir, mereka bisa menjadi kerajaan sendiri. Dengan melemahnya posisi klan Uchiha mungkinkah Jendral Gaara melihat kesempatan ini untuk merebut kekuasaan.

Itachi berhenti sebelum mencapai gerbang, membiarkan pasukannya menunggu di tempat yang tak terjangkau oleh anak panah. Ketegangan terlihat di wajah para prajurit Konoha yang bersiap-siap menanti aba-aba. Apakah pasukan Kaze akan menyerang?

Satu menit, dua menit hampir dua puluh menit berlalu. Pasukan Kaze tidak bergerak, tetapi tabuhan genderang perang dan sangkakala tidak berhenti mengiringi bendera-bendera yang berkibar. Para pemanah tak menyadari di bawah sana di balik dinding yang konon tak tertembus rekan-rekan mereka mulai berjatuhan.

Utakata dan pasukan elite milik Gaara berhasil mendekati gerbang, Mereka melumpuhkan hampir tiga puluh orang untuk mencapai gerbang kayu setinggi lima meter itu dan sekarang ia perlu usaha untuk membukanya.

"Kalian buka gerbang ini, aku akan ke atas."

Lelaki itu memanjat dinding dengan ilmu meringankan tubuhnya. Ia berpikir seperti tuannya yang tidak ingin membunuh orang-orang mereka sendiri. Mungkin dia bisa berbicara dengan kapten penjaga gerbang dan mereka akan menuruti permintaannya.

"Lapor kapten, Di bawah sedang terjadi keributan besar, sekelompok orang mencoba membuka gerbang. Musuh sudah menyusup di dalam kota." Seorang prajurit melapor pada atasannya dengan nafas terengah-engah. Dia berhasil lolos dari gempuran orang-orang berpakaian sipil itu. Mereka bukan petarung bisa.

"Bawa orang untuk membantu."

Sang kapten terlihat gundah. Seumur-umur dia berkarir di militer, tak pernah ada yang berani mengancam kota. Pekerjaannya relatif ringan karena pertempuran hanya sering terjadi di perbatasan, tapi kenapa Jendral Sabaku memilih memberontak hari ini? Ketika upacara penobatan sedang dilakukan. Ia kembali teringat rumor yang tersebar beberapa waktu lalu jika permaisuri memiliki hubungan khusus dengan Sang Jendral dan Pangeran Sasuke menghina Sang Jenderal barat. Apakah mungkin seorang yang pintar memimpin pemberontakan karena memperebutkan seorang wanita? Sepertinya ada alasan yang lebih besar. Lihat saja pasukan Kaze hanya berdiri diam dan menunggu. Dia juga tidak bisa memerintahkan untuk menembak karena belum jelas dengan apa yang mereka inginkan.

Di tangga Utakata berpapasan dengan beberapa prajurit. Mereka menyerang sang pengawal kaisar secara membabi buta. Pedang dan palu gada nyaris menyentuh tubuhnya, akan tetapi dia bisa melumpuhkan mereka dalam sekejap. Sampai di atas menara semua senjata terarah padanya.

Utakata meraih plakat dengan simbol yang harusnya dikenali oleh kapten pasukan ini. Kemudian dia melemparkannya sedekat mungkin pada musuh.

Sang kapten yang telah menghunus pedangnya mengenali lambang itu.

"Tanda pengawal kaisar? Mengapa ada ditanganmu?"

Utakata berdiri dengan tenang meski puluhan senjata tajam diacungkan padanya. "Sebelum kalian menyerangku dengarkan dulu. Namaku Utakata, Prajurit bayangan yang melayani Kaisar Itachi Uchiha. Pemberontak sebenarnya berada di istana dan pasukan ini di bawa untuk merebut kembali apa yang telah diambil dari Kaisar kami."

"Omong kosong macam apa itu. Kaisar Itachi telah mangkat! Semua orang melihat peti matinya. Tangkap penipu ini!"

Utakata bersiap untuk menghadapi serangan grombolan prajurit di saat yang sama Kankuro dan beberapa orang prajurit Kaze muncul untuk membantunya. "Gerbang sudah terbuka."

Itachi meminta salah satu wakil Jenderal mengambil alih pimpinan dan menunggu di sana hingga Gaara tiba. Melihat gerbang yang terbuka dan pertempuran di atas tembok telah pecah. Lelaki itu mengentakkan sanggurdi. Mengangkat perisai dan memacu kudanya berlari kencang secara zig-zag untuk menghindari anak panah yang diarahkan kepadanya. Seratus prajurit berkuda mengikutinya merangsek ke dalam gerbang.

Keributan itu membuat warga sipil was-was. Mereka bergegas meninggakan jalan untuk masuk dan mengunci rumah-rumah mereka. Sembari berharap para penyerang tidak akan menjarah dan membakar kota.

