Dear Maid!

.

.

Disclaimer : Bleach adalah sepenuhnya milik Tite Kubo. Fanfict ini hanya bersifat hiburan non-profit.

S2 - Ch.18: Belok Kiri atau Kanan?

Ketika matahari baru saja menampakkan diri pagi hari itu, seorang pemuda dan gadis di sampingnya tengah berada di dalam mobil yang menyusuri jalanan perbukitan. Pemuda dengan rambut merah yang dikucir itu terlihat tengah fokus melihat jalanan sementara gadis di sampingnya sedang sibuk melihat GPS.

"Oi, Rukia, kau yakin ini jalannya?" tanya Renji dengan ekspresi yang agak kesal.

"Tentu saja aku yakin! Lihat GPS-nya jelas-jelas menunjukkan arah sini," balas Rukia sembari menunjukkan ponselnya ke wajah Renji.

"Oi, singkirkan itu! Aku tidak bisa melihat!" ucap Renji yang menggeser ponsel Rukia dengan tangan kirinya. Rukia pun menarik tangannya sembari terus menekan-nekan layar ponselnya.

"Lagi pula aku tidak percaya, alamat yang diberikan si Ichigo brengsek itu ternyata sejauh ini," keluh Renji tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

"Kau sendiri sama saja, Renji. Kau ini baru keluar rumah sakit, kenapa repot-repot menyetir mobil ini?" balas Rukia dengan pandangan sinis.

"Ka-kau ada benarnya …" balas Renji dengan respon yang lesu.

"Tapi, tentu saja alasannya adalah mana mungkin aku membiar kau yang menyetir, Rukia," balas Renji yang merasa sedikit malu. Pandangannya agak digeser ke samping.

"Tidak sopan, kau sedang meremehkan kemampuan mengemudiku, ya? Cepat ke pinggir, biar aku yang bawa mobil ini!" ucap Rukia dengan nada yang sedikit naik.

"BUKAN ITU MAKSUDKU- ya ampun kau ini ... sudahlah lupakan," balas Renji yang malah semakin kesal dengan respon Rukia.

Mereka kini tengah memasuki area perbukitan. Tujuan mereka tentunya adalah South Karakura. Kalau bukan karena kabar dari Ichigo yang menjelaskan kondisi Orihime, mungkin Rukia yang tengah menjenguk Renji tidak akan bergegas pergi ke lokasi Ichigo berada.

"Lagi pula, hari ini aku tidak bersama Yumichika, jadi aku menjengukmu sendirian," balas Rukia yang masih berusaha memberikan penjelasan.

"Iya, iya, apapun itu aku tidak peduli. Hal yang paling penting saat ini adalah di mana kita sekarang?" balas Renji.

"Oh, sebentar," ucap Rukia dengan pandangan lugunya melihat ponsel. Renji hanya menghela nafas mendapati respon yang lama.

"Uhm, ini aneh," mendengar ucapan Rukia tersebut Renji mulai merasa ada hal ganjil yang tengah terjadi.

"Oi, apa maksudmu dengan 'ini aneh' tadi, huh?" ujar Renji dengan pandangan tajam.

"Eh …,"

Renji masih memandang Rukia dengan tajam menunggu jawabannya. Rukia pun salah tingkah dan hanya tersenyum bodoh.

"Eh .. hehehe, anu, Abarai-san-"

"Apa maksudmu dengan 'Abarai-san', kau pasti salah baca peta kan!?" geram Renji yang sudah yakin letak kesalahan gadis yang berada di samping kursi kemudi itu.

"U-hum, biar aku jelaskan. Kalau disebut salah baca peta tentu saja tidak, tapi ternyata kita sudah jauh melewati alamat yang diberikan. Jadi aku tidak salah baca peta, tetapi kita tersesat," ucap Rukia dengan pandangan konyolnya kala menjelaskan kondisi saat ini menggunakan ilustrasi dengan gamabr kelincinya.

"TERSESAT ITU ARTINYA KAU SALAH BACA PETA! Selain itu, dari mana kau bisa mengeluarkan kertas dan menggambar secepat itu?" teriak Renji.

"Mohon maaf atas ketidaknyamannya," balas Rukia yang seketika mengubah ke posisi menunduk.

"Mohon maaf matamu! Ah, ya ampun, harusnya kita naik kereta saja," gunam Renji kesal. Rukia hanya tersenyum malu dengan kelakukannya.

