Chapter 7: Pertarungan dan Musuh Tangguh
Duarr!
Sesaat sebelum tendangan menghantam bagian belakang kepalanya, perisai energi muncul sekejap, menahan sebagian kekuatan serangan dan memberi Naruto jeda singkat untuk mengaktifkan [Penguatan] pada tubuhnya. Namun, meski dengan [Penguatan] yang memperkeras tubuhnya, Naruto tetap terpental, berguling beberapa kali hingga menghancurkan bangku dan meja di sekelilingnya. Kepalanya berdenyut, masih terasa pusing meskipun tubuhnya telah diperkuat.
{Itu perisai terakhir, Master. Arona tidak bisa lagi membantumu menahan serangan. Hati-hati, dia dikendalikan oleh Kumbang itu!}
Suara Arona bergema di kepala Naruto yang masih berusaha menstabilkan diri. Dengan susah payah, ia berdiri, pandangannya terfokus pada sosok penyerangnya.
Naruto tertegun sejenak.
Penyerangnya ternyata seorang gadis yang seusia dengannya, dengan rambut merah muda yang tergerai sampai pinggang dan mata berwarna madu. Wajahnya polos, cantik, namun tatapannya kosong, tanpa emosi. Namun, bukan itu yang membuat Naruto terpana—di atas kepalanya ada halo bercahaya, dan sepasang sayap putih bersih terhampar di punggung gadis itu.
Untuk sesaat, Naruto merasa seperti berada di akhirat, berhadapan dengan malaikat yang datang untuk menyeretnya ke neraka.
"Siapa dia? Manusia? Tapi kenapa penampilannya seperti ini... Sepertinya aku pernah melihatnya?" gumam Naruto, masih menatap sosok di depannya dengan rasa heran.
{Jangan lengah, Master. Dia manusia, tapi dia telah mengalami [Awakening] dan memperoleh kekuatan yang luar biasa.}
"Awakening?" Naruto merenung sejenak. "Semakin banyak istilah yang tidak aku mengerti. Tapi simpan saja untuk nanti."
Naruto melompat ke belakang, menghindari kursi yang dilempar oleh gadis itu. Kursi yang meleset menghantam lantai, tepat di tempat Naruto berdiri sebelumnya, hancur berkeping-keping. Pecahan kayu berhamburan ke segala arah, namun Naruto selamat berkat [Penguatan] yang melindungi tubuhnya. Jika tidak, bahkan satu pecahan kayu pun bisa melukai parah.
Gadis itu mengambil bangku lain, siap melemparkannya lagi. Ekspresi wajah Naruto berubah serius. Jika penyerangnya terus melemparkan bangku, situasinya akan semakin berbahaya—mereka berada di dalam kelas, dengan ruang gerak yang terbatas. Menghindar di ruang sempit seperti ini bukanlah pilihan yang ideal.
...
Chapter 7: Pertarungan dan Musuh Tangguh
...
Tepat ketika Naruto hendak keluar untuk meminimalkan kerugian akibat medan yang tidak menguntungkan, garis-garis biru yang menandai aktifnya teknik [Penguatan] tiba-tiba menghilang dari tubuhnya.
Naruto merasakan tubuhnya lemas seolah kehilangan semua energinya. Teknik [Penguatan] tidak lagi bisa diaktifkan—stamina yang menjadi sumber dayanya telah habis.
"Sial!" umpat Naruto.
Di saat yang sama, sebuah bangku dengan lapisan energi pink melesat ke arahnya dengan kekuatan yang mengerikan. Naruto yang sudah kehilangan kekuatan penuhnya hanya bisa menatap kursi itu mendekat, menggertakkan giginya karena tak mampu bergerak cukup cepat untuk menghindar.
{Hati-hati, Master. 30 detik, tidak lebih.}
Suara Arona menggema di kepalanya, seolah tahu apa yang akan dilakukan Naruto selanjutnya.
'Aku tahu,' pikir Naruto.
Tiba-tiba, energi kuat meledak dari tubuh Naruto sebagai pusatnya. Sebuah jubah energi putih dengan logo rune unik di bagian dada kanan muncul, menyelimuti tubuhnya sepenuhnya.
Kursi yang hampir menghantam Naruto seketika hancur berkeping-keping, serpihan-serpihannya terpental ke segala arah akibat benturan dengan ledakan energi yang mengelilingi Naruto.
Gadis malaikat—begitu Naruto menyebutnya untuk sementara—menerjang dengan kecepatan luar biasa, memberikan pukulan tangan kanan yang sangat kuat. Kekuatan pukulan ini jauh melampaui pukulan kumbang sebelumnya—seperti membandingkan pukulan bayi dengan petinju profesional kelas berat!
