Dear Maid!

.

.

Disclaimer : Bleach adalah sepenuhnya milik Tite Kubo. Fanfict ini hanya bersifat hiburan non-profit.

A/N: Sehubungan dengan selama ini(dulu) saya salah merujuk nama ibu Ichigo; sebelumnya saya merujukny a dengan Misaki padahal yang betul adalah Masaki. Mulai chapter ini, saya akan mulai menggunakan nama character yang tepat. Terima kasih ya. Selamat membaca.

S2 - Ch.17: Ke Mana Kau Pergi?

Orihime berada di atas sebuah yacht putih yang di isi oleh puluhan orang berpakaian rapi. Dia berdiri sendiri di tengah kerumunan menatap ke arah lautan lepas. Kerumunan orang-orang di sana terlihat tengah berbicara satu sama lain. Hampir semua orang di sana berbicara dengan gaya bicara yang formal dan sopan. Pembicaraan itu sendiri hanya diisi dengan banyak basa-basi dan topik terkait bisnis dan beberapa topik terkait hukum. Sesekali Orihime melihat ke arah perbincangan di sekitarnya. Wajahnya yang mungil tidak terlalu peduli dengan apa yang ia dengar.

Gadis itu melihat tangannya yang mungil. Ia benar-benar merasa seperti tertarik kembali ke masa lampau. Bukan sebatas masa lalu biasa, tetapi masa yang begitu pedih. Entah sampai kapan ia akan bertahan sebelum melihat 'kabut merah itu'.

'Semuanya dimulai dari sini, kah?' batin Orihime.

"Orihime," suara itu memanggil Orihime dari belakang. Matanya agak terbelalak. Suara yang begitu membangkitkan ingatannya. Tidak perlu usaha keras baginya untuk mengingat milik siapa suara itu.

"Nii-sama," ucap Orihime memandang ke arah suara itu. Pria berambut ungu itu terlihat tengah tersenyum melihat anak kecil itu. Pria dipertengahan usia 20 tahun itu terlihat mengenakan jas abu-abu rapi sembari memenang segelas minuman.

"Ternyata kau di sini, ya? Ayo, kita kembali ke dalam," ucap kakaknya sembari merentangkan tangannya.

Orihime hanya terdiam dan memandangi tangannya. Ia terlihat begitu ragu dan gugup hingga pandangannya menjadi sayu.

"Eh? Ada apa Orihime?" ucap kakaknya yang kini berganti posisi menjadi jongkok. Orihime masih diam.

"Orihime? Halo, Orihime?" ucap kakaknya dengan nada yang halus. Orihime hanya berdiri di sana dengan tatapan kosong.

"Orihime … Orihime … Inoue … Inoue-san … Inoue-san," perlahan suara dari kakaknya berubah menjadi suara lain, masih suara yang ia kenali.

Perlahan pandangan mata Orihime menyapu ke arah samping, ia menemukan Ryuken yang berada di sampingnya. Perlahan pemandangan yacht dan laut berubah menjadi ruang pemeriksaan Ryuuken. Ia kini menyadari bahwa suara yang memanggilnya datang dari Ryuuken.

"Ishida-san?" ucap Orihime dengan wajah pucat. Posisinya masih tertidur di atas kasur pemeriksaan.

"Ah, sekarang kau bisa mendengarku, ya? Kau jatuh lagi ke dalam alam bawah sadarmu. Tentunya ini pasti akan terjadi sebaga efek samping dari anestesi yang aku berikan. Meskipun demikian, prosedur ini perlu aku lakukan untuk memastikan kau bisa kembali mendapatkan informasi sedikit demi sedikit," ucap Ryuken menjelaskan situasi.

"Ah, begitukah, Ishida-san? Ma-maafkan aku, hanya saja tadi aku seakan berada di tempat lain," ucap Orihime kepada Ryuken. Ryuken hanya menggeleng dnegan tersenyum.

"Tidak perlu khawatir," ucap Ryuken. Dia pun mengambil catatnnya dan menulis sesuatu.

"Baik, selanjutnya aku ingin kau melanjutkan deskripsi mengenai apa yang terjadi setelah kau bertemu dengan kakakmu, sebelum itu tolong sebutkan lagi nama kakakmu," ucap Ryuken.

Orihime mengangguk, tetapi dia masih merasa ragu.

"Baiklah, Ishida-san, saya akan berusaha lagi," Orihime memejamkan matanya secara perlahan. Ia menarik napas panjang dan segera bersiap mengucapkan nama tersebut.

"Sora-nii-sama," ucap Orihime tepat setelah dia membuka matanya.

Pria berambut ungu di depannya terlihat bingung dengan ucapan adiknya yang seketika menyerukan namanya.

"Iya, ada apa Orihime?" ucap Sora tersenyum memandang adiknya.

Orihime pun meraih uluran tangan Sora yang telah menantinya. Sora dan Orihime pun berjalan bersama ke dalam yacht. Mereka berjalan meninggalkan tempat mereka berdiri.

Orihime memandang ke depan dengan mata yang menanti-nanti kemana dirinya akan berlabuh.

Di sepanjang jalan Orihime melihat sekeliling ruangan di dalam yacht. Pemandangan yang tidak terlalu asing baginya, tapi di saat yang sama juga tidak begitu familiar baginya. Semua terasa begitu kabur. Seperti kerlipan lampu taman di tengah malam.

Begitu ia selesai menyapu pemandangan sekitar, ia segera mengarahkan pandangannya ke arah lelaki yang ia tuntun. Pria dengan wajah ramah yang tengah tersenyum ke arahnya. Salah satu orang yang terasa sudah terlalu lama tidak ia temui. Seorang kakak sekaligus penjaganya.

"Ada apa, Orihime?" tanya Sora.

"Ah, tidak, oni-sama, hanya saja …" ucapnya tidak kuasa menahan perasaannya yang bergejolak.

"Ah jadi begitu," Sora segera merogoh sesuatu dari satu jasnya

"HIH!?" Orihime seketika terkejut melihat kakanya mengeluarkan paha ayam utuh lengkap dengan sausnya yang menempel pada satu jasnya.

"Kau pasti laparkan? Nah sekarang coba bilang 'ahh'" ucap Sora yang mencoba menyuapkan paha itu.

"Apa!? Tidak-tidak! Mengapa oni-sama jadi menyuapiku!? Lagi pula, bagaimana bisa dan sejak kapan ada ayam di jasmu!" ucap Orihime yang melompat ke belakang kaget dan menunjuk ayam yang ada di genggaman Sora.

"Ah, tidak mau, ya? Yah sudah mau bagaimana lagi, berarti semua untukku, hehe," ucap Sora yang kembali merogoh sesuatu.

"Bukan itu maksudku, oni-sama, mengapa ayam itu-" Orihime terhenti ketika melihat kakaknya menaburkan kopi Kapal Api ke atas ayamnya.

Mulut menganga Orihime masih berlanjut ketika Sora dengan lahap memakan ayam itu.

"Ada apa Orihime? Kau berubah pikiran?" tanya Sora yang memakan ayamnya dengan lahap.

"Apa!? Mana mungkin aku-" ucapan Orihime terhenti ketika dia melihat kakaknya mengeluarkan mangga muda yang kemudian ia gigit bersama dengan ayamnya.

"Uwah! Ini luar biasa! Masam, manis, dan pedas yang tak terkalahkan!" ucap Sora yang begitu bahagia menggigit makanannya.

