Dear Maid!

.

.

Disclaimer : Tite Kubo

S2 - Ch.16: Untuk Siapa?

Ryuken memulai prosedur terapinya. Orihime masuk ke dalam ruangan pemeriksaan yang sudah Ryuken sediakan untuk memulai terapinya. Di luar sudah ada Ishida dan Ichigo yang tengah mengintip apa yang sedang terjadi melalui jendela kaca dari luar ruangan Ryuken.

"Inoue-san, silakan berbaring di atas tempat tidur terlebih dahulu," ucap Ryuken sembari merentangkan tangannya ke arah tempat tidur.

"Baik, Ishida-san," ucap Orihime yang kemudian perlahan naik ke atas ranjang tersebut.

"Kau dengan itu Ichigo!? Dia menyebut Ishida-san! Ah~~ betapa senangnya hati ini," ucap Uryuu yang menepuk-nepuk punggung Ichigo.

"Ishida- sialan! Sakit brengsek! Lagi pula dia itu merujuk kepada ayahmu!" ucap Ichigo yang telah menjitak kepala Ishida.

"Sakit! Sialan kau Kurosaki! Lagi pula bagaimana kau tau kalau Orihime-san merujuk ayahku dan bukan aku? Apa kau punya bukti?" Ichigo memegangi tangannya dengan pasrah dan tidak mau lagi menanggapi Ishida.

Orihime terlihat tenang ketika dia berbaring di atas ranjang itu. Ryuken mengambil beberapa buku dari lemari di dalam ruangan tersebut. Ia segera membawa buku itu sembari bersiap duduk di sebelah Orihime.

"Tenang saja, Inoue-san, kau tidak perlu tegang dalam sesi ini. Dalam sesi ini, aku akan menanyakan beberapa pertanyaan dan yang perlu kau lakukan hanyalah perlu menjawabku. Mudah bukan?" ucap Ryuken dengan pemaparan yang tenang.

"A-ah iya baik, Ishida-san," ucap Orihime mengangguk.

"Dan perlu aku beritahu sebelumnya bahwa aku nanti perlu membiusmu sekali dengan anestesi ini. Anestesi inilah yang akan berperan dalam usaha kita mengorek ingatanmu yang lama terpendam," ucap Ryuken serius memandang Orihime. Hal tersebut juga membuat Ishida dan Ichigo terdiam dan memandang tajam jarum suntik yang dipegang Ryuken.

"Jika memang prosedurnya seperti itu, maka saya akan menyerahkan semuanya kepada Ishida-san," ucap Orihime kepada Ryuken.

"Tentu saja tidak, Inoue-san, aku hanya akan menggunakannya apabila pasienku sudah bersedia secara sadar tanpa paksaan," ucap Ryuken sambil melihat ke arah Ichigo.

"Jadi bagaimanna, Inoue-san? Pada akhirnya keputusan tertinggi ada padamu bukan siapapun bahkan aku," lanjut Ryuken.

Orihime terdiam melihat Ryuken. Dia pun melihat ke arah jendela tempat Ichigo tengah mengamatinya. Ichigo hanya diam menunggu keputusan Orihime.

'Sial, kalau tau ada hal seperti ini harusnya aku memang bertanya dahulu kepada Inoue. Ryuken-san memang benar! Keputusan permasalahan ini ada di tangan Orihime,' batin Ichigo.

Orihime terlihat agak risih ketika bersiap melanjutkan prosedur tersebut. Ada kegelapan yang enggan untuk langkahi.

"Inoue-san, apabila kau belum siap aku akan dengan senang hati untuk menunda prosedur ini," ucap Ryuken.

"Ti-tidak, Ishida-san. Kumohon, saya harus melakukan ini, ada hal yang perlu saya ketahui!" ucap Orihime yang kemudian melirik ke arah Ichigo.

"Saya ingin tahu apa yang pernah terjadi pada saya," mendengar hal itu Ryuken pun mengangguk. Ia kembali memandang Ichigo dengan tajam.

"Kalau begitu kau harus siap," ucap Ryuken. Ryuken pun memalingkan wajahnya ke arah Orihime dan segera duduk.

