The Dance of The Flowers

Chapter 11


Gelombang rasa malu menerpa Ino, terlebih lagi ia mendengarkan suara Sasuke. Apa Itachi perlu melakukan ini? Ia melirik ke arah tangan yang masih melingkar di pinggangnya. Cepat atau lambat kontak fisik antara dirinya dan putra mahkota tak bisa dihindari. Apalagi seisi istana perlu bukti kalau Ino berhasil membuat putra Mahkota mabuk kepayang. Saat ini semua hanya sebatas rumor yang disebarkan pelayan dari paviliun permata. Mereka butuh bukti dan ciuman Itachi tadi cukup menjadi sebuah klarifikasi yang dibutuhkan untuk menipu target utama mereka.

"Sasuke, apa yang membawamu ke sisi barat istana?"

"Aku mendengar kau berada di tempat Putri Izumi jadi aku menyusulmu, tapi sepertinya kau sibuk." Perkataan Sasuke bermaksud untuk menyindir sang kakak. Melihat kakaknya terbuai oleh pesona Ino, Ia puas. Akan tetapi sekelumit rasa tak senang menghampiri melihat Itachi memeluk selirnya.

"Aku merencanakan malam indah bersama selirku. Kalau kau mau membahas masalah pekerjaan temui aku besok pagi saja."

"Yang mulia putra mahkota, Kalau memang masalah yang ingin dibicarakan Pangeran Sasuke penting lebih baik anda luangkan waktu anda. Hamba bisa menunggu." Ino menyela. Jika Sasuke mencari kakaknya malam-malam begini sudah jelas hal yang ingin dibicarakan adalah hal penting.

"Tapi aku tidak." Ucap Itachi dengan cepat menampik perkataan Ino. Memang bukan sifatnya mendahulukan kesenangan, tapi jika ia ingin membuat Sasuke percaya ia sudah terlena dan menjadi lengah gara-gara wanita karena itu lebih baik ia menunjukkan sikap masa bodoh.

Sekelompok prajurit yang mengikuti Sasuke terlatih untuk memasang wajah datar, tapi dalam pikirannya mereka pada keheranan dengan perilaku putra mahkota yang biasanya selalu serius malah mengutamakan selirnya. Apa mungkin selir Ino membawa jampi-jampi hingga membuat putra mahkota bersikap di luar karakter.

"Kakak, Aku tak akan menyita waktumu. Aku hanya ingin tahu kenapa Jenderal yang seharusnya mengawasi perbatasan barat terlihat di ibukota?"

"Dia datang untuk memprotes kenaikan pajak yang diusulkan Danzo dan aku menyarankannya menempatkan seseorang sebagai perwakilan wilayah barat di senat. Selama ini klan Sabaku menolak untuk campur tangan dalam urusan politik dan pembuatan kebijakan, tapi jika ia ingin memperjuangkan kepentingan wilayahnya bukankah sebaiknya ia ikut berpartisipasi."

"Menurutku kau terlalu memperhatikan kepentingan wilayah barat. Seharusnya kakak lebih waspada pada mereka. Jumlah pasukan mereka setara dengan keluarga kerajaan. Jika kau merangkul mereka begitu saja apa kau tak takut? Tak ada Kaisar Uchiha yang mampu mengontrol klan Sabaku. Aku rasa kakak bersikap gegabah dengan memberi mereka lebih banyak ruang. Pendekatanmu pada tiap klan begitu longgar. Jika ayahanda tahu beliau tak akan menyukainya." Sasuke mengingatkan.

"Aku tak berpikir begitu. Bila benteng kokoh yang dikawal keluarga Sabaku tak berdiri di sana. Mungkin kedamaian ini tak akan kita nikmati. Kekuatan mereka memperkokoh negeri kita. Apa salahnya kita mengapai semua orang sebagai penyeimbang. Aku tak ingin memerintah dengan rasa takut. Aku ingin mendapatkan kesetiaan orang-orang karena aku dianggap pantas mendapatkannya. "

"Dengan pemikiran seperti itu aku takut suatu hari seseorang akan menikammu dari belakang. Kau mungkin memutuskan untuk mempercayai Klan Sabaku, tapi apa kau tahu Jendral Gaara memobilisasi pasukannya dari benteng barat? Ini tak pernah terjadi sebelumnya."

"Adikku, Kau terlalu banyak curiga. Pertama klan Yamanaka, Sekarang klan Sabaku. Aku yang menyuruhnya memindahkan pasukan. Kita akan mengadakan latihan militer bersama. Aku rasa ini akan jadi waktu yang tepat untuk mengukur kemampuan prajurit kita. Tak ada yang perlu kau khawatirkan."

"Kalau itu memang perintahmu, Aku tak akan bertanya lagi."

Itachi menatap Ino, "Maaf sayang, Aku sudah membuatmu mendengar percakapan yang membosankan. Lebih baik kita kembali ke paviliun permata untuk melanjutkan yang tadi." Saran putra mahkota.

"Baik, Yang mulia." Ino jadi merinding mendengar Itachi memanggilnya sayang. Malam ini aktingnya keterlaluan.

"Sasuke bila ada hal lain yang ingin kau bahas, temui aku di ruang kerja besok."

"Aku paham."

Itachi berjalan menggandeng tangan Ino. Tatapan lembut yang diberikan sang putra mahkota pada selirnya tak luput dari pengamatan Sasuke.

"Sepertinya akan lancar."

"Apa yang sudah lancar?" Naruto bertanya pada majikannya.

"Tentu saja kebodohanmu." Malam itu juga Sasuke menemui Orochimaru untuk membuat strategi. Hal yang paling mudah untuk dilakukan adalah kembali mengirim asasin.


.

.

Inoichi Yamanaka tak bisa berhenti memikirkan putrinya. Apakah gadis kecilnya baik-baik saja? Perlakuan permaisuri Mikoto yang menolak mengadakan jamuan pernikahan bagi Ino jelas menunjukkan rasa tak suka sang permaisuri ditambah lagi Ino menjadi wanita favorit putra mahkota dan membuat putri Izumi tersisihkan. Jika permaisuri ingin mencelakai Ino ia tak akan bisa berbuat apa-apa kecuali menonton. Pengaruhnya Inoichi di istana sangat sedikit. Ia menyesal tak membuat koneksi dengan penghuni istana terlarang. Selama ini fokusnya terletak pada membantu kaisar bukan menyebar pengaruh.