Para parajurit Konoha bingung melihat siapa gerangan yang memimpin pasukan pemberontak dan bertanya-tanya mengapa hanya sebagaian kecil prajurit yang bergerak.

Melihat prajurit Kaze merangsek, para pemanah melepaskan anak panahnya dengan silih berganti.

Melihat situasi, letnan yang mengambil alih kepemimpinan dari Itachi memberikan perintah.

"Jangan biarkan yang mulia bergerak tanpa perlindungan, Pasukan siapkan pelontar. Kita harus menghentikan para pemanah."

Prajurit Kaze mempersiapkan alat pelontar. Meski hanya ada dua alat ini akan sangat membantu. Batu besar dilemparkan ke arah tembok. Menyulitkan para pemanah yang hendak membidik Itachi dan rombonganya yang berpacu dengan cepat melintasi tembok.

"Demi Tuhan apa yang terjadi?" Ujar salah satu prajurit yang berhasil menghindari bongkahan batu besar. "Di mana kapten?"

"Pasukan musuh sudah naik kedalam benteng, rekan kita sudah bertempir dari tadi." balas pemanah lainnya yang tiarap berusaha menghindari batu.

Mereka merangkak untuk melihat situasi dari bagian tembok yang telah runtuh.

"Panglima mereka sudah melewati gerbang, Apakah itu jenderal Gaara? Kenapa yang lainnya tidak merangsek masuk?"

"Apa sebaiknya kita menyerah? Kita tidak disiapkan untuk berperang. Kita hanya penjaga pintu. Aku tak mau kehilangan nyawaku", ucap salah satu dari mereka dengan gemetar.

Tak seorang pun tidak merasa takut melihat barisan prajurit siap tempur sebanyak itu. Dari atas mereka juga melihat di kejauhan debu-debu terbang di udara. Sepertinya di belakang sana ada rombongan lain yang datang. Di mana pasukan kerajaan? Mereka butuh bantuan, dan bagimana juga nasib gerbang timur dan barat?

Itachi menyingkirkan siapapun yang menghalanginya. Meninggalkan kudanya di bawah, Ia menyusul Utakata dan Kankuro yang tengah bertarung. Melewati tangga yang curam dengan cepat ia menepis dan membalas semua serangan yang diarahkan padanya. Melihat prajurit yang mati dan terluka ia merasa bersalah karena harus melibatkan orang-orang yang berdosa akibat konflik keluarganya.

'Maafkan aku!' ucapnya dalam hati. Untuk setiap nyawa yang hilang hari ini, ia bersumpah untuk menjadi pemimpin yang lebih baik lagi. Akhirnya ia mencapai tempat dimana Utakata berduel dengan kapten penjaga.

"Berhenti!" ia berteriak dan merangsek dan melerai duel itu. Kedua orang yang beradu pedang terkejut menemukan keberadaan pedang ke tiga.

"Yang mulia." Utakata menahan serangannya

Sang kapten pun terperanjat. Sosok yang menghentikan duel mereka adalah Kaisar Itachi.

"Anda masih hidup?"

Utakata mencibir sembari menyarungkan pedangnya kembali "Aku tidak berbohong."

"Kapten, Aku mohon padamu untuk memerintahkan para prajurit untuk berhenti bertempur. Aku tak ingin membunuh lebih banyak prajurit Konoha. Apa kau dipihakku? Jika tidak," Itachi mengarahkan ujung pedangnya ke leher sang kapten. "Aku akan mengeksekusimu karena mendukung pemberontak."

Prajurit disekeliling mereka terpaku melihat sang kaisar bangkit dari kematiannya.

"...,tapi adik anda telah menjadi Kaisar."

Itachi tertawa, "Bagaimana mungkin dia sah menjadi kaisar jika pendahulunya masih hidup dan tidak menyerahkan gelarnya. Aku tak pernah mati."

Sang kapten menimbang keputusannya lalu memberikan perintah. "Prajurit berhenti bertarung. Beri hormat pada yang mulia."

Seketika mereka menjatuhkan senjata dan berlutut.

"Hormat pada Kaisar Itachi, Naga yang melindungi Konoha."

Utakata dan Kankuro puas melihat pertempuran ini berakhir dengan cepat sehingga mereka bisa melanjutkan langkah berikutnya.

"Sekarang kita akan ke istana." Dari tembok itu dia bisa melihat atap aula kemegahan. Istana akan segera menjadi lautan darah.

..…

Di dalam istana Ino berdiri berdampingan bersama Sasuke.

"Hormat ke pada dewa bumi," ujar pendeta.

Kedua orang itu membungkuk. Ino menunduk melihat lantai menolak membuat kontak mata dengan pria congkak itu.

