Disclaimer : Karakter bukan property saya. Semuanya milik bang Kishimoto

Author Note's : Maaf update nya lama, kali ini chapthernya panjang poll. Hampir 10rb kata dan yah, slow pace gak banyak aksi dan kebanyakan dialog. Aku senang banget masih ada yang nge review.. gak kebayang aku bisa lanjut nulis tanpa kalian. Makasih banyak.

Btw. Covid lagi menggila. Be save ya kawan-kawan.

The Dance of the Flower.

Chapter 08

Inoichi Yamanaka menggebrak meja kerja. Surat dari putra mahkota yang tergeletak di hadapannya masih setengah terbaca, sang perdana menteri naik pitam lantaran mengetahui putrinya telah berbohong. Ia menyuruh semua pelayan dikumpulkan di aula utama dan kepala pelayan mengintrograsi mereka semua, terutama pelayan yang bekerja langsung melayani Ino.

"Apa kalian tahu Nona kalian pergi ke selatan?"

Gadis-gadis muda itu terlihat takut melihat ekspresi sang pemilik rumah. Salah satu diantaranya memberanikan diri untuk memberi jawaban. Pelayan itu menggeleng pelan, mengucapkan kalimatnya dengan terbata-bata.

"Ma...af kan kami tuan besar. Kami tidak tahu apa-apa. Sebagai pelayan, kami tak berhak menanyakan urusan pribadi majikan kami meski kami sadar setiap kali tuan pergi ke istana Nona Ino diam-diam keluar."

"Kenapa kalian tak menjaga nona kalian dengan baik hah! Sudah tahu ada yang aneh harusnya kalian laporkan padaku. Dasar tak berguna! Kalian sudah melalaikan tugas. Pengawal! hukum cambuk mereka sebanyak tiga puluh kali." Ujar Inoichi tanpa pikir panjang.

Ia sangat marah, kesal dan khawatir. Ino tak mungkin pergi jauh tanpa persiapan. Sejak kapan anaknya jadi pembohong dan suka pergi diam-diam? Apa perubahan sikap Ino ada hubungannya dengan pangeran Sasuke? Dia mendengar pelayan bergosip, tapi putrinya sendiri tak pernah bercerita. Lagi pula Pangeran Sasuke ada di perbatasan sekarang. Lalu siapa yang putrinya temui diam-diam?

"Ampuni kami Tuan besar !" Ucap kelima gadis itu dengan serentak sambil bersujud di lantai menangis tersedu-sedu. Hukuman seperti itu bisa membuat mereka cacat atau mati.

Kepala pelayan mencoba menenangkan tuan nya. Sosok Inoichi selalu bersikap rasional dan adil. Akan tetapi bila menyangkut masalah nona muda, Tuan besar tak bisa bersikap objektif.

"Tuan, Hamba mohon pikirkan lagi. Menghukum pelayan Nona tidak ada manfaatnya."

"Lalu apa yang harus aku lakukan kepala pelayan? Apa aku telah membesarkan putriku dengan tidak benar? Belakangan ini aku tak mengenal putriku sendiri. Sifatnya mendadak berubah. Ino harus mengerti tindakan apa pun yang dia ambil akan menpengaruhi bawahannya. Dia melarikan diri dari rumah dan membohongiku karena itu para pelayannya harus menanggung akibat dari perbuatannya."

"Tuan besar, Bukan kah putra mahkota memuji putri anda? Nona telah mengharumkan nama keluarga Yamanaka atas kedermawanan dan sifat welas asihnya. Para pujangga di kota bahkan membuat syair untuk Nona. Apa yang Nona lakukan memang ceroboh, tapi nona berbuat kebajikan. Apa jadinya bila tersiar kabar perdana mentri menghukum anaknya karena berbuat baik, itu akan mencoreng reputasi anda."

"Aku tak mengerti mau anak itu, Kalau dia memang ingin membantu korban bencana dia bisa meminta bantuanku, tapi dia malah melakukannya diam-diam. Apa dia berpikir aku tak akan mendukung ide nya?"

Seorang lelaki muda berseragam pelayan lari tergopoh-gopoh. "Nona muda telah kembali." Lapor nya pada Inoichi.

"Kepala pelayan, suruh putriku ke ruang kerja, sekarang!" Inoichi ingin berbicara berdua saja dengan putrinya. Meminta penjelasan yang masuk akal atas semua tindakan dan kebohongannya.

Ino menapakkan langkah di lorong berlantaikan kayu ceri. Otaknya sibuk merangkai sebuah cerita yang cukup masuk akal bagi ayahnya. Ia tak bisa mengungkapkan rahasia miliknya pada semua orang dan ia sudah meminta pangeran Itachi untuk tutup mulut. Gadis pirang itu mengetuk daun pintu dan menarik nafas panjang, berdoa agar sang ayah tak memperpanjang masalah ini. Ia masih punya banyak masalah lain untuk dihadapi karena masa ini sedikit berbeda dari kehidupannya yang lalu. Entah bagaimana bisa perubahan-perubahan itu terjadi tanpa campur tangannya. Seakan hidup ini bukan sekedar pengulangan, tapi realita yang menyimpang.

"Ayah, Aku datang."

"Masuk!" sahut sang ayah. Hal pertama yang Inoichi lakukan adalah memeriksa putrinya dengan seksama. Dia lega tak menemukan luka atau memar di tubuh putrinya. Kekhawatiran pria itu berkurang, tapi tidak dengan amarahnya.

"Yamanaka Ino berlutut!" Inoichi membentak dengan suara keras.

Ino langsung berlutut. Matanya menatap lantai. Ayahnya tak pernah terlihat begini gusar.

"Apa ayah mau mendengarkan penjelasanku?" ucap Ino dengan perlahan. Kegusaran ayah nya ia hadapi dengan ketenangan.

"Kebohongan macam apa lagi yang akan kau katakan pada ayahmu ini."

Ino bersujud, Dahinya menyentuh permukaan lantai yang dingin.

"Ayah, Aku benar-benar minta maaf telah membuatmu cemas."

"Apa yang kau lakukan di selatan? Apa kau tak tahu tempat itu berbahaya?"

"Ayah, Aku bersalah telah menipu ayah, tapi tujuanku tak buruk. Uang yang kau berikan padaku telah aku habiskan untuk memberi bantuan pada korban banjir di wilayah selatan. Ketika ayah bercerita putra mahkota akan menggosongkan lumbung istana dan membawa bantuan ke selatan aku berpikir jumlah bantuan itu tak akan cukup. Wilayah selatan sangat luas dan penduduknya lebih banyak dari ibukota, jadi aku berpikir untuk membantu. Kita bangsawan ibu kota hidup dengan mewah dan aku merasa tak adil membiarkan korban bencana terlantar begitu saja."

"Kau bisa memintaku untuk melakukannya. Apa kau pikir ayahmu ini tak akan mendukung rencanamu? Aku dengar kau juga merepotkan Jendral Sabaku."

"Aku membutuhkan kontak dengan saudagar Suna dan Jendral Gaara dengan senang hati membantuku. Bukankah baik untuk keluarga kita membuat koneksi dengan mereka ?"

"Bagaimana bila pihak istana salah paham? Kaisar tak pernah menyukai mereka, bagaimana bila kita disangka berkoalisi?

"Putra mahkota akan membelaku. Kaisar menginginkan dukungan penuh dari keluarga Sabaku dan aku mendekati mereka agar mereka mau berhenti bersikap netral. Jika semua bangsawan bersatu mendukung putra mahkota, bukankah hal itu akan membuat kaisar tenang?"

"Putriku, Apa maanfaatnya bagimu untuk melakukan semua ini? Politik itu urusanku. Mengapa kau melibatkan dirimu seperti ini?"

"Putrimu ini perlu membangun reputasi sebelum memasuki istana dan aku juga ingin memberikan konstribusi dalam keluarga kita. Sepanjang tiga generasi, Klan Yamanaka selalu menghasilkan orang-orang hebat tapi saat ini hanya ada aku. Ayah meski kau tak pernah mengutarakannya aku tahu kau ingin memiliki pewaris, seorang putra yang bisa menjadi sarjana dan mengharumkan nama klan Yamanaka, tapi tuhan menghukummu dengan memberikan seorang putri yang tak bernilai apa-apa. Apa ayah tahu aku merasa tak nyaman mendengarkan orang-orang menyayangkan Inoichi Yamanaka, perdana menteri yang luhur hanya punya seorang anak perempuan. Meski aku wanita, Aku ingin bisa menjadi pilar yang akan menopang keluarga kita kedepannya."

"Putriku, Aku selalu merasa terlibat dalam potilik dan urusan kerajaan tak sesuai untukmu. Tak seorang pun akan mendengarkan pendapat wanita tak peduli betapa cerdasnya wanita itu. "

"Apakah ayah juga tak akan mendengarkan pendapatku? Apakah bagimu pendapatku tak layak didengarkan? Ayah kau membesarkanku seperti bunga dalam rumah kaca karena kau menyayangiku dan ayah tahu sendiri istana bukan rumah kaca. Bunga yang terlanjur hidup nyaman tak akan bertahan di alam liar. Cinta dan kekuasaan ayah tak akan bisa melindungiku di dalam istana."

Ino tak pernah berpikir untuk menyalahkan tindakan ayahnya, tapi tragedi yang menimpa mereka tak luput dari cara Inoichi mendidiknya. Tak membiarkan Ino bebas bergaul dan hanya membiarkan dia bersama orang-orang yang akan selalu bicara positif tentang dirinya membuat Ino berpikir semua orang di dunia ini baik dan mencintainya, tapi ternyata dunia penuh muslihat dan tipu daya di mana yang kuat menindas dan memanfaatkan yang lemah. Dia yang dulu adalah gadis manja yang percaya dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Apa yang membuatmu berubah seperti ini? Aku merasa tak mengenali putriku lagi. Aku membesarkanmu dari bayi dan sekarang ayah tak paham lagi dengan cara berpikirmu. Kau seperti menjelma seperti orang lain."

"Ayah, Rasa takut lah yang membuatku berubah sikap."

"Takut? Mengapa putriku harus takut pada sesuatu? Apa yang kau takutkan?" Inoichi menggulurkan tanggan, membantu putrinya yang sedari tadi berlutut untuk menegakkan tubuhnya.

"Aku dihantui mimpi, Mimpi yang aku lihat berulang-ulang di setiap tidurku. Aku melihat ayahku dipancung dan setiap orang bermarga Yamanaka dibunuh atas perintah kaisar. Rumah kita dibanjiri darah, semua mati tanpa sisa."

Inoichi mendengarkan dengan seksama. "Itu hanya mimpi, Nak."

"Aku tahu ayah hanya akan menganggap mimpiku ini sebagai hal remeh, tapi bagaimana bila ini adalah masa depan?"

"Untuk apa Kaisar menghukum kita? Aku bekerja dengan baik."

