Sungguh hal yang tak terduga. Sekalipun … satu kalipun tidak pernah terlintas dalam benak akan dilamar seperti itu. Dan pelakunya tidak lain adalah orang yang selama ini hanya selalu ada dalam setiap mimpiku.
Seseorang yang tidak pernah melihatku lebih dari sekadar "kenalan semasa sekolah." Aku tidak diperkenalkan sebagai "teman" bahkan pada kakaknya sendiri, Falena-sama, yang baru naik tahta menjadi raja satu tahun belakang ini.
"Apa warna ini sesuai, Rook-sama?"
Kepalaku mengangguk pelan, menanggapi pertanyaan dari pelayan yang sejak tadi sibuk memilih pewarna kuku. Begitu mendapat persetujuan dariku, pelayan itu langsung membuka tutup botol cat berwarna perak dengan glitter, lalu memoleskannya perlahan-lahan pada setiap kuku tanganku.
Warna perak … sepertinya aku teringat lagi dengan saat itu. Dan sepertinya, anggukan kepalaku tadi menandakan bahwa aku mengingat dengan jelas malam itu, sehingga secara spontan, tubuhku menginginkan perasaan yang kudapat di malam itu sekali lagi.
.
.
.
Chapter 2
.
.
.
"Kenapa begitu?"
Kedua mata Leona berkedip sekali, ia kemudian menundukkan pandangannya. Entah apa yang merasukinya, tetapi ia mendadak menolak menatap Rook tepat di mata.
"… Dari kodeku di awal harusnya kau sudah tahu, kan?" ujarnya kemudian.
"Mana mungkin aku tahu?" Rook melipat kedua tangannya di depan dada. Suaranya sejak tadi terdengar menuntut, seolah serius (dan memang serius) meminta Leona untuk memberi penjelasan yang diinginkannya.
Leona membuang nafas pendek. Ia benci mengakuinya, tapi ia sempat menelan ludahnya saat mendengar Rook bicara dengan nada seperti itu. Kekuatan perempuan Sunset Savanna sepertinya juga bersarang dalam tubuh gadis muda di hadapannya ini.
Kali ini, dengan keberanian yang berhasil dikumpulkannya, Leona menatap Rook tepat di mata. "… Aku butuh mengabulkan permintaan terakhir Hahaue," ia mulai menjelaskan. "Hanya saja, menemukan pasangan tidak semudah itu. Aku tahu aku masih punya tujuh tahun lagi sebelum aku mencapai penghujung kepala dua, tapi setelah aku pikir-pikir, ada baiknya untuk aku selesaikan dulu di awal, lalu untuk masalah aku ingin meneruskan atau menyudahinya, itu bisa belakangan."
"…" Jadi, yang dimaksud Leona di sini adalah ia ingin menjadikan Rook sebagai "alat" untuk membayar utangnya pada ibunya? Mendiang sang Ratu?
Sungguh sebuah lelucon yang ingin sekali Rook tertawakan siang dan malam. Namun apalah daya. Ia tidak sampai hati untuk mengeluarkan barang satu tawa pun.
Tidak untuk orang yang telah mencuri hatinya selama empat tahun belakang ini.
"Jadi, kurang lebih seperti itu."
Itu saja? Tampaknya Rook memang benar-benar hanya akan dijadikan alat.
"Aku sudah membicarakan ini dengan Aniki, dan aku juga sudah merencanakan pertemuan kita. Rook, aku ingin kau menikah denganku." Tatapan Leona terasa kian dalam, kelihatannya ia mencoba meyakinkan Rook. "Hanya untuk sementara, kau tidak perlu khawatir." Dan kata-kata berikutnya kian menekankan kalau ia ingin Rook percaya padanya. Lelaki ini tampaknya sungguhan tidak sadar akan perasaan Rook, jadi dengan meyakinkan kalau semua ini hanya sementara, mungkin bisa membuat si gadis pemburu menerima "lamarannya."
Kali ini, Rook lah yang membuang tatapannya. Tak bisa dipungkiri kalau ini pertama kalinya Leona menatapnya seintens itu, dan tentu saja itu membuat jantungnya nyaris berhenti selama beberapa saat.
"… Hanya sementara? Apa ini semacam kawin kontrak?" tanya Rook kemudian.
"Ya, bisa dibilang begitu." Leona memajukan posisinya sedikit dan Rook yang melihat itu dari ekor matanya merasa semakin tegang. "Aku berencana untuk tidak membuat kontraknya sampai satu tahun, mungkin hanya enam bulan. Aku belum merundingkan soal waktunya ke Aniki, jadi ini masih belum pasti, tapi akan kuusahakan untuk tidak terlalu lama."