Inoichi meraih gelas arak yang diisi oleh Gaara. "Seharusnya aku mencoba menjodohkan Ino padamu sebelum Kaisar mengeluarkan titah. Tak terpikirkan olehku untuk mengirim Ino ke barat, Meski jauh setidaknya putriku tak akan terlibat urusan politik istana."

"Penyesalan tak ada gunanya Perdana Menteri. Putri Anda cukup cerdas, saya yakin Ino akan menemukan cara untuk bertahan. Putra Mahkota tak akan membiarkan Ino dalam masalah. "

"Aku mempercayai pangeran Itachi, tapi apa dia akan mampu untuk menolak perintah ibundanya? Beliau anak yang berbakti. Jika harus memilih seorang ibu atau selir sudah jelas siapa yang menang. Aku harap putriku akan cepat melahirkan seorang pangeran. Dengan begitu posisinya akan lebih baik."

"Jika anda ingin putri anda aman mengapa tak berusaha menjadikannya permaisuri?"

"Melangkahi Putri Izumi untuk mendapatkan kedudukan wanita tertinggi di kerajaan apa itu mungkin?"

"Mungkin jika anda mendapatkan dukungan pejabat lainnya. Apa anda tak merasa keputusan memberikan gelar permaisuri hanya pada wanita yang berasal dari klan Uchiha bersifat diskriminatif. Seakan mereka memandang kita semua sebelah mata. Para bangsawan sadar Klan Uchiha yang sekarang bukanlah kekuatan absolut seperti ketika Madara menghancurkan Senju, tanpa sokongan klan lainnya mereka akan runtuh, tapi kaisar Fugaku masih tak menyadarinya. Diam-diam aku mendengar nada tak puas dari kalangan bangsawan dan Danzo memanfaatkan hal itu untuk merekrut mereka. Jika anda memaksa pangeran Itachi menjadikan Ino permaisuri, tak hanya putri anda akan lebih aman. Kekuatan anda di senat juga akan menjadi lebih besar dan anda bisa menarik simpatisan Danzo ke kubu anda. Danzo terlihat seperti loyalist bekerja bak anjing klan Uchiha, tapi apa dia akan puas selamanya menjadi anjing?"

"Untuk menekan pihak kerajaan aku butuh pijakan kuat. Saat ini pendukungku masih di bawah Danzo. Selama dia masih menjadi kepercayaan Kaisar Fugaku, bangsawan lainnya akan bersekutu padanya."

"Situasi politik akan berubah saat Kaisar Fugaku mangkat. Putra mahkota jelas-jelas lebih mempercayai Anda. Menjadikan Ino permaisuri bukan hal yang mustahil."

"Permasalahannya, Apa putriku menginginkannya? Lagi pula aku tak ingin dia menjadi sorotan. Jika Ino bisa menjalin hubungan baik dengan Putri Izumi itu sudah cukup."

"Faktor penentu memang putri Izumi. Bila para wanita Uchiha mulai mencelakai Ino. Saat itu juga anda harus berpikir ulang. Mengeluarkan putri anda dari istana lebih tidak mungkin."

"Apakah putriku memberitahumu apa yang dia ingin lakukan?"

Gaara menggeleng, "Dia hanya memintaku untuk meminjamkan kekuatan pada putra mahkota bila diperlukan. Bila pangeran Itachi sendiri memohon padaku untuk mendukungnya apakah ini berarti ada ancaman yang tak bisa diungkapkan oleh Yang mulia?"

Inoichi memahami deduksi sang jenderal. "Apakah ini ancaman dari dalam atau dari luar? Putra mahkota tidak menjelaskannya. Faktor internal yang bisa memecah belah kerajaan hanya satu. Perebutan takhta. Kalau memang putra mahkota mencurigai adiknya untuk apa Pangeran Sasuke diangkat menjadi Jendral utama pasukan kerajaan?

"Saya tak tahu pasti, tapi gelar baru pangeran Sasuke diberikan bersamaan dengan pembubaran pasukan khusus Amaterasu. Ini bukan sebuah kebetulan. Putra mahkota sedang melucuti kekuatan pangeran Sasuke dengan cara halus. Dia tak akan melakukan hal itu jika ia tak merasa khawatir."

"Kondisi kerajaan ini semakin semrawut saja. Kau sendiri datang ke ibukota untuk menyelidiki kelompok Hebi yang mendanai pemberontakan di barat. Apa sudah ada petunjuk?"

Gaara mengangguk. "Saya juga menemukan fakta penculikan dan perdagangan manusia yang marak terjadi lima tahun ini didalangi oleh oknum yang sama. Jika tindak kriminal besar semacam ini tidak terkuak dan tidak terekspos saya khawatir sosok dibalik geng Hebi merupakan orang dengan kekuasaan besar, tapi sampai sekarang saya belum tahu apa tujuan geng Hebi sebenarnya. Dana yang mereka kumpulkan dari kegiatan ilegal dikumpulkan untuk mendanai kelompok separatis. Saya curiga Danzo memiliki campur tangan dalam geng Hebi, karena sebagai pejabat agung biro inteligensi dan keamanan dia memiliki wewenang untuk mengadakan penyidikan dan menghentikannya. Bagaimana mungkin biro keamanan tidak tahu menahu soal geng Hebi terkecuali mereka juga terlibat."

"Danzo orang yang licik, tapi ia mementingkan kedamaian negeri ini lebih dari siapa pun. Tak mungkin dia yang memprakarsai geng kriminal yang membuat kekacauan di mana-mana apalagi sampai merusak stabilitas negeri. Kita tak bisa menuduh tanpa bukti."

"Meski begitu tak ada salahnya anda memata-matai Danzo, Dia adalah saingan politik anda. Menanam satu atau dua burung di kediaman Shimura bukanlah ide buruk dan anda juga harus bicara pada Ino."

"Aku akan mengikuti saranmu. Saat ini aku takut mengirimkan surat berisikan hal penting pada putriku karena sesuai prosedur surat-surat dari luar yang masuk ke istana akan diperiksa oleh kepala kasim. Kepala kasim adalah tangan kanan permaisuri. Aku tak mau membuat putriku tambah sulit."