"Apa ayah sadar mungkin saja Kaisar menganggap klan Yamanaka sebagai sebuah ancaman untuk dinasti mereka? Klan Uchiha adalah sekumpulan orang-orang paranoid. Mereka menjatuhkan Senju setelah bersumpah untuk setia, tentu mereka berpikir hal yang sama bisa saja terjadi pada mereka. Pernikahan politik ini bertujuan untuk membelenggu klan Yamanaka dan juga mencegah kita untuk bersatu dengan klan lain. Apa ayah sudah tahu Sabaku Temari juga diminta memasuki istana? Karena itu jendral Sabaku buru-buru menikahkan saudarinya dengan Shikamaru. Mereka tak ingin terikat dengan klan Uchiha, tapi Klan Yamanaka tak punya pilihan sebab kau mengabdi pada mereka." Ino berhenti berbicara sebentar, menarik nafas untuk memberikan kabar buruknya.

"Aku mendengar Kaisar menginginkan aku menjadi selir pangeran Itachi dan informasi ini aku dapatkan dari putra mahkota sendiri."

Inoichi merasa kakinya lemas mendengar berita itu. Ia mendudukkan dirinya di kursi terdekat. "Ini mimpi buruk Ino, bila kau menjadi bagian dari harem kaisar kau tak akan luput dari permainan politik. Kenapa kaisar tak memilih pangeran Sasuke? Dia pilihan yang menurutku lebih aman."

"Apakah Kaisar Fugaku akan membiarkan Klan Yamanaka jatuh dalam genggaman klan Otsusuki? Meski Pangeran Sasuke adalah putranya, Kaisar tak menyukainya sama sekali."

"Kaisar Fugaku benar-benar aneh, Semua orang juga tahu pangeran Sasuke sudah memutus hubungan keluarga dengan klan yang merupakan keluarga ibu nya. Dia tak pernah ingin menjadi duri dalam daging bagi putra mahkota. Ino, Sebentar lagi putra mahkota akan naik tahkta dan bicara tentang mimpimu rasanya mustahil pangeran Itachi akan menghabisi klan kita. Ayah dan Putra Mahkota punya hubungan yang baik."

"Saat ini pangeran Itachi belum memiliki banyak istri, tapi bila beliau naik tahkta dipastikan jumlah wanita yanga kan mengisi istana akan bertambah. Harem memiliki perangnya tersendiri. Coba ayah pikir, Mengapa Ibu Sasuke yang baru saja diangkat menjadi permaisuri meninggal dengan misterius? Mengapa pula putra-putra kaisar selain Pangeran Sasuke dan Pangeran Itachi meninggal diusia muda? Berapa dari selir favorit kaisar Fugaku yang dipancung dan keluarganya dihabisi? Jika aku salah melangkah dalam istana kita bisa hancur. Aku tak bisa membiarkan itu terjadi, karenanya aku harus mencari dukungan. Dukungan yang sangat besar untuk menopangku nanti."

"Jadi itu alasanmu? Mencari simpati rakyat. Bahkan putra mahkota dalam suratnya menyanjungmu dan berkata kau menyelamatkannya."

"Aku ingin rakyat menyukaiku dan menyelamatkan putra mahkota adalah sebuah kebetulan. Tak ada yang menyangka rombongan putra mahkota akan diserang dan ini membuat bantuan yang aku berikan semakin menjadi penting. Sekarang di mana-mana rakyat menyanjung keluarga Yamanaka dan aku dianggap sebagai dewi penolong. Apa jadinya jika dewi mereka diperlakukan dengan buruk oleh keluarga kerajaan? Kaisar pun akan segan menghadapi kemarahan rakyat."

"Aku tak suka kau merencanakan hal seperti ini. Tidakkah kau bisa kembali menjadi gadis yang suka menyulam dan bermain kecapi?"

"Ayah, untuk bisa hidup nyaman di istana aku harus menduduki posisi tertinggi. Jika ayah meninggal sepupu jauh Deidara yang akan menjadi kepala keluarga Yamanaka. Apa dia akan mau dan punya kekuatan untuk melindungiku nanti? Saat ini pun dia tak menunjukan potensi apa-apa selain berjudi dan membuat kekacauan. Hanya aku yang bisa melindungi diriku sendiri."

"Ino, Menjadi salah satu dari tiga selir kehormatan kaisar sudah merupakan gelar yang cukup tinggi. Tak akan ada yang berani mengganggumu. Apalagi bila kau punya hubungan yang baik dengan putra mahkota."

"Menjadi selir tak akan cukup untuk melindungi kita. Aku akan menjadi permaisuri. Mungkin aku bisa menjadi selir favorit Pengeran Itachi tapi untuk berapa lama? Meski disayang oleh kaisar, Seorang selir tetap harus tunduk pada permaisuri. Aku menginginkan kekuasaan dimana aku tak perlu tunduk dan mengemis pada siapa pun."

Inoichi tertegun dengan kebulatan tekad putrinya. "Apa yang kau pikirkan, Nak. Permaisuri berikutnya sudah jelas putri Izumi. Dalam sejarah klan Uchiha semua permaisuri berasal dari klan itu sendiri."

"Terkecuali Kaguya Otsutsuki. Dia berhasil memaksa Pangeran Fugaku yang baru naik Tahkta menjadikannya permaisuri dan mengesampingkan putri Mikoto."

"Itu karena Klan Otsusuki berjasa dalam mengungkap otak dari pembunuhan ibu suri dan lihat apa yang terjadi pada putri Kaguya? Dia meninggal tanpa sempat melihat putranya. Ino, meski putra mahkota tampak baik hati. Ia tetap seorang Uchiha dan putri Izumi adalah teman masa kecil dan sepupunya, tak mungkin beliau mengabaikan itu dan menjadikanmu permaisuri. Jangan mencoba menjadikan putri Izumi sebagai sainganmu, karena permaisuri Mikoto akan mendukungnya. Ino, Jadikan Putri Izumu sebagai temanmu."

Ino terlihat sedih,"Apa ayah pikir dia akan berbaik hati padaku? Seseorang yang akan membuat perhatian suaminya terbagi, apakah ayah akan tetap yakin bila aku memiliki anak nanti dia akan menerima begitu saja, apalagi sampai saat ini putri Izumi belum memiliki anak?"

"Putri Izumi wanita yang baik. Ia akan memperlakukanmu sebagai saudari. Aku tidak setuju dengan tujuanmu. Tak usah khawatir Ino. Pangeran Itachi menghormatiku. Dia tentunya tak akan diam bila seseorang menganggu putriku."

"Ayah begitu percaya pada pangeran Itachi."

" Dalam banyak kesempatan dia telah membuktikan dirinya sebagai orang yang adil. Putriku, Ada satu hal penting yang juga ayah ingin tahu. Apakah mungkin bagimu untuk mencintai dan mengabdi pada putra mahkota ketika kau tertarik dengan pria lain? Ayah mendengar dari pelayan kau bertukar hadiah dengan pangeran Sasuke. Jika kau menyukainya ayah akan mencoba mengubah pikiran kaisar."

"Pernikahan politik tak menerlukan cinta. Putra mahkota hanya memerlukan kesetiaanku dan pangeran Sasuke pasti bisa menerima keputusan Kaisar. Ayah tak perlu memohon. Dari awal putrimu ini tak berhak mengenal cinta. Pangeran Itachi tahu tentang hubungan kami dan beliau juga keberatan dengan keputusan kaisar. Pengeran sudah memohon untuk dipertimbangkan, tapi Kaisar bersikeras ini keputusan terbaik."

"Sungguh Ino, ini bukan masa depan yang aku inginkan untuk putriku."

"Ayah jangan khawatir. Meski diterjang badai sekalipun putrimu ini akan menemukan jalan untuk bahagia."

Ia tak akan mau mengulangi hidupnya yang tragis dan kebahagiaannya yang semu. Jika kedudukan Itachi sudah aman barangkali ia akan diizinkan untuk keluar istana. Ia tak benar-benar ingin jadi permaisuri, tapi sampai keselamatan keluarganya terjamin ia ingin memegang posisi itu.

Melihat wajah letih Ino, Sang perdana menteri berkata, "Beristirahatlah, Nak. Kita bicara lagi besok."

"Apa ayah akan menghukumku?"

"Tidak, Kau kembali dengan selamat. Lain kali jangan membohongi ayah, bila kau ingin melakukan sesuatu bicarakan denganku."

"Baik ayah, Aku permisi."

Sepeninggalan Ino, Dengan dahi berkerut perdana menteri menarik nafas panjang. Ini bukan masa depan yang ia bayangkan untuk putrinya, tapi percakapan dengan Ino ada benarnya. Kaguya Otsutsuki, meski akhirnya menjadi permaisuri ia gagal menyelamatkan hidupnya karena tak punya dukungan selain dari klannya dan dia juga tak dicintai kaisar Fugaku. Jika Ino tak punya cukup kekuatan, putrinya juga bisa menjadi tumbal kekuasaan. Ia kenal putra mahkota dari kecil dan ia bisa mempercayai pangeran Itachi tak akan menyakiti putrinya, tapi tak ada jaminan wanita-wanita lain tak akan mencoba melukai putrinya. Ia harus menancapkan pengaruhnya lebih dalam diantara para bangsawan dan membuat Kaisar segan pada klan Yamanaka, tapi beberapa tahun terakhir kekuatannya diparlemen menjadi berkurang. Akibat Kaisar lebih mempercayai Danzo, pejabat lain pun berpindah haluan. Jika pendapatnya tak lagi diindahkan. Bagaimana ia bisa membangun pondasi kokoh bagi putrinya? Jika Ino sudah memulai kontak mungkin tak ada salahnya jika dia mulai mendekati Sabaku Gaara. Bila Jenderal Barat bersedia mengirim saudaranya untuk duduk di senat maka ia akan bisa menyeimbangkan suaranya dengan Danzo.

.

.

.

Tujuh hari sejak Ino kembali ke Ibu kota. Sai masih menemaninya, pemuda itu menolak untuk kembali ke perguruan. Bukannya tanpa alasan. Tiap kali mereka keluar dari rumah, Sai merasakan beberapa orang mengamati mereka. Hari ini Ia mengawal nona nya pergi ke kedai Nyonya Katsuyu dan lagi-lagi mereka dibuntuti. Pemuda pucat itu merasa tak tenang dan ingin mengambil tindakan, tapi Nona nya melarang. Sai berjalan mengiringi Ino. Ia menutupi wajahnya dengan sebuah topeng anjing. Di Ibu kota, wajah dan identitasnya sebagai pelayan nona Yamanaka tak boleh diketahui.

"Nona mengapa anda tak naik kereta saja?" tanya Sai yang ikut berhenti melangkah ketika Ino menghentikan laju nya untuk melihat-lihat barang yang dijajakan di pinggir jalan.

"Cuaca hari ini cukup bagus, Aku ingin menikmati kota."

"Mereka masih membuntuti kita."

"Biarkan saja." Ino meraih sebuah tusuk konde dan memasangnya diatas kepala."Jangan khawatir, Sai. Mereka tak akan melakukan tindakan berbahaya."

"Tapi, Mereka terus mengawasi anda."

