The Dance of The Flower.

Part 23


Kepanikan dan kekacauan belum tampak mereda. Suara teriakan memberi perintah terdengar. Para prajurit itu sibuk berlarian membawa ember-ember berisikan air. Mereka berhasil mengontrol api agar tidak merambat ke tempat lain.

Betapa bodohnya, ratusan ribu pasukan elite berkumpul tetapi tak seorang pun sadar ada musuh yang menyerang. Azuma Sarutobi melangkah mendekati api yang mulai padam, ia berkeliling melakukan pemeriksaan berupaya menaksir kerugian dan menghitung jumlah korban. Di sana ia merasakan sesuatu yang janggal. Kereta-kereta yang membawa senjata dan makanan ini dijaga dengan ketat, tapi dia tak melihat satu mayat pun berada di sekitarnya. Seolah tidak ada penyerangan, tidak ada perlawanan. Semakin kuat dugaannya tentang intervensi orang dalam. Seseorang ingin menyabotase misi ini, seseorang tidak ingin kaisar Itachi sukses.

Ketika Azuma memalingkan wajahnya, Ia melihat api berkobar di area lain. ternyata tenda-tenda juga mulai dilalap api. Angin yang bertiup kencang membuat api dengan mudahnya merembet ke tempat lain.

Sang perwira lantas berlari meneriakkan perintah "Ikuti aku, Lindungi Kaisar!" Tenda yang mulai terbakar adalah tenda Yang Mulia. Ia berharap Yang mulia sudah menyelamatkan diri.

Para prajurit sibuk memadamkan api, sumber mata air yang jauh membuat upaya pemadaman terhambat. Mereka bahkan menggali tanah dan melemparkannya untuk mencegah api menjadi lebih besar.

Tragedi ini ternyata tak bisa dicegah, Azuma tertegun melihat mayat-mayat prajurit yang ditugaskan menjaga tenda Kaisar, tapi ia tak melihat satu pun tubuh dari para kesatria bayangan yang diam-diam mengawal kaisar terlihat. Dia tidak tahu harus berpikir apa. Apakah yang mulia berhasil menyelamatkan diri? atau Jangan-jangan, Azuma tak ingin berpikir buruk.

Melihat api yang semakin besar dia pun menyadari semua tanpa perlu diberitahu, musuh yang mereka cari bukan Otogakure. Musuh yang sebenarnya berada di antara prajuritnya sendiri. Bukan tak mungkin jatuhnya benteng timur dan kekalahan Pangeran Sasuke hanya sebuah rekayasa dan Yang mulia saat ini sedang jatuh dalam jebakan.

"Padamkan apinya segera!" Lelaki itu berteriak. "Cari sekeliling, pastikan Yang Mulia selamat."

.

.

Sasuke menerima berita penyerangan kamp kaisar dengan tubuh gemetar. Rahangnya terkatup rapat dengan raut wajah menegang. Sebelum ajudan menyelesaikan laporannya, sang pangeran berteriak.

"Aku tak bisa hanya diam!"

Kepalan tangan kanan Sasuke menghantam pilar kayu yang terpancang di dekatnya. Sang ajudan tertunduk semakin dalam, dalam hati ia meringis mengingat kemarahan seorang anggota keluarga kerajaan selalu berakhir fatal. Ajudan itu diam dalam posisi membungkuk bahkan menahan nafasnya berpikir mungkin kepalanya akan hilang akibat menyampaikan berita berita buruk ini.

"Bo...leh kah hamba undur di...ri?, " ujar sang ajudan dengan terbata-bata

"Pergilah!, Suruh pasukan Susanoo bersiap."

Dengan langkah pincang Sasuke kembali ke kamarnya, mempersiapkan diri untuk pergi. Setelah baju zirah dieratkan, dia pun meraih pedang di atas meja. Menatap kilau sisi tajamnya dengan rasa puas. Itachi selamanya akan diingat sebagai kaisar tidak kompeten dalam sejarah.