Enam bulan … bukan waktu yang sebentar, tapi juga bukan waktu yang lama. Namun, dalam enam bulan ini, dirinya bisa menghabiskan waktu bersama Leona Kingscholar; bersama orang yang ia cinta. Sekalipun Leona menikahinya bukan karena cinta dan hubungan ini akan jadi sepihak—seperti yang sudah Rook lalui selama empat tahun ini, kedengarannya ini bukan tawaran yang buruk.
Setidaknya, walau hanya sebentar, Rook bisa tahu bagaimana rasanya bersama Leona. Hanya berdua, dan sebagai "pasangan."
"Bagaimana?" Rook mengangkat tatapannya lagi dan dua pasang mata itu kembali bertemu. "Hidupmu akan tetap terjamin selama kontrak berlangsung dan kau akan diperlakukan sebagai bangsawan juga, tidak ada pengecualian. Itu … kalau kau mengkhawatirkan keadaanmu selama tinggal bersamaku nanti. Tentu saja, kalau kau mengkhawatirkan keluargamu, aku akan—"
"Aku mau."
"… Eh?"
Kepala Rook mengangguk, gerakannya terasa cukup kuat. "Ya, aku terima," ia mengulang persetujuannya dengan tegas.
Terlihat sekali betapa leganya Leona setelah mendengar Rook menyetujuinya. Rook tahu Leona puas, tapi kini Rook yang kurang puas.
Leona tidak memberikan alasan kenapa ia memilih Rook sebagai "alat," di saat harusnya ia mengenal banyak perempuan di luar sana. Percayalah, orang macam Leona tidak mungkin hanya punya beberapa teman, terutama perempuan. Walaupun hasil stalk Rook tidak menunjukkan itu semua.
"… Terima kasih."
Hampir … tinggal sedikit lagi Rook goyah. Kedua kakinya sudah terasa seperti agar-agar. Itu semua berkat Leona dan segala kejutan yang ia berikan di malam kelulusan ini. Rook berusaha semaksimal mungkin untuk membuang segala pemikiran itu dan memilih menganggap kakinya yang menjadi agar-agar ini karena udara malam yang dingin.
"Apa kau mewarnai kukumu?"
"Eh?"
Leona menunjuk kuku tangan kiri Rook yang menghadap keluar—dan Rook baru sadar kalau ia masih melipat tangannya sejak tadi. "Aku tidak pernah melihat kau mewarnainya. Apa karena kau selalu memakai sarung tanganmu?"
Setelah sejak tadi menahan, Rook akhirnya tersenyum. "Um … ya, aku mewarnainya. Karena malam ini spesial, jadi aku … berdandan semaksimal mungkin."
"Aah, dan hasilnya pun bagus."
Deg …
Oh, tidak lagi. Selama empat tahun saling mengenal (tidak berlaku untuk Rook sebenarnya karena ia sudah tahu Leona bahkan sejak masih kanak-kanak), jujur, ini kali pertama Leona memuji sesuatu yang ada pada dirinya. Ia yang biasanya hampir tidak pernah peduli dengan Rook, sering meninggikan suara sekalipun tahu Rook adalah seorang perempuan, sekarang malah memuji warna kukunya yang menurutnya "bagus."
Rook menundukkan sedikit wajahnya. Ia mencoba menurunkan beberapa helai rambut pirangnya, berharap cukup untuk menyamarkan rona merah yang sudah pasti muncul di pipi karena rasa panas yang menjalari wajahnya sejak tadi.
"… Tidak biasanya kau memuji, Leona-kun," balasnya, mencoba bercanda.
"Kau tidak mau aku puji?" Dan Leona justru balas dengan kata-kata yang Rook tangkap seperti godaan. "Biasanya, kau yang selalu berisik memuji semua orang, termasuk aku. Tidak ada rasa malu, dan tidak mau berhenti membuntuti setiap orang yang kau anggap menarik agar kau bisa terus memujinya."
"Roi du Leon."
"Apa?"
"Hentikan."
Leona tertawa dan tawanya itu terkesan tulus. Lagi-lagi, ini kali pertama bagi Rook menerimanya.
Lantas, bolehkah ia bahagia?
"Kau bisa malu juga ternyata." Leona masih tidak ingin menghentikan godaannya tampaknya. Ia membungkukkan tubuhnya sedikit, memberinya akses yang lebih mudah untuk melihat wajah Rook yang disembunyikan. "… Mukamu merah," katanya kemudian.
"Ini karena angin malam," Rook beralasan. Dengan sengaja, ia menarik cairan hidung yang sebenarnya tidak ada sama sekali bersarang di hidungnya. "Di luar sini dingin dan aku hanya menggunakan gaun tipis ini. Belum lagi kulitku yang terang, tentu saja warna merahnya akan kelihatan jelas."
"Hmmm, karena dingin." Jelas sekali Leona tidak menerima alasan itu. Leona mungkin tidak peduli padanya, tapi setidaknya lelaki itu tahu kalau Rook tidak semudah itu kedinginan, sekalipun ia lahir dan besar di sabana. Namun Rook tetap bertahan pada alasan yang ia berikan tadi. Yang penting ia berhasil menutupi rasa malunya—dan juga rasa bahagianya.