"Jika anda ingin menghubungi Ino tanpa meminta bantuan putra mahkota, titipkan saja surat itu pada saya. Entah karena urusan apa, permaisuri meminta saya datang ke istana besok, Mungkin saya bisa bertemu dengan putri anda."

"Baiklah, Tunggu sebentar aku akan menuliskan suratnya."

.

.


.

Kepala dayang membisikan sesuatu di telinga permaisuri Mikoto, raut wajah sang permaisuri yang tadinya tenang diwarnai kekesalan. Putri perdana menteri menjadi semakin besar kepala, satu per satu pelayan yang ia tempatkan di paviliun permata diberhentikan oleh Ino. Ini tak bisa dibiarkan. Urusan pegawai dalam istana adalah wewenangnya dan Ino mengambil keputusan sendiri tanpa meminta izin.

"Panggil selir Ino ke mari."

Tak lama kemudian Ino datang. Gadis pirang itu membungkuk hormat dan memberi salam.

"Yang Mulia permaisuri, Ada apa memanggil hamba?"

"Ino, Aku dengar kau mengganti pelayan dan kasim yang aku tempatkan di paviliun permata? Apa kau sedang mencoba menyinggungku?"

Ino masih membungkuk. "Hamba tidak berani permaisuri, Harap permaisuri tidak marah. Bukan hamba yang memecat mereka tetapi putra mahkota. Tidak mungkin hamba berani melangkahi wewenang permaisuri."

"Putraku? Apa hubungannya putra mahkota dengan para pekerja di paviliun permata?"

"Permaisuri, Pangeran Itachi sering tinggal di istana hamba. Beliau merasa terganggu oleh sikap beberapa orang kasim dan pelayan. Jadi beliau memutuskan untuk menghukum dan mengganti beberapa orang. Ini bukan keinginan hamba, tapi keputusan putra mahkota sendiri. Silakan permaisuri bertanya pada beliau. Hamba sebagai selir hanya berusaha membuat putra mahkota nyaman."

Permaisuri Mikoto merasa geram, Ino membawa-bawa putranya. Kalau sudah begini ia tak bisa menghukum sang selir dan ia harus berhadapan dengan Itachi. Jika ia marah-marah pada putranya hanya karena memberhentikan pelayan Itachi akan curiga. Ia tak ingin putranya tahu dia menempatkan mata-mata di sekeliling Ino. Dia harus menasihati Itachi agar tidak terpengaruh oleh putri perdana menteri. Dari luar gadis itu terlihat lugu dan tak berdaya, tapi dari semua rumor yang ia dengar sekarang putranya sudah berada di genggaman wanita itu. Apapun yang selir Ino bisikkan akan diikuti oleh putra mahkota. Jadi dia sebagai Ibu juga merasa risau. Ia tak pernah membayangkan putranya yang selalu bijaksana menjadi budak nafsu, tetapi semua lelaki nyatanya sama saja.

"Kalau sudah begini aku akan bicara sendiri dengan pangeran Itachi. Sudah, pergilah."

"Hamba mohon diri permaisuri."

Ino keluar dari istana permaisuri dengan menyembunyikan senyum. Dia memang pelan-pelan mengganti semua pegawai di paviliun permata dengan orang-orangnya dan permaisuri tak akan bisa berbuat apa-apa jika dia menjadikan pangeran Itachi sebagai tamengnya. Awalnya putra mahkota tak setuju, tapi pengaturan rahasia mereka tak boleh sampai terdengar oleh permaisuri. Jika ada yang tahu Putra mahkota tak menyentuh Ino ini akan jadi masalah besar. Selain pernikahan tidak dianggap sah dan Ino bisa kehilangan kedudukannya sebagai selir utama. Ino juga bisa dihukum karena berbohong dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai selir meski itu adalah pilihan putra mahkota.

Ino tak mengerti mengapa Itachi bersikeras untuk tidak menidurinya padahal hal seperti itu sia-sia sebab sekalinya menjadi wanita kerajaan tak ada lagi jalan keluar kecuali kematian Ino sudah pasrah dengan kenyataan itu meski Itachi berjanji dia akan mencari cara untuk melepaskan Ino jika semua ini selesai. Mungkin ia harus berbicara dengan lebih jelas pada putra mahkota. Keintiman antara mereka adalah sebuah keharusan yang tak bisa dihindari dan ia merasa tak keberatan menjalankan tugas itu.

Sampai di paviliun permata Ino dikejutkan oleh kemunculan Itachi dan seorang kasim baru yang Ino kenal.

"Ino. Aku membawakanmu kasim terbaik yang aku punya."

"Hormat hamba pada Selir Yamanaka." Sang Kasim membungkuk.

"Sai, Mulai hari ini kau aku tugaskan bekerja di paviliun permata untuk melayani selir Yamanaka." Ujar Itachi pada Sai yang dia seludupkan dalam istana. Membawa Sai kemari bukan perkara mudah sebab departemen internal istana yang merekrut, melatih pelayan dan kasim berada dalam pengawasan ibunya. Ia harus memalsukan dokumen dan meminta tolong pada beberapa orang sambil berharap mereka akan tutup mulut soal ini. Akan jadi masalah besar jika ada yang tahu Sai bukanlah kasim. Itachi merasa ini akan menjadi titik lemah Ino dan jika ia dituduh melakukan perselingkuhan sebagai kaisar pun ia tak akan bisa menolong Ino.

Ino senang melihat wajah familier, tapi ia pura-pura tak mengenali lelaki yang menjadi pengawal pribadinya itu. "Aku harap kau akan melayaniku dengan baik."

"Hamba akan bekerja keras."

"Shion, Bawa kasim Sai berkeliling untuk memperkenalkan dirinya pada pelayan lainnya."

"Baiklah Nona."

"Apa kau senang?" Tanya Itachi pada Ino.

"Hamba merasa sedikit lebih aman sekarang. Terima kasih telah membawanya ke istana."

"Ingatkan dia untuk selalu berhati-hati. Jika sampai ketahuan kau akan berada dalam masalah dan aku tak akan bisa membantumu."

"Sebenarnya tadi hamba menemui masalah."

"Apa yang terjadi?"

"Permaisuri marah karena pelayan dan kasim pilihannya di keluarkan. Hamba terpaksa menjual nama pangeran."

