The Dance of The Flower

Part 22


Matahari sudah lama terbenam. Sebelum malam menjadi kian larut, para prajurit berhenti di sebuah lapangan landai dan terbuka. Tenda-tenda didirikan, obor-obor pun dinyalakan. Setelah seharian berjalan mereka semua lelah, akan tetapi lelah tak bisa menjadi alasan untuk tidak waspada. Setengah dari mereka bergilir untuk berjaga sementara sisanya beristirahat

"Yang Mulia, tenda anda sudah siap." Seorang perwira berpangkat tinggi mendekati Kaisar yang kakinya masih menapak sanggurdi.

"Baiklah, tolong bawa kudaku. Suruh mereka memberikannya makan dan air!." Ia pun menyerahkan tali kekang kuda bersurai hitam itu pada sang perwira.

Melangkah sendirian ke dalam tenda Utakata melepas helm dan baju zirahnya, semoga saja prajurit lain tak ada yang menyadari dia dan Kaisar sedang bertukar peran. Sebagai pasukan khusus pengawal Kaisar, mereka jarang berbaur dengan prajurit dari regu lain. Yang mengenal dirinya hanya lah dua puluh orang anggota rekan kerjanya dan Kaisar sudah memberitahu mereka. Utakata menyeka tubuhnya yang penuh keringat sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Kaisar.

Prajurit biasa tidak mendapatkan fasilitas. Mereka tidur di alam terbuka, beralaskan tanah keras dan makan malam berupa bubur gandum yang tawar. Ia tak bisa membayangkan Kaisar akan nyaman dengan situasi seperti itu. Untuk mengurangi interaksi dengan orang lain. Utakata memutuskan untuk tidak keluar dari tenda malam ini, lagi pula tidak ada hal penting yang harus dilakukan oleh kaisar. Setelah seseorang mengantarkan makan malam. Ia memberi perintah untuk tidak mengganggunya.

Tidak seperti bayangan Utakata, Itachi ternyata nyaman-nyaman saja duduk di pinggir api unggun bersama selusin prajurit lainnya. Mereka semua memegang mangkok kayu berisikan ransum. Semangat mereka masih sangat tinggi. Ia berbaur dan bercakap-cakap dengan prajurit.

"Kau dari pasukan mana?" Seorang prajurit berjanggut panjang bertanya pada Itachi.

Ia pun menunjukkan sebuah lencana

"Hey kawan-kawan. Ternyata lelaki ini pasukan elite pengawal kaisar."

Semua mata menatap pada Itachi, ada yang menilai, ada yang kagum menatap kagum. Tergabung dalam pasukan elite pengawalan memerlukan keahlian tinggi.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya salah satu dari mereka.

"Makan." Jawab Itachi singkat sambil menyendokkan bubur ke mulutnya.

"Maksudku, bukankah satuanmu harus selalu berada di dekat Kaisar?"

"Oh itu, Sekarang giliranku untuk istirahat. Ini akan menjadi pertempuran pertama kalian. Apa kalian siap?" Itachi bertanya kembali pada prajurit-prajurit itu.

"Siap atau tidak siap, kita ini adalah prajurit. Memang sudah selayaknya selalu sedia melindungi kedaulatan kerajaan kita. Kita yang duduk di sini mungkin tidak saling mengenal, tapi kita membela negeri yang sama."

Itachi meletakkan mangkuknya di tanah. "Yang membuat kita mengetahui mana rekan dan mana lawan hanya lah seragam ini. Bagaimana jika musuh ternyata sudah berada di antara kita? Bersembunyi, membawa panji-panji yang sama untuk menikam kita dari belakang.

Pendar api terefleksikan di wajah serius lelaki itu. Pertanyaan yang keluar dari mulutnya membuat orang-orang di sekitarnya saling tatap, Persaudaraan yang tadinya terjalin tiba-tiba diwarnai kecurigaan.

"Apa itu informasi yang kau dengar dari para panglima tinggi?"

"Hanya dugaan," jawab Itachi. "Sebaiknya kalian tidak tegang, tetap pasang mata dan telinga amati hal-hal yang terlihat mencurigakan."

"Hah.. satu-satunya yang mencurigakan di sini adalah dirimu," ucap salah satu prajurit, sembari menegak minumannya. "Seorang pasukan elite duduk bersama sekelompok pasukan pejalan kaki? Tak pernah terjadi sebelumnya."