Ryuken tersenyum ke arah Orihime.

"Berusahalah sebaik mungkin, Inoue-san," ucap Ryuken.

Ryuken pun segera meraih bukunya dan segera membuka beberapa halaman. Ia mulai mencatat beberapa hal di bukunya dan juga membaca beberapa hal di beberapa halaman lain buku tersebut. Ia segera melesat kembali ke dekat lemari dan mengambil beberapa map yang ia simpan di meja dekat tempat dia duduk. Setelah itu, dia pun mengammbil peralatan kedokterannya dan disimpannya ke meja dekatnya.

"Pertama aku perlu melakukan physical checkup terlebih dahulu," ucap Ryuken yang kini tengah mengenakan sarung tangannya. Orihime hanya mengangguk.

Ryuken pun memasang alat tensi darahnya pada lengan kanan Orihime. Ia mengencangkan tensi darah tersebu dan mengukur tensi darah Orihime. Setelahnya, dia meraih senter dan menyinari mata Orihime. Pupil Orihime membesar ketika disinari sebentar. Selesai itu, Ryuken pun mengajak Orihime untuk ditimbang. Orihime pindah dari ranjang dan naik ke atas timbangan. Setelah semua selesai ia pun kembali ke ranjangnya.

"Kondisi tubuhmu dalam keadaan baik, sekarang kita bisa lanjut," ucap Ryuken yang melepas surang tangannya dan segera membuang sarung tangan itu. Dia pun mengambil salah satu map yang sudah ia taruh di atas meja.

"Ano, Ishida-san, apakah saya juga harus melalui proses yang seperti Ishida-san alami, tadi?" ucap Orihime yang kini agak terlihat panik.

"Hah? Apa maksudmu aku mengalami proses tadi? Yang tadi aku obati adalah Uryuu, loh," ucap Ryuken dengan pantulann cahaya kacamata yang menutupi matanya. Orihime tidak begitu mengerti maksud dari Ryuken begitu pula Ichigo dan Ishida yang tengah berada di luar.

"Oi, Ichigo! Apa maksudnya itu ?" tanya Ishida.

"Mana kutahu! Dia kan ayahmu!" ucap Ichigo kesal.

Setelah agak lama Orihime pun sadar akan sesuatu dan mulai menutup mulutnya untuk menahan tawa.

"Oi, Ishida! Ke-kenapa Orihime tiba-tiba tertawa seperti itu!? Bukankah prosedurnya belum mulai!?" tanya Ichigo.

"Mana kutahu! Dia kan maid-mu! Meski begitu, Orihime-san imut sekali," ucap Ishida yang tengah tersenyum bodoh.

Orihime tersadar bahwa Ryuken tengah mempermainankan kata ganti dari dirinya dan Uryuu mengingat Orihime sama-sama memanggil mereka dengan panggilan 'Ishida-san'. Hal tersebutlah yang membuatnya agak tergelitik.

"Ishida-san, anda benar-benar ahli mencairkan suasana dengan gurauan anda," ucap Orihime yang tersenyum dan terlihat lebih rileks.

"Kau juga ternyata ahli dalam menemahami bahwa tadi gurauan Aku merasa cukup senang karena seperti yang bisa kau tebak, Uryuu tidak akan mampu memahami candaan seperti itu. Dia pasti akan menggoyang-goyangkan tubuhku dan terus menanyakan apa artinya," ucap Ryuken yang sedikit terkekeh sembari mencoba menengok ke belakang.

Di belakang, Ishida terlihat tengah menggoyang-goyangkan tubuh Ichigo sembari berteriak menanyakana maksud dari gurauan ayahnya itu. Ichigo terlihat memberontak dan segera menendang Ishida. Mereka pun saling pukul satu sama lain.

"Sudah kubilang aku juga tidak tahu, sialan!" ucap Ichigo yang tengah menjabak rambut Ishida.

"Harusnya kau bilang saja! Tidak perlu menendang segala, sadar otak udang!" ucap Ishida yang tengah memiting salah satu tangan Ichigo.