"Tapi aku tidak mengerti, mengapa si Ichigo itu baru memberitahukan hal ini setelah Orihime selesai dengan perawatan apapun itu namanya," ucap Renji yang seketika mengubah suasana.

Rukia hanya menghela nafas. Dia menyandarkan tubuhnya sebelum menjawab.

"Aku pun cukup terkejut dengan kabar yang ia berikan. Mengingat kejadian tempo hari, perilaku Orihime memang sedikit berbeda dari biasanya. Dia lebih banyak melamun, tetapi aku tidak menyangka penanganannya akan sejauh ini," jelas Rukia. Renji hanya terdiam setelah mendengar hal itu dan kembali fokus melihat ke depan.

"Si Ichigo itu …" gunam Renji.

'Yah, tentu saja Renji akan kaget. Dia baru saja keluar dari rumah sakit dan mendengar kabar bahwa Orihime tengah mengalami kesulitan sebesar ini. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana perasaan khawatir dan bingung yang Renji tengah alami saat ini. Pria yang malang,' batin Rukia sembari menatap Renji khawatir.

" … Seharusnya dia memberikan Super Martabak Bros. seperti janjinya! Sialan! Si bodoh itu benar-benar egois sampai-sampai mengkorupsi permainan yang dia janjika-" ucapan Renji terpotong oleh pukulan kuat yang dilontarkan Rukia ke kepala Renji. Mobil mereka hampir masuk ke lajur lain kalau saja Renji terlambat mengendalikan kemudinya.

"SIALAN! RUKIA! APA-APAAN ITU!? KAU TAHU KAN AKU BARU SAJA KELUAR RUMAH SAKIT! KAU MAU MEMBUATKU MASUK RUMAH SAKIT LAGI!?" teriak Renji yang mengusap-usap kepalanya.

"Cih," geram Rukia sembari memalingkan wajahnya ke kaca samping.

"Oi! Jawab aku!"

Matahari pun mulai meninggi tak kala perdebatan ini terus berlangsung.

-orange-

Pemuda berambut merah dan gadis berambut hitam itu tengah duduk di depan parkiran minimarket. Mereka tepat duduk di depan sedan hitam yang sedang diparkirkan.

"Mmbadi wenji, emmama wita swawan?" ucap Rukia yang tengah sibuk mengunyah roti stroberinya dengan mulut yang belepotan dengan krim.

"Jujur aku tidak mengerti sama sekali ucapanmu. Habiskan dulu baru bicara!" keluh Renji dengan perasaan muak. Dia pun meneguk jus apel kemasan yang tengah ia genggam.

Rukia pun mengunyah roti itu hingga tuntas ia telan. Dia pun meraih sapu tangan yang ada di sakunya dan segera membersihkan mulutnya.

"Jadi, Renji ke mana kita sekarang," ucap Rukia dengan tatapan yang begitu serius tanpa ia sadari ia meninggalkan sedikit krim di dagunya.

"Oi, apa-apaan dengan respon yang serius dengan penampilanmu, itu. Merepotkan saja," Renji pun mengambil sapu tangan Rukia dan dengan sukarela membersihkan krim yang tersisa.

"Oi! Renji! Kau sadar apa yang kau lakukan! Hentikan! Aku bukan anak-anak!" geram Rukia yang terus memberontak. Renji hanya memandanginya dengan tatapan cuek dan masa bodo.

"Kalau kau merasa sudah dewasa, minimal bersihkan mulutmu dengan benar. Ini!" ucap Renji yang memberikan sapu tangan Rukia.

"Renji …" Rukia terdiam sembari mengambil sapu tangan ini. Renji hanya memejamkan matanya menunggu respon Rukia.

"TADI ADA KRIM DI WAJAHKU!? MENGAPA KAU TIDAK BILANG!?" teriak Rukia kaget karena baru menyadari apa yang terjadi.

Hal itu membuat Renji terperanjat kaget menanggapi kebodohan gadis di sebelahnya ini. Rasanya ia ingin segera membawa mobil ini dan segera meninggalkan Rukia di tempat entah-berantah ini. Sayangnya, kunci mobil di pegang oleh Rukia, sehingga Renji harus mengurungkan niatnya.

'Dia ini memang bodoh atau sengaja?' batin Renji yang kewalahan menanggapi Rukia.

"Oi, jadi bagaimana? Ke mana kita akan pergi sekarang?" tanya Rukia.