'Ya ampun kebiasaan makan anehnya masih tidak berubah,' batin Orihime sembari menghela nafas.

"Oi, Orihime kau mau kemana?" Orihime pun berjalan menjauh mencoba untuk memisahkan diri dari kakaknya sebelum orang-orang disekitarnya menyadari keadaan yang terjadi.

Orihime pun berjalan cukup jauh. Dari kejauhan kakaknya masih memakan berbagai macam hidangan dan mencampurkannya dengan bahan-bahan tidak lazim.

Orihime masih memandang aneh kakaknya itu. Dia agak tidak menyangka bahwa dia tidak sadar bahwa kejadian ini akan terjadi. Ya, tidak sadar akan kejadian ini.

Orihime berjalan menuju ke dalam ruangan itu. Dia tidak yakin akan berjalan ke mana tetapi kakinya tetap berjalan dengan lancar. Seakan langkahnya menuntunya ke suatu tempat.

Dia kini berada di ruangan berdinding putih dengan chandelier besar yang menghiasi atap ruangan. Ruangan itu dipenuhi dengan orang-orang yang tengah berbincang sembari memegang cangkir wine mereka. Ruangan dengan karpet mewah yang mengampar sepanjang dinding diisi dengan suara jazz yang dimainkan oleh para pemain band.

Mata Orihime terpaku pada keadaan saat ini. Begitu megah dan ramai. Dia seakaan berada di pesta besar yang didatangi oleh orang-orang dekat. Meski demikian, tidak ada satupun orang yang ia kenal dalam jangkauan penglihatannya. Hanya ada orang-orang tua yang tengah berbicara dengan orang tua lainnya. Entah apa yang mereka katakan tetapi semua terlihat terus bicara tanpa henti.

"Orihime," terdengar suara yang begitu familiar bagi Orihime. Suara yang masih ia terka tetapi begitu mengundang perasaan hangat ketika dia mendengarkan suara tersebut.

"Di sini kau rupanya," ucap suara itu disertai dengan belaian halus di atas rambut Orihime.

Tubuh Orihime membeku dan matanya terbelalat. Ia belum melihat ke belakang tapi dia yakin akan suara itu. Orihime pun mengalihkan pandangannya ke belakang dan dia pun mendapati seorang wanita paruh baya berambut oranye yang tengah tersenyum ke arahnya. Wajahnya masih muda dan dia juga memandang Orihime dengan senyuman yang hangat.

"Halo! Orihime, gimana kabarmu?" ucap wanita dengan gaun dan dan tas samping yang ia bawa. Dia masih tersenyum sembari melihat ke arah Orihime.

Orihime masih tertegun melihat sosok ini.

"Mi-Masaki-sama?" ucap Orihime yang baru mengenali orang yang menepuk kepalanya itu. Rupanya adalah Kurosaki Masaki.

"Wah! Kau masih ingat aku rupanya!" ucap Masaki yang tersenyum lebar sembari terus mengelus-elus kepala Orihime.

"Masaki-sama sedang apa anda di sini?" ucap Orihime yang terlihat begitu kaget.

"Sedang apa? Bukannya seharunya aku yang bertanya seperti itu kepadamu?" ucap Masaki sembari menempelkan telunjuknya ke pipinya.

"Lagipula kemana, ayah dan ibumu? Aku dengar mereka akan kemari tapi aku tidak menyangka mereka membawamu juga, ku kira kamu jadi pergi ke pertemuan dengan bocah itu," ucap Masaki yang tersenyum sembari melirik ke sana ke mari mencari keluarga Orihime.

"Pertemuan dengan bocah? Maksud Masaki-sama," tanya Orihime.

'Ara, apakah kita sedang bermain raja-rajaan, dari tadi kamu memanggilku dengan 'Masaki-sama', terus.

Orihime baru sadar bahwa sejak tadi dia memanggil Masaki dengan gaya maidnya. Ia lupa bahwa ketika kecil ia belum memanggil Masaki dengan nama itu. Dia sendiri lupa dengan gaya bicara seperti apa dulu ia memanggil Masaki.

"Eh maaf, ano … Misaka-oba … san?" ucap Orihime malu malu.

Masaki hanya terdiam medengar ucapan Orihime. Ia hanya tersenyum tanpa berbicara namun dengan wajah yang berbayang.

"Orihime. Bisa ulangi?" ucap Masaki yang masih tersenyum tetapi dengan mata yang menyala merah.

"Eh?" Orihime terkaget melihat reaksi Masaki. Dia berpikir apakah ia telah melakukan kesalahan fatal.

"AH!" dia baru ingat bahwa Masaki paling anti bila disinggung masalah umur. Namun, dia tidak menyangka bahwa anak kecil pun masih akan diprotes oleh Masaki.

"Ah, maaf Masaki-san! Iya Masaki-san! Wah, apakah Masaki-san baru operasi? Masaki-san terlihat begitu muda!"

Mata merah menyala Masaki seketika berubah menjadi mata berbinar dengan aura berbunga-bunga di sekitar Masaki.

"Kamu masih, lucu seperti terakhir kita bertemu ya? Mau jajan?" ucap Masaki yang tersenyum berseri-seri sembari mengusap-usap kepala Orihime.

Orihime hanya tersenyum maklum melihat Masaki. Meski demikian, dia memang merasa senang dengan pertemuan ini.

"Meskipun begitu, kau semakin dewasa ya sekarang. Aku senang bertemu lagi denganmu. Seandainya saja anak bodoh itu ada di sini, pasti kalian berdua bisa bermain bersama," ucap Masaki dengan wajah yang teguh.

Orihime langsung menangkap ucapan Masaki.

'Ichigo … sama?" batin Orihime yang kini melihat ke atas.

Seketika mata Orihime terbuka lebar tak kala ia berada di atas ranjang. Ia melihat sekitar dan menyadari bahwa ia masih berada di ruangan pemeriksaan.

"Hm? Ada apa Orihime?" tanya Ryuken kepada Orihime yang terlihat lesu.

"Apa yang terjadi?" tanya Orihime.

"Beberapa saat yang lalu aku menanyakan apa yang terjadi setelah kau bertemu kakakmu, dan di saat yang sama kau masih bercerita mengenai kelanjutan hal tersebut. Kau berhenti bercerita tepat setelah kau menjelaskan situasi pertemuanmu dengan Masaki-san," ucap Ryuken memandang catatnnya.

"Begitu ya, rasanya aku seperti benar-benar berada di sana, bersama oni-sama dan Masaki-sama,"

"Tidak bisa dipungkiri bahwa kau mungkin merasa berada di sana, meskipun pada kenyataannya itu hanyalah bagian dari alam bawah sadarmu. Kau saat ini sedang setengah sadar dan setengah tidak sadar," ucap Ryuken kepada Orihime.

Orihime terdiam sejenak. Ia masih belum terbiasa dengan perasaan yang perlahan kembali. Ruang pemeriksaan itu terdengar begitu sunyi. Hanya ada cahaya silau dari lampu pijar di ruangan itu.

"Ishida-san," ucap Orihime perlahan.

"Ada apa, Inoue-san?"

"Bisakah kita istirahat sejenak," ucap Orihime dengan wajah yang kembali pucat.

Ryuken terdiam mendengar itu. Ia menyimpan catatnnya di atas meja.

"Tentu saja, Inoue-san, beristirahatlah sebentar," ucap Ryuken tersenyum.