"Otak udang!? Kau tidak sadar siapa yang lebih berkepala udang dasar, Kacamata!" mereka berdua pun terus berkelahi dan bergaduh di atas lantai, hingga tiba-tiba suasana terasa menjadi semakin dingin.

Ketika mereka berbalik, mereka pun mendapati dua sosok pria dan wanita yang tengah berdiri dengan mata merah dan aura jahat yang begitu kuat. Kedua sosok itu sudah siap meluncurkan kepalan tangan mereka.

"Ini di klinik, Uryuu, bukankah kau sudah tau aturannya?" ucap Ryuken yang tengah meregangkan kepalan tangannya.

"Ichigo-sama, meskipun anda yang mengajak saya kemarin, tetapi perilaku kekanak-kakanakan anda masih tetap akan saya amankan," ucap Orihime yang tengah menyilangkan tangannya dengan background aura jahat yang begitu pekat.

"Ehehehe, ma-maaf?" ucap Ishida dan Ichigo yang sama-sama tengah berkeringat dingin.

BUAK!

"Baiklah, Inoue-san, kita tunggu tensi darahmu turun terlebih dahulu baru kita segera mulai. Sudah lebih rileks kan sekarang?" ucap Ryuken dengan nada yang santai.

"Baik, Ishida-san. Anehnya, saya memang merasa lebih rileks dari tadi," ucap Orihime dengan nada yang ramah.

Mereka berdua berjalan masuk kembali ke ruang pemeriksaan meninggalkan Ichigo dan Ishida yang tengah tergelek benjol di atas lantai.

-orange-

Setelah menunggu beberapa menit, tensi darah Orihime pun sudah stabil. Ryuken pun melanjutkan untuk masuk ke tahap awal terapi Orihime.

"Baik, Inoue-san, saya akan mengajukan beberapa pertanyaan untuk permulaan, jadi mohon untuk dijawab seperlunya saja dan sesingkat mungkin," ucap Ryuke. Orihime mengangguk. Ichigo dan Ishida terlihat tengah memperhatikan di luar dengan kepala mereka yang terbalut plester.

"Tolong sebutkan nama lengkap anda."

"Nama saya Inoue Orihime," ucap Orihime menimpali pertanyaan tersebut.

"Tolong sebutkan tanggal lahir anda."

"3 September,"

"Berapa umur anda sekarang?"

"17 tahun."

"Apa masakan favorit anda?"

"Eh, kare," ucap Orihime. Hal itu membuat Ichigo tertarik.

"Eh aku tidak tahu dia suka kare," ucap Ichigo.

"Hm? Memangnya ada apa Ichigo?"

"Ah tidak ada, aku kira dia makan apapun yang dipersembahkan kepadanya," ucap Ichigo tenang.

"Kau kira Orihime-san ayam!?" ucap Ishida geram.

'Cih, makanan itu jadi mengingatkun padanya,' batin Ichigo.

Ryuken mencatat jawaban-jawab dari Orihime dan melanjutkann ke beberapa pertanyaan selanjut.

"Tolong sebutkan warna favorit anda,"

"Warna aqua,"

"Baik, sebutkan buku bacaan kesukaan anda, jika ada,"

Orihime terdiam sebentar.

"itu adalah Sunset Farmer karya Phillip Roman"

"Baik, sebelum ke bagian itu, jenis musik apa yang kau suka?"

"Hmm, mungkin blues dan jazz,"

"Baik, selanjutnya saya akan menyanyakan pertanyaan yang lebih personal,"

Orihime hanya mengangguk. Ryuken pun menutup bukunya dan melihat ke arah Orihime.

"Tolong sebutkan nama anggota keluarga, anda," ucap Ryuken. Ichigo terlihat cukup kaget mendengar hal itu. Dia terlihat tidak nyaman mendengar itu. Ishida hanya melirik Ichigo sesaat tetapi tidak sampai bertanya.

Orihime terdiam sebentar. Ia merasa cukup kaget karena sudah lama tidak ada yang menyakan pertanyaan tersebut. Orihime pun melihat ke arah Ryuken yang tengah menunggu jawaban.