Ia melintasi koridor yang membawanya ke ruangan rapat. Para bangsawan timur terlihat panik, mereka menekan Shikamaru Nara untuk cepat-cepat mencari solusi. Ketakutan terpancar di wajah mereka, apa yang terjadi bila sekarang pasukan Otogakure memutuskan untuk maju sekarang dikala pasukan kerajaan tersendat.

Mereka semua terkejut dengan kemunculan Sasuke.

"Pangeran, mengapa anda memakai baju Zirah?"

"Aku akan membantu kakakku, Tuan Nara. Awasi pergerakan pasukan Otogakure di benteng timur dan siagakan semua prajurit di kota in.i Jaga semua tembok dan gerbang. Jangan biarkan orang masuk atau pun keluar. Bawa prajurit Otsutsuki dan meriam untuk mengurung benteng timur, Berikan serangan kejutan. Mereka tak akan menduga kita akan berani muncul tanpa pasukan istana yang saat ini tertahan."

"Apa anda yakin? Bagaimana bila mereka mendatangkan bantuan dari sisi belakang?"

"Tuan Shikaku Nara, apakah anda tidak bertanya padaku di mana aku menempatkan dua ribu orang prajurit Amaterasu?, Sejak kekalahanku di benteng timur aku memerintahkan mereka untuk bergerak diam-diam melewati area perbatasan melalui hutan yang tak terjaga. Saat ini mereka sudah berada di wilayah Otogakure dan akan mencegat bantuan yang datang dari sana. Sekarang aku akan membawa pasukan Susanoo memblokade jalan menuju perbatasan dan benteng timur. Orang-orang yang menyerang Kaisar pasti akan bergabung kembali dengan kelompoknya dan aku akan menghancurkan mereka. Setelah itu aku akan membawa pasukan kerajaan bergabung bersamamu untuk merebut kembali benteng timur. Yang sudah kita isolasi dari semua sisi."

"..., tapi anda masih terluka." Shikaku Nara ingin mencegah Pangeran Sasuke pergi.

"Luka ini tak akan menghentikanku untuk bertindak. Kita tak tahu apa yang terjadi di kamp prajurit, Jadi jangan coba menghentikanku. Lakukan saja apa yang aku suruh."

Mereka semua terenyuh dengan usaha Sasuke, berjalan dengan pincang lelaki berambut kelam itu memaksakan diri menaiki kuda. Sungguh beruntung Kaisar memiliki saudara yang begitu berbakti. Tanpa memedulikan keselamatan diri bergegas terjun melakukan misi penyelamatan. Mereka berdoa semoga tidak terjadi apa-apa pada keduanya.

Derap ratusan kuda melintasi hutan menenggelamkan tawa liar Sasuke. Semuanya berjalan lancar sesuai arahan. Kini Pasukan Susanoo berkuda menuju perkemahan. Sepanjang perjalanan mereka membunuh prajurit kerajaan yang melakukan penyisiran. Ia juga membantai pasukan Otogakure yang dikirimkan Orochimaru untuk membantunya. Jika tak ingin konspirasi ketahuan, jangan meninggalkan kejanggalan. Nyawa orang-orang ini jauh tak bernilai ketimbang kekuasaan yang akan diraihnya.

Ketika tiba di area perkemahan yang tampak luluh lantak oleh api, Sasuke segera disambut oleh Azuma yang berwajah muram.

"Apa yang terjadi?" Sasuke lantas bertanya.

"Seperti yang anda lihat, Musuh berhasil membakar perkemahan ini. Tidak banyak korban yang jatuh karena tidak ada pertempuran, hanya operasi senyap. Kebakaran ini hanya pengalihan agar kami lengah dan penyerang bisa mencapai tenda Yang Mulia."

Sasuke terlihat panik, "Di mana kakakku?" Dia mengikuti langkah Azuma. Para prajurit berdiri melingkari area yang telah hangus terbakar, enam mayat hangus menjadi arang dan salah satu di antaranya memakai baju zirah emas yang mereka semua kenal. Sebilah belati tertancap di area dada. Mayat itu tak dapat dikenali lagi, karena api telah membakar sekujur kulit dan pakaiannya. Pedang Itachi tergeletak tak jauh dari tubuh yang terlihat mengenaskan.