"Jangan khawatir Ino. Aku akan menjelaskannya pada Ibunda. Memang lebih baik tempat ini tetap steril dari mata-mata. Apa kau pikir adikku juga punya mata dan telinga di tempat ini?"

"Sepertinya tidak, tapi tak ada jaminan pelayan akan tutup mulut. Sebisa mungkin kita harus menipu mereka dengan menebar informasi palsu."

"Apa dia sudah memberikanmu perintah?"

Ino menggeleng pelan. "Mungkin dia masih tak sepenuhnya mempercayai hamba. Barangkali hamba harus aktif mendekatinya untuk membuktikan hamba berniat membantu."

"Jika memang kau harus melakukan itu, lakukanlah, tapi jangan sampai beredar rumor yang mencederai reputasimu."

"Tapi dia akan curiga pada hubungan kita bila menemukan hamba masih perawan."

Kalimat Ino membuat Itachi tercengang. "Kau tak berpikir untuk melakukan itu kan? Aku ragu dia akan berani melakukan sesuatu yang amoral."

"Bagaimana lagi hamba bisa meyakinkan pangeran Sasuke kalau hamba rela pergi ke neraka jika dia meminta. Ini cara termudah, Hamba harus membuktikan cinta dan ketulusan hamba padanya. Sedikit pengorbanan tak jadi masalah asal hamba mampu membuat adik anda percaya wanita ini mau mengkhianati anda demi dirinya."

"Tidak, Aku tidak setuju. Cari jalan lain."

"Anda membuat pekerjaan ini lebih sulit."

"Aku tak ingin kau mengorbankan tubuhmu. Apa kau mengerti? Lakukan hal lain."

"Hamba tak paham mengapa yang mulia putra mahkota marah. Tubuh hamba tak lebih penting dari keselamatan keluarga hamba."

"Baiklah terserah padamu selir Ino, pakai saja metode yang kau mau asal kau menemukan siapa-siapa saja dalang dibalik rencana pemberontakan ini. Aku harus kembali bekerja."

Itachi mendadak merasa marah memikirkan Ino mencoba merayu Sasuke. Mengapa? Apa yang Ino rencanakan sudah benar. Keselamatan negara di atas segalanya. Semakin cepat bukti ditemukan semakin cepat ia menghentikan usaha pemberontakan ini.

Ia sudah menyuruh Obito untuk mengawasi Sasuke dan laporan yang dia terima mengatakan tak ada hal aneh dari kegiatan adiknya. Sasuke menurutinya tanpa ada perdebatan. Dia membubarkan Amaterasu. Dua puluh persen dari prajurit Sasuke bergabung dengan pasukan kerajaan. Sisanya memilih kembali ke tanah kelahiran mereka setelah menerima hadiah. Sasuke tidak keluar istana, sibuk berlatih bersama prajurit dan hanya menemui sang Sage yang sibuk mengobati ayahnya.

Menjelang senja Ino membiarkan Sai menyampaikan pesan pada Itachi agar lelaki itu tidak datang ke paviliun permata. Itachi menerima berita itu dengan wajah suram, tapi tak ada hal yang dapat dia lakukan. Sang putra mahkota pun memutuskan mengunjungi Izumi.

Sasuke di istananya tersenyum senang. Prajuritnya memang dibubarkan. Dengan dalih pulang kampung mereka menyeberangi perbatasan dan membuat markas di Otogakure. Untuk sementara Suigetsu dan Jugo yang juga bekerja untuk Orochimaru memimpin mereka. Sasuke tahu gurunya itu punya pengaruh di Negara Otogakure, tapi ia tak menyangka pimpinan negara itu adalah boneka dari Orochimaru. Mereka terus menerus menyerang perbatasan timur Konoha tanpa punya tujuan yang jelas selain membuat orang sibuk meributkan perang, sementara geng Hebi mengacaukan wilayah barat, mengumpulkan dana dari penjualan manusia dan obat terlarang untuk membuat pasukan bayangan. Membayangkan kekuatan yang bisa ia kumpulkan membuat darahnya berdesir. Andai kata Itachi gagal dibunuh, dia masih bisa menang dengan mudah meski sekarang ia harus memperhitungkan variabel baru yaitu klan Sabaku. Mungkin ia bisa mendekati jendral Gaara dan memberikan proposal yang menguntungkan. Klan Sabaku tak pernah memihak, tak pernah ikut campur. Bila mendadak mereka berubah haluan pastinya Itachi menawarkan sesuatu yang tak bisa mereka tolak. Ia harus mencari tahu apa kesepakatan mereka.

Sebuah undangan datang dari kediaman Selir Yamanaka. Sasuke meraih botol dalam kotak kayu yang tersembunyi di balik jejeran buku. Dia tak boleh memberikan ini langsung pada Ino. Melihat betapa kakaknya tergila-gila pada sang selir ini seharusnya jadi pekerjaan mudah, tapi ia sendiri tak lupa memperhitungkan kemungkinan Ino mengkhianatinya. Berganti pakaian dengan jubah yang lebih mewah, Sasuke bersama Naruto berjalan menuju paviliun permata.

Tatkala Ino sibuk menjamu adik iparnya perdebatan pecah di tempat lain. Putra Mahkota yang memutuskan untuk menjenguk istri pertamanya terlihat gusar di depan meja yang penuh dengan hidangan.

"Apa kau baru saja mengeluh?"

"Tak boleh kah aku menyampaikan keresahan hatiku? Aku adalah istri pertama pangeran kenapa aku merasa diriku harus mengalah pada seorang selir."

"Apa masalahmu Izumi? Aku tetap datang melakukan kewajibanku seperti biasa. Sebelumnya kau baik-baik saja dengan pengaturan seperti itu. Mengapa sekarang kau mengeluh? Aku tak paham. Hal yang aku lakukan denganmu tidak berubah."

"Tapi yang kau lakukan dengan sisa waktumu berubah. Kau bisa meluangkan waktu bahkan meninggalkan pekerjaan hanya untuk menjumpai selir Ino. Meski tinggal di istana Kaisar kau juga lebih banyak menghabiskan malam di paviliun permata. Sementara kau hanya mengunjungiku sebulan sekali. Kau selalu berkata akan bersikap adil tapi nyatanya ini sudah tak adil."

"Aku pikir kau lebih bijak dari ini Izumi. Sebenarnya aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ino karena dia membantu pekerjaanku? Tapi aku yakin kau tak akan percaya."