"Ah, benar, sepertinya kita perlu kembali ke arah kita datang dan mengambil belokan berbeda di pertigaan sebelumnya," gunam Renji sembari mengingat-ingat instruksi peta dan ingatannya tentang jalan.

Rukia hanya mengangguk dengan polosnya mendengarkan ucapan Renji.

Renji pun menyeruput kembali jus yang ada di genggamannya hingga habis tak tersisa. Setelah habis, ia meraih kembali kantung plastik yang berisikan aneka ragam jajanan yang mereka beli dari minimarket. Renji mengambil sebuah roti yakisoba.

"Hei, Renji … sebenarnya aku masih bertanya-tanya sampai sekarang. Sebenarnya apa yang terjadi padamu saat itu?" ucap Rukia tanpa melirik ke Renji.

Renji hanya terdiam sembari memegang roti yakisobanya. Respon Renji itu membuat Rukia melirik ke arahnya dengan seksama.

'Sepertinya aku terlalu awal menanyakan hal itu, toh dia juga baru keluar rumah sakit hari ini. Pasti dia masih merasa risau dengan apa yang telah terjadi sebelumnya,' batin Rukia sembari memejamkan mata dan mengangguk.

Rukia pun melirik ke arah Renji. Tangannya berusaha menggapai pundak Renji. Ketika Rukia menundukan badannya dan melihat ke arah Renji.

Pemuda berambut merah itu ternyata tengah tertidur dengan balon ingus yang mengembang dari hidungnya.

BUAGH!

Pukulan Rukia mendarat di kepala Renji untuk kedua kalinya.

"Teme … RUKIA! APAAN KAU INI!" ucap Renji yang sudah sadar.

"Aduh … aduh, maaf, Abarai-kun, tanganku kepeleset," ucap Rukia tersenyum puas. Renji hanya menggeram menahan rasa sakit di kepala sembari melihat Rukia dengan penuh dendam.

"Dasar, pendek … kalau kau mau menyalurkan tenaga gorilamu aku sarankan kau pergi ke gunung dan hantamlah batu-batu di sana sepuasmu!" teriak Renji kepada Rukia. Jelas itu membuat urat kepala Rukia semakin bermunculan.

"Pendek? Gorila?! Hei, kepala nanas! Lagi pula kau yang mulai! aku ajak bicara malah tidur! Kau pikir aku radio tengah malam, hah!?" balas Rukia yang saling beradu dahi dengan Renji.

Mereka berdua terus menggeram dengan mata yang berapi-api.

"HUH!" gunam mereka berdua yang kemudian saling membalikan badan dengan tangan yang disilangkan.

"Lagi pula, pembicaraan apa yang mau kau lakukan denganku?" balas Renji yang sedikit melirik ke belakang.

"Hah …" Rukia pun menghela nafas dan menundukkan kepalanya.

Dia membalikkan badannya, "hei, sebenarnya apa yang terjadi pada hari kau dikeroyok orang-orang saat itu?" tanya Rukia dengan pandangan serius.

"Apa, ternyata hanya itu?" balas Renji yang kemudian terlihat lebih santai ketika memahami pertanyaan Rukia. Renji pun membalikkan badan dan segera menempelkan tangan ke dagunya.

"Yah, hari itu, seperti biasa, aku baru saja selesai main di game centre dengan Ichigo dan Ishida. Kami baru selesai berlatih untuk kompetisi game yang akan kami lakukan bulan depan. Saat itu, kalau tidak salah, Ikkaku tidak ikut karena harus membantu ibunya membuat kue untuk hajatan tetangganya. Heh, dia memang wajah preman dengan hati Hello Kitty," ucap Renji terkekeh. Rukia hanya membeku memandang Renji dengan pandangan aneh bercampur kesal.

"Iya … Iya sabar, aku baru mau mulai, okey?" balas Renji yang menyadari ada ketidakpuasan dari gadis di sampingnya.

"Lalu setelah itu, kami berencana untuk makan malam di luar. Tentu saja Ishida yang bayar karena aku dan Ichigo sudah bersekongkol untuk membuat dia kalah taruhan dari permainan yang sebelumnya kita lakukan. Heh, saat itu sangat mudah, dia bahkan tidak curiga sedikit pun saat aku dan Ichigo sengaja tidak berduel dan menunggu karakternya tiba. Ya ampun lucu sekali," ucap Renji terkekeh sembari tersenyum lebar. Aura menakutkan semakin terasa dari gadis di sampingnya. Mata Rukia terlihat sangat tajam dengan ketidakpuasaan yang terpancar begitu jelas.

