Dance of The Flower

Chapter 19


Istana Kaisar

Kayu telah habis terbakar menjadi abu yang memenuhi perapian. Kaisar kini merasakan dingin di balik pakaian tipis yang dia kenakan. Seharusnya kasim dipanggil untuk menyalakannya kembali, tapi Itachi tak ingin terganggu manakala ia sedang butuh waktu untuk berpikir.

Sosoknya masih bersandar pada daun pintu yang baru saja ditutup setelah mengantar kepergian Ino yang tak berniat meninggalkan jejaknya. Dia masih ingin memeluknya, tapi Ino sepertinya tak sudi berlama-lama.

Benar mereka bukan kekasih. Tiada hati yang terikat, hanya dua marga yang bersatu demi sebuah kepentingan.

Dia punya janji dan sandiwara ini benar-benar membawa komplikasi. Kenapa tak ada yang memberitahunya prinsip bisa runtuh jika digoyang oleh nafsu.

Tangannya mengepal dan mata pun terpejam. Penyesalan merayap dengan cepat. Mereka masih harus berbagi ruang dan tempat tidur dalam waktu yang lama. Bisakah dia menepis lebih banyak godaan jika sekarang saja dia sudah gagal.

Letih yang tadi terlupakan kini kembali terasa dua kali lipat. Ia pun menarik nafas panjang untuk kesekian kali. Hal yang ia pikir akan mengembalikan ketenangan malah membuatnya merasa semakin sesat.

Apakah perasaan ini membuatnya kehilangan akal?

Bagaimana jika ia kembali terayu oleh bisikan egois hasrat yang selama ini terkekang? Berusaha untuk memiliki apa yang tak mungkin dimiliki, menggunakan kuasanya untuk mendapatkan kesempatan lagi dan lagi.

Demi tuhan, Jangan sampai dia diperbudak oleh hasrat.

Itachi mengakui reaksinya tak lagi bisa dikontrol terutama jika itu mengenai Ino Yamanaka. Hati yang dia pikir terkunci dengan sempurna ternyata begitu rentan dan bagaimana mungkin wanita yang bahkan tak pernah berusaha menarik perhatiannya bisa menyelinap di sana.

Angan yang selayaknya tenang kini beriak bagai laut diterpa badai dan dia hanyalah manusia tak berdaya melawan arus emosi. Seberapa keras pun ia berenang, dia akan tetap terseret dan tenggelam. Perasaan ini harus dia hadapi dan telaah lagi.

Meski dilakukan tanpa paksaan, Itachi tetap merasa telah mengambil keuntungan menggunakan statusnya sebagai kaisar, sebagai suami. Apalagi setelah semua keintiman itu, Ino lantas membentangkan jarak. Bagaimana ia harus bersikap esok hari?

Tak bisa dipungkiri apa yang terjadi malam ini merupakan kulminasi penyangkalan yang akhirnya meluap. Memeluk Ino membangkitkan pikiran posesif untuk tidak membiarkan lelaki mana pun mempunyai kesempatan yang sama.

Kaisar pun dibuat terkejut oleh pemikiran yang ia tahu sangat tak logis tapi tetap muncul begitu saja, Sebuah keinginan kuat untuk membuat Ino melihat hanya dirinya meski ia tak sepenuhnya punya hak untuk itu.

Apa ini yang disebut cinta?

Terlalu dini untuk menyimpulkan, tapi Itachi tahu ia telah memasuki sebuah ruangan yang terlarang untuk dia kunjungi.

Penerimaan Ino tak sepatutnya membuat Itachi besar kepala sebab ia tahu hati wanita itu tak akan bisa tersentuh.

Ia teringat kembali ekspresi dingin dan peringatan dini dari permaisurinya yang dengan kejam membalikan punggung untuk membunuh semua harapan.