"Kita tak pernah punya kesempatan untuk menjalankan tugas yang sama. Bukakah ini kali pertama prajurit dari semua pleton dikumpulkan?"

"Kenapa kaisar membawa hampir semua kekuatan militernya hanya untuk menghadapi Otogakure?"

"Kaisar tak ingin negeri kita diremehkan. Yang mulia juga secara pribadi pasti ingin membalas kekalahan adiknya," balas Itachi.

Padahal dia membawa pasukan sebanyak ini hanya untuk berjaga-jaga. Meski ini memberatkan keuangan kerajaan. Dia bahkan membuat utang pada Perdana Menteri Yamanaka untuk menjalankan perang ini.

Mengalahkan Otogakure bukan tujuan utama. Hal paling penting baginya adalah menguak usaha pemberontakan adiknya ke permukaan, setelah itu biarkan rakyat yang menilai. Memikirkan dalam waktu dekat ia harus menghukum Sasuke membuat dirinya mual. Andai adiknya sadar sekarang, ia masih bisa menutup semua tindakan kriminal yang dia lakukan dan menyambutnya dengan tangan terbuka. Pura-pura tidak pernah terjadi apa-apa, tapi Jika Sasuke memutuskan membuka topengnya saat ini juga, dia tak punya pilihan lain sebab dia pun masih ingin hidup.

Itachi menghabiskan malamnya dengan mengitari perkemahan, berbicara dengan semua orang yang ditemuinya, tak seorang pun sadar dia adalah kaisar. Wajah yang biasanya bersih sudah ditutupi oleh debu dan keringat sepanjang perjalanan. Air yang mereka bawa hanya untuk minum.

Dia berkuda di belakang kereta Kaisar, yang berkata tubuhnya sedikit pegal untuk menunggang kudanya sendiri. Para prajurit pun berkelakar bahwa Kaisar Itachi lebih cocok sebagai seorang sarjana ketimbang menjadi prajurit. Mereka membandingkan Kaisar yang hidup nyaman dengan adiknya yang tumbuh dan besar sebagai panglima sejati.

Sebenarnya kehilangan para jenderal besar membuat mental prajurit turun, Jika musuh mampu mengalahkan Pangeran Sasuke yang brilian, menculik Jenderal Gai dan Yamato tanpa jejak. Bukan kah berarti mereka kuat dan terorganisir dan sekarang mereka hanya bisa mengandalkan kepemimpinan kaisar yang sama sekali tak punya pengalaman.

"Maaf kawan. Aku tahu kita tak boleh mengkritik kaisar, tetapi aku merasa aneh saja beliau memilih menaiki kereta. Andai saja Jendral Gaara ikut aku tidak akan resah." Keluh seorang prajurit pada kawannya.

"Lawan kita tak lebih dari pengecut. Kau pikir pasukan Otogakure bisa merebut benteng tanpa meracuni semua orang? Kita menang jumlah dan menang senjata. Tak mungkin negeri kecil seperti itu menang melawan kerajaan sebesar Konoha."

Itachi mendengar percakapan mereka. Di atas kertas Konoha bisa menang dengan mudah, jika ini terbukti hanya sebuah dalih untuk membunuhnya. Mereka tak akan pernah berhadapan langsung dengan pasukan Otogakure.

.

.

Kota timur dalam kondisi siaga. Semua pasukan bangsawan berstatus siap tempur. Shikaku Nara mengambil kepemimpinan kota dengan cemas menunggu serangan lanjutan dari arah benteng timur yang sudah jatuh. Sampai hari ini masih tak ada informasi pergerakan musuh. Konoha tak memiliki mata-mata, Ia sudah berusaha mengirimkan orang untuk mendekati benteng tapi selalu gagal. Sudah tujuh orang terbunuh dalam upaya penyusupan.

Jika bala bantuan dari Ibu kota datang. Situasinya akan jadi lebih baik. Pihak Konoha akan merebut benteng timur kembali dengan serangan terbuka. Ini sungguh aneh sebenarnya. Apa yang membuat negara kecil yang selalu kalah secara mendadak menjadi begitu percaya diri untuk mengobarkan perang? Tak ada banyak hal yang berubah dari politik internal kerajaan Otogakure.