-orange-

Ishida dan Ichigo masih melihat situasi dari luar. Mereka melihat Ryuken yang beranjak dari tempatnya duduk dan segera mengambil sesuatu dari lemari. Dari luar ruangan, Ichigo menyapu pandangannya ke arah Orhime yang kini tengah dalam posisi duduk dengan pandangan yang tertunduk kebawah. Dia sedikit memegang kepalanya sembari mengusap-usapnya sedikit. Perlahan dia turun dari kasur dan segera berjalan ke depan.

"Oi, Ichigo, lihat," ucap Ishida yang menunjuk ke arah Orihime yang tengah berjalan menuju pintu keluar ruang pemeriksaan. Ichigo yang menyadari hal tersebut segera berjelan ke arah sana. Ishida pun tidak mau ketinggalan dan segera menyusul Ichigo.

Di samping pintu Ichigo menunggu Orihime keluar dengan pandangan yang tertuju ke depan.

Terdengar suara gagang pintu yang diputar. Ichigo segara maju sedikit untuk berbicara langsung dengan Orihime.

"Oi Inoue, kau tak-," kata-kata Ichigo terhenti ketika pintu tersebut menabrak wajahnya dengan begitu keras.

Dari sana terlihat Orihime dengan wajah polos dan cuek keluar dari sana. Jalannya terhuyung-huyung meninggalkan Ichigo yang tengah kesakitan memegang wajahnya.

"ICHIGO!" Ishida seketika berteriak dan melompat ke arah Ichigo yang masih terkulai kesakitan.

"ICHIGO BICARA PADAKU!" ucap Ishida yang menggoyang-goyangkan tubuh Ichigo tanpa henti tak kala dia masih megangi wajahnya yang baru saja terhantam pintu.

"Sial! Kalau saja, kalau saja aku-" ucapan Ishida terhenti setelah Ichigo melayangkan pukulan keras ke wajahnya.

"Brengsek kau Inoue! Bisa-bisanya kau membanting pintu ke wajahku!" ucap Ichigo tanpa sengaja baru saja menghempaskan Ishida. Ishida pun mendarat ke lantai dengan keras sembari menutupi wajahnya.

Ichigo segera menyusul Orihime yang masih berjalan sempoyongan.

"Oi, Inoue!" ucap Ichigo yang segera memegang pundak Orihime.

"HEI! Bisa-bisanya kau tanpa rasa bersalah membanting pintu ke arahku! Kau ini kenapa!?" bentak Ichigo.

Orihime pun berhenti berjalan. Dia perlahan melirik ke arah Ichigo secara menyapu, hingga di titik Orihime memandang Ichigo tepat di depan matanya.

"Ah … Ichigo … sama?" ucap Orihime perlahan dengan pandangan yang agak bingung. Ichigo segera memandang Orihime dengan agak aneh.

"Oi? Inoue?' tatap Ichigo. Tubuh Orihime sendiri terasa lemas di genggaman Ichigo. Rasanya tidak seperti Orihime yang selalu bertenaga.

"Ada yang bisa saya bantu?" ucap Orihime sembari memegang tangan Ichigo. Ichigo pun perlahan menurunkan tangannya.

"Ah, sudahlah lupakan," ucap Ichigo yang segera membuang wajah.

"Kalau begitu saya izin ke kamar mandi," ucap Orihime yang segera berjalan menuju arah kamar mandi.

"Ah, oke," ucap Ichigo yang segera melepas genggamannya dari Orihime. Ia nampak agak bingung dengan kejadian tadi. Tidak biasanya Orihime selemah itu, biasanya pundaknya akan terasa begitu kokoh dan bertenaga. Namun, tadi ia bisa begitu dengan mudah menggenggam pundak Orihime.

Dia pun melihat ke arah Orihime berjalan dan masih nampak Orihime yang berjalan tidak beraturan.

"Menyusahkan sekali," Ichigo pun mengikuti Orihime yang tengah berjalan menuju kamar mandi.

Ketika menyusuri lorong, Orihime terlihat beberapa kali memegang tembok untuk menyeimbangkan tubuhnya. Kadang juga ia berhenti sejenak untuk memegang kepalanya dan berjalan lagi.

'Sial apa sebenarnya yang diberi Ryuken-san," batin Ichigo yang terus mengamati dari belakang.

Ketika berjalan dekat lemari, Orihime yang tengah tertatih tidak sengaja mengacaukan langkahnya dan membuat tubuhnya akan menghantam lemari tersebut.

"Sial! Inoue!" ucap Ichigo yang segera berlari ke arah Orihime untuk menangkapnya. Namun tanpa di sangka Orihime segera membuat tumpuan di lantai menggunakan tangannya dan segeramembuat gerakan akrobat jungkir balik. Berkat itu, Orihime berhasil menghindari lemari di depannya dan bisa kembali ke dalam posisi berdiri dengan selamat.

"Eh?" Ichigo seketika teperangah melihat aksi Orihime tadi. Pada akhirnya, Ichigo yang masih dalam keadaan meluncur ke depan malah menabrak lemari di depannya menggunakan wajahnya.

Sekali lagi, Ichigo segera menutupi wajahnya lagi dengan kesakitan.

"ICHIGO BICARAPADAKUI" ucap Ishida yang tiba-tiba.

"Sial! Kalau saja, kalau saja aku-" ucapan Ishida terhenti setelah Ichigo melayangkan pukulan keras ke wajahnya.

"Sialan, INOUE!" ucap Ichigo yang kembali mencoba mengejar Inoue sambil meninggalkan Ishida yang terkulai lemah menutup wajahnya.

Di depan kamar mandi Ichigo melihat Orihime yang tengah berusaha membuka pintu. Ia terlihat kesulitan ketika akan membukanya. Tanpa basa-basi Ichigo segera mendekat Orihime dengan perasaan marah menggebu-gebu.

"OI! INOUE! Kurang ajar sekali kau ini! Apa-apaan dengan tadi itu!? Kau pikir lucu menghindar seperti tadi!? Aku yang jadi kena batunya!" ucap Ichigo. Orihime yang menyadari keberadaan Ichigo segera memandang arah tuannya itu.

"Ah, Ichigo-sama. Apakah anda mau menggunakan kamar mandi terlebih dahulu? Silahkan, tuan," ucap Orihime dengan polosnya mempersilakan Ichigo untuk masuk duluan ke dalam.

"Hey, bicara aoa kau ini! Sejak tadi kau aneh sekali? Ayo katakan apa yang sebernarnya terjadi tadi?" keluh Ichigo kepada Orihime.

Di sini Orihime terlihat agak ragu untuk mengatakan apa yang terjadi dia menganggap bahwa sebaiknya ia tidak mengatakan dulu apa yang ia lihat kembali dalam pikirannya.

"Maaf, Ichigo-sama, mungkin akan saya katakan nanti. Jadi apakah Ichigo-sama akan masuk duluan?" ucap Orihime yang terlihat agak tertekan.

Ichigo mengernyitkan dahinya, "cih, yasudahlah. Kau masuk saja sana, lagi pula siapa juga yang mau ke kamar mandi," ucap Ichigo sembari menyilangkan tangannya.

"Baiklah kalau begitu," ucap Orihime yang masih kesulitan membuka pintu. Ichigo menghela nafas melihat kelakuan maidnya itu.

"Hora … seharusnya kau putar dulu bagian ini," ucap Ichigo yang memutar bagian pengunci kamar mandi tersebut dan menarik gagang pintu tersebut.