"Apa yang selir Ino tahu soal mengurus Negara dia hanya gadis bangsawan yang terpingit sama sepertiku. Aku yakin perdana menteri hanya mengajari putrinya membuat teh, bermain musik dan menyulam. Aku juga bisa melakukan itu. Aku bisa menghiburmu."

" Perdana menteri tak punya anak laki-laki dan meski dipingit dia tak pernah membatasi putrinya untuk belajar apa pun. Ino mengatasi masalah di selatan bukanlah kebetulan. Bisnis klan Yamanaka juga diawasi oleh Ino. Jika dia terlahir lelaki sudah pasti Ino akan menjadi sarjana dan duduk di pemerintahan bukan menjadi selir."

"Apakah kau datang ke mari hanya untuk memuji wanita lain. Sekarang aku bisa menarik kesimpulan atas sikapmu akhir-akhir ini. Dibandingkan selir Ino aku pasti memiliki banyak kekurangan di matamu kan?" Izumi duduk di hadapan suaminya. Hidangan mewah di depan mata tak lagi membuatnya merasa lapar. Ia merasa sedih. "Selain berdarah Uchiha aku tak punya hal lain. Apa yang bisa aku lakukan dengan benar? Aku merasa mengenalmu dengan baik karena kita tumbuh bersama, tapi sepertinya aku salah."

"Izumi, tolong jangan berkata begitu. Aku tak membanding-bandingkan dirimu dengan Ino. Ino berada di istana juga bukan karena kemauannya. Kita semua di sini punya tugas kita masing-masing. Kau lebih tahu tata krama istana dari pada Ino. Kau tahu bagaimana melayani permaisuri, mempersiapkan jamuan dan ritual. Seluk beluk dan hierarki dalam istana kau tentunya lebih tahu dan kau bisa mengajari Ino tentang itu dan aku menghabiskan malam di tempat selir Ino juga untuk menunaikan kewajibanku."

"Apa kau sudah menyerah untuk mendapatkan anak dariku?" Izumi bertanya dengan lirih.

"Aku tak mengatakan ini untuk menyakitimu. Kita telah mencoba bertahun tahun tanpa hasil dan sekarang aku memiliki selir yang diharapkan untuk mengandung dengan cepat. Aku khawatir jika Ino juga tak kunjung hamil dalam satu tahun pejabat senat atau bahkan Ibunda akan memutuskan memilih selir lagi. Jika bisa aku tak mau dipusingkan oleh masalah itu. Bisakah kau mengerti. Ini bukan demi diriku sendiri tapi demi keberlanjutan klan Uchiha."

"Alasan itu lagi. Siapa yang mau kau bohongi? Aku atau dirimu sendiri. Kau menghabiskan waktu denganku juga karena kewajiban, tapi pernahkah kau menikmati menghabiskan waktumu bersamaku seperti saat kau bersama selir Ino? Selama ini apa kau memelukku dengan rasa cinta? Kau jatuh cinta pada selir Ino, tapi aku sendiri tak akan pernah merasakan kehangatan seperti itu. Tidak kah kau merasa kasihan padaku yang menemani dan mencintaimu sejak lama?"

Itachi terdiam. Apa dia jatuh cinta pada Ino? Dia yang tak membiarkan dirinya memiliki perasaan khusus pada seseorang. Pernyataan Izumi mengganggu benaknya. Dia tak pernah memikirkan emosinya untuk Ino, tapi harus dia akui niat Ino untuk merayu Sasuke lama-lama membuatnya merasa marah.

"Dengan kapasitasmu sebagai seorang putri mahkota apa kau merasa punya hak untuk mengaturku dan menanyakan hal itu? Hubunganku dengan selir Ino adalah masalah pribadiku dengannya. Keintiman kami bukan perkara yang bisa kau campuri. Kau bisa mengatur pelayan dan kau bisa memerintah selir tapi tidak dengan diriku. Dengan mempertanyakan keputusanku menghabiskan waktu dengan selir Ino kau telah melangkahi wewenangmu."

"Itachi, Apa kau akan menghukumku karena bertanya? Aku tak akan mengeluh bila benar kau bersikap adil, Apa kau tak sadar sejak Ino masuk ke istana kau menelantarkanku? Makan malam yang terlewatkan. Janji yang tak dipenuhi. Aku merasa kecewa. Bagimu mungkin tak penting, tapi menghabiskan waktu denganmu sebagai sepasang suami istri penting bagiku."

"Aku minta maaf jika kau merasa begitu. Jika aku bermalam di sini apa kau akan merasa lebih baik?" Itachi merasa bersalah pada Izumi dan berpikir menghabiskan malam ini bersama istri pertamanya akan cukup menjadi penghiburan, tetapi sepanjang malam ia memikirkan apa yang mungkin terjadi di paviliun permata. Dia harus bertanya pada Sai besok.

.

.

Ino duduk berdua saja bersama Sasuke dan Sai bersembunyi tak jauh dari tempat mereka bercengkerama. Diam-diam dia mengawasi.

"Selir Ino, Senang menerima undangan darimu. Aku pikir kau akan disibukkan oleh kakakku."

"Hari ini Pangeran Itachi tak bisa datang dan hamba merasa bosan."

"Dan aku menjadi pilihanmu?"

"Apa undangan hamba memberatkan pangeran?"

"Jika memberatkan aku tak akan datang."

"Apa anda puas dengan hal yang terjadi belakangan ini?"

"Tentu saja. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Aku juga mendengar kakakku membuat ibunya marah demi dirimu. Apa itu benar?"

Ino tertawa kecil, "Tentu saja tidak, Pangeran Itachi mengganti pelayan di tempat ini demi kenyamanannya. Bukan untuk hamba."

"Aku yakin kau membisikan sesuatu di telinganya untuk mengenyahkan mata-mata permaisuri." Sasuke menggerakkan bidak shogi-nya memulai serangan untuk menyudutkan Ino.

Ino mengambil bidak baru dan meletakkannya di papan. "Hamba tak bisa menilai seberapa besar pengaruh hamba dari sebuah tindakan kecil dari putra Mahkota. Apakah anda tidak gusar dengan keputusan putra mahkota membubarkan Pasukan Amaterasu?"