"Ah! Baik-baik! Aku baru mau ke sana!" ucap Renji sembari menggoyang-goyangkan tangannya.

"Lalu setelah kami makan ramen, saat itu sangat luar biasa sekali! Kau tahu? Ramen di sana sangat enak karena kau bisa meminta nasi sepuasnya untuk dicampurkan dengan ramen! Kau percaya itu!? Sepuasnya! Kami sampai lepas kendali hingga-," kata-kata Renji terhentikan ketika dia menyaksikan gadis berambut hitam di depannya sudah menenteng kunci inggris yang ia perlihatkan dengan jelas di hadapan Renji.

Renji pun menelan ludah tak kala melihat reaksi dari gadis itu yang sudah sangat mencekam dan ganas.

"AH! IYA! AKU INGAT! Jadi … setelah kami makan aku pun pulang sendiri karena Ichigo harus mengantarkan Ishida yang makan nasi ke rumahnya. Kami pulang larut saat itu, terima kasih karena makanan enak di kedai itu. Ketika aku berjalan di pertigaan pasar Karakura, ketika itu aku dihampiri oleh dua orang misterius. Yang satu berbadan besar sementara yang satu lagi berbadan tinggi," jelas Renji. Rukia pun mulai mendengarkan dengan seksama dan dengan wajah yang kembali tenang.

"Lalu?"

"Awalnya aku menyangka mereka berdua hanyalah pejalan kaki biasa, tetapi entah mengapa mereka terus mengikutiku dari belakang. Aku sudah curiga kalau mereka adalah pencopet jadi aku memutuskan untuk berjalan ke dekat pos polisi sekitar. Namun sebelum itu terjadi, mereka sepertinya sudah tahu dan memegang pundakku," balas Renji.

"Kalau tidak salah, saat itu orang yang berbadan tinggi mengatakan sesuatu tentang aku yang tidak boleh terlalu congkak dan beberapa hal tidak jelas mengenai permainan dan lain sebagainya. Dari sana aku tahu mungkin mereka bukanlah pencopet tetapi orang yang punya dendam denganku. Ketika aku mencoba melihat ke arah orang itu, seketika orang berbadan besar menghantamku dengan sangat keras di kepala. Dia juga terus menghantamku di perut dan wajah. Sampai akhirnya si pria berbadan tinggi menghentikannya," mata Rukia seketika melebar mendengarkan kisah tersebut. Renji melihat Rukia sebentar dan segera melanjutkan ceritanya.

"Yah … aku sendiri tidak tahu siapa mereka. Terakhir aku ingat si pria berbadan tinggi itu menyuruh pria badan besar itu untuk mengingat rencana mereka. Pria berbadan besar itu pun berhenti, tetapi mereka berdua malah memindahkanku ke dalam bak sampah di gang terdekat. Mungkin mereka ingin menyembunyikanku. Yang jelas karena orang-orang brengsek tersebut membuangku ke tempat sampah, akhirnya kakiku malah terkena serpihan botol kaca di sana. Benar-benar kalau saja aku bertemu lagi dengan para bedebah itu akan kupastikan mereka merasakan hal yang sama!" gunam Renji dengan santai. Renji pun menggigit yakisobanya. Ketika melirik ia mendapati Rukia yang melamun sembari memandang ke arah lain.

"O-oi, tapi kau tidak perlu khawatir, Rukia. Lihat aku sudah lebih sehat dan-"

"Bodoh, percuma saja kau ikut dojo dan berlatih di bawah Nii-sama. Aku sampai bingung, ke mana sebenarnya ilmu yang kau pelajari?" sindir Rukia yang memotong ucapan Renji. Jelas kata-kata itu menusuk jantung Renji hingga membuatnya kehabisan kata-kata.

"HEI! SAAT ITU AKU TIDAK MEMBAWA BOKKEN-KU! LAGI PULA SAAT ITU MALAM DAN-"

"Tapi aku sangat bersyukur kau tidak terluka parah, Renji. Lain kali tolonglah lebih berhati-hati," ucap Rukia sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.

Renji pun terdiam mendengarkan kata-kata itu. Dia pun merasa malu begitu pun Rukia.

"A-ah, tentu," ucap Renji sembari mengusap kepalanya.

Rukia terkekeh sedikit. Renji yang menyadari hal itu pun ikut terkekeh dengan respon Rukia.