Duar!
"Sangat kuat!"
Naruto meringis saat menahan pukulan gadis malaikat. Bahkan dalam mode [Pembakaran] yang memakan usianya setiap detik, kekuatan gadis malaikat masih jauh di atasnya.
Beruntung tendangan yang mengenai kepalanya sebelumnya diblokir oleh Arona. Jika tidak, kepalanya mungkin sudah hancur seperti semangka, meskipun sudah diperkeras dengan teknik [Penguatan].
Gadis malaikat itu menggerakkan tangannya yang dicengkeram Naruto ke kanan, memecah pertahanan Naruto. Besarnya kekuatan yang dimilikinya membuat Naruto tidak bisa menahan dan hanya bisa mengikuti arus.
Tangan kirinya yang menahan tinju gadis malaikat terhempas ke samping, membuat kuda-kuda Naruto kacau dan sulit baginya untuk memblokir serangan berikutnya.
Dengan wajah kosong, gadis malaikat itu menubruk Naruto, memeluknya dengan erat di bagian perut.
'Gawat!'
Naruto tahu bahwa jika dia tidak segera bereaksi, dia pasti akan diangkat dan dibanting ke tanah. Namun, dalam posisi seperti ini, menghindar hampir mustahil.
Tsssk!
Tanah di bawah kaki Naruto tiba-tiba dipenuhi garis-garis biru dan terangkat, menghantam perut gadis malaikat. Bersamaan dengan itu, [Binah, yang tadi berubah menjadi jam tangan, kini berubah kembali ke bentuk lainnya yaitu sebagai sarung tangan mekanik yang mengeluarkan sengatan listrik.
Jrrryyttt!
Tangan kanan Naruto, yang terbungkus sarung tangan [Binah, mengeluarkan listrik bertegangan tinggi. Tanpa ragu, Naruto menempelkannya ke punggung gadis malaikat.
Sengatan listrik itu sukses mengganggu gerakan gadis malaikat, memberikan Naruto kesempatan untuk mengatur posisi dan merencanakan serangan balasan. Dia memutuskan untuk menggunakan lututnya, menendang gadis malaikat yang masih memeluk perutnya.
Dug!
Naruto: "..."
Arona, yang melihat dari sudut pandang ketiga, memasang wajah aneh. Dunia di sekelilingnya pun tidak lagi damai, berubah menjadi lautan lava dengan langit gelap penuh awan yang disertai sambaran petir tiada henti.
{Wow, rasanya pasti lembut, kan, Master?}
Ya, tendangan lutut Naruto tepat mengenai dada gadis malaikat! Namun yang aneh, Naruto hanya merasakan kelembutan saat lututnya mengenai gadis itu. Kekuatan yang seharusnya bisa membuat kerusakan besar, malah hanya menghasilkan guncangan kecil.
Mengetahui bahwa serangan fisiknya seperti dinetralkan saat mengenai tubuh gadis malaikat, Naruto dengan cepat memeluk tubuh gadis itu dan melemparkannya menjauh. Gadis malaikat tersebut terbang menembus tiga tembok sebelum akhirnya berhenti.
{20 detik lagi, Master. Kamu harus segera melepaskan kendali kumbang dari gadis itu. Jangan terlalu lama, kekuatannya sangat menakutkan.}
'Aku tahu,' pikir Naruto. 'Serangan fisikku dinetralisir, tapi tampaknya serangan berbasis energi, seperti listrik dan kendali tanah melalui [Penguatan], tidak bisa dinetralisir.'
Naruto menganalisis kejadian sebelumnya dan segera merencanakan langkah berikutnya untuk mengalahkan gadis malaikat.
Tak lama setelah itu, gadis malaikat yang tubuhnya telah pulih dari sengatan listrik kembali menerjang. Dari pola serangannya sejak tadi, Naruto menyadari bahwa semua gerakannya bertujuan untuk melumpuhkannya, bukan membunuhnya. Inilah alasan Naruto masih bisa bertahan hingga sekarang.
Pertarungan berlangsung sengit selama beberapa detik. Naruto memanfaatkan teknik [Penguatan] untuk mengendalikan tanah, menciptakan jebakan yang berhasil menghentikan gerakan gadis malaikat. Namun, meski tubuhnya terhenti, tangan gadis itu masih bisa bergerak, memaksa Naruto untuk bertarung dengan pukulan langsung.