"Aku tahu siapa yang menyuruh mereka. Ngomong-ngomong, Apa tusuk konde ini cocok untukku?"

Sai jadi bingung ditanyai hal yang trivial.

"Eh, Apa pun yang anda kenakan terlihat indah."

Nona Ino sangat cantik dan terkadang Sai merasa tak pantas menatapnya. Di samping itu Nona nya selalu baik. Jika ada yang ingin mencelakainya Sai tak akan ragu membunuh orang itu meski ia harus mengorbankan nyawanya, Jika ia tak bertemu Nona mungkin dia sudah mati.

"Kalau begitu akan membelinya."

Ino sengaja tak melakukan sesuatu yang penting. Biar saja pangeran Sasuke bosan menerima laporan tentang hal-hal remeh yang dia lakukan. Ia kembali menerima surat dari sang pangeran, tapi Ino memutuskan untuk tidak membalas. Ino tak bisa menebak reaksinya, lelaki itu pasti sudah tahu jika ia menjadi batu sandungan bagi rencananya untuk menjatuhkan reputasi putra mahkota. Tindakan apa yang akan dilakukan Sasuke sekarang? Yang pasti pria itu akan curiga dengan dirinya dan dia akan tetap berakting polos dan lugu.

"Nona, Kau lihat sapu tangan ini. Sulamannya indah sekali." Ujar Shion yang ikut melihat-lihat barang.

"Kau menyukainya, Ambilah Shion."

"..., tapi ini sangat mahal, Nona aku tak bisa menerimanya."

"Shion, Gara-gara mengikuti aku kau juga terkena masalah. Kesetiaanmu tak bisa aku bayar dengan uang, tapi setidaknya selama kau ikut denganku aku ingin kau hidup dengan nyaman."

Shion merasa terharu. Bagi bangsawan, pelayan sering tak dianggap dan diperlakukan buruk, tapi Nona tidak seperti itu.

"Shion tidak akan menikah dan selalu melayani Nona."

"Hush...Jangan bilang begitu Shion, Siapa tahu kau menemukan pria yang kau sukai dan berubah pikiran."

Mereka tiba di kedai sebelum drama di mulai. Sakura telah menunggu. Ia telah mendengar rumor tentang kepergian Ino ke selatan dan bagaimana gadis itu menyelamatkan putra mahkota. Ino begitu populer di ibukota semua orang mengetahui namanya. Hal itu membuat Sakura gigit jari. Mengapa Ino tidak mengajaknya berpartisipasi?

Melihat Ino muncul Sakura langsung memeluknya. " Ino... Aku senang melihatmu."

Sambutan hangat Sakura dibalas dengan sebuah senyum palsu. "Apa kau sudah mendengar berita tentangku?"

"Katanya kau akan ke kuil, tapi malah melakukan sesuatu yang menghebohkan. Mengapa kau tidak mengajakku?"

"Mengajakmu? Mengapa aku harus membawa temanku ke tempat berbahaya? Kau pasti juga mendengar soal tragedi yang menimpa Putra mahkota."

"Apa kau berada di sana saat pangeran Itachi di serang?"

"Agar tidak ketahuan aku mengambil rute lain, Jadi aku tak tahu apa-apa. Di pinggiran hutan aku melihat seseorang tergeletak, jadi aku memutuskan untuk berhenti dan melihat. Ternyata orang itu pangeran Itachi."

"Oh, Ino.. Jika kau tak menemukan pangeran. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi." Sakura melihat sosok Sai berdiri tegap diambang pintu. Mengawasi orang-orang yang lalu lalang. "Siapa itu?"

"Pengawalku. Ayah takut aku berbuat macam-macam lagi dan meminta dia mengikutiku."

"Mengapa dia mengenakan topeng?"

"Wajahnya rusak akibat pertarungan. Bukan wajah yang bisa ditunjukan pada gadis-gadis seperti kita."

"Ah, menyedihkan sekali. Ayo..Ayo kita tuangkan teh nya sebentar lagi drama nya di mulai."

Dari ruangan mereka duduk terdapat balkon yang mengarah ke panggung di bawahnya. Musik mengalun dan tujuh wanita dengan kostum beraneka warna bergerak dengan gemulai. Ino melihat gelang giok yang melingkar di pergelangan tangan Sakura.

"Gelang yang indah. Siapa yang memberikannya padamu?"

Sakura terdiam dan menyentuh gelang itu, Mengapa ia lupa melepaskan nya tadi? Ino pasti curiga karena dia tahu keluarganya tak akan sanggup membeli perhiasan mahal seperti ini. "Pemuda yang menyukaiku." Jawab Sakura tersipu.

"Apa ayahmu tahu? Apa dia sudah melamarmu? Kau tahu kan tidak pantas bagi Nona bangsawan memiliki hubungan sembunyi-sembunyi dengan seorang lelaki."

"Ino, bukankah kau yang seharusnya berhati-hati. Seisi rumahmu tahu kau punya hubungan dengan pangeran Sasuke."

"Sakura, Apa kau menanyai semua pelayan di rumahku satu persatu." Ino menyindir gadis bersurai merah muda itu. Para pelayan yang menerima uang dari Sakura sudah mengaku dan kali ini Ino memutuskan untuk membuat jarak dengan Sakura. "Bertukar surat dengan pangeran Sasuke tak bisa dibilang punya hubungan. Kami akan punya hubungan apabila kaisar merestuinya, Tapi kau Sakura menerima sebuah gelang giok, Apa kau paham artinya?"

"Tentu saja. Janji sebuah pernikahan."

"Sepertinya lelaki yang kau pilih seorang pengecut. Bagaimana mungkin ia memberikan seorang gadis gelang giok, tapi tak membuat pertunangan resmi."

"Dia punya alasan tersendiri."

"Kupikir hanya ada dua alasan jika seorang pria berniat menyembunyikan hubungan dengan seorang wanita. Pertama mungkin keluarganya tidak setuju atau dia telah memiliki wanita lainnya. Sakura, Apa kau ingin menjadi wanita ke tiga?"

Sakura tertawa. "Apa masalahnya?, poligami sudah biasa terjadi di negeri ini. Selama lelaki itu mencintaiku lebih dari yang lainnya aku akan baik-baik saja. Menjadi selir bangsawan tinggi lebih menguntungkan ketimbang menjadi istri utama pegawai rendahan."

"Aku tak pernah menyangka kau punya pikiran seperti itu." Ino menyesal kenapa dulu gagal melihat sifat asli orang yang dipanggilnya kawan. "...tapi berhati-hati lah, Jika lelaki dengan mudahnya membuang wanita. Apa yang membuatmu berpikir dia tak akan membuangmu juga? Akan selalu ada wanita yang lebih cantik dan lebih muda. Pria seperti itu tak akan pernah puas."

Sakura menatap ke panggung. Melihat adegan wanita yang sedang menangis, memohon sambil memeluk kaki suaminya. Itu adegan yang dia lihat ratusan kali di rumahnya sendiri. Ibu nya wanita lemah, tua, jelek dan tak menarik. Wajar ayahnya memilih wanita-wanita lain. Ibu nya tak punya sesuatu untuk ditawarkan lagi. "Tidak akan ada yang berani membuang mu jika kau masih dibutuhkan, tidak ada yang berani menghinamu bila kau berkuasa. Kau yang punya segalanya tak akan mengerti perasaanku."

Ino tersenyum kecut, tapi Sakura tak melihatnya. Dia ingin tahu apa pada akhirnya Sakura yang merebut segalanya dari tangan Ino dan bahagia atau dia mendapatkan karma. Sasuke membuangnya setelah tujuannya tercapai, belum tentu juga ia akan selalu mencintai Sakura. Sasuke adalah lelaki yang mencintai dirinya sendiri dan ego nya lebih dari orang lain. Wanita, rekan dan sekutu hanyalah alat yang ia gunakan untuk menapak lebih tinggi. Apa Sasuke mencintai Sakura? Ino tak pernah tahu, tapi ada saat ketika lelaki itu mendengar dan mengabulkan semua permintaan Sakura.

"Orang yang membeberikan gelang itu padamu adalah pangeran Sasuke. Apa tebakanku salah?"

Iris berwarna hijau di wajah Sakura melebar oleh keterkejutan. Tak seharusnya Ino tahu.

"Ha..ha..ha." Sakura tertawa "Mustahil. Aku bahkan tak pernah berbicara sepatahkata pun dengan pangeran."

"Oh, Benarkah? Lalu mengapa kau menyuap pelayan-pelayan di rumahku untuk memberitahumu semua gerak-gerikku? Kau pikir aku tak bisa menghubungkan semua titik yang terlihat. Bukan kebetulan pangeran Sasuke mengirimkan hadiah-hadiah yang begitu sesuai dengan keinginanku. Kau lah yang memberitahunya."

Ino tak lagi berdiam diri. Ia tak akan menunggu lama untuk menghancurkan Sakura. Dia akan memberi gadis itu pilihan.

"A..aku hanya ingin hubunganmu dengan pangeran Sasuke jadi lancar. Dia berkata akan melakukan apa saja untuk mendapatkan hatimu. Ja..adi aku berniat membantu."

Sakura tetap pada posisinya. Berpura-pura tak memiliki niat busuk. Berupaya meyakinkan Ino segala tindakan yang dia ambil adalah demi kebahagiaan sahabatnya.

"...dan apa imbalan yang dia berikan padamu? Apa dia berkata akan memboyongmu ke istana sebagai gundik atau dayang?"

Sakura terdiam. Ino tak menunggu jawaban dari gadis berambut merah jambu itu.

"Sakura, Aku tahu apa yang kau lakulan di balik punggungku. Kau berteman denganku bukan tanpa alasan. Jika kau mendengarkan aku, maka kau akan masih bisa menikmati keuntungan menjadi temanku. Apabila kau memutuskan untuk menjadi musuhku detik ini juga aku bisa menyingkirkan mu dan seluruh keluargamu dari ibu kota."

Sakura tak pernah melihat Ino begini menakutkan. Penuh intimidasi. Ia pun tahu ancaman itu bukan omong kosong. Jika ia ditendang dari ibu kota maka tak ada lagi kesempatan untuk menaikkan statusnya dan dia juga tak bisa meminta pertolongan pada pangeran Sasuke. Jika Ino memutus persahabatan dengannya, pangeran Sasuke juga tak punya alasan untuk tetap punya hubungan dengannya. Cinta? Surat terakhir Sakura bahkan tak dibalas. Sejak itu ia sadar di mana letak ketertarikan pangeran Sasuke padanya.

Pangeran tak tertarik padanya karena wajah, penampilan atau keahliannya. Pengeran memilihnya karena ia punya kemampuan untuk menghasut dan mempengaruhi Ino Yamanaka dan entah sejak kapan gadis lugu ini berubah dan bisa melihat permainannya. Kemungkinan kembali ke desa bersama ayah yang kasar membuat Sakura bergidik. Ayahnya mungkin akan menikahkannya dengan saudagar tua atau melakukan apa pun untuk menyingkarkan dirinya yang dianggap beban keluarga.

"Apa yang harus aku lakulan untukmu?" tanya Sakura.