"Hormat ke pada dewa langit."

Mereka berdua berputar menghadap timur dan kembali membungkuk.

"Hormat pada leluhur" Ino membungkuk pada altar yang dipenuhi papan nama para almarhum Uchiha.

"Suami istri bersulang." Dayang – dayang memberikan cawan berisi arak. Jika ia meminumnya maka ia akan resmi menjadi istri bajingan ini. Tangan Ino gemetar. Kenapa? Kenapa Gaara tidak datang.

Sasuke melihat keraguan Ino. "Tak seorang pun akan menyelamatkanmu. Tak ada gunanya menunggu. Buat pilihanmu dengan bijak. Aku masih bisa memaafkanmu."

Ino menyimpan belati yang dihadiahkan Itachi dibalik lengan jubahnya. Dia punya pilihan. Mati ditangan Sasuke sekali lagi atau mati karena keputusannya sendiri.

Ino mengumpat pada dewa, kenapa memberikannya kesempatan kedua jika akhirnya seperti ini. Ia menjatuhkan cawan itu dan berniat menarik belatinya. Mungkin ia punya kesempatan untuk membunuh lelaki itu. Jika ia berhasil menggoresnya saja, racun akan bekerja.

"Pangeran Sasuke, Pasukan Kaze mereka menembus gerbang utara. Mereka sedang menuju kemari." Seseorang masuk ke aula berteriak menyampaikan berita genting itu.

Sasuke terlihat geram dan melempar cawannya. Ia menatap Ino tajam. "Jangan pikir ini sudah berakhir."

Ino merasa lega. Ia membalas tatapan lelaki itu. "Ini akan menjadi panggung terakhirmu, Yang mulia," ujar Ino dengan sarkastik.

"Kurung permaisuri di istananya dan berikan pedangku." Ia menatap ayah Ino "Perdana menteri, Kerajaan sedang diserang. kau tidak boleh ke mana-mana. Jika kau berani meninggalkan istana aku akan menganggapmu berkolusi dengan pemberontak."

"Hamba tidak akan pergi, tapi sebaiknya izinkan hamba mengurus hal lainnya." Inoichi berusaha untuk meninggalkan Sasuke.

" Tidak, Tetap disisiku. Bukankah tugasmu memberikan pertimbangan pada kaisar?" Sasuke berniat menjadikan Inoichi sebagai sandera dan juga tamengnya.

"Baik yang mulia, semoga orang tua ini tidak menghambat langkah anda."

Sasuke berupaya untuk menahan semya orang yang dia duga membantu Gaara. Keluarga Yamanaka dan Nara akan dieksekusi setelah ini dan ia akan memaksa permaisurinya untuk melihat tubuh keluarga dan kawannya tergantung membusuk di tembok istana.

Jubahnya terkibas mengikuti irama langkah kakinya. Sampai kapan dewa menjatuhkan ujian padanya? Aneh, Tak mungkin Gaara sampai di ibukota secepat ini karena dia sudah mencegat mereka. Apakah pasukannya sudah kalah? Ia belum menerima pesan apa pun dari medan perang.

Sasuke melihat prajurit yang berbaris rapi memenuhi alun-alun istana siap menerima perintah. Dengan ini dia tak akan kalah. Mereka semua siap mati untuknya.

Azuma Sarutobi berdiri di depan menjadi ujung dari barisan prajurit yang seharusnya menikmati pesta. Dia telah melakukan rapat rahasia dengan kepala pleton yang bisa dia percaya, jika bisa jangan sampai Sasuke meninggalkan istana. Demi keselamatan warga sipil. Mereka harus menyelesaikannya di sini.

...

Gaara akhirnya menyusul. Darah dari sisa pertempuran menempel di wajah dan baju zirahnya. Melihat pasukan utama masih menunggu di luar gerbang ibu kota ia segera menemui kapten untuk meminta penjelasan. Itachi memerintahkan pengepungan dan Gaara pun memecah pasukannya untuk memblokir dan mengisolasi setiap akses. Timur, barat, utara, selatan. Ibu kota terisolasi, mereka siap bertempur di setiap titik. Gaara berharap nama Itachi masih berpengaruh sehingga kekuatan Konoha akan terbelah dan memudahkan mereka untuk menyingkirkan orang-orang Sasuke.

Dari gerbang utara, burung gagak pembawa pesan diterbangkan untuk memberitahu para penjaga gerbang lainnya untuk tidak memulai pertempuran. Surat perintah itu memiliki segel Kaisar. Itachi membawanya saat melarikan diri dan duplikatnya diberikan pada permaisuri. Tentu saja tak seorang pun tahu dia menggandakan benda penting itu.