Dengan wajah pucat Sasuke mendekat untuk memastikan bahwa mayat itu milik kaisar. Azuma berlutut, "Penggal saja kepala hamba. Pangeran. Hamba tidak mampu melindungi Kaisar." Azuma merasa gagal.

Pangeran kedua berlutut, memeriksa sisa-sisa barang yang tidak sepenuhnya terbakar. "Kakak, aku akan membalaskan dendammu. Aku bersumpah akan menghancurkan Otogakure." Dengan susah payah Sasuke berupaya terlihat sengsara dan marah. Lelaki itu meneteskan air mata dan ia menahan diri untuk tidak tertawa.

"Para prajurit Konoha, Aku Sasuke Uchiha memohon bantuan kalian. Berjuanglah bersamaku untuk membalas kematian Yang Mulia," Teriak Sasuke dengan suara menggelegar.

Para prajurit yang dipenuhi amarah mengangkat senjata "Hancurkan Otogakure, Hidup Konoha. Hancurkan Otogakure, Hidup Konoha." Mereka berteriak

Sasuke terlihat puas, "Siapkan diri kalian, Kita akan rebut kembali benteng timur sebelum matahari terbit."

"Siap, Jendral Sasuke!"

Sasuke mendekati Azuma dan menepuk bahu lelaki itu. "Jangan biarkan berita kematian kaisar sampai ke istana."

"Bagaimana dengan jenazah beliau?"

"Kita akan membawanya kembali dengan iringan kemenangan."

.

.

Kabar kematian Itachi belum sampai hingga ibu kota, tetapi malam ini Istana sedang gempar karena seseorang yang sedang berupaya menembus barikade penjagaan pengawal. Sosok lincah dalam balutan pakaian gelap melompati tembok istana dengan memanjat pohon tinggi yang tumbuh di dekatnya. Dia tahu semua lorong rahasia, pintu tersembunyi dan sudut-sudut yang tak pernah dijaga, sebab istana ini adalah rumahnya puluhan tahun yang lalu, sebelum dirampas oleh klan Uchiha.

Dengan ilmu meringankan tubuh ia melompati atap demi atap, mencari lokasi paviliun permata. Bayangan tubuhnya tertangkap oleh prajurit yang tengah berpatroli.

"Penyusup!, penyusupnya di sana!" Teriak prajurit yang menyadari bayangan hitam berkelebat melintasi atap. "Kejar!..., Jangan sampai lolos."

Tsunade mempercepat larinya untuk menemukan istana Ino, dengan sigap ia menyelinap dan menyembunyikan dirinya dibalik kegelapan. Sai yang selalu berjaga merasakan ada sesuatu bersembunyi di antara daun pepohonan yang rimbun. Sai melompat ke atas dinding.

"Keluarlah, sebelum pedangku menebasmu," ujar lelaki pucat itu dengan nada mengancam.

"Sai, Kau tak perlu menghunuskan pedangmu." Tsunade memastikan hanya ada mereka berdua dalam perimeter itu. Dia pun turun untuk menemui Sai. "Ini aku." Wanita itu menurunkan kain yang menutupi separuh wajahnya.

"Anda, Apa yang anda lakukan di istana. Ini berbahaya."

"Bawa aku menemui Permaisuri segera."

Sai memastikan sekelilingnya sepi, langkah kaki mereka ringan nyaris tak terdengar. Lampu minyak di kamar tidur Ino menyala, menandakan sang permaisuri masih terjaga. Shion yang duduk dengan rasa kantuk menunggui tuannya yang tengah membaca tersentak oleh suara pintu yang terbuka.

"Nyonya Tsunade, Mengapa anda di sini?" Ino berdiri menyambut tamu yang tak diundang.

"Aku ingin tahu, Apa kau pernah mendengar nama Orochimaru?"