"Pura-pura lah seperti aku tak tahu apa-apa. Tetap lanjutkan hubungan apa pun yang kau punya dengan pangeran Sasuke, tapi kau harus memberitahuku apa yang dia rencanakan dan aku akan meminta ayahku mensponsorimu."

"Ino, Aku pikir kau tergila-gila pada pangeran Sasuke."

Ino menaruh gelas teh nya dengan sedikit kasar. "Bagaimana aku bisa jatuh cinta pada orang yang hendak memanipulasi ku, tapi aku akan mengikuti permainannya dan jika kau berani bicara soal ini pada pangeran. Dia akan membunuhmu." Ino melirik Sai yang berdiri di dekat pintu.

Sakura hanya bisa menelan ludah.

.

.

.

Itachi keluar dari ruang kerja kaisar. Mereka baru saja mendiskusikan misi nya yang gagal. Investigasi telah dilakukan, tapi tiada hasil dan tiada petunjuk. Ini aneh, Jumlah bantuan pangan yang lenyap sangat besar. Mustahil bila tak ada saksi mata yang melihat ke mana barang sebanyak itu dibawa. Dia pun berpikir apakah pegawai pemerintahan selalu tak kompeten? Atau seperti kata Ino, ada upaya dari pihak biro hukum dan investigasi untuk membodohi dia dan Kaisar.

Rombongannya diserang oleh ratusan petarung yang dengan mudah menggalahkan prajurit istana. Pendekar semacam itu hanya dihasilkan oleh perguruan bela diri dan di Konoha perguruan bela diri bisa dihitung dengan jari jumlahnya.

Ilmu bela diri yang penyerangnya gunakan tidak familiar di wilayah Konoha. Di samping itu mereka tidak memiliki formasi dan juga kekompakan dalam pola serangannya. Seakan tak pernah bekerja sama sebagai satu unit. Ia hanya bisa menyimpulkan mereka adalah individu yang berasal dari luar Konoha. Pendekar yang keluar dari perguruan untuk menjadi tentara bayaran.

Kalau begini dia lebih mudah menganggap upaya penyerangan atas dirinya diprakrasai negara tetangga yang memang sedang berkonflik dengan Konoha. Bila kelaparan dan wabah berlangsung ditambah lagi dengan kematian putra mahkota dan Kaisar yang sakit parah, tak dipungkiri Konoha akan melemah dan jelas-jelas mereka diuntungkan, tapi Yamanaka Ino bersikeras penyerangan ini diprakarsai oleh adiknya sendiri. Sasuke.

Itachi tak keberatan dengan upaya pembunuhuan atas dirinya. Ancaman terhadap keselamatan anggota kerajaan sudah biasa terjadi. Ia tahu perebutan kekuasaan selalu menelan korban, tapi mereka merampas bantuan pangan dan berniat membunuh rakyat Konoha yang sedang dilanda musibah dan menempatkan negara dalam kondisi yang rentan demi menjatuhkan dirinya sudah sangat keterlaluan.

Pemimpin harus melindungi rakyatnya, bukan memperlakukan mereka sebagai objek yang tak ada artinya. Sasuke tak mungkin melakukan hal seperti ini. Ia mengenal Sasuke dari bayi dan ia menolak percaya adiknya seorang tiran, meski terdengar rumor dari perbatasan tentang Sasuke yang membunuh musuh-musuhnya dengan darah dingin.

Kalau pun memang Sasuke bagaimana adiknya bisa mempunyai uang dan jaringan untuk menggerakkan tentara bayaran sebesar itu. Dia tahu jelas posisi keuangan Sasuke. Mungkinkah Sasuke punya sisi lain yang tak pernah ditunjukan pada dirinya?

Gara-gara Yamanaka Ino. Dia jadi terpaksa meragukan ikatan antara dia dan adiknya, tapi setelah apa yang terjadi. Itachi tak bisa mengesampingkan lagi peringatan Ino. Dia memulai memeriksa orang-orang disekitar adiknya dimulai dari Sang Sage yang menjadi guru pribadi Sasuke. Ia selalu mendapat firasat buruk soal Orochimaru, tapi karena Kaisar sangat menyukainya ia tak bisa berkata apa-apa. Lagipula berkat ilmu dan pengetahuan Sage itu, Ayahanda nya masih bisa memperpanjang usianya sampai sekarang.

Berjalan sambil larut dalam pikiran nya sendiri Itachi tak melihat Sasuke datang.

"Kakak, Bagaimana lukamu?", Sapa sang adik melambatkan langkahnya.

Itachi terkejut mendengar suara Sasuke. Bukankah dia seharusnya berada di perbatasan timur, tak ada yang memberitahu adiknya akan pulang.

"Aku baik-baik saja. Meski belum benar-benar pulih."

"Syukurlah." Ujar Sasuke penuh kelegaan. "Begitu mendengar kau terluka aku langsung kembali ke ibu kota."

"Bagaimana dengan perbatasan? Kau tak boleh meninggalkan pos mu begitu saja."

"Aku berhasil menghancurkan pasukan Otogakure dan memaksa mereka mundur. Aku yakin mereka tak akan melakukan tindakan aneh dalam waktu dekat. Aku dengar Ino yang menyelamatkanmu, Apa itu benar?"

"Iya, Jika aku tak bertemu dengannya di sisi lain hutan. Aku mungkin sudah mati." Itachi sengaja tak menceritakan Ino mengirim orang untuk membantunya dari kepungan musuh. Pembicaraan nya pada Ino adalah rahasia dan sekarang ia merasa tak nyaman menyembunyikan dua hal dari Sasuke.

"Jika aku pikir baik-baik. Ino berada ditempat yang tepat dan saat yang tepat. Seperti sudah direncanakan."

"Sasuke, hati-hati kalau bicara. Ini memang kebetulan. Tempat melarikan diri dan bersembunyi bukan hanya tepian hutan. Bagaimana Ino bisa menebak aku akan berada di sana dari sekian banyak alternatif. Kita berutang pada klan Yamanaka, tanpa bantuan Ino berapa orang yang akan mati karena kegagalanku."

"Aku khawatir itu yang mereka inginkan. Sepanjang perjalanan dari timur ke ibukota aku mendengar rakyat menyanjung klan Yamanaka, bukankah ini agak berbahaya?"

"Mereka adalah sekutu kita. Inoichi bahkan bersedia mengirimkan Ino ke istana. Tak ada alasan untuk mencurigai mereka. Aku tak mengerti bagaimana bisa kau menuduh wanita yang katanya kau sukai membuat skema untuk membunuh putra mahkota? Apa kau serius menyukainya?"

"Meski aku menyukainya aku masih tetap harus berpikir dengan otakku. Apa hanya karena aku menyukai Ino aku harus mengabaikan kejanggalan ini? Aku tak bisa untuk tidak curiga. Aku tak mencurigai Ino tapi perdana mentri. Bisa saja ia memanfaatkan putrinya yang menurutku sangat polos."

"Sasuke, Apa kau mengenal Inoichi Yamanaka secara pribadi hingga kau membuat kesimpulan seperti itu? Aku yang selama ini bekerja dekat dengannya tak akan membuat asumsi bodoh."

"Apa kakak dengar keluarga Yamanaka punya andil dalam pernikahan Sabaku Temari dan Shikamaru Nara. Kakak juga tahu seberapa besar keinginan ayah untuk mengikat keluarga Sabaku. Sengaja atau tidak, Klan Yamanaka mengagalkan usaha kita untuk mendapat dukungan klan Sabaku, tapi jangan khawatir. Saat Ino menikahiku, Aku tak akan membiarkan klan Yamanaka begitu saja. Kita harus mengawasi mereka dengan baik."

Itachi masih tak ingin memberitahu Sasuke tentang keputusan Kaisar. Adiknya bisa marah dan untuk saat ini ia menghindari konflik meski seminggu lagi semuanya akan terungkap. Mendadak Itachi menjadi merasa pening, tapi ia masih membuka mulutnya untuk membela keluarga Ino.

"Sasuke, bukan salah klan Yamanaka bila Jendral Gaara memilih menikahkan saudarinya dengan orang lain ketimbang menjadikannya selir, orang-orang di barat lebih memikirkan kebahagiaan pribadi ketimbang urusan politik. lagipula klan Sabaku tak membutuhkan kita. Ayah yang ingin memanfaatkan klan Sabaku untuk berperang melawan Sunagakure dan keluarga Yamanaka sudah membuktikan kesetiaan mereka, tak ada yang perlu diragukan. Yang perlu dikhawatirkan itu serangan dari luar. Otogakure, Amegakure, Kumogakure mereka terus menerus mencoba menerobos perbatasan. Stabilitas negara ini terancam dan siapa yang paling diuntungkan dengan serangan yang menimpaku?"

"Karena itu aku mengusulkan pada ayahanda untuk menyerang mereka saja. Kita harus memberi pelajaran pada negara yang tak menghormati kedaulatan kita."

"Sasuke, Meski kekuatan militer kita sangat besar tapi kita butuh dana untuk memobilisasi pasukan. Saat ini kerajaan tak punya uang untuk berperang. Masalah internal kita sangat banyak. Jika ada dana lebih baik prioritaskan masalah interen ketimbang mengejar kejayaan."

Itachi tahu ayahnya gagal dalam menjadi pemimpin, tapi ia tak berani mengkritisi. Meski seorang putra mahkota. Kekuasaan kaisar mutlak dan absolut bahkan nasihat Inoichi pun sering diabaikan. Ayahnya lebih suka mendengarkan Danzo dan Sage itu, membuat kebijakan impulsif jangka pendek yang tak menguntungkan dan buang-buang uang. Hal itu membuat cukup banyak rakyat kecewa dan diam-diam memiliki antipati pada pemerintah yang terlihat hanya berusaha memperkaya kaum bangsawan. Tentu saja tak ada orang yang berani mengkritik Kaisar dengan terang-terangan karena takut dihukum mati.

Dia pribadi tak menyukai ke dua orang itu. Danzo berada di posisinya terlalu lama dan Sang Sage memiliki latar belakang yang tak jelas. Darimana lelaki itu berasal atau apa yang selama ini dia lakukan tak ada yang tahu. Suatu Hari ketika ayahnya sekarat dan tabib kerajaan sudah menyerah Orochimaru muncul di istana. Dalam beberpa hari ia membuat kondisi kaisar membaik, Ketika musim kering yang panjang tiba Orochimaru juga berhasil menurunkan hujan. Ayahnya begitu takjub dan memberikan posisi pendeta tinggi padanya. Beberapa saat yang lalu, Kondisi ayahnya memburuk dan Orochimaru berkata takdir dewa tak bisa dia ditentang lagi dan ia tak bisa menyembuhkannya.

Benar saat ini Kaisar Fugaku sedang menanti ajal, Tiap kali bertemu Itachi selalu diingatkan pentingnya kemasyuran oleh suara letih ayahanda nya. Sayang sekali dia tak berniat mewujudkan impian leluhur untuk membuat seisi benua tunduk dibawah panji-panji klan Uchiha, tapi Sasuke berpikiran lain. Ia ingin diingat sebagai orang yang lebih besar dari ayahnya dengan mewujudkan sesuatu yang luar biasa.