Sasuke dengan tubuh diperban, berjalan mendekati Shikaku dengan susah payah.

"Pangeran, seharusnya anda masih beristirahat di tempat tidur."

"Suasana sedang genting aku merasa bersalah jika hanya diam."

"..., tapi luka-luka anda belum sembuh."

"Bagaimana dengan persiapannya?," tanya Sasuke.

"Sudah beres. Mungkin karena situasinya berbahaya, para bangsawan itu mau bersatu. Andai saja mereka satu suara menunjuk pemimpin, saya tak akan terjebak begitu lama di kota timur," keluh Shikaku yang sebenarnya merindukan keluarga.

"Bagaimana dengan bala bantuan?"

"Pasukan kerajaan sedang menuju ke sini. Kaisar sendiri yang memimpin."

Sasuke menyembunyikan kegirangan hatinya. Jugo dan Suigetsu melakukan tugas mereka dengan baik. Sekarang ia akan menggerakkan orang-orangnya yang bergabung dengan pasukan kerajaan.

Seseorang harus memberitahu mereka untuk mengeksekusi misi terakhir. Lelaki berambut kelam itu pun menulis surat yang singkat dan melepas seekor burung gagak dari jendela tanpa sepengetahuan orang lain.

Sasuke lelah menunggu orang-orang melakukan sesuatu untuknya dan ia juga kesal pada Ino yang terus menunda-nunda. Wanita itu beralasan tidak ada kesempatan baginya untuk meracuni Kaisar, tapi Sasuke mencium aroma keengganan. Jika memang Ino benar-benar ingin membantunya membunuh Itachi, wanita itu bisa saja membuat kesempatan, tapi nyatanya dia hanya bersikap pasif. Kemungkinan besar Yamanaka Ino terlalu nyaman dengan posisinya yang sudah berhasil mengecap kekuasaan, Ia merasa kuat dengan memiliki suami Kaisar yang siap menjungkirbalikkan dunia demi dirinya. Apa gunanya membunuh Itachi bukan? Dia sama sekali tak percaya Ino punya rasa untuknya. Wanita itu sama sekali tidak lugu.

Ino cukup cerdik untuk menggenggam sesuatu yang bisa dia atur lebih lama. Selama Itachi mencintainya, Ino tak akan tersentuh oleh siapa pun. Ia mendengar gara-gara Ino, Ibu suri sampai diasingkan ke istana utara dan Putri Izumi pun tunduk padanya. Sekarang urusan internal istana ada ditangan permaisuri dan jika ia kembali. Ia tak akan membiarkan kekuatan politik wanita itu meluas. Ino Yamanaka, tak akan jadi lebih dari bunga penghias istana dan penghangat ranjangnya. Jika Itachi mati dan Ino masih ingin jabatan sebagai permaisuri. Sasuke yakin Ino dan seluruh klan Yamanaka akan rela menjilat kakinya untuk meyelamatkan nyawa mereka.

.

.

"Urgh..., Di mana aku?," erang Naruto dengan suara lemah. Tubuhnya tergolek di ranjang tak bisa digerakkan. Rasa perih dan nyeri menyerang indranya, tapi ia berusaha membuka mata menyadari kalau dia belum mati.

"Ah, Akhirnya kau sadar bocah!" Sosok bertopeng dengan pakaian serba hitam berdiri di tengah ruangan.

"Aku belum mati?"

"Belum, tapi aku tak bisa mengurusmu lebih lama. Pekerjaan lain sudah menungguku."

"Siapa anda tuan? Mengapa anda menolongku?"

"Aku hannyalah orang yang kurang kerjaan, Jika kau sudah bisa bergerak pergi dari sini," sahut Obito. "Hati-hati, Ini masih di kota timur. Jangan sampai bertemu dengan orang yang kau kenal."

"Kau tahu siapa aku?" tanya Naruto dengan bingung.

"Aku melihat apa yang terjadi denganmu, Kebetulan kau dan aku mengawasi orang yang sama."

Naruto bersusah payah untuk duduk. Ada orang lain juga yang memata-matai Pangeran Sasuke. Apakah ada pihak ketiga yang terlibat?

"Anda bekerja untuk siapa?"

"Aku tak harus memberitahumu. Segera bergerak ke Ibu kota, Sesuatu yang besar akan terjadi."