Ya, Rook bahagia.
.
.
.
Dua bulan kemudian, pernikahan akhirnya akan dilaksanakan. Tersisa satu jam lagi sebelum janji suci diucapkan, dan mempelai wanita akhirnya selesai didandani.
"Apa kau gugup, Ruu-chan?"
Rook Hunt—yang sebentar lagi akan melepas nama belakangnya—tersenyum tipis. Ia tampak gugup, malu-malu, tapi juga ada keberanian terpancar dari cahaya di kedua matanya.
"Sedikit," jawabnya kemudian. "Aku … entah kenapa aku tidak segugup itu, Onee-san."
"Yakin?" Rook menganggukkan kepalanya. Meski begitu, sang kakak yang sekilas seperti kembaran Rook, tetap merasa tidak yakin. "Kalau ingin ke toilet dulu bilang saja. Memang sisa satu jam lagi, tapi kau masih bisa ke toilet—"
"Terdengar menyusahkan."
"Rook!"
Rook tertawa pelan. "Kelihatannya justru kau yang lebih gugup, ya."
"Tentu saja!" Ia terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi gigitan di bibirnya menandakan kalau ia memilih untuk menahannya. Dan apabila itu keputusan kakaknya, maka Rook juga tidak akan menanyakannya.
"Aku akan baik-baik saja." Rook mengajak kakaknya untuk bertukar tatap. Sebisa mungkin, Rook mencoba meyakinkan kakaknya melalui tatapannya. "Kau tidak perlu khawatir. Percaya padaku. Lagipula ini hanya sementara, oke?"
Tentu saja bukan masalah sementara atau tidaknya, mungkin itu yang dipikirkan sang kakak. Rook mungkin bukan tipe yang senang menceritakan rahasianya, tapi kakaknya adalah orang yang peka. Ia sudah curiga kalau Rook menyukai seseorang sejak masuk NRC. Ia menunggu Rook bercerita, sampai ia tidak tahan lagi dan langsung menanyakannya. Saat itulah kakaknya tahu perasaan Rook terhadap pangeran dari negerinya sendiri, ditambah itu bertepuk sebelah tangan. Tanpa ada "orang ketiga" pun, Leona Kingscholar bukan tipe yang mudah menerima gadis seperti Rook Hunt. Kakaknya sudah bisa membaca itu semua dari potongan-potongan cerita yang dibagikan Rook, jadi tidak mengejutkan kalau ia khawatir.
Pernikahan ini mungkin memang hanya sementara, tapi apa yang dirasakan Rook nantinya tidak akan sementara. Semuanya akan membekas, bahkan hingga saatnya mereka harus berpisah tiba.
Mengetahui kakaknya yang seperti masih belum yakin, Rook menggenggam kedua tangannya, mengusapnya lembut dan penuh perasaan. "Ini yang aku pilih pada akhirnya," Rook menjelaskan. "Aku sudah tahu apa konsekuensinya, apa 'bayarannya,' tapi aku tetap memilihnya. Percayalah, Ruu-chan-mu ini akan baik-baik saja."
Kakaknya kembali menggigit bibir. Rook masih terus memberinya tatapan meyakinkan, hingga kemudian seorang pelayan masuk ke ruang rias, menginformasikan bahwa Rook harus melalui persiapan terakhir.
"Aku ingin melihatmu dari altar," ujar Rook, "jadi pastikan kau ada di kursimu dengan senyuman, ma grande soeur."
Gadis itu meninggalkan ruangan dengan senyuman, seolah menunjukkan bahwa ia juga siap meninggalkan gadis bernama "Rook Hunt" di ruangan itu.
.
.
.
"Dengan sumpah yang telah diucapkan, Rook Hunt kini telah resmi menjadi anggota kerajaan dan akan memakai nama Rook Kingscholar hingga takdir memisahkannya dari pangeran kedua kita, Leona Kingscholar."
Segala persiapan yang menghabiskan waktu hingga kurang lebih dua bulan, telah selesai dalam sekali kedipan mata. Dan Rook, seperti yang sudah diucapkan Royal Mjuzi Sunset Savanna, kini telah "meninggalkan" dirinya yang lama dan "menyambut" dirinya yang baru. Rasanya masih terlalu tidak nyata, tapi inilah kenyataannya. Pernyataan resmi tadi akan—tidak, telah mengubah dirinya sepenuhnya.
Dalam ikatan, janji, serta hubungan sementara ini, mulai hari ini, dirinya adalah istri dari Leona Kingscholar.
Leona Kingscholar, yang sekalipun sudah melihat kukunya berwarna perak, tidak mengucapkan satu pun pujian seperti malam itu.
.
.
.
Next: Chapter 3