"Hal itu terdengar sampai ke telingamu? Menurutmu apakah Itachi menaruh curiga padaku?"

"Hamba sempat bertanya, tapi Putra mahkota berkata ia hanya menuruti permintaan Kaisar Fugaku."

"Masuk akal karena ayahanda sangat membenciku. Jadi gelar jendral utama hanya semacam kompensasi dari Itachi untukku. Tak jadi masalah. Aku mungkin kehilangan pasukan, tapi aku mendapat sekutu yang baru."

"Siapa?"

"Apa kau sedang mengali informasi dariku?"

"Apa hamba tak boleh tahu? Bukankah hamba juga bagian dari rencana pangeran?"

"Ino, Lebih baik bagimu untuk tidak tahu banyak. Wanita dikenal tak bisa menyimpan rahasia."

"Hamba merasa sedih pangeran berkata begitu." Ino merengut.

"Baiklah, Akan kuberi tahu. Wilayah timur untuk sementara diawasi oleh Shikaku Nara, tapi bukan berarti aku tak punya pengaruh pada bangsawan timur yang mendukung Otsutsuki."

"Jadi vasal Klan Otsusuki mendukung anda meski anda memenggal kepala Toneri? Kalau memang jumlah pendukung Anda bertambah, Mengapa pangeran Sasuke memilih mengulur waktu?"

"Belum waktunya. Kakakku baru saja menghindari ancaman pembunuhan. Kalau terjadi percobaan pembunuhan lagi akan jadi mencurigakan. Mengapa kau ingin aku menyingkirkan Itachi dengan terburu-buru?"

"Hamba tak ingin bersentuhan dengan putra mahkota lebih lama, tapi demi pangeran Sasuke hamba akan menahan penderitaan ini." Ujar Ino dengan jijik.

Jari Ino hendak mengapai bidaknya untuk membuat langkah baru, tapi pangeran Sasuke menggenggam tangannya dan menarik Ino mendekat.

"Apa kau ingin aku menciummu?" Tanya Sasuke bercanda.

Ino mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Di lain waktu dan lain tempat hamba akan senang melakukannya."

"Mengapa tidak sekarang? Bukankah kau sudah menyingkirkan mata-mata permaisuri? Apa kau takut seseorang memergokimu?" Sasuke mengelus pergelangan tangan Ino dengan menggoda.

"Apa anda ingin Pangeran Itachi memiliki alasan untuk memenggal kepala kita? Mata-mata permaisuri mungkin sudah disingkirkan, tapi mereka digantikan oleh orang yang setia pada putra mahkota. Jika hamba dan pangeran Sasuke ditemukan berbuat tak pantas. Pangeran Itachi pasti akan tahu."

"Kalau begitu cari alasan untuk datang ke istanaku dan aku akan memanjakanmu sampai puas." Sasuke melepaskan tangan Ino dan melanjutkan permainan mereka. "Sepertinya Itachi mendapatkan pendukung baru."

"Maksud anda Jendral Gaara?"

"Bukankah kau punya hubungan baik dengannya? Menurutmu apa yang membuat klan yang selalu netral dan apatis melakukan pergerakan?"

"Bukankah pangeran Itachi sudah menjelaskan. Sekarang dia peduli pada situasi politik ibu kota karena Danzo mengusik wilayah barat. Dia berniat bersekutu dengan ayahku untuk menekan Danzo yang mencoba mengambil keuntungan dari rakyat wilayah barat. Salah Danzo membangunkan macan tidur."

"Hm..Jadi benar adanya Ayahmu dan Gaara bersekutu? Apa yang kalian diam-diam rencanakan dibalik punggung Itachi atau kau mencoba mendekatiku juga merupakan bagian dari rencana kalian? Menanti hasil perang saudara Uchiha kemudian diam-diam menjadi pemenangnya."

"Kenapa pangeran Sasuke membicarakan hal yang begitu buruk. Ayahku tak ingin senat dikuasi Danzo, begitu pula Jendral Sabaku. Karena apa pun keputusan yang diambil pemerintah pusat akan mempengaruhi wilayahnya. Jika bisa ia akan menghindari kebijakan yang merugikan."

"Ino, Aku baru akan percaya bila kau bisa membawa ayahmu dan jendral Gaara ke sisiku. Bagaimana pun aku adalah putra permaisuri pertama. Bukankah sudah menjadi hakku untuk menjadi Putra Mahkota? Ayahanda dan Permaisuri Mikoto melakukan hal busuk pada Ibuku dan akan sangat menyenangkan bila karma buruk jatuh pada putra kesayangan mereka."

"Karma buruk? Apa yang akan anda lakukan?"

"Bukan aku yang akan melakukannya tapi kau. Tidak harus sekarang. Aku akan membuat pengalihan sehingga tak seorang pun akan mencurigaimu."

Ino menatap pangeran Sasuke dengan tatapan sayu penuh ketakutan. "Bagaimana bila aku ketahuan."

"Kau cerdas. Jadikan saja orang lain sebagai tumbalnya. Kalau pun diadakan penyidikan dan autopsi, kau akan tetap aman. Bukti tak akan pernah ditemukan."

"Apa ini berarti orang-orang di biro hukum dan investigasi adalah orang-orang anda?"

Sasuke tersenyum "Iya, Mereka setia padaku." Sasuke sengaja berkata seperti itu. Bila dalam waktu dekat Itachi menuntut pergantian pejabat maka sudah jelas Ino membocorkan percakapan ini pada kakaknya. Sasuke tak pernah mempercayai siapa pun, termasuk orang-orang yang menjadi pendukung terbesarnya.

Ketika malam semakin larut dan arak dalam guci pun habis, Sasuke undur diri. Malam itu Ino tak bisa tidur dengan tenang. Ini bukan malam pertama ranjang itu kosong. Meski tak melakukan apa-apa selain berbaring di sampingnya Itachi mampu memberikannya ketenteraman, Berbeda dari masa lalu. Kali ini ia tak sendirian dalam istana.

.

.

Gaara menginjakkan kaki di istana Permaisuri Mikoto dengan harapan memberi salam, berbasa-basi lalu pulang. Ini kali pertama permaisuri mengundangnya untuk minum teh. Gaara sudah menduga permaisuri ingin memperkenalkan gadis-gadis bangsawan padanya dan itulah yang terjadi.