"Ah! Terima kasih, Ichigo-sama. Kalau begitu saya permisi," ucap Orihime yang tengah memasuki kamar mandi tersebut. Pintu pun ditutup dari dalam.

Orihime pun segera duduk di atas kloset sembari memegangi rambutnya yang panjang itu. Ia mengusap-usap kepalanya sembari sedikit menggeleng-geleng kepalanya.

'Kenapa tadi ada Masaki-sama di kepalaku? Apakah kejadiannya memang seperti itu dulu?' batin Orihime yang masih terdiam dengan wajahnya yang kebingungan.

'Aku harus bagaimana? Ichigo-sama juga tadi menyakan apa yang sebenarnya terjadi kepadaku. Apakah aku harus terus terang tentang apa yang terjadi tadi? Tapi aku tidak mau Ichigo-sama semakin berpikir yang tidak baik kepada Masaki-sama, terlebih aku sendiri masih belum ingat kejadian selanjutnya," batin Orihime yang masih tetap dalam posisi tidak enak.

Orihim masih dalam posisi kebingungan dengan tindakan yang harus dia lakukan. Saat ini dia hanya butuh kesunyian yang bisa menenangkannya.

Di luar, Ichigo tengah memandang pintu dengan pandangan yang agak khawatir. Perasaannya agak bercampur melihat Orihime seperti tadi.

'Cih, apakah saat ini aku tidak salah membuat keputusan?' batin Ichigo merenungi keputusannya. Ia kembali mengingat ketika ia memutuskan bahwa Orihime perlu diperiksakan ke Ryuken.

'Gara-gara si pria bernama Gin iitu, kalau saja dia tidak datang, Orihime tidak akan banyak melamun. Jika dia tidak banyak melamun, aku tidak perlu membawanya kemari! Sialan!'

Ichigo kembali teringat kejadian tempo hari ketika soerang pria yang mengaku tungan Orihime datang. Hari yang aneh baginya. Pada umumnya, seharusnya dia merasa tidak terlalu terusik dengan ucapan pria bernama Gin itu tetapi entah mengapa dia merasa begitu tidak suka mendengar perkataan Gin sebelumnya. Entah karena gaya pria itu yang congkak atau mungkin karena efek yang pria itu sebarkan kepada Orihime, terlepas dari semua itu Ichigo tidak suka dengan pria itu.

Ichigo pun segera mendekat ke arah pintu dan memandang pintu tersebut. Ia merentangkan tangannya dan menempelkan tangannya di depan pintu tersebut.

'Sial, sebenarnya kenapa pikiran ini menggangguku,' batin Ichigo. Ichigo pun berhenti berpikir dan menghela nafas.

'Jangan memaksakan diri, Inoue,' batin Ichigo.

Tak lama berselang, perlahan terdengar suara engsel pintu yang terbuka. Rupanya Orihime baru saja selesai menggunakan kamar mandi.

"Oh Inoue kau suda-" belum tuntas Ichigo menyelesaikan kalimatnya, Orihime malah mendorong pintunya dengan begitu keras sehingga membuat wajah Ichigo terhantam lagi. Iya betul, terhantam lagi untuk ketiga kalinya.

"Hm?" Orihime yang baru keluar dari kamar mandi pun menyadari Ichigo yang tengah terbaring di lantai depan dengan posisi tengkurap.

"Ichigo-sama? Apa yang anda lakukan?" ucap Orihime yang sedikit mendekat dan memperhatikan Ichigo.

Dia pun mengubah posisi menjadi jongkok dan menyentuh Ichigo.

'A-apakah Ichigo-sama tertidur? Di tempat seperti ini?' batin Orihime yang terlihat kaget dan bingung.

'Seharusnya aku pindahkan, tapi biasanya dia pasti akan marah padaku kalau aku lakukan itu,' batin Orihime. Orihime pun tidak jadi memindahkan Ichigo dan malah mengubah posisinya saja ke menjadi posisi telentang.

"Ino-oue?" gunam Ichigo yang perlahan sadarkan diri..

"Ah, Ichigo-sama, anda sudah bangun? Bagaimana perasaan anda Ichigo-sama? Mengapa anda tidur di sini?" tanya Orihime dengan polos.

"Iyaa benar sekali! Oh, tentu saja tepat! Kemungkinan apalagi yang bisa ditebak ketika melihat kondisiku terbaring di depan kamar mandi tanpa alasan yang khusus! Tentu saja karena aku tidur!" sindir Ichigo yang sudah kesal dengan Orihime karena ulahnya yang membuat wajah Ichigo terus terhantam.

Orihime terdiam sejenak melihat Ichigo yang tengah mengomel. Ia sama sekali tidak mengikuti perkataan Ichigo karena terpikirkan apa yang harus ia katakan kepada Ichigo.

"Ano- … Ichigo-sama," ucap Orihime memotong ocehan Ichigo.

"Apa lagi! Belum beres aku mengomel sekarang kau memotongku? Daasar kau ini!" geram Ichigo.

"Bukan begitu, Ichigo-sama," ucap Orihime tegas dan perlahan. Hal itu membuat Ichigo terhenti sebentar.

"Ichigo-sama, tadi anda bertanya mengenai yang sebenarnya terjadi tadi, tapi saya minta maaf. Saya belum bisa mengatakannya sekarang, tapi saya akan berusaha mengatakannya semuanya setelah saya kembali ingat semuanya!" ucap Orihime dengan begitu menggebu-gebu dengan mata yang begitu tulus.

Ichigo tersentak mendengar jawaban Orihime. DIa bahkan sampai terdiam tetapi dengan pandangan yang agak bingung juga. Ichigo memejamkan matanya dan segera menghela nafas.

"Sebentar … ingat? Bagaimana caranya kau bisa lupa dengan hal itu Orihime, kau baru saja melakukannya tadi di depan lemari," ucap Ichigo. Mata Orihime langsung membuat mencoba mencerna maksud Ichigo.

"Eh? Apa maksud Ichigo-sama?" ucap Orihime kebingungan.

"Ya ampun, sudah kuduga gelar yang kau dapat dari kuliah tidak akan berguna, lihat saja sekarang! Kau bahkan menyalah artikan pertanyaanku tadi!" ucap Ichigo. Orihime agak kaget tetapi masih bingung maksud Ichigo.

"Ja-jadi maksud anda?" balas Orihime.

"Ya tadi aku hanya bertanya apa yang sebenarnya terjadi adalah bagaimana caranya kau bisa melakukan back flip ketika menghindari lemari tadi! Apakah sesulit itu pertanyaanku," jawab Ichigo. Orihime pun terdiam mendengar ucapan Ichigo.

Dia merasa telah buang-buang waktu setelah memikirkan maksud perkataan Ichigo mengenai. Perrtanyaannya tadi. Hal itu jelas membuat Orihime agak kesal dan membuatnya agak naik darah.

"Ano sa … Ichigo-sama bisa anda ulangi lagi pertanyaanmu? Rasanya saya bisa menjawab dengan 'cara akronbat' juga," ucap Orihime yang segera mengepalkan tangannya.

Ketika itu, Ichigo segera melompati Orihime untuk berusaha menghindar.

"Hehe, tidak akan lagi aku tertimpa malang karenamu!" ucap Ichigo yang sedikit meledek Orihime.

Tanpa Ia sadari ia melompat terlalu jauh dari Orihime hingga pada akhirnya ia justru malah mendaratkan wajahnya ke pintu kamar mandi di depannya lagi.

"AAHHH!" keluh Ichugo yang baru saja menabrak kamar mandi. Ia pun berteriak dan menggeliat sembari memegangi wajahnya.