"Orochimaru? Maksud anda Sage Agung? Tidak ada yang tahu ke mana beliau pergi setelah Kaisar Fugaku mangkat. Merasa tugasnya selesai beliau meninggalkan istana. "

"Sial, Kenapa aku bisa sampai tidak tahu lelaki itu masih hidup Bahkan terlibat dengan istana."

"Mengapa anda sampai menyusup ke istana hanya untuk mencari Sage agung?"

"Karena Ino, Otak dari kelompok Hebi adalah orang itu. Dia sangat berbahaya. Kau tahu mengapa aku mengetahui metode yang digunakan geng hebi gunakan untuk membuat prajurit? Itu karena puluhan tahun yang lalu, Orochimaru menggunakan ratusan manusia sebagai bahan penelitiannya dan aku adalah orang yang juga ikut mengawasi eksperimen ini, Hingga akhirnya klan Senju memutuskan percobaan ini harus dihentikan karena tidak sesuai dengan standar moral. Kami sudah membunuh dan menghancurkan orang itu, tapi mengapa dia bisa muncul di istana dan tak satu orang pun ingat soal tragedi itu?"

"Guru setahu saya, Kaisar Fugaku yang sakit mendatangkan tabib dari segala penjuru dan Orochimaru sanggup menyembuhkannya, karena itu dia diberi gelar Sage agung."

Tsunade terdiam, Orang-orang yang mengetahui tragedi itu semua sudah mati, catatan penelitian sudah dimusnahkan selain dia, Jiraiya, Madara Uchiha dan kakeknya Hasirama Senju tak ada yang tahu mengenai kasus ini. Kemudian sebuah nama terlintas dibenaknya. " Danzo Shimura, Pengkhianat itu, Apakah dia masih hidup?"

"Anda mau menginterogasi orang itu?"

"Aku bertaruh dia tahu sesuatu."

Ino kemudian duduk di meja tulisnya, meraih kuas dan menulis selembar surat. "Sai, bawa surat ini ke kediaman Jenderal Gaara."

"Baik, Permaisuri."

.

.

"Jenderal, pesan apa yang dibawa gagak hitam itu?"

"Bukan suatu hal yang baik." Gaara membakar secarik kertas yang baru dia baca. " Pergilah ke barat, kirimkan perintah pada adikku Kankuro untuk siap bertempur."

Wajah ajudan Gaara terlihat pucat, "Apa anda berencana memberontak? Saat kaisar sedang tidak ada?"

"Hm, Keluarga Sabaku tak pernah bersumpah untuk mengabdi pada klan Uchiha."

Dia dan Itachi sudah membahas rencana ini sebelumnya, tanpa melibatkan permaisuri mereka menyusun strategi.

Sebenarnya dia tidak setuju untuk mengorbankan darah prajuritnya untuk urusan kekaisaran, akan tetapi siapa yang bertakhta di Ibu kota akan mempengaruhi kebijakan seluruh Konoha termasuk wilayahnya dan Gaara tak ingin lagi harus bertekuk lutut untuk menerima titah yang kerap tak masuk akal. Suka tidak suka, ia sudah terlanjur campur tangan dalam perang saudara ini dan dia harus menyelesaikannya.

Dalam kesunyian ruang kerjanya mendadak Gaara melemparkan belati ke arah pintu kertas, sebuah bayangan manusia berkelebat. Pintu itu pun berderak, terbuka menampilkan sosok yang tadi menguping di sana.

"Maafkan kelancangan hamba, Jenderal." Sai muncul setelah berkelit dari belati yang dilemparkan dengan terarah menembus pintu kertas.

"Kau begitu senyap seperti tikus."

"Hamba tak bisa datang sebagai kasim permaisuri tengah malam begini. Ada pesan penting dari beliau."

"Apa yang terjadi di istana?"

"Nyonya Tsunade tiba-tiba datang, Surat ini menjelaskan situasinya."

Gaara membaca surat itu dengan saksama, dahinya mengernyit "Sepertinya aku harus mengubah status tahanan Danzo."