Kelemahan Sasuke adalah dia sendirian, Para bangsawan tidak menyukainya dan selain pasukan Susanoo tidak ada yang setia padanya. Jika ada yang bisa membantu, hanya Orochimaru yang saat ini sedang diburu oleh Nona Tsunade dan Jiraiya. Tidak ada cerita Itachi tak akan bisa menang, pertanyaannya hanya berapa orang yang akan mati agar dia bisa menegakkan keadilan? tapi apakah adil menghukum Sasuke ketika kehidupan adiknya sendiri penuh ketidakadilan?

Tak ada jalan kembali. Darah telah tumpah dan dia tak punya lagi alasan untuk mundur. Persaudaraan, kasih sayang, emosi dan perasaan. Ia tak bisa berlindung dibalik semua itu, karena kepentingan yang dia lindungi bukanlah kepentingan pribadinya, tapi keberlangsungan sebuah negara. Sasuke adalah musuhnya. Dengan tekad bulat ia ingin mengakhiri perebutan kekuasan ini. Meski sejujurnya ia sama sekali tak berminat menjadi kaisar apalagi hingga akhir hayatnya.

Kuda bersurai merah melewati gerbang tanpa hambatan. Gaara dengan cepat melihat Itachi dan rombongannya.

"Jendral Gaara. Anda tiba dengan cepat."

"Pasukan Sasuke sudah dihancurkan," ucap Gaara memberi laporan.

"Terima kasih atas kerja kerasmu, tapi ini masih belum berakhir. Sisanya masih ada di istana."

Gaara mengangguk. Ia mengambil alih pimpinan pasukan Kaze.

"Prajuritku, Kita akan menyerbu istana. Pastikan kalian tidak melukai warga sipil. Musuh kita adalah orang-orang picik yang berani mengkhianati Kaisar. Kalian pasukan Kaze yang akan membantu Kaisar menegakkan menegakkan kebenaran."

Sorak sorai dan teriakan semangat terlontar dari ratusan prajurit padang pasir. Sebenarnya mereka tak peduli pada urusan Kaisar maupun klan Uchiha, tapi karena ini adalah panggilan dari pemimpin mereka. Mereka akan setia mengikuti. Pemimpin mereka hanya satu, siapa pun yang menjadi kepala keluarga Sabaku.

Itachi dan Gaara berkuda di deretan terdepan, sementara Ino berdoa di kamarnya berharap semua orang yang dia pedulikan akan selamat.

...

Putri Izumi dengan alasan sakit tidak menghadiri acara penobatan. Permaisuri memintanya untuk bersembunyi dan mempersiapkan diri untuk diam-diam meninggalkan istana. Ia hanya mengemas beberapa benda berharga dan membawa dua orang kepercayaannya akan tetapi hatinya ragu untuk meningalkan istana. Jika Ino berniat untuk jatuh melawan Sasuke, layakkah ia lari seperti ini? Sementara pembunuh suaminya duduk di singgasana?

Tidak dia tak ingin menjadi wanita lemah. Jika ia harus mati maka lebih baik ia mati dalam upaya membalas dendam. Lagi pula ia tak punya saudara dan siapa pun yang menunggunya di luar sana. Dia lahir di istana ini dan di luar sana tak ada harapan untuknya.

Putri Izumi mendorong pintu kamarnya. Kenapa hanya dia sendiri yang harus lari. Mereka sama-sama istri Itachi. Ia tak akan pergi tanpa Ino.

"Anda mau ke mana?"

Izumi mengenali lelaki berkulit pucat itu sebagai kasim kepercayaan Permaisuri.

"Ke aula kemegahan, aku harus melihat apa yang terjadi."

Sai merentangkan tangan untuk mecegah Izumi. Dia tak suka meninggalkan tuannya, tapi permaisuri menginginkannya untuk menjaga keselamatan putri Izumi yang ternyata adalah saudarinya. Keluarga, kata itu asing baginya, tapi sekarang ia memiliki seseorang yang memiliki hubungan darah dengannya.

"Tidak bisa, suasana sedang genting. Bawa barang-barang anda. Lebih baik anda pergi selagi orang-orang lain panik. Kereta sudah menunggu."

"Aku tak bisa meninggalkan Ino sendirian. Dia sedang hamil dan Sasuke, Aku yakin dia tak akan mengusikku."

"Tuanku akan baik-baik saja," ucap Sai meyakinkan dirinya sendiri. "Tidak ada yang bisa anda lakukan. Tolong kabulkan permintaan permaisuri. Beliau ingin anda selamat dari pertikaian ini. Sebentar lagi pertempuran akan pecah di istana."

" Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia, tak masalah jika aku mati. Aku tak akan pergi tanpa Ino. Dia juga harus melarikan diri. " Izumi membulatkan tekad. Mengakhiri kecemburuannya Izumi menyadari Ino tak pernah punya niatan buruk dan mereka sudah menjadi sahabat yang saling mendukung semenjak Itachi meninggal. Ino memberikannya harapan dan dia tak akan pergi sendirian.