"Kalau begitu, Ichigo-sama, saya akan kembali ke ruang pemeriksaan, saya yakin Ishida-san sudah menunggu saya. Jadi, saya permisi," ucap Orihime dnegan nada datar meninggalkan Ichigo.

"Oi … Iouu…he…(Inou … e)' ucap Ichigo yang sudah bonyok.

Ia pun ambruk dan membaringkan tubuhnya. Ia pun melihat langit-langit sembari mengusap wajahnya.

'Inoue, mudah sekali ditipu dia. Tapi baguslah ia percaya dengan bualan itu. Sepertinya memang aku belum bisa menanyakan apa yang terjadi tadi. Tertutama ketika dia menyinggung orang tua itu,' batin Ichigo yang kini terlihat serius.

Tidak lama berselang Ishida pun datang melewati Ichigo yang tengah terbaring di lantai.

"Um?" Ishida memandang Ichigo. Namun, dia hanya menatap ichigo dengan pandangan dingin dan jijik tak kala melihat wajah Ichigo yang penuh memar itu.

"Jangan harap aku membantumu lagi, Ichigo. MINGGIR! Aku harus ke kamar mandi!" ucap Ishida yang segera masuk ke dalam kamar mandi itu dengan membanting pintu.

"Eh?" Ichigo hanya bengong tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi tadi.

-orange-

Orihime kembali ke ruang pemerikasaan. DI sana Ryuken sudah menunggunya dengan tenang. Orihime pun mendekati Ryuken.

"Ishida-san, apakah kita bisa lanjut lagi?" tanya Orihime.

"Tentu," ucap Ryuken mengangguk. Orihime pun kembali naik ke ranjang pemeriksaan.

"Baik, Inoue-san, kita akan segera mulai lagi, aku akan memberikan lagi dosis anestesi itu lagi," ujar Ryuken yang tengah memasang sarung tangan karetnya. Dia pun mengambil botol kaca berisi cairan yang ia ambil sedikit menggunakan jarum suntik.

"Ishida-san, jika saya boleh tahu, apakah efek dari anestesi inilah yang membuat kepalaku sepusing ini?" tanya Orihime.

"Sebenarnya, itu bukan karena anestesi. Anestesi hanya memberikan efek lemas dan rileks. Dengan kata lain, apa yang kau alami saat ini karena efek samping dari wawancara yang aku lakukan dan ingatan yang kembali kau rasakan," jelas Ryuken.

"Begitu, ya," ucap Orihime kembali terdiam.

"Ishida-san, apakah aku akan berada lagi di tempat itu?" tanya Orihime.

"Kemungkinan besar kau akan merasa kembali berada di tempat itu, walaupun sebenarnya hal itu hanya persepsi yang digambarkan oleh ingatan dan perasaanmu. Aku tidak bisa menjamin kau akan kembali berada di sana atau tidak. Namun, aku akan berusaha sebaik mungkin agar kondisimu tetap stabil," jelas Ryuken. Orihime kembali terdiam. Dia memandang ke atas tanpa berucap.

Ryuken pun tetap memagang jarum suntiknya. Dia masih menunggu hingga Orihime memberikan jawaban selanjutnya.

"Ishida-san … mari kita lakukan lagi," jawab Orihime sembari memandang Ryuken.

"Baik," Ryuken pun kembali menempelkan jarum tersebut ke tangan Orihime dan segera menginjeksikan dosis anestesi tersebut.

Belum terasa apa-apa selain perasaan tegang milik Orihime. Dia pun mencoba menghela nafas untuk menjaga dirinya supaya tetap tenang. Entah mengapa proses ini selalu membuatnya gugup. Seakan Orihime akan memasuki pintu misterius yang dia sendiri tidak tahu akan ada apa di dalamnya.

Ryuken selesai memberikan dosis anestesinya. Dia segera mengambil buku catatannya dan bersiap untuk menulis.

"Baik, Inoue-san, kau siap?" tanya Ryuken.

Orihime memejamkan matanya dan menghela nafas.

"Aku siap," ucap Orihime.

"Baik aku akan melanjutkan pertanyaan selanjutnya," ucap Ryuken dengan suara yang mulai sayup-sayup.

Orihime membuka mata dan melihat dirinya tengah berada di dalam kerumunan yacht. Dia melihat Masaki yang sedang berada di sampingnya. Orihime kembali mengamati keadaan sekitar dan ia tetap melihat bahwa dirinya masih berada di yacht yang ia tumpangi saat ia masih kecil.

Masih dengan suasana ruangan yang sama dengan kerumunan orang yang tengah mengobrol, lantunan musik jazz yang begitu jelas terdengar, dan dekorasi mewah di sana sini.

Orihime kembali mengarahkan pandangannya ke arah Masaki. Ia baru menyadari bahwa saat ini Masaki tengah berbicara dengan Sora. Mereka terlihat tengah asyik berbicara mengenai suatu hal.

"Begitulah, Masaki-san, aku hanya berencana mengadakannya di rumah saja setelah upacara kelulusanku. Aku harap aku bisa segera membantu ayah dengan usaha yang lebih baik lagi," ucap Sora.

"Eh? Kau tidak salah ngomong? Sejauh yang aku lihat usaha keluargamu sudah sangat stabil dengan bantuanmu bahkan jauh sebelum kau meneruskan jenjang pendidikan magistermu, hahaha!" ucap Masaki sembari menepuk-nepuk pundak Sora.

"Ayolah, Masaki-san kau berlebihan sekali!" ucap Sora tersipu malu.

"Ayolah kau berhak mendapatkan semua pujian itu. Lagi pula, kau sudah jadi pebisnis yang luar biasa di usia mudamu! Kau tahu? Ketika aku seusiamu aku bahkan tidak tau bagaimana cara menggunakan mesin kasir! Hahaha!" ucap Masaki menepuk pundak Sora dengan semakin keras.

"K-kau benar Masaki-san, tapi … bisakah kau hentikan tepukanmu ini? Aku jadi mual karena tadi tepukanmu, terlebih tadi aku banyak menyantap makanan," ucap Sora dengan wajah pucat sembari menutup mulutnya.

"Hahaha, kau bisa saja- oh …" Masaki yang terus-terus menepuk pundak Sora membuat Sora mencapai batasan mualnya sehingga dia segera lari ke kamar mandi.

"Te-ternyata dia memang mual, ya? Kenapa, ya?" gunam Masaki dengan sedikit berkeringat sembari memasang wajah tidak berdosa.

Orihime yang melihat dari bawah hanya bisa memasang ekspresi maklum. Ternyata, kepribadian Masaki sudah sejak lama seperti itu.

"Masaki-san-,"

"Orihime,"

tak kala Orihime mencoba memanggil Masaki sembari melangkah. Ia tiba-tiba terpaku oleh satu suara yang langsung ia kenali. Rasanya suara itu seperti membangkitkan kembali perasaan yang sudah lama tenggelam. Orihime mematung sejenak. Dia masih mencoba mengira-ngira dengan pasti siapakah suara di belakangnya.

"Oya! Hoshiki-senpai ternyata!" ucap Masaki yang segera membalikan wajah. Di hadapan Masaki nampak seorang wanita dengan rambut violet yang panjang dan tengah menggunakan gaun putih. Wanita itu terlihat begitu anggun dan cantik. Tubuhnya yang ramping dan juga pakaiannya yang begitu modis membuat dia begitu sulit untuk tidak disadari keberadaannya.