Miris, Ia berkata pada Izumi keintiman hanya sebuah kewajiban dan sekarang dia bisa merasakan sendiri kekecewaan wanita itu ketika Ino naik ke ranjangnya demi menjalankan kewajiban dari status yang disematkan padanya.

Keinginan Ino agar dirinya lebih memperhatikan Izumi juga menjadi air yang memadamkan semua euforia. Benar, Wanita itu tak butuh atensinya. Yang Ino perlukan hanya dia tetap hidup dan menjadi kaisar. Seandainya dia bukan orang yang berkuasa, wanita itu tak akan bersamanya.

Apa dia harus merasa kecewa karena Ino tak memiliki rasa atau harus merasa lega?

Permaisuri bersikap jujur dan jelas memaparkan kenyataan dan mengapa juga ia tiba-tiba jadi merasa hampa. Harapan yang tak bisa digapai lebih baik dibiarkan kandas, sebab Ia tak ingin berakhir menjadi orang yang terluka. Tak ada gunanya untuk memelihara perasaan, ketika perasaan itu tak diperlukan.

Cinta dan perhatiannya malah akan menjadi sebuah alasan bagi orang lain untuk melukai Ino. Bahkan sandiwara yang mereka mainkan saat ini sudah menempatkan Ino dalam posisi yang sulit. Kedamaian ini hanya sementara. Entah kapan musuh akan bergerak.

Barangkali Danzo yang dipenuhi kemarahan akibat pencabutan jabatannya akan mencoba melakukan sesuatu dengan terbuka. Itachi memang mengharapkan sebuah serangan balik.

Melihat posisi dari Inoichi Yamanaka, bukan tak mungkin pak tua itu memilih untuk mencelakakan permaisuri. Memotong satu-satunya penghubung antara klan Yamanaka dan Uchiha.

Memiliki seseorang yang dia cintai sama saja dengan memberi tahu dunia dia memiliki kelemahan. Dia tak bisa dan tak boleh membiarkan perasaan ini berkembang dan mengatur jalan pikirannya.

Dia bisa melindungi Ino, tapi bukankah akan lebih baik aman jika wanita itu berada di luar perimeternya. Ada lebih banyak pria yang bisa membahagiakan Ino di luar sana.

Sang kaisar mengapai lilin dan memadamkan cahaya terakhir yang membias di ruang tidurnya.

Andai saja memadamkan perasaan ini semudah meniup lilin dia tak akan resah. Langkahnya gontai menuju ranjang yang telah kehilangan kehangatan.

Untuk saat ini tidur terasa lebih penting ketimbang berusaha untuk mencari solusi bagi masalah yang mengganjal di benaknya, tapi sisi ranjang yang kosong membuat dirinya tetap terjaga. Kehangatan yang ia rasakan saat memeluk Ino terasa bak ilusi, Seolah yang tadi terjadi hanya sekedar fragment dari mimpinya.

'Lupakan saja.'

Sang kaisar memejamkan mata, berharap letih memaksa dirinya jatuh dalam kantuk dan menyingkirkan kerisauan. Ino tak mengaharapkan apa pun darinya, Sebaiknya ia tak berusaha mengubah keadaan ini demi kebaikan mereka berdua.

Apa yang telah terjadi tak berarti apa-apa. Ia bisa berpura-pura kalau kesalahan ini adalah efek dari afrodisiak. Bukan sesuatu yang dia akan lalukan jika dia sepenuhnya sadar.

Cinta tak pernah bisa mekar dengan indah di istana, tapi jauh dilubuk hatinya Itachi memiliki keinginan egois untuk membuat wanita itu berada di sisinya selamanya, tapi jika perasaan ini tulus. Dia selayaknya harus mengutamakan kebahagiaan dan pendapat Ino dari pada dirinya sendiri. Meski ia kaisar, salah jika ia memaksakan keinginannya pada orang lain.

Mencintai seseorang berarti mengharapkan mereka menemukan kebahagiaan sejati meski itu juga berarti ia harus melepaskan dan sungguh aneh dia meharus melepaskan hal yang sesungguhnya tak pernah ia miliki.