"Ini bukan soal kejayaan, tapi masalah keamanan. Kita bisa menyuruh rakyat membayar pajak lebih besar. Bagaimana mereka akan bisa mencari uang bila kekacauan macam ini terjadi terus menerus. Rakyat pasti paham, pajak yang digunakan untuk melindungi mereka." Ucap Sasuke yang sama sekali tak peduli kalau situasi ekonomi masyarakat Konoha tengah menurun dan negara mereka tengah berada diujung bencana kelaparan.

"Daripada mencari masalah dengan negara lain, lebih baik fokus pada pengkhianat yang membiarkan ratusan tentara bayaran asing masuk ke wilayah kita dan membocorkan rencana perjalananku. Aku rasa ada tikus dalam istana."

"Tak perlu mencari jauh-jauh. Siapa yang begitu kaya hingga sanggup membayar pendekar ahli dan siapa yang paling tahu tentang detail perjalananmu. Bukankah perdana menteri?"

"Mengapa kau menyudutkan klan Yamanaka? Tak ada bukti valid. Tingkahmu membuat aku merasa kau tak menyukai klan Yamanaka. Bagaimana bisa kau berkata menyukai Ino tapi tak menyukai keluarganya dan menuduh ayah Ino sebagai bagian rencana pemberontakkan."

Sasuke menarik nafas panjang. Ia menunjukkan kantong bersulam naga yang dibuat oleh Ino pada sang kakak. "Dia membuatkan ini untukku sebagai bukti perasaannya dan aku menyimpannya baik-baik, tapi ketika aku kembali aku mendengar pembicaraan kalau Ino Yamanaka diam-diam bertemu denganmu dan sekarang dia menyelamatkanmu. Bahkan ada yang bilang selama Ino di selatan. Kalian berada dalam satu tenda. Apa yang harus aku pikirkan? Aku mau tak mau merasa curiga semua surat yang ia kirimkan padaku adalah permainan. Aku percaya dia begitu polos, tapi mendengar Ino mencoba mencari waktu untuk berduaan dengan kakakku sendiri. Apa aku tak boleh sedikit curiga? Apa yang dia dapatkan dengan menjanjikan aku satu hal dan berbuat hal yang lain dibelakangku? Mungkin kah ini salah satu rencana busuk Inoichi Yamanaka untuk memecah belah kita dengan menggunakan putrinya. Berharap kita akan bersitegang untuk memiliki satu wanita?"

"Nona Yamanaka bukan gadis seperti itu, Kau bicara seakan aku dan Ino melakukan hal yang buruk. Kami memang bertemu,tapi apa yang salah dengan itu? Kau pikir aku akan melakukan sesuatu yang bisa merusak kebahagiaanmu atau melakukan hal yang bisa merusak reputasi Nona Yamanaka? Gadis itu tidak sedang berusaha merayuku. Apa kau juga tak akan percaya kata-kataku? Ingat, apa selama ini aku pernah melakukan sesuatu yang merugikanmu?"

"Maaf, Aku mungkin cemburu dan dengan bodohnya percaya rumor itu. Orang-orang selalu membandingkan kita dan berkata kau jauh lebih baik dariku. Hal itu membuatku merasa rendah diri. Jika kalian menjadi dekat dan aku terus menerus dikirim untuk berperang. Bisa-bisa Ino berubah pikiran dan merasa lebih baik dipasangkan dengan calon kaisar ketimbang pangeran yang tak difavoritkan, Statusmu jauh lebih baik. Hal ini membuat aku tak tenang."

"Lalu apa yang harus aku lakukan untukmu? Apa yang harus aku lakukan agar kau tenang? Aku berkali-kali memohon agar ayahanda berhenti mengirimkanmu ke perbatasan, tapi tak pernah di dengar."

"Kalau begitu bersikap dinginlah pada Ino. Kau tak boleh terlu akrab. Jauhi dia bila perlu. Aku ingin menjadi satu-satu nya yang ada untuk Ino."

"Aku tak bisa menjanjikan itu. Ino menyelamatkan hidupku, Jika dia berbicara padaku tak mungkin aku mengabaikannya. Lagi pula Sasuke. Kau tak perlu cemburu pada kedekatanku dengan Nona Yamanaka. Aku tak memiliki perasaan apa pun untuk gadis itu selain rasa terima kasih dan ia berbicara padaku hanya karena aku adalah putra mahkota."

"Kalau begitu berjanjilah untuk tak pernah tertarik pada Ino. Gadis itu milikku" ujar Sasuke dengan posesif.

"Baiklah, Aku berjanji. Aku tahu kau masih harus bertemu Ayahanda, kita lanjutkan pembicaraan ini lain kali. Ada hal lain yang juga ingin aku sampaikan."

"Baiklah, Aku akan mengunjungimu nanti malam."

Kedua bersaudara itu berpisah menuju ke tempat tujuan masing-masing. Sasuke sebenarnya enggan berjumpa dengan sang Kaisar. Dia tahu apa pun yang akan dia laporkan hanya akan dibalas dengan reaksi negatif. Waktu kecil ia sampai bertanya-tanya pada setiap kasim dan pelayan. Apa dia benar-benar putra kaisar? Di tengah-tengah kesuraman itu, hanya ada Itachi yang berusaha merangkulnya. Mengajarkannya banyak hal, tapi Itachi juga yang menjadi sumber kemalangan bagi dirinya. Kaisar hanya memiliki dua putra, Jika Itachi tak pernah ada, bukankah dia tak akan mengalami kemalangan ini? Demi apa yang ia inginkan, penghalang harus disingkirkan. Sasuke sengaja mengubur dan melupakan kebaikan sang kakak disudut hatinya. Kekuasaan tidak untuk lelaki berhati lemah dan kakaknya adalah lelaki lemah tanpa ambisi yang selalu mengupayakan kompromi. Ia tak layak menjadi kaisar.

Itachi melanjutkan langkah. Ia merasa aneh, Sasuke berupaya membuatnya mencurigai klan Yamanaka. Ia secara gamblang menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap klan tersebut, tapi di sisi lain ia menginginkan Ino. Bukankah itu hal yang kontradiktif?

Ia tak memungkiri klan Yamanaka sangat besar dan bila digabung dengan asosiasi mereka Nara, Akimichi dan sekarang Sabaku. Kekuatan mereka akan lebih besar dari Uchiha dan jika mereka memberontak akan bahaya bagi keluarganya. Ia paham mengapa Sasuke curiga dan waspada jika ada kekuatan yang lebih besar dari mereka.

Di mana-mana yang kuat akan memimpin yang lemah, sebab itu tak satu keluarga pun boleh lebih besar dari klan Uchiha. Hal ini selalu ditekankan oleh Kakek mereka, Madara Uchiha. Klan Uchiha memuja kekuatan dan bila mana seseorang mulai terlihat memiliki potensi dengan segala cara mereka akan dilumpuhkan sebelum menjadi masalah. Yang tidak puas akan dibungkam. Yang berani mengkritik akan disingkirkan. Hanya yang sejalan dan tunduk pada klan Uchiha boleh berdiri.

Kekhawatiran adiknya masuk akal. Melihat komposisi politik sekarang. Ayahnya sering mengabaikan pendapat perdana menteri begitu pula Nara dan jelas-jelas menyudutkan Otsutsuki. Begitu banyak pejabat yang merasa ditekan ditambah lagi ayahnya tak begitu peduli dengan kondisi rakyat yang berada di luar tembok Ibu kota. Dalam situasi ini, hanya dengan sedikit upaya orang dengan mudah menebar bibit kebencian pada keluarga kerajaan. Jika terus berlanjut pemberontakkan bukan lagi sebuah ide. Jika pemberontakkan disulut oleh rakyat bagaimana Kaisar akan memadamkannya. Tak ada Raja tanpa rakyat, tak ada Negara tanpa tanah. Gajah pun bisa mati bila jutaan semut menyerang. Ia memandang lebih jauh dari semua doktrin-dokterin yang diajarkan oleh keluarganya dan tak berniat menjadi kaisar yang lalim.

Itachi memandang angkasa, menghela nafas panjang. Ia harus berusaha merangkul semua orang. Ia berharap pernikahannya kali ini tak akan menjadi masalah, terutama untuk Izumi. Meski berkata tak akan pernah keberatan apa benar dia bisa menerimanya dan tidak membenci Ino? ditambah lagi Kaisar akan mengumumkan keputusannya minggu depan. Semuanya serba dipercepat Kaisar tak mau lagi menunggu tiga tahun.

Tapi satu hal membuatnya lega. Sekarang ia tahu Ino tak memiliki perasaan untuk Sasuke dan perasaan Sasuke untuk Ino bukan dalam bentuk cinta yang begitu dalam. Ia tak perlu merasa begitu bersalah. Sasuke menginginkan Ino untuk satu tujuan. Mengontrol klan Yamanaka, tapi apakah tujuannya murni demi klan Uchiha atau untuk kepentingannya sendiri. Kesetiaan Sasuke padanya diuji di sini. Apakah adiknya akan berdiri sebagai pedangnya atau malah pedang yang akan mengakhiri hidupnya seperti ramalan Ino. Sebagai orang yang optimis, Itachi Yakin semua akan baik-baik saja dan saat ini ia harus mencari nona Yamanaka.

Tak menemukan gadis itu di rumahnya. Itachi pun menyusul Ino ke Rumah teh Katsuyu. Mengetahui kalau dia adalah putra mahkota. Sang pemilik bisnis yang datang sendiri menyambutnya.

"Pangeran Itachi, Suatu kehormatan anda datang ke kedai kami."

"Nyonya, Apakah Nona Ino Yamanaka berada di sini?"

"Ah, Nona Yamanaka. Mari ikuti saya" Ini kali pertama Tsunade melihat seorang Uchiha selain Madara. Seperti halnya leluhurnya. Putra mahkota mewarisi iris hitam dan rambut kelam, tapi ia memiliki sinar mata yang teduh dan memancarkan energi positif.

'Jadi ini orang yang ingin dilindungi Ino, aku bisa merasakan dia orang yang baik. Uchiha yang berbeda.'

"Pangeran, Nona Yamanaka berada di ruangan ini."

Itachi melihat sosok bertopeng anjing berdiri di pintu. Menghadang jalan, tak memberikan ruang bagi siapa pun untuk menggangu.

"Aku ingin menemui majikanmu."

Mengenali wajah putra mahkota Sai tetap tak menyingkir. "Nona berkata tidak mau diganggu."

"Kalau begitu tanyakan pada Majikanmu, Apakah dia berkenan untuk berbicara dengan putra mahkota?"

Sai pun masuk untuk menemui Ino yang tampak khusyuk menonton drama.

"Nona, Putra mahkota mencari anda."

"Putra mahkota?"

Sai mengangguk.

Sakura yang mendengar ikut menoleh. "Pangeran Itachi mencarimu?"