"Wah, ternyata ada Masaki juga? Bagaimana kabarmu, Masaki? Terlebih bagaimana kabar Karin dan Yuzu yang baru lahir-" ucapan wanita yang bernama Hoshiki itu. Wajahnya memang mirip sekali dengan Orihime.

Di tengah ketergunan Orihime, ia masih tidak percaya bahwa sosok yang ia lihat bisa senyata ini. Wajahnya, suaranya, gerakan tubuhnya, gayanya, dan mimik wajahnya begitu terasa seperti ibu dari seorang Orihime. Orihime bahkan hampir ragu apakah hal ini benar-benar bisa terjadi.

Ia berjalan mendekati sosok tersebut. Perlahan tapi pasti. Semakin ia mendekat semakin terasa bahwa hal yang ia rasakan saat ini memang pernah terjadi. Fakta bahwa dulu memang ibunya ada memang seperti apa yang ia terlihat saat ini. Semakin dekat, ia berhadapan dengan ibunya yang tengah berbicara dengan Masaki.

Kini Orihime sudah berada di dekat kaki ibunya. Dia memandang ibunya dengan pandangan yang menyapu dari bawah ke atas. Masih ada rasa tidak percaya di benaknya. Namun, matanya kini memang memperlihatkan sosok yang sudah lama dirindukan oleh Orihime sendiri.

"Ibu?" ucap Orihime yang kini berusaha untuk menggapai sosok ibunya itu. Tangannya memanjang perlahan dan, segera setelah itu, tangannya berhasil mencapai ibunya. Wanita itu pun menyadari tangan yang berada di bawah kakinya itu.

"Ada apa, Hime?" ucap Hoshiki yang segera mengangkat Orihime dan segera memangkunya.

Mata Orihime terlihat kaget ketika dia berada di pangkuan ibunya. Terasa hangat. Terasa tenang. Terasa aman. Orihime merasa seperti kegelisahannya terhadap apa yang akan dia lakukan saat ini. Sebuah rasa ketika hatinya telah menemukan tempat yang ia cari.

Tanpa sadar, Orihime meneteskan air mata di atas pangkuan ibunya. Ia mendekap ibunya dengan begitu kuat.

"Hm? Ada apa Hime? Kau mengantuk?" tanya Ibunya sembari membelai Orihime. Orihime hanya menggeleng dan tersenyum di balik wajahnya yang didekapkan ke tubuh ibunya.

"Tidak, ibu, aku hanya … rindu ibu," balas Orihime.

"Begitu ya …" ucap ibunya perlahan sembari terus membelai Orihime. Masaki hanya bisa melihat dengan senyuman puas melihat situasi di depannya.

'Begitu, ya, aku ingat dulu aku juga mengalami hal ini. Namun yang aku sesali adalah, aku baru sadar lagi bahwa seperti inilah sifat ibu dulu. Begitu baik dan lembut. Kenapa aku bisa melupakan hal ini?' batin Orihime yang terus mendekap ibunya. Orihime sedikit terkejut terhadap ingatan baru ia peroleh kembali. Bak sihir yang mampu mengembalikan kembali momen yang terlupakan.

Pada titik ini, tiba-tiba beberapa momen yang pernah ia alami dengan ibunya mulai kembali muncul dalam benak Orihime. Seakan semua terputar kembali secara serentak.

Dia mulai ingat tentang hal-hal yang terjadi ketika dia akan beranjak pergi dari rumah ke yacht ini dan momen ketika dia berada di dalam yacht ini.

Perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan itu perlahan kembali memenuhi kepala Orihime.

Seakan-akan perasaan yang saat ini tengah ia proses berperan menjadi pematik terhadap ingatan-ingatannya yang dulu terasa begitu buram baginya.

Namun ada satu hal yang ia nilai agak aneh. Ada satu ingatan baru yang muncul namun masih terlihat buram. Entah apa itu.

"Hei, ngomong-ngomong, kau sudah bertemu dengan Sora, Masaki?" tanya Hoshiki.

"EH!? Ah itu anu … tadi sih aku sedang berbicara dengan dia, tetapi ketika aku berbalik sejenak dia menghilang!" ucap Masaki mencoba menutupi kesalahannya tadi.

"Eh begitu, ya? Kemana lagi anak itu, padahal Takafumi sejak tadi mencari dia," ucap Hoshiki Dengan tangan kirinya yang menopang dagunya. Mendengar nama itu, Orihime kembali terpatik akan figur yang tengah dibicarakan ibunya.

"Takafumi? Maksud ibu ayah?" tanya Orihime ke Hoshiki.

"Eh? Memangnya siapa lagi?" jawab Hoshiki.

"Ya ampun, Orihime kamu ini lucu sekali," balas Masaki sembari tersenyum.

"Seperti yang aku duga, seharunya aku membawa Ichigo kemari. Kalau kalian bertemu pasti kalian akan akrab. Sayangnya, Ichigo sedang ada karya wisata dari sekolahnya. Yah sayang sekali," ucap Masaki sedikit kecewa.

"Sudahlah, Masaki, lagi pula kau berbicara seperti datang ke sini sendiri saja. Coba gunakan waktu ini untuk bersantai dengan dia berdua seperti ketika kau muda dulu," ucap Hoshiki.

"WAH! Jangan-jangan kau sudah bertemu dengannya ya!?' ucap Masaki terkejut mendengarkan penjelasan Hoshiki.

"Iya, tadi aku sudah bertemu dengannya lebih dulu. 'Dia' sedang berbicara dengan Takafumi tadi," balas Hoshiki.

Orihime hanya memandang mereka berdua dengan bertanya-tanya siapakah gerangan yang tengah mereka singgung saat ini.

Ketika ibunya dan Masaki tengah berbicara kembali. Orihime mulai melihat-lihat keadaan di sekitar, untuk melacak keberadaan dua orang yang dimaksudkan tadi.

Dia memang masih ingat dengan rupa ayahnya namun masih ada samar-samar perasaan yang hilang ketika ia mencoba mengingat kembali ayahnya. Maka dari itu lah, Orihime mencoba untuk mencari ayahnya agar ia bisa segera mengingat kembali perasaan saat ia bertemu dengan ayahnya.

'Ini kesempatan bagus, aku harus mencoba mengingat kembali ayah, tetapi pertama-tama aku harus melihat dia terlebih dahulu,' batin Orihime yang kembali melihat ke sana dan kemari.

Belum lama berselang Sora akhirnya kembali dengan wajah yang lebih segar.

"Nah, akhirnya kau muncul, dari mana saja kau Sora? Mengapa kau meninggalkan Masaki di sini sendiri?" ucap Hoshiki yang menegur Sora berdasarkan penjelasan Masaki sebelumnya. Masaki hanya pura-pura meminum minumannya.

"Ah, iya maaf, tadi aku mual sehingga langsung berlari begitu saja ke kamar mandi. Maafkan aku Masaki-san," balas Sora membungkuk ke arah Masaki.

"Ahahah, tidak apa-apa kok. Sora. Jangan terlalu dipikirkan," ucap Masaki yang tersenyum sembari menepuk pundak Sora untuk ke sekian kalinya.

"Oh, iya tadi aku sudah bicara dengan ayah berkenaan dengan obrolan penting yang tempo hari dia sampaikan," ucap Sora.

"Begitu, ya? Baguslah kalau begitu. Artinya kau siapkan? Sora?" tanya Hoshiki.