"Jika ada kesemparan beliau pasti akan pergi juga, tapi saat ini beliau dikurung di istana permata dengan penjagaan ketat." Sai menjelaskan situasi.

"Kau adalah kasim di sana. Mereka pasti membiarkamu lewat. Bagaimana pun caranya kita harus bisa membebaskannya dan mencari Jendral Gaara."

Sai menarik nafas dalam. "Baiklah, kita akan ke paviliun permata."

"Bagus, Ayo jalan."

Sai mengawal Izumi keluar dari pintu belakang istana phonix, tak ada yang curiga dengan sosok pelayan dan kasim yang lalu lalang. Ketika melewati gang yang sepi. Sai memukul bahu sang putri yang kemudian pingsan.

"Maafkan saya, saya harus menyelesaikan tugas dari permaisuri," ujar Sai sedikit menyesal. Dia membopong sang putri dan mencari kereta milik para bangsawan yang terparkir di luar gerbang. Lelaki itu membawa Izumi dan pelayannya pada kereta dengan lambang Nara. Banyak dari mereka sudah pergi karena mungkin sebentar lagi istana akan dikepung.

Sai membisikan sesuatu pada kusir berambut pirang dan sang kusir mengangguk paham. Kereta pun berjalan dan Sai kembali ke paviliun permata. Sai juga merasa dia harus mengeluarkan tuannya dari sini. Meskipun pasukan Jenderal Gaara sudah sampai di ibu kota tidak menjamin permaisuri akan baik-baik saja. Akan lebih baik jika mereka bisa menjauh dari keributan ini.

Ino termenung di dalam kamar. Sampai kapan dia akan diam dan menunggu untuk selalu diselamatkan. Dia memang belum mahir, tapi ia berguru pada nyonya Tsunade bukan untuk jadi tidak berdaya. Dia harus melakukan sesuatu.

Di pintu terdengar suara ketukan. "Permaisuri, hamba membawakan teh yang anda minta."

Ino tak pernah meminta teh, tapi ia tahu suara itu. Ia memberi isyarat untuk membuka pintu pada Shion.

"Sai, Kenapa kau di sini?"

"Putri Izumi sudah aman bersama Naruto, Penjagaan di depan kamar anda sangat ketat. Anda juga harus keluar dari sini," jawab sang kasim.

Ino mengangguk. "Aku sedang berpikir. Kita akan memancing mereka untuk masuk dan membuat mereka terkapar. Apa kau yakin bisa mengatasi prajurit yang berjaga di sepanjang tembok? "

"Kita tak harus menghadapi mereka semua."

"Hm.. kalau begitu pertama kita singkirkan pengawal yg berjaga di depan kamar ini."

Ino meminta Shion memgambil rumput kering yang dia simpan di laci-laci lemarinya. Benar ia tak bisa menunggu.

Mereka bertiga menutupi hidung dan mulut dengan secarik kain basah. Kemudian Shion membakar rumput tersebut.

"Kebakaran, Tolong..."

Ino berteriak dengan keras. Teriakan itu memancing dua penjaga di depan pintu untuk masuk. Asap dari rumput beracun membuat mereka pingsan. Mereka bertiga mengendap keluar kamar, tapi ada empat orang berdiri di pintu utama dan Setiap jarak lima meter berdiri prajurit mengitari paviliun permata.

Sai pun berusaha melumpuhkan penjaga, ia berhasil membuat mereka ambruk dan dengan susah payah ia mengendong kedua wanita itu meloncati tembok. Pengawal yang lain menyadari mereka mencoba melarikan diri dan mengejar, akan tetapi hal aneh terjadi. Prajurit istana lain muncul dan menghentikan para pengejar.

"Permaisuri, pergilah. Tempat ini tidak aman."

"Kalian?"

"Kami dari kesatuan yang dipimpin Azuma Sarutobi, beliau mendukung jenderal Gaara."

"Terima kasih." Ino bersyukur ternyata di dalam militer kerajaan mereka punya sekutu. Ayahnya maupun Gaara tak pernah menyebutkan keterlibatan Azuma yang baru saja diangkat menjadi jenderal besar, karena para panglima lainnya hilang, terbunuh atau diculik. Hanya dia yang kembali bersama jasad Itachi.

Ino, Sai dan Shion lanjut berlari. Ketika mereka sampai di gerbang belakang, Pasukan Susanoo yang berpakaian serba hitam terlihat di sana. Bersiaga.

"Sai bagaimana ini?" Shion memegang lengan permaisuri dengan gemetar.