"Menteri kehakiman akan membantu anda."

Selepas penangkapan Danzo dan kroni-kroninya. Perdana Menteri Yamanaka mengganti hampir semua pejabat dengan orang-orangnya. Bisa dibilang sekarang Klan Yamanaka menguasai lini pemerintahan. Gaara paham usaha ini dilakukan sang perdana menteri bukan karena dia tamak, tapi dia harus melindungi putrinya. Ino butuh semua kekuasaan yang bisa menopangnya dikala kaisar tidak ada. Dengan bantuan para menteri yang tunduk pada klan Yamanaka Ino tak akan mendapatkan hambatan.

Begitu pagi datang, Danzo Shimura di seret ke penjara. Lelaki tua itu mengamuk, berteriak, kepalan tangannya menghantam jeruji kayu yang mengurungnya. Permaisuri berdiri dengan tenang sama sekali tak terusik oleh rangkaian sumpah serapah yang terlontar dari bibir tua nya.

"Apakah usia membuatmu melupakan sopan-santun, Danzo."

Lelaki itu semakin geram mengetahui seorang dayang berani mengkritiknya. "Beraninya dayang rendahan sepertimu menasihatiku." Mata Danzo menyipit mengamati wajah dayang yang berdiri di sisi Ino. "Tsunade Senju?"

"Kau terkejut melihatku? Katakan padaku Danzo, Apa yang kau rencanakan dengan Orochimaru?"

Danzo menelan ludahnya, "Aku tidak tahu apa maksudmu?"

"Apakah aku perlu mematahkan tulang-tulang tuamu agar kau berbicara. Kau tahu Orochimaru berbahaya dan kau berjabat tangan dengannya. Sepintar apa pun Orochimaru dia tak akan bisa mendirikan kelompok Hebi sendirian. Apakah kau masih tidak mau mengaku kau adalah dalang dibalik semua ini? Kau yang selalu berambisi untuk jadi kaisar? Kau memanfaatkan pengaruhmu pada Kaisar Fugaku untuk membangun prajuritmu sendiri dan pelan-pelan menghancurkan klan Uchiha."

Danzo memelototi Ino, "Permaisuri apakah anda tahu identitas orang ini?"

"Tentu saja aku tahu Danzo, Aku membawanya untuk memecahkan misteri yang tengah melanda Konoha."

"Permaisuri, apakah anda tidak takut dihukum oleh Kaisar karena membawa buronan yang dicari klan Uchiha ke dalam istana?"

"Satu-satunya penjahat di ruangan ini adalah dirimu yang meringkuk di dalam tahanan. Aku ingin kau mengakui semua kejahatanmu dan keterkaitanmu dengan kelompok Hebi dan beritahu kami di mana Orochimaru saat ini?"

"Aku tidak mau bicara dengan bocah sepertimu."

"Guru, silakan mengorek informasi dari orang tua ini, tapi jangan bunuh dia."

"Baiklah Ino."

Danzo yang tahu dengan baik kemampuan Tsunade ketakutan, tubuh rentanya tak akan kuat menahan siksaan. "Orochimaru berada di Otogakure, aku tak tahu apa yang dia rencanakan."

"Tidak tahu? Kekalahan Pangeran Sasuke, Perang dengan Otogakure aku tahu semua ini rencana kalian. Jangan-jangan kau juga yang selama ini menghasut Pangeran Sasuke untuk merebut takhta."

"Aku tak perlu menghasutnya, Dia sendiri yang minta dimanfaatkan, tapi aku tidak bodoh untuk memelihara anjing yang akan menggigitku kelak. Satu-satunya yang tak bisa membaca permainan ini hanya-lah Itachi yang lugu dan malang."

Ino berbalik dengan dagu terangkat dan dada membusung. Ia merasa tak perlu mendengarkan provokasi Danzo. Meski sudah memberi tahu Itachi untuk berhati-hati, ia tetap khawatir hingga terbawa mimpi.