"Ah, tentu saja. Kau juga harus bersiap ya Orihime, hihi," balas Sora tersenyum lebar. Orihime sedikit tidak paham dengan maksud Sora. Dia agak bingung mengapa ingatan berkenaan topik yang Sora sampaikan tidak bisa ia ingat.

"Eh!? Tentang apakah semua ini? Hei Sora ayolah beritahu aku!" ucap Masaki yang segera menarik dasi Sora.

"Ah!? I-iya sabar Masaki-san! To-tolong lepaskan dasiku," rintih Sora. Masaki pun mulai mengobrol dengan Sora.

Melihat hal itu, Orihime pun merasa penasaran dan berencana untuk turun dari dekapan Hoshiki. Melihat anaknya ingin beranjak turun, Hoshiki pun menurunkan Orihime turun perlahan.

Orihime segera berjalan mendekati Masaki dan Sora. Belum sampai ia mendekati Sora, ia tiba-tiba merasakan telapak tangan yang tengah menyentuh kepalanya. Orihime terdiam ketika merasakan tangan yang menyentuhnya. Telapak tangan yang menepuknya halus itu membuatnya merasakan hal familiar yang sama dengan apa yang ia rasakan ketika Hoshiko menyentuhnya.

'Ini,' batin Orihime. Serentak ia meresa begitu familiar dengan genggaman tangan tersebut. Sebuah genggaman yang sudah begitu lama tidak ia dapatkan lagi.

Lagi-lagi, muncul beberapa memori tentang momen yang berkaitan dengan sosok yang tengah memegang kepalanya. Hal-hal itu muncul lagi di kepala Orihime, semua terputar kembali di dalam benak Orihime.

'Tidak salah lagi, ingatan yang muncul ini berasal dari dia. Ayah,' batin Orihime. Ketika dia berbalik ke belakang, dia pun menemukan sosok yang memegang kepalanya. Orihime pun tersenyum melihatnya.

"Ayah!" gunam Orihime yang segera melompat ke arah ayahnya.

"Eh? Ada apa, Orihime? Mengapa kau bersemangat sekali sekarang? Sudah beres merajuknya?" ucap pria yang Orihime sebut dengan ayah itu. Dia tengah memegangi Orihime sembari mengusap-usap kepalanya. Pria paruh baya berkacamata dengan rambut oranye tua itu tengah memandangi Orihime yang kini tengah tersenyum.

'Benar juga, berdasarkan ingatan yang aku dapatkan ini, sejak sampai di sini aku memang dalam kondisi yang merajuk,' batin Orihime yang tengah menyadari sesuatu dari ingatannya.

"Yah, apapun itu baguslah sekarang kau sudah ceria," ucap ayahnya. Dia pun segera berdiri dan segera mendekati Hoshiki. Mereka pun berbincang mengenai suatu hal.

Melihat ayahnya dalam kondisi baik dan juga dengan sifatnya yang khas membuat Orihime kembali merasa lega bisa bertemu kembali dengan ayahnya yang ingatan tentangnya telah hampir ia lupakan.

Beberapa ingatan lain terkait ayahnya pun perlahan kembali muncul lagi dengan lebih jelas dan spesifik. Bahkan ingatannya tentang awal perjalanan keluarganya menuju yacht ini terasa semakin jelas. Meski demikian, satu ingatan lagi kembali muncul dengan gambaran yang tidak begitu jelas, sama dengan yang sebelumnya ia dapatkan dari Hoshiki.

"Hm …. Aneh," gunam Orihime yang sedikit merasa aneh dengan ingatan tersebut. Meskipun demikian, dia tidak terlalu mempedulikan hal tersebut mengingat saat ini ada hal yang lebih penting yang harus ia perhatikan.

Orihime sedikit menghela nafas. Pemandangan yang ada di depannya memberikan ia informasi baru juga informasi lama yang tidak ia sadari. Peristiwa ini dan kejadian inilah yang ia curigai sebagai awal mula masalah ingatannya terjadi. Perasaan ngeri kembali muncul ke dalam benaknya. Meskipun dia telah mendapatkan ketenangan, tetapi rasa ngeri ini lebih mendominasi. Mengingat fakta tersebut, ia kini mulai memikirkan tentang apa penyebab sejati yang menjadi penyebab ia kehilangan sebagian ingatannya dan sebesar apa hal tersebut.

Pikirannya melayang sesaat membuat ia agak melamun dan hilang dalam lamunannya.

"Eh?" mata Orihime dibuat kaget. Ia merasakan kegelapan yang seketika menutup matanya. Ada tekanan yang terasa menutupi sebagian wajahnya di bagian mata. Tekanan itulah yang membungkus penglihatannya. Semua berubah menjadi gelap total.

Di saat yang sama, tubuhnya membatu dan pikirannya dibuat kaku. Orihime langsung tertegun tak kala kegelapan datang begitu pula muncul ingatan baru yang membanjiri pikiran Orihime.

Seperti api yang menggulung rumput savanna, ingatan itu menyeruak dengan begitu cepat dan begitu banyak hingga sulit diproses secara satu persatu oleh benak Orihime. Sebagian besar ingatan yang ia dapat begitu gelap dan buram. Namun, ada sebagian kecil ingatan yang cukup jelas untuk dia ingat saat itu. Sebuah ingatan yang berhubungan dengan sosok yang ia ketahui saat ini.

"Ichigo …?" gunam Orihime yang seketika bermata sayu. Pandangannya kosong dan kini sebagian air mata menetes dari matanya.

"Huahahaha, kau salah! Sekarang tebak siapa aku! Jika salah aku akan memakan semua kare yang ada di sinu" ucap seseorang pria yang ternyata tengah menutup mata Orihime.

BUAGH!

"Bodoh! Mengapa kau mengganggu Orihime dengan candaan bodoh mu!? Kau tidak lihat dia tengah menangis hah!?" bentak Masaki sembari memukul pria yang tengah menutup mata Orihime.

"SAKIT! Masaki ~~ kau tidak perlu sekasar itu padaku," ucap pria berambut rancung yang tengah mengusap-usap kepalanya. Pria paruh baya itu pun menampakkan wajahnya yang tengah kesakitan karena sudah dipukul Masaki.

"Lagi pula kau mengagetkan, Orihime!" ucap Masaki sembari menenangkan Orihime.

"Eheheh, aku terlalu bersemangat karena dia begitu lucu. Orihime maaf kan aku ya~~," ucap pria itu sembari membungkuk.

Orihime hanya terpaku diam. Selain karena dia mendapatkan ingatan lain dari, ada hal penting yang selama ini tidak dia ingat dan bahkan ia duga. Bukan hanya hal ini penting, tetapi hal ini juga menjelaskan segala hal yang terjadi terhadap keluarga Kurosaki.

"I-Ishin-sama?" gunam Orihime menyebut nama pria yang ia lihat di depannya. Seorang pria konyol dengan tingkah yang begitu sulit ditebak. Suami dari Kurosaki Masaki dan ayah dari Kurosaki Ichigo, Kurosaki Ishin.

Kali ini Orihime tahu bahwa sesuatu sudah terjawab, akan tetapi bukan jawaban yang ia cari.

-orange-

Di ruang pemeriksaan Ishida dan Ichigo tengah membantu Ryuken. Mereka memastikan kompres dan juga alat bantu pernafasan untuk merawat Orihime terpenuhi.