"Kita bersembunyi di tempat lain. Prajurit tidak akan muncul di perpustakaan."

"Tapi permaisuri, untuk tiba di perpustakaan kita harus melewati alun-alun. Sebagian besar prajurit ada di sana," ujar Sai memberi pertimbangan.

Sang permaisuri terlihat bingung. Pasukan Susano yang berada di sana mulai berpencar setelah mendapat arahan.

"Cari permaisuri dan tutup semua gerbang istana. Jangan biarkan beliau sampai keluar."

Ino mengigit bibir bawahnya. Bagaimana mungkin berita dia meninggalkan kamarnya sudah terdengar begitu cepat. Dia tak tahu siapa dari para prajurit itu yang merupakan kawan.

Melihat situasi, kabur dari gerbang belakang tidak mungkin. Ia menggelengkan kepala. Berusaha tenang, Meskipun ditemukan Sasuke tak akan langsung membunuhnya. Lelaki itu akan lebih puas jika bisa menyiksanya.

Sai, Shion dan Ino mundur dari area itu. Mereka berjalan megendap-endap berusaha agar tidak berpapasan dengan siapa pun. Sayangnya ini hari penobatan tidak mungkin istana sepi, Gerbang istana yang mendadak terkunci membuat panik para penghuninya dan celakanya Ino tidak menganti pakaian. Salah seorang prajurit melihat mereka.

"Itu permaisuri."

Ino mengangkat ujung jubahnya dan berlari, bantal yang terikat diperut hanya membuat langkahnya semakin lamban. Dapur istana yang dipenuhi para koki terlihat. Ino memutuskan bersembunyi di gudang dapur yang nampak sepi dan masuk ke sana. Ia meringkuk di antara guci-guci arak yang besar. Shion memilih berdiri diantara rak-rak yang dipenuhi jamur kering, kendi saus dan daging kering.

Sai mengunci pintu dan berdiri dibelakangnya dengan membawa sebatang kayu. Karena di dalam istana dia hanya seorang kasim dia tak bisa membawa pedang.

...

Seperti yang Itachi duga, pasukan kerajaan berbaris di depan istana. Sisanya berada di alun-alun bersiaga. Dia berani menyerang dengan sedikit orang karena yakin Azuma akan segera bergerak membantu.

Sebelum ia menarik tali kekang kudanya lebih kencang Itachi memberi perintah pada Gaara yang berkuda di sampingnya

"Jenderal, pergilah ke gerbang belakang, bawa sebagian orangmu untuk membantu. Sementara aku di sini menghadapi mereka. Selamatkan Ino."

"Apa anda akan baik-baik saja?" Gaara melihat pasukan dengan regalia klan Uchiha merangsek maju ke arah mereka.

Itachi tersenyum dan menarik pedangnya. "Ini rumahku, Pergilah."

"Baik, Yang mulia! "

Gaara membelokan kuda diikuti puluhan prajurit memutari tembok dan Itachi bertarung melawan pasukan yang menghadangnya untuk masuk ke istana.

Alasan dia bertempur, demi rakyat konoha, demi mereka yang telah mati dan demi Ino dan anak mereka.

Dari luar terdengar suara perkelahian dan teriakan. Jeritan dayang yang panik dan ringisan kesakitan terdengar. Ino tak bergerak dari tempatnya bersembunyi.

Kecemasannya bertambah saat melihat pintu gudang berderak, Tak lama pintu itu jebol dan terbuka. Sai secara refleks mengayunkan balok kayu pada siapapun yang lewat. Akan tetapi, tangan yang terbalut baju besi menepis pukulannya.

"Jendral Gaara?" Sai berbisik, mengenali wajah dengan mata jade dan rambut merah itu. Kenapa dia yang harusnya memimpin pasukan Kaze sudah masuk ke dalam istana.

"Di mana permaisuri?"

Sai menunjuk deretan guci-guci arak.

Gaara melangkah mengulurkan tangan pada Ino yang meringkuk ketakutan.

"Saya datang permaisuri."

Kelegaan mewarnai wajahnya dia meraih tangan sang jenderal untuk berdiri. Ketegangan yang terasa mengikat dadanya menghilang melihat sosok Gaara.

"Bagaimana anda bisa ada di sini?"

"Saya diperintahkan menginfiltrasi dari gerbang belakang untuk menyelamatkan anda."

"Perintah? Bukankah anda komando tertinggi prajurit Suna? Jika anda di sini siapa yang menghadapi Sasuke?"

"Anda akan segera tahu." Perut Ino yang membuncit tidak luput dari pantauan Gaara. "Apakah anda baik-baik saja."

Ino menatap Gaara dan mengeleng. "Kalahkan Sasuke atau kita semua akan berakhir."