"Na-nama ayah saya adalah Inoue Takafumi. Ibu saya adalah Inoue Hoshiki. Lalu, kakak saya …" ucapan Orihime terhenti sesaat.

"Lalu siapa, Inoue-san?" tanya Ryuken.

"Inoue Sora," ucap Orihime yang akhirnya mampu menuntaskan ucapannya.

"Terima kasih. Masukan akan saya sampaikan nanti. Sekarang saya ingin kita lanjut,"

Orihime hanya mengangguk dan kembali menunggu petanyaan Ryuken. Kali ini Orihime mulai mempersiapkan diri.

"Apa pekerjaanmu saat ini?"

"Saya adalah seorang maid."

"Siapa orang yang anda layani sebagai maid?"

"Dia adalah Kurosaki Ichigo-sama,"

"Siapa yang mempekerjakanmu sebagai maid?"

"Beliau adalah Kurosaki Masaki-sama,"

"Sudah berapa lama anda bekerja sebagai maid kepada Kurosaki Ichigo-san?"

"Sudah hampir sembilan tahun lebih,"

"Berarti itu sudah sejak kalian duduk dibangku SD, benar?"

"Benar, tetapi aku baru bekerja penuh untuk Ichigo-sama selama 6 tahun terakhir,"

"Baik, terima kasih catatannya," ucap Ryuken.

Ichigo sedikit tercengang mendengar sudah berapa lama ia menghabiskan waktu bersama Orihime.

'Sembilan tahun? Lama sekali,' batin Ichigo. Ketika tidak sengaja melirik ke sebelah, Ichigo mendapati Ishida yang tengah kebakaran jenggot mendengar penyataan Orihime. Ia bahkan memandang Ichigo dengan penuh amarah. Namun, Ichigo tidak mau ambil pusing dan hanya memalingkan wajahnya saja.

'Lama sekali,' batin Ichigo mendengar pernyataan Orihime.

Di tengah pertanyaan Ryuken kepada Orihime, tanpa sadar Ichigo seakan kembali melihat suasana siang ketika dia masih tinggal di rumahnya dulu. Sebuah masa yang pahit akan selalu ia kenang selamanya.

-orange-

"Maaf, Ichigo, mama harus pergi bertemu dengan client dulu, ya! Kamu jangan kemana-mana hari ini karena siang ini pak 'Hebikura' akan mengunjungimu lagi! Dahh, Ichigo!" ucap wanita paruh baya yang telah menutup pintu di hadapan anak kecil berambut oranye itu.

Anak itu hanya tertunduk cemberut melihat pintu yang tertutup itu. Seketika, sesaat setelah cahaya dari pintu lenyap sepenuhnya, suasana ruangan menjadi begitu sepi. Sinar matahari masuk dengan merata tetapi ruangan itu terasa begitu dingin.

Wajah anak itupun menghadap kedepan dengan raut wajah yang cemberut dan kesal. Dia mendekati pintu dan menendang-nendang pintu besar itu.

"Siapa peduli! Dasar mama bodoh! Siapa juga yang akan menunggumu, lagi pula apa itu 'KuraKura'? pergi saja kau nenek sihir!" ucap Ichigo kecil sembari menendang-nendang pintu dengan semakin keras. Tidak lama dia terkapar sembari memegang kakinya sambil sedikit menangis.

"SIAL! Sakit sekali! Aduh, aduh! Nenek sihir sialan!" ucap Ichigo mengusap-usap kakinya,"

Setelah itu, Ichigo berjalan tertatih-tatih, dia berbicara dengan salah seorang maid di rumahnya untuk minta perban untuk kakinya. Maid paruh paya itu pun segera berlari mencari perban. Dia pun kembali dan memeriksa kaki Ichigo.

"Kau tahu, Unohana! Mama memang tidak sayang denganku atau pun Karin ataupun Yuzu! Masa setiap hari dia selalu tidak pernah berhenti bekerja!? Sekarang setiap aku pulang SD pasti saja ditinggal, belum lagi Karin dan Yuzu yang dititipkan di TK mereka!" ucap Ichigo mengoceh ketika maid di depannya tengan tenangnya tengah membalut kakinya yang sebenarnya tidak terlalu luka. Maid itu hanya tahu bahwa perban itu hanya untuk menenangkan Ichigo.