"Kau ini senang sekali memotong kata-kata orang ya?" sindir Renji yang masih tersenyum.

"Hm, rasanya aneh disebut demikian oleh orang yang bahkan tidak berhati-hati saat bertindak," balas Rukia yang tersenyum kepada Renji.

"Yah … mungkin kau benar. Hoam~~, egh, ah, rasanya aku akan berbaring sebentar di mobil. Bangunkan saja aku setengah jam lagi," ucap Renji yang baru saja merengangkan badannya. Rukia hanya mengangguk dan segera melanjutkan memakan jajanan yang lain.

Renji pun masuk ke dalam mobil dan segera mengatur kursinya agar dia bisa berada dalam posisi berbaring.

Renji pun mencari posisi nyaman di atas jok mobil tersebut. Dia memandang atap mobil dan memikirkan apa yang diucapkan Rukia.

"Harusnya aku tidak membuatmu khawatir, maaf, Rukia," dia pun menutup matanya dengan lengannya dan segera beristirahat.

-orange-

Mobil yang ditumpangi Rukia dan Renji telah sampai ke pertigaan tempat mereka salah belok. Rukia pun segera membandingkan jalur yang ada di GPS-nya dengan apa yang ada di depan matanya.

"Hm, I-iya aku pikir sama- tapi … ah tidak aku pikir sama … tapi,"

"Hah, ya ampun," Renji pun segera mengambil ponsel milik Rukia dan segera memeriksa peta.

"Oke," dia pun dengan santainya belok ke salah satu arah tanpa berpikir dua kali.

"Oi! Kenapa kau tidak mengecek dulu kemana arah kita belok!" keluh Rukia.

"Ya ampun kau ini bodoh atau bagaimana? Kita berada di pertigaan, kalau kita lurus kita kembali ke Karakura dan juga kita baru saja melewati jalur yang salah tadi, dengan kata lain belokan inilah yang merupakan jalur yang tepat menuju South Karakura!" jelas Renji dengan tenang. Rukia hanya bengong memandangi Renji.

"Waw, Renji, ternyata … kau cerdas juga," ucap Rukia sembari membasuh air matanya.

"Apaa-apaan responmu itu!? Kau pikir aku sebodoh apa?" geram Renji.

"Hm, biar kulihat," gunam Rukia sambil berpose menaruh telunjuknya di dahinya.

Cukup lama hening di mobil.

"Ah, terlalu sulit aku hitung, kita sepakati saja bahwa kau bodoh. Sekian dariku," ucap Rukia dengan entengnya.

"Anak ini benar-benar," geram Renji yang menahan amarahnya.

Rukia hanya tertawa ringan melihat respon Renji.

Mereka pun berdiam selama perjalanan. Melihat-lihat ke arah langit menjadi hal yang Rukia lakukan ketika Renji begitu fokus memandangi jalanan.

Rukia mengeluarkan lagi cemilan yang ia beli di minimarket tadi. Ia pun mengambil sebuah sosis siap makan.

"Mau?" ucap Rukia menawarkan makanannya ke Renji. Hal tersebut tentu menyita perhatian Renji dan membuatnya melirik ke arah Rukia.

"Tidak. Terima kasih, kau saja," balas Renji. Rukia pun hanya mengangkat bahunya dan segera memakan sosis tersebut.

"Kau, ini … padahal tadi kau sudah makan segala macam cemilan, tapi entah dari mana nafsu makanmu bisa datang. Aku penasaran mengapa badanmu masih sekecil ini sejak dulu," respon Renji.

Rukia melirik ke arah Renji dengan sedikit pandangan meremehkan.

"Hm, tentu saja! Tubuhku ini akan selamanya langsing," ucap Rukia dengan nada sombong.

"Ya, kalau yang kau maksud lebih langsing dari 'milik' Orihime. Aku setuju," ucap Renji yang dengan polosnya melihat ke arah dada Rukia.

BUAGH!
"Ah begitu ya? Terima kasih, terima kasih," ucap Rukia yang tertawa satir dengan urat kepala yang masih menyala.

Renji hanya terdiam menahan tangisnya ketika kepalanya benjol. Dia hanya diam karena di titik ini dia tahu bahwa apapun yang ia katakan hanya akan menambah benjol di kepalanya.

Mereka mulai memasuki kawasan pegunungan. Hal tersebut membuat jalannya menjadi berkelok-kelok. Meskipun demikian, perlahan, pemandangan kota yang terlihat kecil dari kejauhan itu mulai terlihat oleh mata mereka.