Itachi berguling dan mendesah. Kesunyian menambah gema kekosongan dalam relung hatinya. Yang ia tahu Jika saat itu tiba Ia bertekad untuk tidak bersedih atau memiliki penyesalan.

Tidak mengakui perasaan ini adalah keputusan terbaik.


Paviliun Permata.

Ino masih termanggu dalam bak mandi. Benaknya masih tertambat pada moment panas di istana naga. Wanita itu menyentuh bibirnya yang merah dan sedikit bengkak. Kemudian terbayang kembali hangatnya nafas dan pelukan kaisar.

Ia menenggelamkan dirinya dalam air, berusaha mendinginkan tubuh yang kembali merasakan rindu. Bohong jika ia berkata tidak menyukai sentuhan kaisar, tapi perasaan seperti ini Ino tak bisa menanggungnya.

Itachi tak akan pernah jadi takdirku.

Shion membisu, Tak perlu menjadi orang cerdas untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar Yang mulia. Bekas yang tertinggal di tubuh majikannya tak bisa di sembunyikan, tapi melihat permaisuri termanggu dalam bak mandinya membuat sang pelayan merasa keheranan.

Hal Seperti apa yang telah dilakukan Yang mulia sehingga permaisuri masih memeriksa tiap bagian tubuhnya dengan ekspresi tak percaya? Tapi memang sedikit aneh, Selama setengah tahun di istana Shion tak pernah melihat bekas percintaan di tubuh majikannya, bahkan tidak ada jejak apa pun saat Nona melewati malam pertama.

"Permaisuri, Sebaiknya anda mengeringkan tubuh anda sekarang. Jika tak ingin masuk angin."

"Maaf, Aku melamun." Ino keluar dari bak mandi dan membiarkan Shion mengeringkan tubuhnya. "Apa kau pikir kita bisa menutupi ini dengan bedak?" Ino menunjukan kulit di bagaian lehernya yang menggelap dengan warna merah keunguan.

"Hamba tidak tahu, tapi kita bisa mencobanya."

"Aku juga tak bisa menutupinya dengan pakaian." Ujar Ino kesal. Tidak ada pakaian dengan model kerah tinggi dan mustahil juga dia mengenakan mantel di dalam ruangan.

"Kenapa anda harus menutupinya, Bukankah anda seharusnya bangga Yang Mulia Kaisar sangat menyukai anda."

"Aku dan putri Izumi baru saja berjabat tanggan. Apa kau pikir dia tak akan tersinggung jika aku muncul seperti ini?"

"Hamba tak yakin putri Izumi mendekat pada anda karena beliau memang tulus ingin berteman."

"Tulus atau tidak, Aku membutuhkan semua dukungan yang bisa aku dapat. Sekarang Ibu suri memilih Sakura sebagai bidak nya dan putri Izumi yang merasa posisinya melemah memutuskan mencari bantuan padaku. Apa kau akan menyalahkannya? Jangan lupa, siapa pun yang tampak lemah akan terinjak dan Shion, sebagai pelayanku kau pun tak boleh ciut jika diintimidasi. Jangan pernah lupa kau melayani seorang permaisuri. Satu saja salah kata meluncur dari mulutmu itu akan mengakhiri tak hanya aku tapi juga klan Yamanaka."

"Hamba tidak gentar dan selalu berhati-hati, tapi tinggal di istana begitu sulit. Setiap hari dipenuhi kecurigaan tanpa tahu siapa lawan atau kawan. Lelah rasanya mengawasi punggung kita. Tidakkah anda tak pernah memikirkan rumah dan hal-hal di luar sana? Sepanjang hari dan musim yang kita lihat hanyalah dinding-dinding yang tingg ini. Anda bahkan tak bisa bicara dengan akrab dengan ayah anda sendiri."