"Sakura, Kau tak boleh melaporkan semua pertemuanku dengan putra mahkota, Apa kau mengerti? Tak perlu membuat pangeran Sasuke mencurigaiku."

"Apa yang sebenarnya kau rencanakan?"

"Mengapa aku harus memberitahumu. Orang yang menjual teman-nya sendiri demi ambisi. Jangan lupa kau masih di sini hanya karena aku berbaik hati. Jaga mulut dan tindakanmu baik-baik mulai sekarang."

Ino bangkit dari kursinya dan berjalan menemui sang pangeran.

"Salam, Putra mahkota. Angin apa yang membawa anda untuk mencari hamba."

"Bisakah kita bicara berdua saja?" Ia melirik pada Shion dan Sai yang berdiri dibelakang Ino dan juga Nyoya Katsuyu.

"Mereka orang-orang kepecayaan hamba."

"Aku tetap lebih memilih bicara berdua saja denganmu." Itachi bersikeras, Ia merasa tak aman membicarakan tentang adiknya atau rencana kaisar di depan orang-orang yang tak memiliki kepentingan.

Tsunade pun menyela. "Kami menyediakan tempat dengan privasi."

"Sebaiknya kita bicara di situ."

Ino mengangguk dan mereka berdua mengikuti sang pemilik kedai teh melintasi koridor dan hall yang penuh dengan pengunjung menuju bagian belakamg gedung yang lebih sepi.

Para penggunjung yang lain mengenali putra mahkota tapi tidak mengenali wajah cantik yang berjalan di sampingnya. Mereka pun mulai kasak-kusuk dan berspekulasi.

Tsunade membawa mereka ke tempat yang terihat sepi. Hanya terlihat deretan pintu. Wanita yang lebih tua itu membuka salah satu pintu dan mempersilahkan mereka masuk.

"Kalian bisa bicara di sini dan jangan khawatir, ruangan ini kedap suara." Tsunade pun menutup pintu dan meninggalkan mereka berdua.

Itachi merasa canggung ketika ia menyadari apa fungsi ruangan ini. Sebuah ranjang besar memenuhi ruangan dan ia juga melihat benda-benda aneh lainnya. Wajahnya sedikit bersemu merah. Ia tak menduga rumah teh memiliki tempat seperti ini. Ia terkejut melihat Ino tampak begitu santai gadis pirang itu duduk di kursi tak memedulikan sekitarnya yang meneriakkan seks. Barangkali gadis itu tak punya ide apa fungsi benda-beda yang ada di atas meja.

"Bicaralah Pangeran."

"Ehem... Aku mencarimu untuk memberitahu sebaiknya kau mempersiapkan diri. Kaisar akan mengadakan jamuan minggu depan untuk memberimu gelar kehormatan dan mengumumkan pernikahan kita."

Mata Ino terbelalak. "Secepat itu? Ayahku meminta waktu tiga tahun."

"Percobaan pembunuhan atas diriku membuat ayah semakin khawatir dan beliau berharap aku cepat-cepat mendapatkan keturunan, selain itu pendeta istana juga tak menjamin bisa menemukan obat yang bisa menyembuhkan ayahanda. Kaisar ingin posisiku lebih solid sebelum naik tahkta."

"Hamba paham. Kaisar punya pertimbangannya sendiri. Hamba akan mempersiapkan diri dengan baik. Apa anda sudah bicara dengan pangeram Sasuke dan putri Izumi?"

"Aku belum membahasnya. Izumi sebagai istriku sudah pasti mengerti aku diwajibkan untuk mengambil paling sedikit tiga puluh orang wanita untuk memenuhi istana dia tak akan menunjukan keberatan dan baru saja adikku kembali dari perbatasan."

"Kapan anda akan bicara dengan Pangeran Sasuke?"

" Kami sudah bertemu dan dia mengakui keinginannya untuk memilikimu adalah untuk mengontrol tindakan klan Yamanaka."

"Dia mengakuinya semudah itu?"

"Apa yang Sasuke jelaskan padaku masuk akal. Di lain sisi, membiarkan klan Yamakana terlalu dekat dengan tahkta hanya akan membuat kalian semakin kuat."

"Jadi dia berkata ingin mengontrol keluarga hamba untuk kepentingan putra mahkota." Ino tertawa "Apa anda percaya begitu saja?"

Wajah Itachi terlihat suram. "Seseorang tak bersalah sampai ia terbukti bersalah. Sasuke mungkin membunuhmu dan menghabisi keluargamu, tapi di masa ini ia belum melakukan apa pun. Apa kau menyarankan aku untuk memengal kepala adikku yang sejauh ini tak melakukan apa-apa?"

"Pangeran Itachi, Apa anda baru saja menyarankan hamba untuk tidak membalas dendam?"

"Kau yang sekarang tak punya alasan untuk mencelakai Sasuke. Jika semua yang kau katakan bisa dihindari tak perlu ada darah yang tumpah. Kita masih punya waktu untuk merubah pemikiran adikku bukan?"

"Apa dia akan bisa berubah? Apa Pangeran Sasuke bisa membuang ambisinya hanya dengan kata-kata anda? Orang yang ia ingin jatuhkan. Jika hamba berusaha melukai pangeran Sasuke sekarang apa yang akan anda lakukan?"

"Meski kau telah menyelamatkan nyawaku aku tetap akan menghukummu dan keluargamu."

"Jadi anda akan menunggu bencana datang pada anda?"

"Jika Sasuke terbukti berkonspirasi dan membahayakan nyawaku. Aku akan menghunus pedang untuk melindungi diri, tapi sebelum semua itu terjadi aku ingin memberikan dia kesempatan. Aku percaya tragedi yang kau alami tak akan terulang. Bukankah kau di sisiku untuk mencegah tragedi ini. Jika bisa aku tak ingin menumpahkan darah saudaraku."

"Hal itu tidak dalam kuasa anda atau hamba. Tindakan pangeran Sasuke tak bisa anda atur. Hamba setuju untuk tidak bersikap aktif, Akan tetapi bila pangeran Sasuke menyentuh orang-orang hamba maka hamba juga tak akan diam."

"Mungkin saja jika usahanya mengalami kegagalan terus menerus Sasuke akan menyerah."

"Barangkali." Ino tak yakin manusia semacam Sasuke bisa berubah. "Lalu bagaimana anda akan menjelaskan pada pangeran Sasuke tentang pertunangan kita?"

"Aku akan memberitahu dia yang sebenarnya. Apa kau keberatan?"

"Terserah Pangeran saja. Aku penasaran bagaimana reaksi adik anda dengan keputusan ini."

"Aku harap dia tak akan marah padaku."

.

.

.

"Apa katamu?" Cawan di tangan Sasuke pecah. "Kakak sudah berjanji padaku."

"Apa kau mengerti aku juga tak punya kuasa. Jika kau menginginkan Yamanaka Ino kau harus bersabar. Benar dia akan menikahiku, tapi itu hanya demi menyenangkan ayahanda."

"Apa yang akan aku dapatkan jika aku bersabar?"

"Kau pernah bersumpah untuk mendukung pemerintahanku. Jika kau menunjukkan kesetianmu padaku. Aku akan menghadiahkan Yamanaka Ino padamu."

"Kakak menyangsikan kesetianku? Aku bekerja keras untuk negeri ini tanpa penghargaan dan sampai saat ini pun yang aku dapatkan hanya sisa-sisa. Apa ini bisa disebut adil? Kau akan menikahi wanita yang aku inginkan dan aku hanya bisa menunggu untuk mendapatkannya ketika kau merasa bosan."

"Aku tak akan menyentuhnya Sasuke, seperti aku berjanji untuk tak tertarik padanya. Pernikahan ini hanya formalitas. Aku tak akan melarangmu untuk berkomunikasi dengan Ino. Hanya saja jangan sampai ada rumor."

"Tentu-tentu. Aku mengerti."

Tekad Sasuke semakin bulat. Tahkta, Harta, Wanita. Jika ia menginginkan semua itu dia harus merampasnya sendiri dari tangan Itachi. Sekarang ia harus menemukan cara baru untuk membunuh kakaknya. Sejak insiden itu penjagaan disekeliling Itachi lebih kuat. Mengirim assasin akan menjadi sia-sia. Barangkali Danzo punya ide lain.

.

.

.

Pesta yang dinantikan tiba. Istana dihias dengan meriah. Berbagai ornamen dengan nuansa emas bergantung di langit-langit yang tinggi. Pita dan bunga terlihat di setiap pillar yang menopang Aula Kemegahan dan seperti namanya bangunan ini dibuat untuk memamerkan kemasyuran dinasti Uchiha. Semua bangsawan Ibukota berkumpul, Duduk di meja nya masing-masing, Menikmati hidang yang dipersiapkan oleh koki istana.

Sasuke duduk berseberangan dengan Itachi, Menegak minumannya dengan wajah muram. Diam-diam dia menatap sang bintang pesta yang melangkah dengan anggun melintasi permadani yang membawanya ke hadapan Kaisar dan permaisuri, tapi ia tak sendirian. Semua mata si ruangan itu menatap sosok yang berjalan di depan mereka dengan kagum.

Jubah sutra lavendernya bergemersik. Ia bergerak bagaikan kupu-kupu. Seisi ruangan senyap seakan terhipnotis oleh keberadaannya.

Perdana Mentri melihat putrinya dengan rasa bangga yang tak disembunyikan. Ini sebuah hal besar dalam kehidupan Ino dan ia masih tidak rela anaknya menjadi dewasa dengan begitu cepat. Pertunangan, pernikahan dan ketika ia melihat putrinya di Istana dia harus membungkukkan badan karena statusnya sebagai putri kerajaan lebih tinggi dari sang ayah. Ia juga tak bisa lagi memeluk putrinya. Hal itu membuat Inoichi sedih.

Di hadapan Kaisar dan Permaisuri Ino menekuk lututnya membungkuk dalam.

"Yang Mulia Kaisar, Yang Mulia Permaisuri. Terimakasih telah mengadakan jamuan ini untuk hamba."

"Berdirilah." Ucap Permaisuri Mikoto. "Setelah semua hal yang telah kau lakukan untuk menyelamatkan penduduk selatan dan menyelamatkan putraku kau berhak menerima penghargaan dari kami."

"Hamba tak mengharapkan penghargaan. Di benak hamba yang terpenting adalah membantu masyarakat yang tengah kesulitan."

"Menggunakan harta milikmu untuk berderma merupakan hal yang luhur. Aku berharap bangsawan-bangsawan lainnya akan mengikuti jejakmu."

"Anda terlalu memuji Hamba permaisuri."

"Tak perlu merendah Nona Yamanaka. Untuk membalas jasamu. Aku Kaisar Fugaku Uchiha memberikan gelar Putri Dermawan dan menghadiahkan Pavilliun Permata untukmu."

Ino kembali berlutut menerima hadiah dari Kaisar. Sekarang statusnya bertambah satu tingkat, tapi masih dibawah putri kerajaan dan diatas selir-selir istana. "Terima kasih atas kemurahan hati anda. Yang mulia."