"Aku harus menyampaikan pengkhianatan Pangeran Sasuke pada Kaisar."

Teman atau tidak, Sasuke sudah berusaha membunuhnya. Naruto yang percaya pada kebaikan Sasuke sudah mati, Berapa banyak orang bodoh yang tertipu seperti dirinya. Sasuke harus dihentikan.

.

.

Di Kediaman Keluarga Shimura telah terjadi keributan. Para prajurit istana mengelilingi setiap sisi rumah milik penasihat kerajaan itu. Jenderal Gaara membawa surat perintah yang ditanda tandatangani oleh permaisuri.

"Apa maksudnya ini?" Lelaki tua itu melempar surat putusan ditangannya.

"Anda tidak diperkenankan keluar dari rumah anda sampai anda terbukti tidak bersalah atas tuduhan korupsi, penyalahgunaan wewenangan dan menerima gratifikasi."

"Perintah permaisuri tidak sah," balasnya dengan kesal. "Wanita itu sudah gila."

"Kaisar telah melimpahkan wewenangnya pada permaisuri. Sebaiknya anda menurut saja. Permaisuri tidak akan menahan anda apabila tidak ada bukti. Harusnya anda merasa beruntung tidak dibawa ke penjara seperti pejabat-pejabat rekanan anda."

"Kau.." Danzo menunjuk-nunjuk sang jenderal yang tetap berwajah dingin. "Jenderal Sabaku Gaara, tugasmu adalah menjaga wilayahmu dan perbatasan barat. Apa yang kau lakukan di Ibu kota,

hah? Apakah Jenderal Sabaku Gaara yang bermartabat kini sudah menjadi anjing permaisuri?"

"Danzo, perintah ini akan tetap dilaksanakan. Jika kami melihat orang-orangmu keluar dari tempat ini, kami akan langsung menangkapnya." Gaara mengalihkan padangan pada prajurit-prajurit yang berbaris rapi di belakangnya. "Geledah rumah ini, Cari barang bukti terkait transaksi pembelian dan penerimaan uang," ujar Gaara memberi perintah.

"Baik Jendral!" Mereka mejawab dengan kompak

"Hentikan mereka!" Teriak Danzo pada pengawalnya sendiri.

Melihat prajurit istana bergerak, pengawal keluarga Shimura hendak menarik pedangnya, tapi Gaara menarik pedangnya lebih cepat dari mereka dan mengarahkannya pada Danzo. "Dengar, Jika ada yang melawan dan mencoba menghentikan kami. Kalian akan dieksekusi di tempat sekarang juga karena telah mencoba melakukan pemberontakan dan menghina permaisuri."

Danzo hanya pasrah melihat rumahnya diobrak-abrik. Ia tak bisa mengerahkan anggota Hebi tanpa Orochimaru. Ke mana lelaki itu? Sejak Kaisar Fugaku meninggal dia tak terlihat, tapi anak buahnya Kabuto sialan itu masih terus meminta uang. Seharusnya dia dan Kabuto bertemu hari ini, tapi ia berharap anak buah Orochimaru itu tak muncul. Bisa jadi masalah jika mereka menemukan keterkaitan dirinya dan organisasi kriminal Hebi.

Sayang sekali Danzo tidak sadar. Kabuto sudah berada di tangan Tsunade yang telah berhasil mengorek informasi dari lelaki berambut putih itu.

Di dalam ruang penjara, tubuh Kabuto digantung terbalik. Wajahnya sudah sulit dikenali. Luka dan darah baik yang segar dan mengering menghiasi kulitnya. Ajaibnya ia masih bernafas.

"Bunuh saja aku," pinta Kabuto dengan memelas. Entah berapa kali tubuh yang penuh luka ini diceburkan ke dalam air garam. Perihnya hingga menusuk tulang. Ia tak tahan lagi dengan penyiksaan yang berulang-ulang.

"Katakan dulu siapa pemimpinmu?"

"Aku sudah bilang Danzo Shimura." Kabuto menjawab pertanyaan itu dengan cepat.

Tsunade tak percaya tak ada tokoh lain yang terlibat. Ia pun menurunkan tali. Membuat Kabuto tenggelam dalam ember besar penuh dengan air laut. Hampir satu menit lelaki malang itu mengap-mengap dan nyaris mati, tapi di saat yang tepat Tsunade memerintahkan untuk menariknya lagi.