"Tentu saja aku rindu berada di luar sana, Mahkota phonix ini tak bisa disandingkan dengan kenyamanan sebuah rumah dan keluarga. Selama ini aku sulit untuk tidur tenang meski Yang mulia berbaring di sampingku."

"Yang mulia akan melindungi anda begitu pula Sai. Anda akan selalu aman."

"Akan lebih aman lagi jika aku bukan permaisuri dan tak pernah masuk istana."

"Mengapa anda berkata begitu? Apakah anda tak mencintai Yang mulia? Padahal anda terlihat bahagia bersama beliau."

Ino tersenyum kecut "Apa gunanya mencintai lelaki yang tak akan pernah jadi milikmu? Lelaki yang dengan berat hati harus kau bagi bersama puluhan wanita lainnya. Aku menganggap semua ini sebagai pekerjaan dan sejauh ini melakukannya dengan baik."

"Jika yang Mulia Kaisar mendengar anda mungkin beliau akan sakit hati."

"Perasaan Yang Mulia untukku bukan sesuatu yang dalam Shion. Ketika musim berganti. Yang mulia akan menemukan bunga-bunga baru untuk dikagumi. Tak ada hal yang kekal di dunia ini, Perasaan itu bisa berubah seiring waktu. Wanita diharapkan untuk setia dan berbakti tak peduli apapun yang terjadi, tapi lihatlah di sekelilingmu Kekayaan dan kekuasaan lelaki selalu berbanding lurus dengan jumlah wanita yang mereka miliki. Rasanya lebih mudah dan bebas menjadi rakyat jelata yang tak perlu terjebak dalam pernikahan politik."

"Permaisuri, Menjadi rakyat jelata pun ada sulitnya. Hamba tak akan pernah mengharap anda akan merasakan keputusasaan dan rasa tak berdaya, kelaparan. Atau anda dipaksa menikah dengan lelaki tua demi uang bahkan dijual ke rumah bordil. Hamba rasa setiap orang memiliki cobaannya masing-masing. Membanding-bandingkan hidup yang tak pernah anda jalani tak ada gunanya. Apa yang terlihat dari luar jendela tak berarti sama di dalamnya. Kita tak boleh berasumsi jika tak melihat sendiri."

"Kau benar Shion, Situasiku saat ini tak bisa dibilang buruk."

"Itu karena anda masih manjadi kesayangan Kaisar. Apa semuanya akan masih lancar ketika puluhan wanita baru mengisi wisma kecantikan? Masalah seperti ini tak akan ada di Kerajaan Suna. Apa anda pernah mendengar Raja dari kerajaan Suna hanya boleh memiliki seorang istri? Sungguh berbeda dengan kerajaan kita bukan."

"Oh, Aku pernah membaca hal itu dilakukan demi mencegah pertikaian dan pertumpahan darah. Kau tahu kan sejarah Suna yang kelam. Negeri itu terbagi menjadi dua dan hancur karena perang saudara antara anak selir dan permaisuri. Leluhur klan Sabaku adalah anak dari selir raja Suna yang mencari bantuan pada klan Uchiha. Sejak itu anak-anak raja yang lahir diluar pernikahan tidak diakui dan tak memiliki hak dan gelar apa pun. Hukum yang sama juga berlaku di wilayah barat. Mereka tak ingin sejarah terus berulang dan mengubah peta kerajaan yang semakin menyempit."

"Hamba juga dengar kalau di wilayah barat Lelaki yang memiliki banyak istri dipandang tidak bermartabat." Komentar Shion.

"Mungkin itu karena wanita-wanita di barat tak takut untuk mengebiri pasangannya jika mereka tidak setia." Ujar Ino bercanda. "Suatu hari aku ingin pergi ke sana, Temari menceritakan keindahan gurun pasir dan ilusi berbahaya yang diciptakannya tapi sepertinya sekarang tak lagi mungkin untuk menginjakkan kaki di luar tembok ini."