"Tidak ada pilihan lain, tapi untuk saat ini sebaiknya anda tetap di sisi saya. Pertempuran baru saja di mulai."

"..., tapi aku harus menemukan ayahku. Mungkin dia masih di aula kemegahan."

...

Sasuke tak percaya dengan apa yang terjadi di depan matanya. Ia baru saja memberikan pidato pada prajurit istana, memberikan mereka perintah untuk menghancurkan prajurit Suna tapi tiba-tiba sesama prajurit istana saling menyerang. Pembantaian terjadi di alun-alun istana. Sasuke baru menyadari sebagian dari prajurit itu mengikatkan pita merah di pergelangan tangan. Dia melihat Azuma Sarutobi memberikan perintah. Ternyata, di istana ini banyak bibit pengkhianat dan orang yang menumbuhkan bibit itu kebetulan berada di sampingnya.

"Perdana menteri, Apa kau bisa menjelaskan pemberontakkan ini?"

"Hamba tidak tahu." Inoichi Yamanaka membungkuk.

"Heh... setelah Danzo mati hanya kau yang punya pengaruh besar di istana."

"Saya tidak bisa membiarkan pucuk kepemimpinan digengam oleh orang yang rela menjual stabilitas negara demi ambisi pribadinya. Anda juga mengancam saya dan keluarga saya."

"dan kau berencana menyerahkan putrimu dan kekaisaran Konoha pada klan Sabaku?"

"Jika Jenderal Gaara mengalahkan anda bukankah sewajarnya begitu, seperti ketika klan Uchiha menghapus klan senju."

Mendadak Sasuke menjadi mawas dengan orang-orang di sekelilingnya Empat pengawal dan dua orang kasim menemaninya barangkali mereka juga antek-antek perdana menteri. Ia tak bisa mempercayai siapapun kalau begini, Istana yang dia rebut ternyata tidak menerimanya.

Kenapa?? Kenapa? Padahal dia adalah Uchiha. Meski dia bukan putra favorit kaisar dia tetaplah seorang pangeran yang naik tahkta. Kenapa mereka tak menghormatinya? Sasuke menarik pedangnya dan menusuk mereka semua. Mereka hanya akan menghormatinya jika mereka takut padanya dan sekarang dia akan menunjukkan apa akibat yang akan diterima bila melawannya. Biarlah mereka semua mati.

"Inoichi Yamanaka, kau dan putrimu adalah pengkhianat negara terbesar. "

"Bukankah anda yang mengorbankan banyak orang untuk mencapai tahkta ini, bukankah anda juga pengkhianat dengan membunuh Kaisar?"

"Tuduhan perdana menteri tidak terbukti. Aku selalu setia pada kekaisaran dan saudaraku."

Inoichi menatap ke bawah, melihat tubuh-tubuh bergelimpangan. "Apa anda masih merasa menjadi pemenang? Lihatlah mereka semua yang lenyap hari ini hanya untuk ambisi anda. Apakah anda merasa bersalah? Seorang kaisar tidak hanya harus kuat dan berani. Dia juga harus bijaksana dan memiliki empati."

"Perdana menteri, Apa kau lupa pemimpin yang sukses bertangan besi. Kaisar harus mampu membuat keputusan sulit dan menimbang apa yang harus dikorbankan demi tujuan yang lebih besar dan aku sudah banyak membuat keputusan seperti itu."

"Tentu mudah mengorbankan sesuatu jika anda melihat semua itu hanya sebagai alat, Jika anda peduli pada mereka yang menemani anda selama ini, tolong perintahkan mereka untuk membuang senjata dan menyerahlah."

"Inoichi Yamanaka, tutup mulutmu."

"Lelaki tua ini hanya bisa memberikan anda nasihat."

"Dan ini akan menjadi nasihat terakhirmu. Seharusnya aku melakukan ini dari dulu." Dia pun menebas Inoichi yang tak bersenjata. Kesabarannya sudah habis. Dia adalah Kaisar bukan lagi pangeran buangan. Keputusannya adalah hukum.

Ino di tengah kekacauan dan prajurit yang saling serang melihat pembunuhan itu. "Ayah!" teriaknya histeris. Tubuhnya hendak berlari menuju tempat mereka berada, tapi Gaara merangkulnya sembari melindungi wanita itu dari pertempuran di sekeliling mereka. Dalam gerakan lamban Ino melihat tubuh ayahnya terjatuh penuh darah. Apa yang terjadi di sekelilingnya begitu tak nyata. Ini mimpi buruk. Mendadak tubuhnya membeku berhenti berfungsi. Sampai kapan ia akan kehilangan orang-orang yang dia cintai di tangan Sasuke. Anaknya, Itachi dan kini ayahnya. Ini kali ke dua dia melihat ayahnya terbunuh dihadapannya tanpa bisa melakukan apa-apa.