"Para bangsawan sekalian. Aku juga punya pengumuman penting. Masalah kesehatanku yang buruk bukan lagi rahasia dan selama aku tak bisa memimpin. Putraku Itachi telah menggantikan tugas-tugasku. Dia telah bekerja dengan keras dan sebagai ayah aku memutuskan untuk memilih seorang gadis untuk melayaninya."

Suara kasak-kusuk mulai terdengar. Ini bukan suatu kejutan. Dari jauh-jauh hari mereka sudah mendengar putri Inoichi akan masuk istana, tapi menjadi selir dan juga mendapatkan gelar putri. Ini pencapaian luar biasa. Apa ini pertanda baik untuk masa depan Klan Yamanaka? Apa mereka harus meninggalkan Danzo dan memihak Yamanaka. Kaisar Fugaku lebih mendengarkan nasihat Danzo, tapi Pengeran Itachi berbeda. Dia tak terlalu suka pada lelaki tua yang sudah menjabat sejak zaman Hasirama Senju itu.

"Aku memutuskan untuk mengangkat Nona Ino Yamanaka sebagai Selir Putra Mahkota."

Para Hadirin bertepuk tangan. Gadis-gadis yang sebaya dengan Ino merasa iri dengan keberuntungan Ino, tak semua wanita bisa melayani putra mahkota yang tak lama lagi akan dinobatkan menjadi kaisar, Apalagi Pangeran Itachi masih muda dan sungguh enak dipandang. Mereka semua tak memperhatikan ekspresi pahit yang terbayang di wajah Izumi. Wanita itu kini harus menerima kenyataan ia tak bisa memiliki sang suami untuk dirinya sendiri.

Itachi meraih tangan Ino dan membantu gadis itu berdiri. Salah seorang pelayan datang membawakan gelang yang dipilihkan oleh permaisuri Mikoto sendiri. Sebuah batu giok langka berwarna gading dengan semburat coklat muda dan lavender. Sang putra mahkota menyelipkan gelang tersebut di tangan Ino.

"Terima kasih, Pangeran."

"Mulai sekarang aku akan menyulitkanmu."

Sasuke tiba-tiba berdiri dan mengangkat cawannya. "Mari bersulang untuk kakakku dan Nona Yamanaka. Selamat atas pertunangan kalian." Ia menghabiskannya dengan sekali teguk.

Bangsawan lainnya pun mengikuti, Mereka memberi ucapan selamat pada Itachi dan Ino. Izumi merasakan sesak di ulu hatinya. Sang putri bangkit dari meja nya dan mendekati permaisuri. Saat ini Ino menjadi pusat perhatian. Tak ada yang memperhatikan Izumi, tidak juga suaminya sendiri. Ino belum resmi menjadi selir tapi perhatian suaminya tak lagi tertuju padanya semenjak dia mengenal Ino Yamanka.

"Permaisuri, Hamba minta izin untuk mohon diri."

"Kau terlihat pucat Izumi."

"Hamba hanya perlu beristirahat. Lagi pula hamba tak diperlukan di sini." Gadis berambut kelam itu menoleh ke arah Ino dan Itachi yang sedang berbicara dengan para tamu.

"Aku tahu ini berat bagimu, Suatu hati kau akan terbiasa. Wanita datang dan pergi dalam kehidupan Kaisar. Akan ada puluhan selir dan ratusan pelayan yang melayani Yang Mulia, tapi hanya ada satu permaisuri. Yang terpenting Izumi, kau harus menegakkan wewenangmu. Jangan biarkan wanita yang statusnya sebatas selir mengusai istana. Kau seorang Uchiha dan kau lebih baik dari siapa pun. Jika kau kesulitan aku akan membantumu."

"Terima kasih, Hamba akan mengingat dengan baik nasihat bibi." Kabut hitam menyelimuti hati Izumi. Perkataan Sasuke kini mengakar dipikirannya. Sepertinya Ino Yamanaka berhasil menggoda suaminya. Rumor terdengar Putra Mahkota terlihat menggandeng seorang gadis cantik berambut pirang di rumah teh Nyonya Katsuyu. Kecurigaannya semakin menjadi. Sepanjang Izumi mengenal Itachi, Dia selalu bertindak lurus hanya belakangan ini suaminya berubah. Ia bahkan tak meluangkan waktu sedikit pun untuknya dan memilih makan di ruang kerja.

Izumi menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Akan jadi bencana baginya bila kehilangan perhatian Itachi. Yang dia inginkan hanya cinta dari teman masa kecilnya. Sepanjang hidupnya dia hanya memandang Itachi, Menyertainya tumbuh dari seorang bocah yang terlalu dewasa hingga menjadi calon pemimpin negara. Selama itu juga Izumi tak pernah mendengarkan kata cinta terucap dari bibirnya. Satu hal yang dia sadari, semakin mereka bertambah dewasa semakin sedikit mereka berbagi tawa. Dulu mereka tertawa dengan riang bermain ayunan di bawah pohon magnolia, atau menangkap kodok di pinggir kolam. Ketika dirinya merasa cemas ia bisa meraih tangannya dan Itachi akan menertawakan kekonyolannya.

Sejak menyadari tanggung jawabnya atas negeri ini, perlahan Itachi membuat jarak dengan orang lain termasuk dirinya. Suaminya masih tersenyum, dia masih memperlakukan Izumi dengan hormat dan melaksanakan semua kewajibannya tapi entah bagaimana dirinya merasa Itachi tak lagi bisa dia jangkau. Melihat bagaimana suaminya memuji Ino, atau merasakan antusiasme nya saat membicarakan gadis itu membuat hatinya kesal dan sekarang gadis itu menjadi selir yang akan berada didekat Itachi terus menerus. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Jika bertanya pada permaisuri ia pasti akan menyuruh Izumi bersabar menunggu gadis itu membuat kesalahan atau memaksanya membuat kesalahan lalu menghukumnya.

.

.

Semilir angin menerpa wajah Ino. Hilang sudah senyum yang dari tadi ia tunjukan di depan banyak orang. Berpura-pura memang melelahkan, apalagi harus berbasa-basi dengan orang-orang yang sekarang ingin dekat dengannya. Langit malam begitu pekat dan Ino melirik ke arah pintu. Berpikir bagaimana Itachi kuat menghadapi hal seperti ini setiap harinya, tidak kah dia muak dengan pejabat dan kaum bangsawan yang mendekat hanya demi keuntungan. Ino pun berpikir bagaimana hidupnya bila menangalkan kebangsawanannya. Mungkin dia akan bahagia pergi ke ladang dan menghabiskan waktu dengan pria yang mencintainya. Hidup dengan perasaan tulus dan sederhana. Sebab semua intrik ini mulai terasa memuakkan. Ini bahkan belum dimualai.

"Kau terlihat senang di tengah jamuan itu."

Ino membalikkan badan. "Dianugrahi gelar kehormatan dan posisi selir bukan kah itu sesuatu yang luar biasa. Malam ini adalah sebuah perayaan apa yang akan dipikirkan Kaisar bila aku muncul sambil merenggut."

Sasuke mendekatkan dirinya pada gadis itu. Gelang dipergelangan tangan Ino menjadi tanda bahwa ia tak boleh menyentuhnya, tapi sang pangeran tak peduli. Dengan gerakkan pelan ia mengelus pipi gadis berambut pirang itu.

"Aku pikir kau menyukaiku." Sasuke terdengar kecewa.

"Tatap aku pangeran! Apa aku terlihat senang sekarang?"

Sasuke menyelami netra aquamarine yang terpampang di depannya.

"Aku selalu tak beruntung. Apa pun yang aku inginkan tidak bisa aku raih bahkan hal kecil sekalipun. Siapa yang bisa aku persalahkan selain nasib. Apa kau pikir ini adil? Aku merasa Kaisar sengaja ingin membuatku kecewa karena beliau tahu aku begitu menginginkanmu." Ia melepaskan tangannya dari dagu gadis itu.

Ino tak bergeming. "Apa yang aku tuliskan dalam surat itu benar adanya, tapi tak seorang pun bisa menolak perintah Kaisar. Hubunganmu dan Kaisar tidak bisa dibilang baik."

Sasuke terlihat getir. " Apa kau pikir aku tak berusaha untuk membuatnya sedikit menyukaiku. Aku juga putranya Ino. Jika aku adalah putra mahkota mungkin kau akan jadi milikku. Sekarang, Jika ada yang melihat kita berdiri berduaan seperti ini pun kita akan dituduh melakukan kejahatan."

"Jika aku tahu akan seperti ini, Mungkin lebih baik aku membiarkan pangeran Itachi mati di hutan itu. Ketika aku menemukannya aku hanya berpikir menyelamatkan putra mahkota akan memberikan keuntungan besar bagiku, tapi malah menjadi bumerang."

Perkataan Ino membuat Sasuke tergelitik. "Jika ada orang lain yang mendengar, lehermu bisa melayang. Nona."

"Apakah kau akan menghukumku karena aku diam-diam ingin kakakmu lenyap? Tolong lupakan perkataan egoisku. Bagaimana pun kalian bersaudara. Kau pasti tak ingin Kakakmu terluka."

"Baiklah, Aku akan berpura-pura tidak mendengarnya. Sebaiknya aku pergi sebelum orang lain berbicara hal yang aneh-aneh."

Ino menarik lengan baju Sasuke, Mata gadis itu berkaca-kaca. "Pangeran Sasuke, Aku ingin bersamamu." Ujarnya lirih. Jika ada yang Ino pelajari dari waktu nya bersama Sasuke, maka itu adalah berbohong dengan meyakinkan. Ino tahu Sasuke akan memakan umpannya. "Aku tak ingin menjadi selir-nya."

"Aku akan bekerja keras untuk membantu kakak, Dia berjanji bila aku bisa membuktikan diriku dia akan menghadiahkanmu padaku."

"Aku bukan miliknya."

"Kau miliknya sekarang. Aku sudah memohon berkali-kali, tapi kakak tak punya keberanian untuk membangkang. Jadi bersabarlah. Aku juga merasa sedih dan kecewa. Aku pikir memenangkan perang di perbatasan akan memberikan ku peluang untuk bisa menikahimu, tapi ayahanda merasa aku tak penting."

"Aku selalu berpikir kau layak mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari ini, Pangeran Sasuke. Kaisar dan permaisuri tak pernah menganggapmu ada."

"Tak ada yang mencintaiku di istana ini, tidak juga kakakku. Bagaimana mungkin ia tega mengambil sesuatu yang aku dambakan." Sasuke tak membicarakan tentang Ino, tapi membicarakan tahkta.

"..., tapi aku mencintaimu."

"Ada dinding besar yang tak bisa kita lewati, lupakan saja Ino. Fokus saja dengan tugasmu melayani Itachi, Jika kau membantuku menemukan jalan keluarnya kita bisa bersama lebih cepat." Sasuke meraih tangan Ino dan menciumnya "...,dan sementara itu aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan dan bermimpi memiliki segalanya."