"Ichigo-kun tenang saja, saya yakin Misaki-san punya alasan kuat untuk pergi bekerja sekarang. Lagi pula, pada akhirnya, Misaki-san lah yang menjemput Yuzu-chan dan Karin-chan dari sekolah mereka," ucap Unohana sambil tersenyum.

"Aku tahu! Itulah liciknya nenek sihir itu! Karin dan Yuzu sengaja dijauhkan dariku supaya aku tidak punya teman main! Supaya aku sendirian!" ucap Ichigo menyilangkan tangannya.

"Jadi selama ini saya bukan teman Ichigo-kun, saya menangis lho, Ichigo-kun," ucap Unohana dengan nada sedikit merengek dan menutup wajahnya.

"Eh-eh!? Ti-tidak kok Unohana maksudku bukan begitu, kau itu temanku ya, kitakan teman!" ucap Ichigo yang panik dan bingung menghadapi Unohana yang sebenarnya hanua menjahil Ichigo.

"Hehe, bercanda deh," ucap Unohana. Ichigo hanya ngambek karena merasa dipermainkan Unohana.

"Tapi Ichigo-kun harusnya senang punya ibu seperti Misaki-san karena satu hal yang pasti adalah ia akan selalu mencintai Ichigo-kun selamanya," ucap Unohana halus. Ichigo agak tidak mengerti maksud Unohana. Unohana pun mengelus kepala Ichigo.

"Ichigo-ku, ayo kita siap-siap. Sebenarnya hari ini kita akan kedatangan 'keluarga' baru," ucap Unohana.

"Keluarga?" Ichigo pun berjalan bersama dengan Unohana menuju kamar Ichigo.

Setelah Ichigo disisir dan dipakaian pakaian yang rapi, Unohana pun mengajak Ichigo untuk menunggu di ruang tamu sembari menunggu orang yang ditunggu datang. Ichigo berusaha berkali-kali mengacak rambutnya namun selalu dirapikan oleh Unohana hingga rapi.

Setengah jam berlalu, Ichigo hanya diam sembari memainkan gimbot kecil miliknya. Ia terlihat tengah begitu fokus dengan permain tersebut. Dalam gimbotnya itu terdapat permainan Space Impeek yang tengah asik dia mainkan. Beberapa kali lidahnya keluar ketika ia memasuki permainan yang sulit. Badannya pun terkadang ikut bergerak takala dia mencoba menggerakan pesawatnya.

"Ahh! Menyebalkan!" gerutu Ichigo yang kalah dalam babak tersebut.

"Rasanya semakin hari permainan ini semakin sulit dan membosankan," ucap Ichigo yang masih kesal karena kalah.

"Ichigo-kun," Ichigo segera menengok ke arah Unohana yang melambaikan tangannya memberi isyarat kepada Ichigo untuk menghampirinya. Ichigo pun menyimpan gimbot-nya dan berjalan menuju Unohana.

"Mereka sudah di depan," ucap Unohana dengan wajah tenangnya.

Unohana pun membukakan pintu dan memperlihatkan dua sosok orang didepannya. Salah satu orang adalah orang dewasa tinggi dengan rambut panjang. Wajahnya tidak bisa dilihat begitu jelas oleh Ichigo karena wajahnya terhalang cahaya dari luar yang begitu menyilaukan. Satu lagi terlihat seperti anak kecil yang tengah berdiri di samping pria dewasa itu.

"Selamat siang, Retsu-san, senang bisa bertemu denganmu lagi," ucap pemuda itu bernada sopan sembari membungkuk kepada Unohana.

"Selamat datang, kalian. Bagaimana kabarmu Hebikura? Apakah menjadi maid di 'sana' cukup merepotkan?" ucap Unohana dengan wajah yang ramah.