Di samping permaisuri Mikoto, berdiri Putri Izumi dan juga Selir Ino. Serta wajah-wajah gadis yang Gaara tidak kenal.

"Jendral, Senang melihatmu kembali setelah sekian lama. Kau tumbuh menjadi lelaki yang gagah. Aku hanya pernah melihatmu sekali waktu kau kecil."

"Hamba merasa terhormat permaisuri mengundang hamba ke Istana ini."

"Tak perlu sungkan. Aku telah menganggap Saudarimu Temari sebagai anak angkat. Jika saja dia tidak jatuh cinta pada pemuda Nara. Aku pasti akan menjodohkannya dengan para pangeran."

"Permaisuri begitu murah hati berkenan mengurus saudari hamba selama di ibukota."

"Bukan masalah untukku jenderal. Permaisuri tak punya banyak pekerjaan. Aku dengan senang hari menjadi mak comblang untuk menghilangkan kebosanan. Duduklah, Aku mengundang bunga-bunga Ibukota untuk mewarnai istanaku hari ini. Mungkin kau akan menyukai salah satu dari mereka dan memboyongnya ke barat."

Garaa duduk dan menatap selusin gadis berpakaian indah, tapi tak satu pun dari mereka berani menatapnya. Padangan para nona bangsawan tertuju ke lantai. Dia bukan kaisar, tak ada aturan yang melarang seseorang untuk menatapnya, tapi gadis-gadis itu tertunduk. Barangkali terlalu takut dengan reputasi dan deskripsi tentang dirinya yang menyebar dari mulut ke mulut.

Dia sebagai kepala keluarga Sabaku belum bertunangan dan belum menikah tentunya menjadi sorotan. Posisi istri pemimpin wilayah barat sangat menjanjikan, tetapi Gaara tak berminat membawa mempelai dari Ibu kota. Malah ia yakin tak akan ada gadis yang tertarik untuk menikah dengan suku yang dikenal bar-bar, selain itu dia juga dikenal brutal dan kejam. Reputasi yang menguntungkan baginya yang suka melajang.

Awalnya ia pikir acara ini adalah acara yang damai. Sesuai agenda Ia bercakap-cakap dengan sopan dan membiarkan gadis-gadis itu satu per satu diperkenalkan padanya. Gaara bahkan menahan diri untuk tidak menguap menyaksikan mereka memamerkan keahliannya. Hal yang ia syukuri dari acara ini hanya keberadaan Ino Yamanaka dengan begitu ia bisa diam-diam menyampaikan surat dari perdana menteri. Kebosanan Gaara berakhir begitu melihat permaisuri menepis cangkir teh yang disuguhkan oleh Ino. Menarik.

Gaara tak mengintervensi. Ia hanya duduk menjadi penonton. Kabar yang mengatakan permaisuri tak menyukai Ino bukan sekedar kabar burung, tapi apa motif permaisuri mempermalukan menantunya di hadapan tamu? Jika perdana menteri tahu putrinya diperlakukan dengan buruk. Apakah dia akan diam?

Ino terpaku menatap cangkir porselen indah pecah menghantam lantai diiringi suara marah permaisuri.

"Apakah Ibumu tak mengajari bagaimana cara menyuguhkan teh pada yang lebih tua? Beraninya kau membasahi jubah phoneix yang berharga ini."

Permaisuri Mikoto berharap Ino akan berlutut tapi menantunya tetap berdiri tak menanggapi kemarahannya.

"Hamba tidak membasahi jubah permaisuri. Teh memerciki jubah permaisuri akibat dari menepis cangkir yang hamba berikan." Ino menolak mengalah meski dia di hadapkan pada wanita yang lebih berkuasa darinya.

Mikoto dengan berang memukul meja. Apa karena Itachi menyukainya selir Ino jadi besar kepala? Ia harus menunjukkan pada menantunya kalau istana di bawah aturan permaisuri.

"Selir Ino, Kau memiliki banyak kekurangan untuk bisa menjadi wanita istana. Apakah ibumu tak mengajarimu perihal kebajikan sebagai menantu berbakti. Oh, Aku lupa kau tak punya ibu. Ino apa karena kau putri perdana menteri kau berani membangkang?"

"Hamba tak melakukan kesalahan, Permaisuri dan Jangan bawa ayah hamba dalam urusan sepele seperti ini."

Permaisuri menggeleng. "Sepele? Kau tak bisa dinasihati. Begitu angkuh dan keras kepala. Begitu cocok dengan gambaran klan Yamanaka. Berani menentang ibu mertuamu saja sudah merupakan tindakan tak terpuji. Hukuman akan membuatmu menyadari kesalahanmu. Prajurit beri selir Ino dua puluh pukulan. Dengan begitu dia akan sadar untuk jadi menantu berbakti."

Gaara tak bisa berbuat apa-apa. Intrik dalam istana memang kejam. Mungkin dengan ini perdana menteri akan tercerahkan dan mengambil tindakan drastis. Secara mengejutkan putri mahkota yang diam membisu berlutut di depan permaisuri. Kepalanya menunduk menyentuh lantai.

"Bibi yang murah hati. Mohon bibi melapangkan hukuman bagi Selir Ino. Kesalahan Ino adalah kesalahan hamba juga yang tak mampu mengajari selir Ino cara menyuguhkan teh bagi permaisuri. Mohon bibi tidak membiarkan Selir Ino dipukul dan mempertimbangkan hukuman lain sebab mungkin saja selir Ino saat ini mengandung anak dari putra mahkota."

Semua tamu yang mengisi ruangan itu terkejut melihat putri Izumi memohon pada permaisuri. Sungguh Putri Izumi berhati mulia padahal semua orang tahu dia telah kehilangan kasih sayang dari putra mahkota, tapi ia memilih membela selir Ino yang merupakan saingan utamanya.

"Izumi, Karena kau memohon. Hukuman itu aku batalkan dan sebagai gantinya Selir Ino tak boleh meninggalkan paviliun permata selama dua minggu dan tak boleh menerima kunjungan dari siapa pun. Kau harus menyadur seratus halaman buku kebajikan seorang anak dan menantu."

Izumi memberi tatapan tajam pada Ino. Mengisyaratkan agar gadis itu ikut berlutut. Ino pun menurut, tak ingin terlihat tak tahu terima kasih.