Dengan kecepatan dan kekuatan yang nyaris seimbang, keduanya saling beradu pukulan. Hingga akhirnya, Naruto melihat celah dan mengambil risiko dengan menghantamkan dahinya langsung ke dahi gadis malaikat.
Dang!
Benturan dahi keduanya seketika disertai dengan kilatan energi biru yang mengalir dari tubuh Naruto, menghapus kendali kumbang yang menguasai gadis itu melalui teknik [Penguatan].
...
Kilas Balik – Selesai
...
Naruto menghela napas panjang sambil menatap matahari yang mulai terbenam di barat melalui jendela perpustakaan. Saat ini, dia berada di ruang perpustakaan bersama gadis malaikat yang dia curigai sebagai Mika—gadis tetangganya yang selalu tampak depresi.
Setelah pertarungan sengit sebelumnya, Naruto memutuskan untuk membawa gadis malaikat itu ke perpustakaan, mengikuti saran dari Arona. Kondisi Naruto sudah terlalu lemah, sementara matahari tampak terbenam dengan kecepatan yang tidak wajar.
"Ini baru beberapa jam... tapi matahari sudah terbenam. Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu tahu sesuatu, Arona?"
Arona, yang sedang bermain ayunan di dunia air, mendengar suara Naruto dan menghentikan aktivitasnya.
{Ada distorsi waktu di kota ini, Master. Distorsi ini membuat kecepatan waktu di dalam kota berbeda dengan dunia luar. Makhluk hidup yang mencoba masuk akan terjebak dalam aliran waktu yang melambat, sementara makhluk di dalam kota yang berusaha keluar akan mengalami distorsi pada tingkat materi hingga hancur seperti mie yang ditarik.}
Naruto tak bisa berkata-kata mendengar penjelasan Arona. Bukankah ini berarti mereka akan terjebak di dalam kota selamanya?
Mengetahui apa yang akan ditanyakan Naruto, Arona segera menjelaskan lebih lanjut.
{Distorsi waktu ini dihasilkan oleh sesuatu di kota ini. Seharusnya itu semacam artefak atau makhluk tertentu. Tapi menurut Arona, seharusnya distorsi ini disebabkan oleh artefak, karena tidak mungkin ada makhluk sekuat ini yang muncul sekarang.}
Naruto menyipitkan matanya, mencerna penjelasan penting dari Arona, namun dia memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh, karena fokus utamanya saat ini bukan itu.
"Jadi kita hanya perlu menemukan sumber distorsi itu dan menanganinya?"
Arona mengangguk, menepuk dadanya yang kecil dengan penuh percaya diri.
{Selama Master bisa menemukan artefak itu, Arona bisa menyelesaikan masalah distorsi waktu ini dengan mudah!}
Naruto merasa sedikit lega mendengar hal itu. Pandangannya kemudian tertuju pada sebuah portal yang mengambang di depan gedung perpustakaan.
Portal yang sebelumnya memuntahkan monster raksasa itu kini diam, tidak ada lagi makhluk yang keluar darinya. Hal ini juga terjadi di portal lain di seluruh Kota Suo. Tak hanya itu, monster-monster yang biasanya membuat keributan kini menghilang begitu saja. Suasana kota menjadi hening dan mencekam.
Bukannya merasa lega, mereka yang selamat malah semakin waspada. Seperti pepatah lama, air yang tenang justru lebih berbahaya dibandingkan ombak yang deras.
Ketenangan ini terasa seperti pertanda datangnya badai dahsyat—jenis badai yang bahkan membuat monster sekalipun merasa takut dan memilih bersembunyi.
Naruto menatap bayangannya sendiri di jendela, memperlihatkan wajah muda yang keras namun kusam, penuh rasa lelah. Matanya yang biru menyala penuh semangat untuk bertahan hidup, sementara rambut pirangnya kini sebagian telah memutih, seputih salju.
Perubahan pada rambutnya ini adalah akibat penggunaan mode [Pembakaran] dalam teknik [Penguatan], di mana dia mengorbankan sebagian umurnya untuk mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Sekarang, sisa umurnya tinggal 20 tahun. Namun, Naruto tidak terlalu peduli—baginya, bertahan hidup sampai esok hari jauh lebih penting daripada memikirkan sisa umurnya.
Fokus utamanya kini adalah mencari cara untuk bertahan hingga besok pagi. Ketenangan ini terasa mengancam, seolah badai besar sedang menanti. Selain itu, ketidakpastian tentang kondisi Yuuka dan Serika membuat pikirannya semakin terbebani.
"Ugh!"