"Bagi seorang maid biasa sepertiku, pekerjaan apapun harus aku junjung tinggi, Retsu-san,"

"Kau masih sama saja seperti dulu, pertahankan cara kerja seperti itu," ucap Unohana.

'Oh jadi ini KuraKura itu?' batin Ichigo melihat ke arah Hebikura.

Ketika mereka berdua berbicara, pandangan Ichigo teralihkan ke seorang anak perempuan yang kini tengah berada di depannya. Anak perempuan itu terlihat agak membungkuk sedikit. Posturnya lebih tinggi dari Ichigo. Anak itu tetap berada di sebelah Hebikura sembari menenteng tas yang kemungkinan adalah miliknya. Satu hal yang paling mencolok dari Ichigo dari anak tersebut adalah warna rambutnya yang begitu mencolok seperti warna rambutnya; warna oranye.

"Halo, Orihime-chan. Bagaimana kabarmu?" ucap Unohana yang mengganti ke posisi jongkok ketika berbicara dengan gadis yang ternyata adalah Orihime kecil.

"Saya baik-baik saya, Retsu-san, bagaimana kabar anda?" ucap gadis itu. Ichigo agak kaget dengan cara bicaranya itu. Gadis itu tidak terdengar seperti cara bicara teman sekelasnya selama ini.

"Ah! Aku baik-baik saja tentunya. Lalu, jangan panggil aku Retsu-san, ingat? Unohana saja, oke?" ucap Unohana sembari mengelus kepala Orihime.

"Ba-baiklah, Unohana-san, maafkan saya,"

"Tidak ada yang salah, Orihime-chan, ayo masuk," Orihime pun masuk.

"Kalau begitu saya sampai sini saja, Retsu-san. Saya hanya ditugaskan untuk mengantar dan selanjutnya saya akan kembali lagi ke pusat," ucap pria Hebikura itu.

"Iya, betul juga," ucap Unohana.

"Orihime, bekerjalah dengan baik di sini ya, dan juga Ichigo … sampai ketemu lagi. Kalau begitu saya permisi," ucap Hebikura pamit. Orihime membungkuk dan Unohana melambaikan tangan, tetapi hanya Ichigo yang melambai sambil merasa agak bingung denag pria tadi.

"Ano, Unohana-san! Sebenarnya apa yang mau gadis ini lakukan di sini?" ucap Ichigo sambil menunjuk ke arah Orihime.

Unohana hanya tersenyum, "mengapa tidak coba kamu tanyakan langsung kepadanya, Ichigo-kun? Sekaligus kenalan juga," ucap Unohana.

Mendengar hal itu Orihime agak tersadarkan sesuatu.

"Ha-halo, selamat siang," ucap Orihime membungkuk sembari mengulurkan tangannya. Ichigo pun memalingkan pandangannya ke arah Orihime.

"Perkenalkan, nama saya adalah Inoue Orihime. Mulai saat ini, saya akan berkerja di sini sebagai maid, dengan kata lain saya juga akan bekerja untuk anda tuan. Mohon kerja sama dan bantuannya tuan," ucap Orihime.

"Maid?' ulang Ichigo.

"Tepat, Ichigo-sama," balas Orihime yang masih menunduk.

"Eh?" pekik Ichigo kebingungan.

"Eh?' Orihime yang mendengar pekik itu juga merasa kebingungan.

"Eh?" pekik Ichigo yang mendengar pekik Orihime.

"Eh?" Orihime mulai melihat Ichigo dan suasana sekitar memastikan tidak ada yang salah.

"Hah," Unohana menghela nafas sambil tersenyum maklum melihat dua anak-anak di depannya itu.

"EEHHH? MAAIID?" pekik Ichigo berubah menjadi terikan tidak percaya bahwa gadis sebayanya di depannya itu adalah maid barunya.

-orange-

Peratanyaan dari Ryuken masih berlangsung dan selama itu juga Orihime terus menjawab beberapa pertanyaan yang diutarakan oleh Ryuken.

" … baik, jadi intinya adalah anda dipindahtugaskan oleh agensi maid anda ke rumah Kurosaki-san?"