"Sekali lagi aku tanya, Siapa dalang semua ini. Jika kau masih tak mau bicara akan aku hadiahkan siksaan yang lebih baik."

Kabuto pun menyerah, Kesetiaannya pada sang guru patah oleh rasa takut dan kesakitan. Logikanya telah mati, seperti halnya tubuh yang tiap centi-nya terasa kebas. Ia hanya ingin sakitnya terhenti.

"O...ro..chi..maru,"

Nama itu diucapkan dengan pelan, tapi mampu membuat Tsunade tercengang.

"Ak..u sudah meng...atakannya. Lepas..kan aku!"

"Di mana dia?"

"Seharusnya di istana...aku tidak tahu." Kabuto terbatuk-batuk.

Sang tawanan sudah terlihat nyaris mati, tapi Tsunade mengabaikannya. Segera ia mengirimkan kabar pada Jiraiya. Semuanya kian masuk akal dan sepertinya dia dan Jiraiya harus kembali menghadapi musuh lama. Jika Orichimaru masih hidup, apakah dia telah berhasil menemukan keabadian?

Tsunade berkuda dengan kencang menuju istana. Dalang semua ini berada di sana dan ia tidak tahu. Ia tidak peduli ia harus menjadi penyusup, tapi ia harus menemukan Orochimaru.

Di pavilliun permata, Ino tampak gelisah dalam tidurnya. Alisnya bertaut dan ia mulai mengigau. Tiba-tiba sang permaisuri tersentak dan mengeluarkan jeritan yang membuat Sai dan Shion menghambur ke dalam ruangan.

"Permaisuri, ada apa?" Shion berusaha menenangkan Ino yang terlihat masih belum fokus dan Sai mengamati sekeliling mencari sumber ancaman.

"Itachi," Wajah Ino terlihat pucat, syok dengan apa yang dia lihat dalam tidurnya.

"Ada apa dengan Yang mulia?"

Mendengar suara Shion, Ino baru sadar ia tengah bermimpi

"Aku bermimpi buruk, sangat buruk," ujar Ino sembari mencengkeram selimutnya. Jantungnya berdegup kencang, ia merasa buruk. Rasa takut seakan mencekiknya, membuat hati terasa nyeri.

Sementara sang permaisuri berkutat dengan mimpi. Para prajurit Konoha terlihat sibuk.

Api berkobar di beberapa sudut perkemahan.

"KEBAKARAN!!!"

"Musuh menyerang! Ambil senjata kalian!" Asuma Sarutobi berteriak.

"Amankan kereta senjata. Pastikan api tidak menyebar!," teriak panglima lainnya.

Kepanikan terjadi. Di sela-sela usaha memadamkan api, menyelamatkan kuda dan peralatan serta berusaha mengejar pelaku pembakaran. Tak seorang pun melihat sekelompok prajurit dengan seragam Konoha menyelinap ke dalam tenda kaisar.

Duduk di sisi ranjangnya dengan tenang. Sang Kaisar menarik pedangnya. Ia tertawa meski sedang dikeroyok oleh enam orang.

"Selamat datang, Aku sudah menunggu kalian."

Para penyerang tampak kebingungan. "Bukankah mereka bilang sudah memasukan racun pada makanan Kaisar?"

"Sudahlah, tak ada waktu untuk berpikir. Kerjakan misi kita. Bunuh dia."

Pertarungan pun tak terelakkan. Pasukan Bayangan Kaisar diam saja hanya menjadi penonton.

Salah seorang diantara mereka geram. "Kita harus bergerak, Tugas kita melindungi Kaisar."

"Jangan lakukan apa pun."

"..., tapi."

Ketua pasukan bayangan menatap anggotanya dengan pandangan keras.

"Percayalah, Kaisar bisa menghadapinya."

Bersambung.

Ah.. hay, senang bisa kembali. Duh bahagia sekali ternyata masih ada yang menunggu kisah ini walau sudah lama hiatus.

Review kalian membuat aku semangat lagi untuk menulis. Cerita ini tampaknya cerita terpanjang yang pernah aku tulis. Sudah lebih dari 100k kata tapi belum tamat. Doakan aku bisa menyelesaikannya ya..