Terdengar erangan pelan, namun cukup jelas bagi Naruto yang kini memiliki pendengaran super. Setelah menyerap dua inti dari kumbang, kekuatan Naruto meningkat drastis. Bahkan tanpa [Penguatan], dia bisa mengeluarkan 100 persen kekuatannya tanpa rasa khawatir. Tidak hanya kekuatannya yang bertambah, tetapi semua indranya juga diperkuat, membuat Naruto lebih peka terhadap suara sekecil apapun.
Naruto segera menuju sumber suara—ke arah tengah perpustakaan. Ruangan perpustakaan ini terlihat masih utuh, tidak ada tanda-tanda kerusakan akibat serangan makhluk aneh. Tidak ada orang lain di sana. Lagi pula, siapa yang mau berada di perpustakaan saat bencana gempa besar terjadi? Mereka pasti sudah keluar saat gempa dan berubah menjadi mayat didepan perpustakaan karena diserang monster.
"Uh?!"
Wajah Naruto berubah saat menyadari bahwa gadis malaikat yang sebelumnya dia baringkan di tengah ruangan, kini menghilang.
"Dia hilang?!"
Pada saat momen keterkejutan itu, sepasang tangan muncul dari belakang dan memeluk tubuhnya erat, disertai bisikan pelan yang membuat Naruto merasa rileks sekaligus mengonfirmasi dugaannya sebelumnya.
"Yey, aku tahu Naruto akan menyelamatkanku, seperti biasa."
...
Kegilaan
Menyedihkan!
Benci!
Takut!
Marah!
Sedih!
Gembira!
Semua perasaan itu menyatu dalam diri Haruka dengan sempurna. Mata ungunya bersinar dengan kilatan kegilaan saat ia menatap tubuh kembarannya yang kini terbaring kaku dengan kaki di pangkuannya.
"Semuanya pantas mati! Mati! Mati! Matiiii!"
Kata-kata itu terus keluar dari mulut Haruka, berulang-ulang, saat ia menatap tubuh kakaknya yang penuh darah akibat tembakan peluru.
Benar, kakak Haruka—yang lahir beberapa menit lebih awal darinya—bukan meninggal karena diserang monster, tetapi dibunuh oleh manusia!
Pelaku dan antek-anteknya sekarang sudah berubah menjadi mayat kaku yang tergeletak di sekeliling Haruka. Tubuh mereka hancur, seolah diledakkan dari dalam oleh bom. Wajah-wajah yang tersisa dan cukup 'beruntung' untuk tidak rusak memperlihatkan ekspresi ketakutan dan penyesalan yang tak terbantahkan.
"I-ini salahku! Ti-tidak! Ini bukan salahkuuu!"
Haruka melempar mayat kakaknya menjauh dan mencengkeram kepalanya sendiri dengan kuat, sampai berdarah dan beberapa helai rambutnya rontok. Air mata yang mengalir dari matanya mulai bercampur dengan darah yang mengalir dari kepalanya.
"Iya! Aku tahu. Ini pasti salahmu! Semuanya salahmu!"
Haruka berdiri, matanya yang dipenuhi kegilaan menatap mayat pria paruh baya—orang yang menembak kakaknya hingga tewas. Dengan kemarahan membara, ia mulai menginjak kepala pria itu berulang kali hingga hancur, darah dan otaknya terciprat ke segala arah. Ruangan yang sebelumnya sudah dipenuhi darah kini semakin menjijikkan.
Setelah puas, Haruka akhirnya duduk terengah-engah. Tubuhnya berlumuran darah, wajahnya berubah liar dan rusak oleh kemarahan dan keputusasaan.
Bangkit kembali dengan napas berat, Haruka melihat sebuah foto di sudut ruangan dengan bingkai yang pecah. Ia memungutnya tanpa ekspresi, lalu menggendong mayat kakaknya—yang satu lengannya terputus karena dilempar sebelumnya
Tanpa berkata apapun, Haruka berjalan keluar rumah dengan mayat kakaknya di punggungnya. Di tangannya, ia menggenggam erat bingkai foto yang pecah—di dalamnya terdapat gambar empat orang: tiga anak kecil dan seorang pria tua berambut putih.
"Dia pasti bisa. Benar! Dia pasti bisa melakukannya. Kakak pasti bisa hidup lagi... Tunggulah, Kak. Aku akan membawamu menemuinya. Kamu pasti akan hidup lagi."
Haruka berjalan dengan cahaya kegilaan yang terpancar di matanya. Saat dia melangkah keluar dari rumah, cahaya matahari terbenam menyelimuti tubuhnya, menambah aura mengerikan bagi siapa saja yang menyaksikannya.
TBC