"Kau tahu Ino Yamanaka, Kesombongan dan kekuasaan yang kau nikmati akan berakhir dengan cepat karena Kaisar yang melindungimu sudah mati." Danzo tertawa, kemudian duduk bersandar di dinding yang cukup jauh.

Langkah Ino terhenti. "Aku tak mempercayaimu." Ino merasa tubuhnya akan limbung, cairan asam merambat di kerongkongannya menimbulkan rasa mual, tapi ia tetap berusaha tenang.

"Permaisuri, hitunglah hari-harimu. Kita tidak tahu jika pangeran Sasuke kembali dia akan membiarkanmu hidup."

"Sayang sekali Danzo, Harusnya dirimu lah yang harus mulai menghitung hari kematianmu. Guru tidak akan bermurah hati." Sebelum Ino pergi ia memerintahkan prajurit untuk merantai mantan orang paling penting di istana itu. "Guru, saya serahkan urusan Danzo pada anda, silakan buat dia membocorkan semuanya."

.

.

Ino menghabiskan siang itu seorang diri. "Shion, Tuangkan aku segelas anggur lagi." Dia tak ingin mempercayai kata-kata Danzo. Itachi tak akan mati semudah itu. Rasa takut mencengkeram kuat hatinya yang terasa remuk. Lelaki tua itu pasti berbohong. di kelilingi ratusan ribu prajurit dan dua belas pengawal bayangan Itachi tak akan mati semudah itu.

"Salam Yang Mulia Permaisuri."

"Akhirnya anda datang, Jenderal Gaara. Terima kasih sudah mengirim Danzo ke penjara. Nyonya Tsunade sedang menanyainya. Duduklah di sini temani aku minum. Ada hal yang merisaukanku."

"Apa yang membuat anda resah?"

"Sampai saat ini belum ada kabar dari medan perang. Apakah Yang mulia baik-baik saja?"

Gaara tidak mengambil gelas anggurnya. Dia menimbang apakah harus memberitahu Ino kebenaran? Itachi berpesan untuk tidak memberitahu Ino apa pun situasinya.

Ino melanjutkan pertanyaannya. "Apakah kau punya mata-mata di timur? Danzo berkata padaku Kaisar telah terbunuh. Apakah itu benar?" Wanita pirang itu mengetatkan pegangannya pada gelas yang kosong. Menyembunyikan emosi yang bergolak dalam dirinya. Wajah Ino terlihat setenang permukaan danau yang dingin. Menanti jawaban sang jenderal.

Gaara menarik nafas dalam. "Itu benar, Permaisuri. Yang mulia memerintahkan hamba untuk membawa permaisuri keluar dari istana jika beliau gugur di medan perang."

"Aku tidak akan pergi jenderal. Membawaku pergi akan membahayakanmu juga. Aku tidak akan lari meninggalkan keluargaku untuk menyelamatkan diri. Sasuke tak bisa naik takhta hingga masa berkabung selesai. Sepanjang dia belum menjadi Kaisar, aku masih bisa bergerak. Kita bisa menyebarkan rumor untuk mempertanyakan legitimasinya sebagai putra kaisar."

"Anda harus pergi. Apakah anda akan bisa melindungi diri anda seorang diri? Bisa jadi dia akan membunuh anda yang menghalangi jalannya."

"Aku tidak takut Jenderal, Pangeran Sasuke memedulikan citranya. Dia tak akan mencoba membunuhku di siang bolong. Lagi pula ia tak bisa memerintah tanpa kaki dan tangan. Apa artinya menjadi Kaisar jika tak seorang pun peduli dengan titahnya. Yang membuat Pangeran Sasuke berbahaya saat ini adalah prajurit-prajurit di bawah kendalinya."

"Para prajurit wilayah barat telah hamba minta untuk bersiap anda harus mendapatkan dukungan para bangsawan."

"Ayahku telah mengusahakannya, Aku minta maaf telah menyeretmu dalam masalah ini. Klan Sabaku tak pernah terlibat urusan takhta dan sekarang kau terpaksa harus ikut menanggungnya."

"Hamba sudah menimbang risikonya sebelum menerima tawaran Yang Mulia."

