"Jadi, bagaimana jadwalnya, Shikamaru?"

Malam itu, Naruto bersandar di kursi Hokage sambil bertopang dagu. Shikamaru sedang duduk di bangku samping ruangan itu.

"Peresmian Taman Midori," Shikamaru merapikan berkas yang dipegangnya. "Kaze-san sudah melaporkannya tadi. Acaranya besok"

"Begitu, ya?" kata Naruto. "Syukurlah."

Shikamaru melihat berkas itu lagi. "Acaranya masih besok"

"Baiklah," Naruto perlahan berdiri sambil merentangkan tangan ke atas, melegakan badannya.

"Aku tahu kau lelah. Kau juga bilang bahwa peresmian semacam itu tidak hanya asal gunting tali yang dilakukan Hokage."

"Itu benar, Shikamaru," kata Naruto. "Aku juga harus menuruti pendapat mereka tentang bagaimana kelanjutan tempat tersebut dalam bentuk diskusi"

Shikamaru meletakkan berkas itu di atas meja hokage "Kau tidak keberatan, kan?"

"Tidak," Naruto memandang berkas itu dan kembali duduk.

"Baiklah," Shikamaru tersenyum. "Kau tunggu di sini dulu. Ino akan segera datang ke sini. Tadi sore aku sudah bilang, seperti yang kau pesan. "

"Bagus, Ini sudah aku rencanakan," Naruto bersandar di kursi "Aku kesepian, tidak ada siapapun untuk diajak bicara tentang hal yang bukan pekerjaan."

"Baiklah, kau tunggu Ino di sini," Shikamaru berdiri. "Aku pulang dulu."

"Ya," Naruto mengangguk. Ia melihat Shikamaru berbalik arah, membuka pintu, lalu keluar dari ruangan itu.

Sang hokage memegang file kertas yang ada di depan mejanya, lalu menaruhnya di laci. Ia bergumam. "Paling tidak sekarang ada waktu kosong."

"Naruto"

Ino membuka pintu ruang hokage dan berjalan ke arah kekasihnya. Ia menggunakan crop top ungu tanpa lengan dan rok mini ungu senada.

"Kemarilah," Naruto menyapukan tangan ke arah bangku yang tersedia

Ino duduk, lalu memandang Naruto. "Kau masih di sini?"

Naruto menghela. "Aku bosan di rumah. Tidak mengerjakan apapun."

"Tidak Biasanya," kata Ino. "Biasanya kau sibuk."

"Kau juga tidak ada kerjaan kelihatannya," kata Naruto. "Setuju untuk datang ke sini."

"Ayah sedang menjalankan misi dan aku sendiri di rumah malam ini," kata Ino. "Untung saja aku diberitahu Shikamaru kalau kau sedang kosong jadi…"

"Malam ini memang aku kosong," Naruto bersandar di kursi "Besok langsung sibuk."

"Begitu, ya? Sayang sekali," Ino menghela. "Apa jadi hokage sesibuk itu?"

"Lumayan," kata Naruto. "Tapi Aku tidak khawatir karena Shikamaru adalah sekretarisku"

Ino meenghela. "Kalau dipikir dahulu, Shikamaru juga ada – ada saja. Ia merekomendasikanmu untuk jadi Hokage setelah ia diangkat Jounin kepada Tunade-sama."

"Kalau mengingat dulu, aku tidak yakin," kata Naruto. "Tapi setelah dipikir lagi, karena cita – cita menjadi seorang hokage, jadi…"

"Memperjuangkan cita – cita, ya?" Ino tersenyum. "Itu bagus"

"Itu benar," kata Naruto. "Paling tidak aku akan tahu pekerjaan hokage lebih awal."

"Kau pernah bilang bahwa Konohamaru sekarang jadi lebih aktif?'

Naruto tersenyum memegang dagu. "Konohamaru selalu bersemangat ketika bertemu denganku?"

"Tentu saja, kau sering bercerita bahwa ia adalah sainganmu dan sebagainya."

Naruto tertawa. "Ia bersikeras memanggilku -sama walaupun aku tidak mau. Kau tahu, kan, kita teman dan sebagainya."

"Naruto, walaupun sekarang kau hokage," kata Ino. "Aku juga tidak akan memanggilmu -sama."

"Aku lebih suka kau memanggilku Naruto-kun," Naruto memandang Ino yang mengusap poni sampingnya, malam ini ia tampak cantik. "Wahai, Ino-chan"

Paras Ino memerah. "Kau ini…"

Naruto berdiri dan berkata, "Ayo kita lanjutkan di luar, Ino. Di sini membosankan."

Ino berdiri. "Baiklah,"

Bulan Purnama Menerangi Desa Konoha malam itu,

Naruto dan Ino berada di luar gedung hokage di bagian atas, melihat pemandangan kota, lampu atap disekeliling mereka cukup terang untuk melihat area itu.

"Sudah malam," kata Ino sambil mengarahkan pandangan ke desa di bagian bawah.

"Benar," kata Naruto.

"Apa kau masih memikirkan tentang pekerjaan Hokagemu?"

"Tidak. Aku tidak memanggilmu untuk membicarakan tentang pekerjaan."

"Lalu?"

"Waktu senggang ini, paling tidak aku bisa ditemani oleh kekasihku,"

"Tentu saja, Naruto," Ino tersenyum. "Untung saja aku juga ada waktu luang."