"Permaisuri benar,Tak banyak yang bisa kita lakukan apa lagi setiap langkah anda diawasi dan dilaporkan."

"Tak apa-apa Shion. Kita harus selalu tenang. Satu-satunya yang bisa mengganguku hanya ibu suri."

"Apa niat beliau membawa Sakura Haruno ke istana?"

"Pastinya Ibu suri masih berusaha mengusikku. Yang aku takutkan adalah pihak yang memprovokasi ibu suri. Orang itu ingin melihat klan Yamanaka jatuh."


Dua pelayan yang bekerja di wisma kecantikan mengerutu. Wajah mereka terlihat masam.

"Mengapa kita harus melayani wanita itu?"

"Aku dengar dia selir pilihan ibu suri."

"Lihatlah dia begitu congkak, memerintahkan kita untuk melakukan ini itu dan tak memberikan kita makan. Apa dia tidak tahu jatah makanan yang diberikan itu harus dibagi dengan pelayannya. Dia hanya selir tingkat rendah, tapi minta dilayani seperti permaisuri."

"Aku dengar dia tak lebih dari rakyat jelata."

"Aku juga dengar dari para kasim di istana naga, Semalam wanita itu diusir oleh yang mulia."

"Kira-kira berapa lama ia akan bertahan di istana?"

"Entahlah."

Seorang dayang berpangkat tinggi mendekati mereka. Dari aksesosis dan pakaiannya mereka tahu gadis ini adalah orang dari istana permaisuri.

"Apakah kalian dayang dari selir Haruno?"

"Benar, Apa ada hal yang bisa kami bantu?"

"Beritahu majikan kalian untuk datang menghadap permaisuri sebelum tengah hari."

"Baiklah."

Sakura yang diminta untuk menghadap tidak menggubris perintah permaisuri. Wanita berambut merah jambu itu malah dengan santainya duduk sambil menyantap anggur.

"Jika permaisuri perlu bicara denganku biar saja dia yang datang ke sini. Aku ini dipilih oleh ibu suri. Apa permaisuri akan berani mengusikku? Kita lihat saja." Ujarnya penuh kecongkakan.

Sakura merasa aman karena dia berpikir ibu suri punya kepentingan dengannya dan tak mungkin menelantarkannya begitu saja. Ibu suri ingin menghancurkan hubungan baik Ino dengan Kaisar dan tanpa dirinya rencana itu tak akan berjalan.

Dia merasa apes. Siapa sangka kaisar punya tolerasi yang kuat dengan afrodisiak. Dia jadi gagal memanfaatkan kesempatan. Bagaimana caranya agar di bisa merayu Kaisar lagi? Oh, iya bisa minta bantuan lagi.

Begitu tak sukanya ibu suri pada Ino sampai-sampai membiarkan putra kesayangannya direcoki obat perangsang. Mungkin Ibu suri juga merasa terancam dengan kekuatan Ino yang mulai merambah hingga kalangan pejabat. Apalagi dia tak mau menurut begitu saja pada Ibu suri.

Jika kaisar begitu mencintai Ino sudah pasti ia akan begitu marah jika tahu Ino mempunyai hubungan dengan pangeran Sasuke. Benda yang dia curi dari rumah keluarga Yamanaka bisa dimanfaatkan sebagai barang bukti dan ia telah menyuap seorang pelayan untuk meletakkan barang itu di paviliun permata.


Pagi itu putri Izumi datang ke paviliun permata untuk menyelesaikan daftar calon selir kaisar. Ia pun menyadari bekas kemerahan di leher Ino yang masih terlihat meski samar di bawah tebalnya pemulas wajah yang dia kenakan.

"Katakan padaku permaisuri. Hal menarik apa yang telah terjadi tadi malam?"

"Apa yang anda ingin ketahui putri Izumi?"

Saat ini hanya ada mereka berdua di dalam ruang baca Ino.

"Apakah saya salah mengasumsikan telah terjadi sesuatu antara permaisuri dan Yang mulia? Bukankah anda menyakinkan saya kalian tidak memiliki hubungan seperti itu."