"Sepertinya di kehidupan kali ini pun aku tak bisa melawan suratan takdir," ujar Ino dengan pedih "Aku tak bisa menyelamatkan Itachi dan apakah aku akan bisa menyelamatkan diriku sendiri?Sasuke semakin dekat dengan tahkta."

Gaara hendak menghibur Ino, tapi ia tak tahu kalimat apa yang harus dia ucapkan pada permaisuri. "Permaisuri, Jika anda bersikeras untuk tetap berada di istana, Hamba akan menemani anda."

"Mengapa anda mengubah rencana? Yang Mulia sudah tidak ada lagi dan perbatasan barat membutuhkan anda."

"Hamba tak bisa membiarkan anda sendirian. Adik hamba akan mengatur semuanya dengan baik."

"Terima kasih Jenderal Gaara, Aku tak tahu lagi bagaimana membalas loyalitasmu."

"Janji antara dua pria tidak bisa diingkari. Beliau berpesan apa pun yang terjadi hamba harus menjaga anda agar tetap hidup, Permaisuri."

Ino terdiam, sebuah ide terlintas di benaknya. "Jendral, Apa yang terjadi bila Sasuke bukanlah Uchiha terakhir? Apa yang akan terjadi bila Itachi memiliki ahli waris? "

"Tentu saja anak itu memiliki klaim lebih besar dari pamannya, tapi Yang mulia tidak berputra."

"Siapa bilang, Bagaimana jika ada bayi yang mulia di perutku?"

"Maksud anda? Apa anda sedang mengandung?" Gaara menjadi bingung.

"Iya, Aku sedang mengandung. Umumkan berita bahagia ini ke seluruh penjuru Konoha."

Gaara semakin bingung, Apakah permaisuri benar-benar hamil? kenapa beliau melontarkan berita ini begitu saja. Yang ia tahu Ia tak bisa membiarkan permaisuri sendirian di istana tanpa sekutu menghadapi situasi berbahaya ini.

.

.

Delapan orang rombongan pedagang beristirahat di sebuah kedai teh, mereka dalam perjalanan ke wilayah barat. Dalam kota persinggahannya terlihat rakyat bersuka cita, kuil di depan kedai teh begitu ramai. Sepertinya berita kematian kaisar belum sampai di istana. Perintah untuk berduka belum dikeluarkan. Dari jauh dia terus memantau, keberadaan Obito sungguh membantu meski ia tidak tahu kapan lelaki itu akan mengkhianatinya.

"Apakah di kota ini sedang ada perayaan? Jalan dan kuil begitu ramai."

"Ah, mereka sedang mendoakan permaisuri yang sekarang tengah mengandung. Akhirnya ada berita baik dari istana," ucap sang pemilik kedai menjelaskan. "Permaisuri begitu murah hati, untuk berbagi kebahagiaan beliau memerintahkan untuk tidak menarik pajak dari rakyat selama tiga bulan."

Lelaki berambut hitam itu tersedak kemudian terbatuk-batuk.

"Anda tidak apa-apa tuan?" tanya salah satu pengiringnya.

"Aku hanya tersedak, Aku sudah cukup beristirahat. Mari lanjutkan perjalanan kita." Ia meninggalkan dua keping koin perunggu. Sembari berpikir apa ia telah menyusahkan Ino? Mereka hanya menghabiskan semalam, satu malam. Ia ingin kembali ke Ibu kota untuk melihatnya, untuk berbicara padanya, tapi ia tidak bisa kembali. Itachi bertanya dalam hati apakah Ino akan menangisi kematiannya? Ia tak berkata apa-apa pada Ino supaya wanita itu tak perlu berbohong pada Sasuke. Dia dan Ino hanyalah sekutu, tak mungkin wanita yang begitu kuat akan terguncang dengan berita kematiannya. mereka hanya teman, iya seorang teman.

.

.