"Uryuu, ambilkan aku senter," ucap Ryuken. Ishida pun segera mengoper senter yang ia genggam ke pada Ryuken. Ryuken pun membuka mata Orihime untuk dilihat kondisinya dengan alat penerangan.

Di sisi lain, Ichigo terlihat tidak tenang menanggapi peristiwa yang tengah terjadi di hadapannya saat ini.

'Cih! Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Inoue!? Ada apa denganmu," batin Ichigo yang terus berada di samping ranjang.

Alat pengukur detak jantung masih stabil akan tetapi Orihime masih dalam kondisi belum sadarkan diri.

"Ayah, kau yakin ini bukan karena Orihime kelebihan dosis?" tanya Ishida.

"Tidak, jika begitu kasusnya seharusnya dia sudah seperti ini sejak awal. Fakta bahwa dia tidak sadarkan diri ketika 'pertanyaan tadi' muncul merupakan pertanda bahwa apa yang terjadi padanya semua diakibatkan oleh pikirannya," batin Ryuken yang kembali duduk di kursinya.

Ichigo yang mendengar hal itu pun menggigit jarinya. Ia tidak habis pikir bahwa Orihime akan tiba-tiba kehilangan kesadaran di tengah sesi pertanyaan.

' 'mataku ditutup oleh seseorang'. Apa maksud Inoue tadi? Selain itu, mengapa ia langsung hilang kesadaran setelah mengatakan hal itu?' batin Ichigo.

Ichigo sangat kaget ketika jelas di depan matanya Orihime berhenti berbicara dan tubuhnya tiba-tiba terkulai lemas dengan mata yang tertutup. Sontak dia dan Ishida segera masuk untuk menolong Ryuken.

"Bersabarlah, Ichigo, Orihime-san pasti akan siuman," ucap Ishida sembari memandang Orihime.

Ichigo terdiam mendengar itu.

"Ah, kau benar," balas Ichigo.

"Uryuu, panggil ambulans 20 menit lagi, ini sudah hampir dua jam. Jika Inoue-san tetap tidak sadarkan diri hingga saat itu, maka kita terpakasa memindahkannya ke rumah sakit," ucap Ryuken dengan nada datar. Ishida hanya mengangguk.

"Apa!? Apa maksudmu Ryuken-san!? Bukankah kau yang bertanggung jawab penuh memastikan Inoue tidak apa-apa," ucap Ichigo menentang.

"Tepat sekali, maka dari itu kita akan memindahkan dia ke rumah sakit," ucap Ryuken dengan nadanya yang masih tenang.

"Tapi kau bilang dia akan, baik-baik saja selama terapi ini!" balas Ichigo dengan tatapan yang tajam.

"Benar begitu, tetapi yang saat ini terjadi di luar kemampuanku. Hanya Orihime yang mampu memastikan dirinya baik-baik saja dalam kasus ini,"

Ichigo terdiam sembari menaham emosinya. Ishida hanya terdiam memandang argumen kedua orang di depannya tanpa.

"Ryuken-san, seharusnya tidak begini, kau seharusnya menyembuhkan, Inoue," geram Ichigo.

Ryuken diam sejenak. Dia hanya memandang Ichigo tanpa berkata.

"Ichigo, apa yang terjadi saat ini adalah murni kapasitas individu yang melakukan terapi, ternyata, kapasitas Inoue-san tidak sanggup menahan ingatan lama yang muncul kembali. Sehingga, beginilah kondisi dia sekarang. Selain itu, Ichigo" ucap Ryuken.

"Ichigo, kau lah yang membawa Inoue-san kemari bukan? Seharusnya kau sudah memikirkan apa yang akan terjadi terhadap Inoue-san dan konsekuensi yang mungkin perlu kau lewati," jelas Ryuken.

Ichifo hanya terdiam mendengarkan penjelasan tersebut. Dia merasa telah melakukan kesalahan yang fatal. Dia tidak menyangka Orihime akan mengalami hal ini dan juga tidak siap akan situasi yang harus dia hadapi.

'Sial, Ryuken-san, benar kalau saja aku …' batin Ichigo. Ichigo pun memandang Orihime yang tengah dipakaikan selang oksigen.

"Ryuken-san! Apa yang akan mereka lakukan kepada Inoue apabila dia dibawa ke rumah sakit?" tanya Ichigo.

"Dia akan diberikan alat bantu kesehatan yang lebih lengkap dan canggih. Selain itu, kita hanya bisa melakukan check up," ucap Ryuken.

Mendengar hal itu, Ichigo tidak kuasa menerima perawatan tersebut bagi Orihime.

"SIAL!" teriak Ichigo sembari menggbrak meja.

"Kalau saja, kalau saja aku tidak membawanya kemari mungkin, saja, mungkin saja. AH!" geram Ichigo yang baru saja berdiri dan menendang kursi tempat duduknya.

"Inoue bertahanlah," ucap Ichigo yang secara refleks langsung memegang tangan Orihime.

Ishida dan Ryuken hanya diam melihat respon Ichigo.

Tak lama suara mesin pengukur detak jantung terdengar menjadi lebih stabil. Di saat yang sama, jari Orihime bergerak sedikit. Ichigo menyadari hal ini dan segera mendekat.

Ryuken yang melihat ini segera bersiap memeriksa Orihime dengan stetoskopnya.

Tidak berselang lama, matanya terbuka.

"I-Ichi-Ichi-go … sama?" gunam Orihime. Ryuken segera menempelkan stetoskopnya. Ryuken pun mengangguk ke arah Ichigo yang tengah terlihat bingung.

"Inoue, kau sudah sadar?" tanya Ichigo.

"I-Ichigo-sama," gunam Orihime, Ichigo pun hanay memandang Orihime menunggu lanjutan dari ucapan Orihime.

"-Jangan berisik … di sini adalah klinik," ucap Orihime dengan tatapan lemas dan suara yang halus.

Ichigo yang mendengar hal itu agak kaget namun juga lega.

"Ya, ampun ku kira apa," geram Ichigo sembari menggaruk kepalanya. Di sisi lain Ishida hanay tersenyum sembari kembali ke dekat Orihime.

"Sejauh ini kondisimu sudah cukup stabil, Inoue-san. Sekarang kau harus beristirahat dulu selama enam jam. Setelah itu kau perlu melakukan check up lagi," ucap Ryuken sembari melihat tulisan di kertas. Orihime mengangguk begitu pula Ichigo.

Tak kala Ichigo tengah mendengarkan penjelasan Ryuken, Orihime tengah memandang Ichigo. Ia melihat Ichigo sembari mengepalkan salah satu lengannya.

'Ichigo-sama, maaf,'

BERSAMBUNG

A/N: Halo semua! Bagaimana chapter kali ini? Apakah menarik? Nah khusus chapter ini saya, alias author, sengaja membuat satu chapter ini sangat panjang. Mengapa demikian? Saya menganggap bahwa konflik mengenai hilangnya sebagian ingatan Orihime harus segera menemukan titik akhir supaya tidak bertele-tele. Selain itu juga, chapter ini menjadi salah satu chapter yang pas buat nyeritain sedikit background story Orihime dan juga sedikit device cerita yang nanti bakal dipakai lagi buat menggerakan plot di chapter selanjutnya. Baiklah kalau begitu, saya harap chapter kali ini bisa menghibur meskipun memang unsur humor di sini masih belum ditonjolin lagi (chapter selanjutnya akan lebih menyajikan sajian humor seperti biasanya, jadi tetap staytuned ya). Satu lagi TOLONG BUDAYAKAN REVIEW, YA.