"Renji … menurutmu, apa yang sebenarnya terjadi dengan Orihime sampai-sampai dia harus menjalani terapi ini, ya?" balas Rukia memecah kesunyian.

"Entahlah, selama ini aku berada di rumah sakit. Lagi pula, kaulah yang paling dekat dengan Orihime. Mengapa repot-repot bertanya pendapatku?" balas Renji. Rukia hanya menghela nafas mendengar respon yang kurang menarik itu.

"Lagi, pula, ketimbang menebak-nebak, alangkah baiknya kau tanyakan langsung saja nanti ke Orihime setelah kau bertemu dengannya,"

"Sejujurnya aku tidak yakin dengan hal itu. Maksudku, aku takut salah berbicara kepadanya,"

"Maksudmu, kau takut malah bertanya bagaimana 'milik' Orihime bisa sebesar-,"

BUAGH!

"Ma-maafkan aku," ucap Renji yang memohon setelah Rukia kembali memberikan pukulan saktinya.

"Hm, bukan itu maksudku! Maksudku, kau dengarkan dari Ichigo kalau Orihime mulai sering melamun apabila mendengar ucapan-ucapan yang menggugah memorinya? Maksudku, bagaimana bila aku ternyata mengatakan hal yang memperburuk kondisinya?" ucap Rukia dengan ekspresi yang khawatir. Renji melirik sedikit dan kembali menatap ke depan.

"Pertama, untuk kesekian kalinya, aku tidak tahu apapun karena tengah di rumah sakit. Kedua, ketimbang mengkhawatirkan apa yang akan kau katakan, bukankah yang seharusnya kau khawatirkan itu adalah Orihime sendiri. Maksudku, kalian teman kan?" ucap Renji santai.

Perkataan sederhana Renji perlahan melepas sesak yang tengah meresahkan Rukia. 'Teman' kata-kata itu terasa sangat tepat untuk menambal kekosongan yang ia rasakan saat ini.

Rukia tersenyum. Dia terlihat puas.

"Kau ternyata benar-benar cerdas. Aku tidak menyangka. Untuk kali ini saja," gunam Rukia dengan gaya yang merendahkan.

"APA!? Sialan kau masih menganggapku, bodoh! Setelah kata-kata keren yang aku katakan tadi kau masih menganggapku, bodoh!?"

Rukia hanya tertawa sementara Renji terus memarahi Rukia atas ucapan Rukia. Pola komunikasi ini berlanjut terus hingga akhirnya mereka mendekati kota.

Tanpa terasa, kini mereka tengah masuk ke pusat kota South Karakura.

"Oi, Rukia, cepat lihat arah menuju Klinik Ishida," pinta Renji kepada Rukia.

Rukia segera mengangguk dan segera melihat arah petunjuk selanjutnya.

"Hm, I-iya aku pikir sama- tapi … ah tidak aku pikir sama … tapi,"

"Hah, ya ampun," Renji pun segera mengambil ponsel milik Rukia dan segera memeriksa peta. Lagi.

"Hm, ya ampun, arahan dari peta ini terlalu berbelit-belit, hm," ketika Renji tengah memandangi ponsel Rukia tanpa ia sadari ia hampir menyerempet seorang pejalan kaki yang tengah diam berdiri di pinggir lajur jalan.

"Sial!" geram Renji. Kalau saja ia terlambat membelokan stir, mungkin sekarang ia baru menabrak orang tua berambut putih kebiruan itu.

Pria berkacamata itu terus terdiam setelah mobil Renji melesat. Renji pun segera menepikan mobilnya. Dia segera keluar dari mobil.

"OI ORANG TUA! KAU PUNYA MATA ATAU TIDAK!? KALAU KAU MAU DIAM, BERDIRILAH DI TROTOAR JANGAN DI PINGGIR JALAN!" bentak Renji yang kesal ke arah orang berkacamata itu.

Orang itu masih terdiam dengan matanya yang tertutup kacamata.

"Ah! Sepertinya aku melamun lagi. Baiklah saatnya pulang," ucap pria itu. Setelah kacamatanya kembali terlihat, ternyata pria itu adalah Ishida Ryuken.

"OI! MAU KEMANA KAU! KEMBALI KAU PRIA BERWAJAH TUKANG SEDOT WC" ucap Renji yang berteriak sembari berlari.