Iring-iringan pasukan kerajaan kembali memasuki gerbang Ibu kota. Sasuke memimpin di barisan depan bersama Azuma. Mereka kembali dengan kemenangan, tapi iring-iringan itu terlihat suram. Tidak ada genderang yang ditabuh, tak ada suara penyambutan. Hanya kesunyian dan derap langkah kuda mengiringi kibaran bendera klan Uchiha. Kertas-kertas doa berwarna kuning di lemparkan sepanjang jalan mengiringi kereta yang membawa sebuah peti mati dari kayu oak tua. Rakyat berdiri dipinggir jalan dengan kebingungan. Di mana Kaisar? Kenapa beliau tidak terlihat?

Putri Izumi dan Permaisuri Ino menyambut mereka di Istana. Melihat pangeran Sasuke turun dari kudanya wanita berambut legam itu segera menghambur ke arahnya.

"Pangeran Sasuke, di mana Yang Mulia?"

Sasuke menggenggam telapak tangan kakak iparnya, mata kelamnya menunjukkan penyesalan. "Aku tak bisa menyelamatkan Itachi, tapi aku telah membalaskan dendamnya."

Melihat kereta yang mengangkut peti mati tiba di halaman istana semua orang terkejut terkecuali Ino.

"Tidak..Yang mulia tidak mungkin.." ujar Putri Izumi dengan bibir gemetar, ia jatuh bersimpuh dalam keterkejutan. Tangisnya tak bisa ditahan.

Ino membantu Putri Izumi berdiri,

"Tenangkan dirimu," ujar Ino pelan.

"Bagaimana aku bisa, Kubur saja diriku bersama beliau," Izumi terisak meratapi peti yang menyimpan tubuh suaminya.

"Dayang, Bantu putri Izumi." Ino memberi perintah.

Dua gadis muda muncul memegangi lengan Izumi. Sementara itu Ino melangkah menuruni tangga berjalan mendekati kereta. Sasuke mengikutinya. Semakin dekat, semakin ia mencium aroma kematian yang mencekik lehernya. Berapa lama Itachi telah pergi? Meninggalkan jasad yang membusuk. Pikiran Ino dipenuhi oleh kenangan-kenangan mereka. Tidak, ia tak boleh hancur tidak di depan musuhnya.

Ketika Sasuke berdiri di belakangnya begitu dekat Ino berbisik lirih. "Kau berhasil membunuhnya."

Dengan wajah tanpa dosa lelaki itu menjawab, "Musuhlah yang membakar tendanya. Bukan aku."

Bibir Ino merapat membentuk garis lurus. Ia menjaga tubuhnya untuk tetap tegak. Meski keberadaan Sasuke di dekatnya membuat bulu kuduknya meremang.

"Seharusnya kau senang." Bisik lelaki itu di telinga Ino. "Sekarang hanya tinggal kita berdua. Apa kau dan bayi di perutmu akan menghalangiku juga? Pilih langkahmu dengan bijaksana permaisuri. Dia tak ada lagi untuk memanjakanmu."

"Apa yang akan kau lakukan tanpa tangan, kaki mata dan telinga Pangeran Sasuke? Apa kau akan membunuh seluruh keluarga bangsawan di Konoha dengan alasan mengkhianati kekaisaran? Aku masih bisa berguna." Ino menggunakan nada datar.

Sasuke tersenyum mendengarnya. Ia bisa menghadapi wanita ini. wanita licik yang juga penuh bisa.

Ino kembali ke istana memerintahkan para kasim dan pejabat menyiapkan pemakaman bagi Kaisar. Ia pun mengganti pakaiannya yang berwarna merah dengan baju berkabung. Ketika Shion menyisir rambutnya dalam tatanan yang lebih sederhana kemudian menyematkan tusuk rambut dari giok putih berhias seekor merpati Ino mulai menangis. Benda itu diberikan oleh Yang mulia.

"Permaisuri, apakah anda baik-baik saja?"

"Aku tak mungkin baik-baik saja Shion, tapi aku harus terlihat baik-baik saja."

Dia mencintai Itachi.

Kesadaran itu membuat dirinya semakin terpukul.