Ino menatap Izumi dan menarik nafas panjang. "Telah terjadi kesalahan."

Ino berniat menjelaskan apa yang terjadi tanpa menutupi apa pun pada putri Izumi. Dari luar terdengar kasim mengumunkan kedatangan Kaisar.

"Salam bagi Kaisar," Ucap kedua wanita itu serempak.

"Ah, Izumi. Aku tak tahu kau ada di sini."

"Kami sedang menyelesaikan daftar calon selir sebelum menyerahkan semua potrait ini pada anda." Izumi menunjuk gulungan lukisan wajah gadis-gadis bangsawan yang menumpuk di atas meja.

"Apa yang membawa anda datang sepagi ini ke tempat hamba. Yang mulia?", Ino bertanya. Mereka memang punya janji untuk bertemu tapi selepas makan siang.

"Aku hanya ingin minta maaf permaisuri karena aku gagal mengontrol diriku."

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Izumi dengan curiga.

Itachi mencari alasan yang bisa diterima oleh akalnya dan membuat hal itu sebagai sebuah ketidaksengajaan maka dia pun menyalahkan rencana licik selir Haruno.

"Semalam selir Haruno menungguku di ruang tidur dan diam-diam dia telah membakar afrodisiak untuk mempengaruhiku. Aku berhasil mengusirnya dan sungguh sebuah kesialan permaisuri mengunjungiku di saat yang kurang tepat."

Ino yang tak tahu menahu soal itu terkejut. Begitu pula Izumi. Kedua wanita itu tampak begitu marah.

"Ini tak bisa dimaafkan. Tindakan wanita itu sama saja dengan mencoba meracuni dan mengambil keuntungan dari Yang mulia. Dia harus dihukum." Ujar Izumi dengan gusar.

"Jadi anda melakukannya dibawah pengaruh obat perangsang?" Tanya Ino pada Itachi.

"Aku seharusnya mengontrol diriku dengan lebih baik."

Ino tak tahu Itachi berbohong atau tidak, karena semalam lelaki itu memberikannya pilihan untuk berhenti dan berlari yang berarti kaisar melakulannya dengan sadar.

"Putri Izumi, Apa kau kecewa mendengar hal seperti ini?" Ino bertanya pada wanita yang masih tampak syok itu.

"Kecewa? Tidak. Aku bersyukur wanita jalang itu tak mendapatkan apa yang dia inginkan dari Kaisar."

"Tapi..." Ino semakin merasa tak enak.

"Permaisuri berhenti merasa bersalah padaku. Bukankah ini hal baik. Kerajaan perlu penerus."

"Putri Izumi, tak akan ada anak kaisar yang lahir dari rahimku." Cetus Ino begitu saja.

"Kenapa begitu?"

"Karena aku berjanji akan membiarkan Ino pergi jika masalah yang aku hadapi selesai." Tukas Itachi menjelaskan.

Ino meraih tangan Izumi. "Aku sudah bilang mahkota phonix akan aku kembalikan padamu."

"tapi itu mustahil untuk dilakukan, Jika anda mengeluarkan Ino dari istana begitu saja. Anda akan menodai nama klan Yamanaka dan reputasi permaisuri akan hancur. Wanita hanya akan meninggalkan istana jika dia mati atau membuat kesalahan

"Ino, Apakah kau bisa menerima kehilangan semua status, marga dan pengaruhmu?" Kaisar bertanya, Mengeluarkan Ino dari istana tanpa mencedrai reputasinya adalah tidak mungkin.

"Hamba tak keberatan, jika itu adalah harga dari kebebasan. Permaisuri Ino akan mati di istana. Hamba tahu itu jalan satu-satunya."

Izumi semakin tak paham. "Apa benar ini yang anda inginkan? Anda tak ingin menghabiskan waktu anda selamanya di istana?"