"Aku berjanji akan membantumu pangeran. Ayahku punya koneksi dan juga uang. Beritahu saja apa yang kau perlukan. Aku mendukung kesuksesanmu. Di antara kurungan dinding istana bukan kah kita berdua berhak bahagia?"

"Apa kau bersedia menempuh bahaya bersamaku?" tanya Sasuke dengan hati-hati.

"Pangeran, Kau bukan satu-satu nya orang yang punya ambisi." Bisik Ino perlahan.

"Demi masa depan kita, Kau harus melakukan sesuatu Ino."

"Apa itu?"

"Jadilah wanita favorit Itachi buat dia mempercayaimu. Aku yakin jika ayahanda wafat kita akan bisa membalikkan keadaan."

"Apakah sekarang aku adalah bagian dari rencana pangeran?"

"Kau selalu menjadi bagian dari rencana dan hidupku Ino. Bersabarlah."

Sasuke pergi dengan senyum kemenangan, tanpa menyadari mereka berdua bermain drama, tapi Sasuke yakin sudah mendapatkan Ino dalam gengamannya. gadis itu sendiri yang menawarkan diri untuk dimanfaatkan, tapi ia tak bisa berhenti curiga begitu saja. Prihal Ino yang membawa bantuan ke selatan tetap tak terlihat bagus di depan matanya. Ia semakin yakin Ino tak tahu apa-apa dan ini ulah perdana menteri untuk menaikkan reputasinya. Gadis muda seperti Ino tak akan punya akses uang sebanyak itu tanpa seizin ayahnya.

Itachi dari balik bayangan pillar mengamati ke duanya. Ia tak bisa mendengar apa pun, tapi ia tetap di sana melihat sebuah jalinan konspirasi, atau di mata orang awam terlihat seperti cinta terlarang? Keduanya mengaku tak memiliki perasaan, tapi melihat kedekatan mereka berdua Itachi merasa menerima sebuah pukulan. Barangkali mereka berdua berbohong padanya? Siapa yang harus dia percaya? Ino yang menyelamatkannya. Sasuke yang ia besarkan atau tidak keduanya. Dia terjebak dalam entah drama apa yang mereka mainkan. Itachi pun memilih untuk diam dan menunggu.

Menegakkan bahu ia mendekati Ino. Awan-awan gelap perlahan menyingkir memunculkan kembali bulan yang tadi bersembunyi. Ino Yamanaka terlihat rapuh, tapi dia jauh dari kata itu. Sepertinya gadis itu terlalu sibuk menyelami pikirannya sendiri untuk menyadari sang putra mahkota sudah berdiri di sisi nya.

"Apa yang kalian bicarakan?"

"Hanya omong kosong. Dengan berpura-pura bodoh dia tak akan mewaspadaiku. Dengan mendapatkan kepercayaannya aku akan memiliki akses untuk melihat rencananya."

"Aku merasa tak tenang, dari pada memotong kepala aku lebih ingin memotong kaki dan tangannya lebih dulu. Kau perlu mencari tahu siapa mereka."

"Anda terlalu lembut, Putra mahkota. Semua orang juga berpikir lebih mudah membunuh binatang dengan memotong kepalanya terlebih dahulu. Jika pemimpinnya hilang pengikutnya akan berantakkan."

"Ino, Jika aku mulai membunuh setiap orang yang hanya baru berpikir dan berniat untuk menjatuhkanku dan menyingkirkan orang-orang yang menunjukan oposisi. Apa bedanya diriku dengan pemimpin Uchiha yang lain? Jika aku menginginkan reformasi satu-satu nya jalan dengan tak lagi menjalani tradisi kami yang penuh dengan pertumpahan darah. Aku menolak untuk membunuh Sasuke sebagai tindakan pencegahan. Apa kau tahu ayahanda ingin membunuh Sasuke dari dulu agar aku tak memiliki saingan? Bisakah kau membayangkan tumbuh dalam keluarga yang tak menginginkan kehadiranmu. Aku bisa mengerti mengapa Sasuke membenciku. Ini bukan kesalahannya."

"Apa anda berpikir bisa menampung semua perbedaan dan mencari solusi yang menyenangkan semua pihak? Sungguh itu sebuah delusi yang tak mungkin menjadi nyata. Sasuke menginginkan tahkta dan anda juga tak berniat melepas apa yang menjadi tujuan hidup anda. Seseorang harus mengalah bukan. Entah kalah karena terpaksa atau mengalah dengan Ikhlas. Hanya ada satu singgasana dan kalian berdua tak bisa duduk di sana."

"Aku bisa mengalah demi tujuan yang lebih baik dan lebih besar, tapi melihat Sasuke yang memiliki cara pandang seperti ayahhanda. Aku khawatir, ia akan membawa negeri ini dalam peperangan aku jadi tak bisa mengalah. Andai Sasuke sadar dan mengadopsi pemikiranku, konflik tak perlu terjadi."

"Pangeran Itachi, Mungkin adik anda pendekar dan ahli strategi yang lebih baik, tapi ia tak seperti anda yang memiliki empati untuk melihat penderitaan orang lain. Saya tak yakin pangeran Sasuke pernah bersimpati dengan kesulitan yang anda alami. Ayahku berkata sesulit apapun tugas yang diberikan dan sebanyak apa pun pekerjaan yang anda ambil anda tak pernah mengeluh."

"Aku tak punya hak untuk mengeluh. Terlahir begelimang harta, penuh kasih sayang dan menerima pendidikan yang orang lain tak bisa dapatkan bukankah aku harus bersyukur. Lihat lah adikku, Kami memiliki ayah yang sama tapi ia tak mendapatkan apa yang aku dapatkan, wajar jika dia iri dan membenciku. Aku terlalu naif berpikir aku telah berbuat banyak untuknya. Apa pun yang telah aku lakukan ternyata tak sanggup untuk menjembatani perbedaan ini."

"Hamba rasa pangeran terlalu keras pada diri sendiri. Anda harus berhenti berpikir sebagai martir. Anda tak perlu merasa bersalah untuk hal-hal yang ada diluar kuasa anda. Kebijakan pemerintah pada akhirnya diputuskan oleh Kaisar. Tindakan Sasuke adalah hasil pemikirannya sendiri dan kegagalan membawa bantuan juga bukan karena kelalaian anda."

" Aku merasa malu, jika saja aku berusaha lebih keras hal ini tak perlu terjadi. Jika aku lebih hati-hati. Penyerangan tak akan pernah terjadi. Jika aku lebih memperhatikan Sasuke dia tak akan merasa di sia-sia kan. Aku seharusnya memohon dan mendesak ayah untuk membatalkan pernikahan ini."

"Pangeran Itachi, Anda sudah cukup berusaha."

Lelaki itu memejamkan mata dan menyentuh langkan yang terbuat dari batu. Senyum kecil tersungging di bibirnya.

"Terima kasih sudah menghiburku."

"Bukankah itu sudah menjadi tugas utamaku sebagai selir nantinya?."

"Aku seperti hal nya manusia lainnya juga memiliki keinginan egois. Aku tak ingin naik tahkta, aku ingin memiliki keluarga yang harmonis dan pergi mengembara melihat dunia. Aku tak ingin terbebani membuat keputusan yang mempengaruhi nasib jutaan penduduk negeri ini. Aku hanya ingin bertanggung jawab atas diriku sendiri. Aku ingin hengkang dari beban yang berada dipundakku"

"Kebebasan, konsep yang terdengar asing untuk kita."

"Aku akan memberikannya padamu. Jika semua ini berakhir. Semua konspirasi terungkap dan situasi politik negara kita stabil. Aku akan membebaskanmu dari istana dan aku tak akan memberikanmu pada Sasuke jika kau tak mengkehendakinya. Mungkin belum terlambat bagimu dan bagiku untuk meraih Sasuke dan merubah pikirannya."

"Kita tak bisa memaksa Sasuke melihat anda dengan cahaya yang lain. Kita tak bisa merubah hati dan pendiriannya. Kita tak bisa merubah seseorang, terkecuali orang tersebut ingin mengubah dirinya sendiri. Sasuke tak peduli pada siapa pun selain dirinya sendiri. Ia tak merasa bersalah mencoba mengkhianati anda."

"Aku akan mempersiapkan diriku untuk hal terburuk. Aku mencintai keluargaku, tapi aku lebih mencintai kerajaan ini."

"Pangeran hamba tahu saat anda harus memilih rakyat Konoha atau keluarga anda. Anda tak akan ragu untuk mengayunkan pedang. Anda tak akan pernah menjadi pimpinan yang lalim."

"Andai aku bisa mencoba memberikan hal terbaik bagi setiap orang, tapi seperti katamu itu mustahil."

Ino tersenyum, "...dan jangan lupa untuk memberikan yang terbaik untuk diri anda sendiri. Jangan sampai anda kehilangan identitas anda."

"Aku adalah putra mahkota, aku tak bisa hidup dan mengharapkan menjadi lelaki biasa dengan impian sederhana. Aku sudah menerima jalan hidupku yang seperti ini dan untukmu Nona Yamanaka, aku harap kau tak akan mengisi kehidupan ini dengan dendam dan kepahitan lagi. Satu orang mengkhianatimu tidak berarti semua orang akan melakukannya. Percayalah masih banyak orang baik. Jangan sampai kehilangan padangan pada kebaikan."

"Hamba masih berharap pangeran, tapi kali ini harapan hamba tak lagi muluk-muluk."

"Malam semakin larut, sebaiknya kita mengakhiri jamuan ini. Jika kau membutuhkan bantuan untuk mengurus kepindahanmu ke dalam istana beri tahu saja Kasim Li."

"Terima kasih, Pangeran."

"Satu hal lagi, Karena kau akan menjadi selirku aku harap kau bisa berteman dengan Izumi."

"Tentu saja. Sebagai selir hamba akan mematuhi peraturan yang dibuat putri Izumi."

"Syukurlah kau mengerti. Kita tak perlu membuat masalah yang tak penting."

Itachi mengulurkan tangan dan Ino menyambutnya. Mereka berjalan kembali memasuki aula.

Danzo Shimura juga berada di sana. Ia masih kesal karena pangeran Itachi berani mengkritiknya. Misi pertama gagal dan ia harus memikirkan misi berikutnya di samping itu pernikahan Ino Yamanaka dan Putra mahkota akan memberikan tekanan pada kedudukannya di kabinet. Berapa orang yang akan berpindah haluan mendukung Yamanaka sekarang, Dia bisa saja membunuh Ino Yamanaka dengan begitu keuntungan apa pun yang diraih Inoichi akan pernikahan ini tak lagi berlaku, tapi pangeran Sasuke bersikeras ingin menguasai klan itu yang hanya bisa dilakukan bila Ino Yamanaka hidup. Danzo meminum Sake nya. Ia sengaja mengadu domba kedua bersodara itu, tapi percuma membunuh Itachi sekarang. Ia masih tak menemukan bocah yang ia serahkan ke biara, tanpa anak itu ia tak bisa mengklaim tahkta untuk dirinya sendiri. Tak ada yang tahu selain dirinya, bahwa Uchiha yang paling pantas duduk di singgasana masih hidup.