"Benar, saya dibawa oleh seseorang saat itu dan saat itulah pertama kalinya saya bertemu dengan Ichigo-sama," balas Orihime.

"Wah, a-apakah yang dikatakan Orihime-san tadi benar, Ichigo?" ucap Ishida yang melompat-lompat mendengarkan jawaban Orihime.

"Berisik, Kacamata, ya kurang lebih seperti itu! Sekarang singkirkan tanganmu dari pundakku!" ucap Ichigo sembari melempar tangan Ishida.

"Tapi aku tidak menyangka, Orihime-san sudah bekerja dari sejak lama, bahkan sejak sekolah. Tapi ada hal yang tidak aku mengerti di sini …" ucap Ishida, Ichigo pun memadang temannya itu.

"Bukankah dia terlalu muda untuk bekerja? Apakah keluarganya tidak mempermasalahkan? Atau apakah keluarga Orihime-san adalah garis keturunan maid?" tanya Ishida.

Mendengar hal itu, Ichigo terlihat agak kaget dan sedikit berkeringat. Ichigo menggaruk kepalanya sembari memejamkan mata.

"Dengar ya Ishida, ucapanku ini jangan pernah kau tanyakan lagi ke Inoue," ucap Ichigo. Ishida pun merasakan bahwa apa yang akan dikatakan oleh Ichigo terdengar cukup berat.

"Intinya yang bisa aku katakan adalah pernah terjadi sesuatu dengan masa lalu Inoue dan hal tersebut membuat keluarganya … membuat keluarganya meninggal dunia," ucap Ichigo sambil memalingkan pandangannya.

"Tidak mungkin …" ucap Ishida yang terlihat kaget dan khawatir.

"Jangan bilang kalau terapi ini …" balas Ishida.

"Aku tidak begitu yakin, tapi sepertinya memang kejadian itulah yang membuat Orihime memiliki masalah di kepalanya," balas Ichigo.

'Aku tidak menyangka pria bernama Gin itu akan membuat masalah serumit ini,' batin Ichigo.

'Bertahanlah, Inoue.'

"Baiklah, aku mengerti," ucap Ryuken yang tengah menuliskan jawaban dari Orihime.

Mendengar beberapa pertanyaan sederhana dan menjawabnya merupakan hal yang seharusnya entah mudah. Namun, entah mengapa kali ini Orihime merasa lama-lama pertanyaan yang diberikan terasa semakin berat. Hal ini membuat dia merasa agak kalut.

"A-ano, Ishida-san, tahapan apalagi yang perlu kita lalui?" tanya Orihime.

"Oh iya, sebentar lagi kita akan ke proses berikutnya, Inoue-san. Bertahanlah ya. Saat ini aku tengah memetakan pertanyaan yang akan kita coba angkat," balas Ryuken sembari tersenyum tenang.

"Apa maksudnya itu, Ishida-san?"

"Jadi begini, semua yang aku tanyakan sampai sekarang adalah persiapan untuk melihat derajat kesensitifan dari jawaban yang ada di dalam memorimu. Apabila dari beberapa pertanyaan terdapat pertanyaan yang memicu derajat kesensitifanmu itu, maka jawaban itulah yang kan coba kita angkat. Tujuan kita sekarang adalah untuk membuka jawaban-jawab jadi sekarang kita perlu mencari cara mengangkat memori tersebut," ucap Ryuken sembari menjelaskan catatan buku yang ia pegang kepada Orihime.

"Begitu, ya," ucap Orihime dengan pandangan yang terlihat lelah.

"Inoue-san, tenang saja, aku akan berusaha memastikan kau aman bagaimana pun caranya. Aku ini adalah dokter di klinik ini, aku tidak akan membiarkanmu kesulitan,"

"Ishida-san … terima kasih banyak. Mohon bantuannya," ucap Orihime. Ryuken hanya tersenyum, diapun mengeluarkan suntikan berisi anestesi.

Ichigo terlihat semakin tegang melihat prosedur selanjutnya. Begitu pula Ishida yang tidak memalingkan pandangannya dari kejadian yang sedang terjadi.