"APA!? Tukang sedot WC!? Hei anak muda! Apa maksudmu itu!? Lagi pula kenapa kau marah padaku secara tiba-tiba! Sungguh anak muda zaman sekarang memang tidak tahu tata krama!" ucap Ryuken yang malah balik marah ke arah Renji.

"Harusnya aku yang berkata begitu kepadamu! Lagi pula kau hampir membuat dirimu tertabrak! Harusnya kau tahu kalau hal itu melanggar hukum! Kau tahu aku bisa melaporkanmu ke pihak berwajib,"

"APA!?" mendengar ucapan Renji Ryuken pun terkaget dengan wajah yang tidak percaya.

"Sial bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia mengetahui kelemahan taktikku tadi!?" teriak Ryuken dengan wajah yang histeris.

"Oi, pak tua, monologmu bocor tahu," ucap Renji.

"Ah begitu ya? Maaf. Terima kasih," Renji hanya mengangguk.

'Sial bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia mengetahui kelemahan taktikku tadi!?' batin Ryuken dengan wajah yang histeris.

Renji hanya tersenyum sinis.

"Ba-baiklah maafkan aku, aku mengaku kalah. Aku akan mengganti rugi, boleh aku lihat KTP-mu? Supaya aku bisa mengetahui identitasmu," ucap Ryuken yang tengah menunduk.

"Ah? KTP ya? Sejujurnya aku belum punya karena aku masih SMA tapi jika rekening aku-," belum beres Renji menyelesaikan ucapannya, Ryuken langsung tertawa puas. Hal itu justru membuat Renji terkejut.

"HAHAHAH! KENA KAU! Kalau kau tidak punya KTP artinya kau belum cukup umur, yang artinya … KAU TIDAK PUNYA SIM! Harusnya kau tahu kalau hal itu melanggar hukum! Kau tahu aku bisa melaporkanmu ke pihak berwajib," ucap Ryuken dengan senyumannya yang diwarnai aura kelam dan menakutkan.

Renji baru tersadarkan akan keadaan yang tengah ia terima saat ini. Ia berpikir dan terus berpikir, tetapi dia tidak menemukan jalan untuk membalikan situasi saat ini. Akhirnya, dengan berat hari ia memutuskan memilih jalan 'itu'.

"Ba-baiklah maafkan aku, aku mengaku kalah. Aku akan mengganti mengikuti semua yang kau inginkan," ucap Renji yang kini membungkuk.

Ryuken pun tersenyum sinis.

"Kalau begitu …" Renji meneguk ludah bersiap menerima konsekuensi. Ryuken pun mendekat dan mendekatkan wajahnya yang begitu licik ke dekat telinga Renji. Renji terlihat begitu gugup.

"Kita .. damai saja ya? Jangan adukan aku ke polisi kalau aku melamun di samping jalan," ucap Ryuken berbisik perlahan dengan wajah yang khawatir.

"Dengan senang hati," ucap Renji dengan wajah yang begitu serius. Mereka pun berjabat tangan ala pria.

'Fiuh akhirnya aku lolos, dasar bocah bodoh,' batin Ryuken sembari tersenyum.

'Fiuh akhirnya aku lolos, dasar orang tua bodoh,' batin Renji sembari tersenyum.

"Ya ampun, dasar orang-orang bodoh," gunam Rukia yang melihat dari kejauhan semabri menggelangkan kepalanya.

"Baiklah kalau begitu, kami permisi pergi, paman. Tolong berhati-hati nanti," ucap Renji besiap pergi.

"Oh, iya, kalian juga. Kalau boleh akui tahu, kemana kalian akan pergi?" tanya Ryuken kepada Renji. Renji pun menjelaskan apa yang terjadi.

"Jadi begitulah, paman, kami kemari untuk menjenguk perempuan bernama Orihime dan anak brengsek bernama Ichigo ini, ya?" jawab Ryuken.

"Betul sekali, paman," balas Renji.

"Apa Orihime ini seorang maid?" tanya Ryuken.

"Wah, tepat sekali bagaimana kau tahu?" ucap Renji terkaget.

"Dia mengurusi bocah tidak tahu diri bernama Kusogaki Ichigo ya?" balas Ryuken.

Renji terperangah.

"Te-tepat SEKALI! Bagaimana kau bisa tahu?" jawab Renji yang berjabat tangan dengan Ryuken. Dia merasa ada kata-kata yang aneh namun dengan mudah ia hiraukan karena ada perasaan setuju dari benak Renji.