"Permaisuri anda tak bisa melewati kekacauan ini. Terlalu berbahaya."

Kata-kata Gaara tidak terdengar. 'maaf...maafkan aku' pikir wanita malang itu. Ino menanggis dan berteriak sejadi-jadinya. Kenapa ayahnya begitu bodoh. Seharusnya ayahnya tak perlu datang ke istana apalagi berdekatan dengan bajingan itu. Seharusnya ia memaksa ayahnya untuk melepas jabatan perdana menteri saat ia membuat kesepakatan dengan Gaara. Segala hal yang terjadi hari ini membuat tubuh Ino lunglai dan wanita itu pun pingsan di pelukan Gaara.

"Sai, buka jalan." Perintah Gaara sambari membopong Ino.

Sai mengambil pedang salah satu prajurit yang sudah mati. "Shion, tetap di belakangku."

"Baik," Sang dayang berusaha menyembunyikan kepanikan dalam situasi ini. Ia melirik nona-nya dengan cemas. Semenjak Yang Mulia Itachi meninggal. Permaisuri tak pernah bisa tidur dengan tenang. Dia telah kelihangan suami dan sekarang ayahnya. Menyedihkan melihat beliau yang selalu tegar ambruk juga. Terlalu banyak duka dalam waktu yang singkat.

...

Sasuke menjadi hilang akal. Ia membunuh semua orang yang dia temui sepanjang jalan menuju singgasana. Dayang, Kasim, prajurit, pejabat, para bangsawan, Darah bercecer di setiap langkah kakinya. Bahkan belum satu hari dia menjadi kaisar dan sekarang orang lain mau menghapus dinastinya? Kenapa mereka semua melawannya? Kenapa mereka tidak tunduk dan menghormatinya. Dia adalah kaisar. Pemilik negeri ini.

Senyumnya muncul melihat Jugoo dan Suigetsu di ruangan itu. "Kalian bersamaku kan?"

"Inikah yang kau perjuangkan Sasuke?" Jugoo melirik hall yang kosong. "Kekuasaan?"

"Mereka semua adalah musuh dan kalian berdua harus mengenyahkan siapa pun yang berani masuk ke sini." Ujar nya memberi perintah.

Suigetsu menghela nafas lelah. "Siapakah kami bagimu?"

"Bukankah kalian adalah anjing yang dibuat oleh orochimaru untukku, kenapa kalian mempertanyakan eksistensi kalian?"

Jugo dan Suigetsu membuat keputusannya. Mereka membawa Karin menyusup ke istana, tapi gadis itu lenyap entah ke mana.

Sasuke menanti musuhnya sembari duduk di tahkta yang dia perjuangkan seumur hidupnya. Sungguh tidak adil, ia hanya bisa tertawa dan mengutuk. Ia tak akan mengizinkan wanita itu memerintah Konoha. Ia akan membawa Ino ke neraka bersamanya dan membuat kekasihnya putus asa.

...

Itachi berhasil melewati gerbang istana dengan tubuh relatif bebas luka. Azuma Sarutobi menyambutnya di sana bersama dengan mayat-mayat prajurit yang memilih setia pada adiknya. Semua ini salah. Sangat salah. Bau darah begitu menyengat. Setelah semua ini akankah dia bisa tidur dengan nyenyak di tempat ini atau dia akan dihantui?

"Yang mulia, Rencana berjalan lancar. Pasukan aliasi sekarang menduduki istana sepenuhnya."

"Terima kasih atas kerja kerasmu. Azuma, tapi aku tidak melihat Sasuke."

"Tak ada yang melihatnya setelah melihat kami memberontak. Mungkin dia bersembunyi."

"Kita harus menemukannya." Itachi melihat bangunan paling tinggi di areal istana. Tempat di mana para Kaisar memerintah seluruh negeri dari singgasananya. Sasuke bukanlah seorang pengecut, Dia tak akan bersembunyi dari musuh. Itachi tahu adikknya sedang menunggu.

Untuk sampai di sana kakinya harus melewati tubuh-tubuh tergeletak tanpa nafas, tanpa jiwa. Terbayang sudah tangis mereka yang kehilangan putra, suami hanya demi kepentingan dia dan saudaranya. sebuah gelar bernama Kaisar. Keletihan, kepedihan, amarah. Itachi tak tahu lagi apa yang dia rasakan dan ketika ia mendorong pintu aula kemegahan yang begitu berat ia menemukan sosok adiknya duduk di sana.

"Kakak?" Sasuke yakin dia melihat hantu, mungkin dia berhalusinasi dan benar-benar menjadi gila.

"Aku kembali Sasuke, untuk menghentikanmu." Itachi mengacungkan pedangnya pada adiknya tersayang.


...bersambung...