"Putri Izumi, Aku tak pernah ingin menjadi permaisuri. Tujuanku di dalam istana bukanlah untuk berkuasa. Aku hanya berniat menyelamatkan Yang mulia."

"Dan aku yang berutang budi pada Ino tentu tak bisa mengabaikan permintaanya."

"Saya merasa konyol karena sempat membenci anda." Izumi terlihat menyesal.

"Maafkan aku tidak melibatkanmu dari awal. Aku hanya takut jika kau tahu terlalu banyak kau bisa dijadikan alat oleh musuhku."

"Anda meragukan kesetiaan hamba, Yang mulia?" Izumi terdengar kecewa. Apa Itachi menganggapnya begitu bodoh?

"Bukan begitu putri Izumi, Kami hanya takut anda tak mengenal lawan yang berkedok kawan dan termakan manipulasi mereka. Anda tak pernah memainkan politik jadi saya merasa anda tak akan bisa membaca niat terselubung mereka."

"Kalau begitu katakan pada saya siapa yang harus saya waspadai."

"Danzo dan Sasuke." Jawab Itachi.

"Oh, Sekarang jadi masuk akal. Pangeran Sasuke pernah memprovokasi saya untuk membenci selir Ino dan membuat masalah."

"Berhati-hatilah padanya Izumi. Sasuke ingin melihat aku jatuh dan Danzo ingin menguasai Singgasana."

"Lalu mengapa anda bersikap biasa saja pada pangeran Sasuke anda bahkan menjadikannya jenderal utama?" tanya Izumi.

"Karena aku tak ingin dia curiga aku telah mencurigainya."

"Maaf, Selama ini saya telah salah paham pada permaisuri."

"Sekarang anda telah berada di sisi kami. Jagalah rahasia ini dengan hati-hati." Ucap Ino. "tapi sebelumnya kita harus membereskan selir Haruno dulu. Aku telah memanggilnya, tapi ia tidak muncul."

Itachi bersedekap, Selir Haruno adalah pilihan ibunya, Jika dia mrlakukan sesuatu pada wanita itu ia akan terlihat sebagai putra yang tak menghormati ibu suri, tapi Itachi tak peduli. Saatnya memberitahu orang-orang kalau memanfaatkan ibunya adalah hal percuma.

"Minta pengawal menyeretnya ke mari. Bagaimana pun dia harus dibuat bertanggung jawab atas perbuatannya."

Ino terlihat senang. "Kasim Sai, Bawalah pengawal menuju wisma kencantikan. Jemput Selir Haruno segera."

" Hamba menerima perintah permaisuri."

Melihat Sai pergi, Ino duduk dan menunggu. Ia sudah memperingatkan Sakura satu kali dan kali ini dia tak punya rasa belas kasihan.

"Yang mulia bolehkah saya yang menentukan hukuman bagi selir Haruno?" Tanya Ino.

"Sebaiknya jangan, Jika kau yang menghukumnya. Ibunda akan tersinggung dan beranggapan kau sedang mencoba menantangnya. Biar aku saja yang memutuskan."

"Permaisuri, Mengapa anda begitu antusias menghukum seseorang yang saya dengar merupakan sahabat anda?"

"Seseorang yang mencoba menusuk dari belakang tak pantas disebut kawan. Saya telah begitu banyak bersabar padanya. Kali ini saya ingin benar-benar memastikan Sakura Haruno tak bisa mendekati saya lagi."

Ino tak akan menghadiahkan kematian, sebab kematian itu terlalu mudah bagi wanita yang merencanakan kejatuhannya.


Author Note: Halo pembaca. Maaf atas keterlambatan update.

jujur nih, Aku ngerasa bab kali ini gak banyak konten. Terlalu banyak monolog ketimbang aksi dan situasi gak banyak berubah dari sebelumnya.

apa lebih baik nulis sat,set, sat set aja yah. yang penting plot jalan?

sampai jumpa di chapter depan.