Rukia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak kala melihat obrolan mereka berdua.

"Lalu, Ichigo ini membawa Orihime karena dia bertemu dengan orang bernama Gin, kan?"

"Apa!? Gin? siapa itu? Aku tidak terlalu tahu tapi dari cerita Rukia, Orihime menjadi aneh ketika bertemu seorang pria aneh," jelas Renji yang semakin terkagum-kagum dengan Ryuken.

Ryuken hanya terdiam menikmati kekaguman yang ia dapatkan.

"Dan saat ini, kau tengah mencari klinik seorang dokter tampan rupawan yang sangat digandrungi para wanita kan?" tanya Ryuken.

"APA!? Bagaimana kau-, tunggu aku tidak terlalu tahu dengan rupanya, tapi … BENAR! Dia adalah seorang dokter pemilik klinik! Tolong katakan padaku oh paman, mengapa kau bisa sehebat ini!?" puja Renji.

"Hm, karena, akulah dan satu-satunya tuan Ishida Ryuken," ucap Ryuken sembari merentangkan tangannya sembari memejamkan mata.

Renji terdiam tidak mengeluarkan sepatah kata pun ketika mendengar hal itu. Dia pun menundukan kepalanya dan menghela nafas panjang.

"TIDAK MUNGKIN! LUAR BIASA! KEREN! AKU MOHON BERI AKU TANDA TANGAN! RUKIA CEPAT KEMARI DIA TERNYATA ADALAH AYAH ISHIDA DAN DIA SANGATLAH SAKTI!" ucap Renji dengan mata yang berbinar-benar.

Rukia hanya menepak wajahnya dan terus menggelengkan kepala melijhat kelakukan pemuda berambut merah itu. Sejak awal Rukia sudah menyadari bahwa pria itu tengah mengenakan nametag bertuliskan Ishida Ryuken sehingga dia sudah menyadari bahwa Ryuken lah orang yang sedang ia cari.

Rukia pun mendekati mereka berdua yang sedang berpura-pura menjadi raja dan rakyat.

"Permisi, Ishida-san, berkenaan dengan Orihime apakah dia baik-baik saja," tanya Rukia.

"Ah, Inoue-san dia baik-baik saja, untunglah semua terkendali meskipun hampir ternyata hal di luar dugaan," jelas Ruken kepada Rukia. Mendengar hal itu, Rukia pun menghela nafas lega dan bersyukur atas apa yang terjadi pada Orihime.

"Begitu, ya, syukurlah. Terima kasih banyak, dokter," Ryuken hanay tersenyum menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, kalau begitu bagaimana kalau kita menuju ke klinik mu bersama-sama, Ryuken-san?" ucap Renji kepada Ryuken.

"Ah! Ide bagus, sebaiknya kau ikut, Ishida-san, kami mengalami sedikit kesulitan mencari klinikmu," ucap Rukia sepakat.

"Baiklah, kalau begitu, terima kasih tawarannya," ucap Ryuken yang kemudian berjalan bersama Rukia dan Renji ke arah mobil.

Mereka pun sampai di dekat mobil dan bersiap membuka pintu.

"Ah, Ryuken san, bagaimana jika kau yang menyetir? Kau sudah tahu kan kalau aku tidak mempunyai SIM, jadi mungkin alangkah baiknya jika kau yang membawa mobil ini," ucap Renji dengan sopan mempersilakan Ryuken membawa kemudi.

"Ah, itu tidak perlu karena aku juga tidak punya SIM, HAHAHA, ayo jalan!" ucap Ryuken yang kemudian segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang.

"Eh?" Renji pun kaget dan bingung dengan jawaban Ryuken. Namun, karena tidak mau terlalu berpikir panjang, dia pun tidak menghiraukan hal itu dan segera mengemudikan mobil itu.

"Ah iya dan aku juga kehilangan KTP-ku dulu, jadi rasanya kita sama ya? HAHAHAH," tambah Ryuken yang tertawa dari dalam mobil.

BERSAMBUNG…

A/n: pada chapter kali ini saya sengaja menyerahkan sudut pandang cerita ke Rukia-Renji. Tunggu dulu! Bukankah ini fanfict IchiHime? Tentu saja dan tidak salah lagi, tetapi bukan berarti saya tidak akan menambahkan ship-ship yang lain, jadi tetap pantengin aja ya. Semoga fict kali ini bisa menghibur dan ingat … Jangan lupa review dan membudayakan mereview!