"Baik, Inoue-san, anestesi ini berfungsi sebagai perileks syaraf dan juga akan meningkatkan sedikit adrenalin agar kau tidak panik ketika terpicu oleh pertanyaan sensitif terkait masa lalu yang sebelumnya sulit kau ingat," ucap Ryuken yang menjelaskan tanpa berhenti menyiapkan kebutuhan untuk penyuntikan. Ryuken pun mengenakan sarung tangan baru ketika akan menyuntik.

Ryuken mengoles kapas basah ke bagian kulit Orihime yang akan disuntik.

"Baik, Inoue-san, apakah kau sudah siap?" tanya Ryuken yang kini bersiap menyuntik.

Orihime terdiam sebentar dia melihat ke arah langit-langit. Sebenarnya dia agak ragu untuk meneruskan hal ini. Meskipun begitu, dia pun memandang ke arah Ichigo yang tengah memandang ke arahnya. Menyadari pandangan Orihime, Ichigo yang kaget memalingkan wajah. Namun, ia kembali memandang Orihime dengan tegas menunggu respon Orihime. Seakan, Ichigo menyerahkan semua pilihan kepada Orihime.

"Saya siap, Ishida-san," ucap Orihime. Ryuken terdiam sebentar sambil menekan sedikit suntikannya untuk mengetes laju anestesi di dalamnya.

"Baiklah, kalau begitu, mari berdoa untuk yang terbaik," Ryuken pun menyuntikan anestesi itu.

Orihime sebenarnya tidak merasakan sakit akibat suntikan, tetapi perasaan gelisah justru muncul ketika proses penyuntikan selesai. Meskipun demikian, selang beberapa menit, badannya yang agak gelisah dan tidak nyaman itu perlahan mulai terasa lebih tenang dan santai. Dia kini merasa bisa memikirkan beberapa bagian memori yang sebelumnya agak sulit ia ingat.

'Ichigo-sama, aku akan berusaha,' batin Orihime. Dalam pikirannya, ia seakan tengah ditarik kembali ke masa itu.

Seakan, Orihime tengah berdiri di atas kapal titik penyebab kaburnya beberapa ingatan milik Orihime. Pemandangan di dek kapal dan orang-orang di dalam kapal terasa begitu jelas dan tepat seperti yang ia ingat terakhir kali. Terutama tiga figur yang tengah berbincang di belakangnya. Tiga figur yang membuat matanya terbelalat dan hampir terendam air mata.

"Tolong bimbing aku, ayah, ibu, kakak," gunam Orihime yang kini tengah melihat ingatannya tentang keluarganya.

BERSAMBUNG...

A/N: Halo semua bagaimana ceritanya kali ini? Semoga berterima di hati ya :D. BTW, jika kalian baca chapter 15 atau sebelumnya dibandingkan dengan sekarang, tentunya kalian melihat perpedaan dari gaya penulisan. Ya, jadi setelah saya baca ulang beberapa chapter terakhir, saya harus akui meskipun (saya agak malu mengakuinya) bahwa tulisan saya dulu jelek banget ya ampun (meskipun sekarang juga kayaknya gak beda jauh :P). Dengan begitu, saya putuskan untuk menggunakan beberapa gaya tulis berbeda dan juga beberapa muatan cerita yang berbeda, Saya sadar bahwa cerita sekarang lebih sedikit komedi dan lebih banyak muatan informasi. Agak beda dengan buatan saya beberapa tahun lalu yang terkesan kaya slice-of-life (meskipun saya sendiri menikmati baca bagian itu-). Meskipun gitu, tenang aja, kedapannya saya akan coba untuk mempertahankan gaya komedi random dulu(yang sampai sekarang juga sebenarnya masih ada), tapi untuk sekarang rasanya ada baiknya untuk settle down dulu konflik yang dulu saya patik dan belum dilanjut. Nah mungkin itu dulu aja untuk chapter ini. Semoga kalian mendapat pengalaman membaca yang menyenangkan. Oh iya, satu hal yang ingin saya ucapkan lagi dan dulu juga ternyata merupakan kebiasaan saya, BUDAYAKAN REVIEW YA.