"Terima kasih atas kemurahan hati permaisuri. Hamba akan belajar untuk menjadi lebih baik lagi."

"Bagus jika kau sudah mengerti. Contohlah Izumi dia sosok menantu dan istri tanpa cela. Kau harus banyak belajar darinya."

"Hamba akan mengikuti nasihat permaisuri."

"Aku minta maaf padamu jendral Gaara. Acara minum teh ini tak bisa aku lanjutkan lagi. Aku mempersilahkan kalian pulang."

Gaara merasa lega. Ia membungkuk dalam. "Hamba mohon diri permaisuri. Semoga permaisuri panjang umur dan terberkati selalu."

Lelaki berambut merah itu tak lekas pergi dari istana. Ia menunggu Ino di depan paviliun permata.

"Apa jendral menantiku?"

Ia mengangguk. "Permaisuri tak mengizinkanmu menerima kunjungan jadi aku tak akan berlama-lama." Ia melihat sekeliling. Ino hanya ditemani Shion. Ia pun merogoh ke balik lipatan jubahnya dan mengeluarkan amplop bersegel dan menyerahkannya dengan cepat. Ino lantas memasukkan surat itu ke dalam lengan bajunya. "Itu dari ayahmu." Bisik sang jendral. "Cari cara untuk berkomunikasi dengannya."

"Aku tahu, Terima kasih sudah membantu kami jendral Gaara. Kami banyak berutang padamu."

"Aku harap kau akan baik-baik saja di istana. Permaisuri sepertinya berniat menyingkirkanmu."

Ino menarik nafas panjang. "Mereka khawatir dengan kuasa ayahku."

"dan mereka akan semakin khawatir jika ayahmu berhasil menekan Danzo."

"Permaisuri tak ingin pangeran Itachi menjadi boneka klan Yamanaka."

"Klan Uchiha begitu bodoh bukan, Sikap curiga dan ketakutan mereka membuat orang yang awalnya bukan musuh menjadi musuh."

"Itulah yang terjadi jika kau merampas kekuasaan dengan tidak benar. Kau takut hal yang sama akan terjadi padamu. Setidaknya pangeran Itachi tak pernah bersikap demikian."

"Dia seorang Uchiha tanpa arogansi."

"Sebab itu aku mohon pada Jendral Gaara untuk membantunya."

"Aku mengerti. Jaga dirimu selir Ino."

Ino pun memasuki paviliun permata tak lama kemudian kasim dari istana permaisuri datang mengawasi prajurit menutup pintu kediaman Ino. Tak ada yang boleh masuk atau keluar. Ino praktis menjadi tahanan rumah selama masa hukuman dari permaisuri berlangsung.

.

.

Izumi bangga pada dirinya karena telah membantu selir Ino, karena ia melakukan hal yang ia rasa benar. Apa Itachi akan memujinya jika dia tahu? Akan tetapi kebanggaan yang ia rasakan menguap dengan cepat begitu tamparan sang bibi mendarat di wajahnya.

"Dasar anak bodoh!" teriak permaisuri. "Pantas saja putraku lebih memfavoritkan Ino. Ini semua karena kau bodoh. Apa selama ini kau tak belajar apa-apa dariku?"

Izumi meringis memegangi wajahnya yang memar. "Apa bibi tak peduli bila Ino mengandung anak putra mahkota?"

"Lebih bagus bila dia tak punya anak. Aku tahu Fugaku berniat menjadikan Ino Yamanaka sebagai rantai yang mengikat klan Yamanaka, tapi wanita itu malah berhasil menguasai putraku dan bila Putra mahkota berhasil dia kuasai artinya posisi klan Yamanaka semakin melonjak. Bayangkan jika ia juga berhasil memberikan anak yang tak berhasil kau berikan. Itachi akan semakin menyayangi Ino. Selama ini Itachi hanya mau mendengarkanku atau Danzo dan sekarang ia memilih mendengarkan Ino dan ayahnya. Ini bukan sesuatu yang aku harapkan. Haish... aku menyesal sekali membesarkanmu ternyata kau tak berguna Izumi. Pikirkan nasibmu bila kau tak menyingkirkan Ino."

"Jika Itachi naik tahkta aku akan menjadi permaisuri." Izumi terdengar yakin.

Mikoto menggelengkan kepala, "Kau berpikir pendek. Selama ini kau dihormati karena aku adalah bibimu. Jika kekuatan yang aku pegang memudar dan Ino Yamanaka menjadi wanita yang dipercaya putraku tak akan ada yang memedulikanmu meski kau seorang Uchiha. Kau akan terongok di istana beku jika Ino meminta Itachi melakukannya."

"Apa bibi berpikir putra bibi akan bersikap sekejam itu padaku. Bibi tak benar-benar mengenal Itachi kalau begitu."

"Izumi, Aku tak peduli pada nasibmu kelak. Kami menyelamatkanmu hanya karena satu hal dan itu pun kau gagal melakukannya. Kau yang tak berguna tak ada manfaatnya lagi bagiku. Jika kau kembali berulah dan menentang lagi keputusan bibimu ini, maka kemarahanku akan aku tujukan padamu. Apa kau paham anak bodoh!"

Izumi hanya membisu. Dari caci maki permaisuri ia tahu baik paman Fugaku maupun permaisuri tak punya kasih sayang untuknya. Hanya ada Itachi, lalu suaminya juga kini melabuhkan hati pada wanita lain. Apa dia ingin hidup seperti ini? Tapi tak ada hal lain untuknya. Sang putri mengurung diri. Memegangi pipinya yang bengkak. Dia tak ingin menjadi antagonis. Mungkin dia harus puas mengalah. Wanita berambut hitam itu menangis berharap Itachi akan muncul untuk menghiburnya, akan tetapi lelaki yang dimaksud berjalan ke arah lain.

Itachi berdiri di depan pintu paviliun permata yang tertutup.

"Mengapa kalian tak membukakan pintu untukku?"

"Maafkan kami pangeran. Perintah permaisuri untuk tidak membiarkan siapa pun untuk keluar masuk tempat ini. Selir Ino sedang dalam masa hukuman."

"tapi aku putra mahkota dan aku ingin bertemu selirku."

"Kami tak berani melanggar perintah permaisuri."

"Hah...Masalah apa lagi ini?" Itachi pun pergi untuk ribut dengan ibunya.