Naruto memasukkan jarinya ke saku celana. "Aku juga sedikit melihat masa lalu tentang kita yang…"

"Kau ingin mengungkit ketidakpercayaanku lagi karena bisa menjadi pacarmu?"

"Tentu saja."

"Kenapa itu membuatmu senang?"

"Karena aku bisa mengalihkan hatimu dari Sasuke ke aku,"

"Begitu, ya?" kata Ino. "Tidak kurasa ketika aku berpaling dari Sasuke ke arahmu, rasanya perasaan tentang Sasuke hilang begitu saja."

"Terima kasih, Ino," kata Naruto. "Rasa sukaku kepada Sakura sudah pudar dan berganti ke arahmu tapi ada halangan ketika itu."

"Kau tidak tahu cara membuatku tertarik kepadamu?"

Naruto menggaruk kepala, malu. "Benar."

"Tapi kau akhirnya menyatakan bahwa kau menyukaiku ketika itu, kan?"

"Tentu saja," Naruto mengakui. "Aku masih ingat saat itu."

"Kau masih mengingatnya?"

"Masih. Kau mau aku cerita kembali tentang waktu itu?"

"Tidak usah," Ino menggeleng cepat. Tentu saja ia tersanjung ketika Naruto menyatakan cinta kepadanya, tapi ia tidak ingin mengingatnya kembali.

"Aku harap kau tulus menerimaku, Ino."

"Aku tulus," Pikiran Ino masih melayang ke masa lalu ketika ia menerima cinta Naruto sambil dilihat oleh Asuma-sensei, Chouji, dan Shikamaru di lapangan latihan itu.

Ino berujar, "Kau ingin tahu mengapa aku mencintaimu, Naruto?"

"Banyak mungkin," kata Naruto. "Tapi kali ini, kau sebut satu saja."

"Dua"

"Baiklah, dua"

"Aku suka padamu karena kau pekerja keras dan misterus,"

"Misterius? Apa aku menyeramkan?"

"Misterius bukan menyeramkan," kata Ino bersedekap kesal, sesaat kemudian, "Itu…bagiku menarik."

"Misteri…" Naruto memegang dagu."

"Seolah – olah," Ino berhadapan dengan Naruto. Mereka berdua berhadapan satu sama lain. "Aku ingin lebih mengetahui tentangmu."

"Terima kasih, Ino," Naruto tersenyum. "Aku senang telah mengundangmu ke sini."

"Aku juga senang bisa bersamamu."

Angin malam berhembus.

Naruto melihat Ino. Ia merasa lega karena di sela pekerjaan, ia bisa berbincang dengan pacarnya, menghilangkan rasa bosan

Malam ini, bulan purnama bersinar terang. Silir angin malam menemani keheningan di antara mereka berdua.

Naruto memandang Ino dari atas ke bawah. Ia memandang gadis pirang berambut ponytail itu mengenakan crop top dan rok mini.

Penampilan Ino malam ini terlihat menggoda.

"Ino-chan?"

Ino menghadap Naruto. "Ya?"

"Kau tahu apa yang aku inginkan, kan? Kita cuma berdua di gedung ini," Telapak tangan Naruto membelai pipi Ino. Gadis pirang itu tampak cantik malam ini.

Ino merasakan sentuhan itu. Parasnya memerah. "Aku ingin bertemu denganmu di sela kesibukan. Itu saja. "

"Kau tahu bahwa aku tidak hanya ingin berbicara denganmu."

Gadis itu mengangguk. "Kurasa, Kau tidak misterius kalau masalah hal ini."

"Katakan bahwa kau akan melayaniku, Ino-chan,"

Ino memalingkan muka sejenak, lalu kembali menghadap Naruto. "A-Aku akan melayanimu, Hokage-sama"

Naruto memegang pergelangan tangan Ino. "Ayo ke kamar Hokage."

Ino menurut.

Kamar Hokage cukup luas untuk mereka berdua.

Naruto dan Ino duduk bersebelahan di atas kasur itu. Naruto mencium gadis itu sambil meremas payudaranya.

Telapak tangan Naruto merasakan kelembutan payudara Ino. Ia meremasnya. Sekali, dua kali, berkali – kali.

Paras Ino memerah, tidak bisa menahan ciuman Naruto, tak kuasa menahan sentuhannya.

Tangan Naruto langsung membuka melepaskan atasan, rok, bra, dan celana dalam gadis itu.

"Kya!" Ino menjerit kecil ketika tiba - tiba Naruto membaringkannya di atas kasur dan menatapnya dalam – dalam.

Naruto memperhatikan betapa indahnya tubuh gadis itu yang Putih dan mulus tanpa sehelai kainpun yang menutupinya.

"Kau cantik, Ino-chan!" Naruto mengusap poni samping Ino.

Ino tidak sempat berkomentar karena Naruto langsung mencium bibirnya dengan penuh gairah.

Naruto tidak kuasa untuk terus mengulum bibir lembut Ino

Ino tidak kuasa menahan ciuman dalam Naruto. Apalagi, ia merasakan Naruto mencium dalam sambil berulang kali. meremas payudaranya.

Tubuh mulus Gadis itu menggeliat ketika jemari naruto mulai meraba bagian tubuh lain, pinggul…paha….area kemaluannya.

"Naruto ~"

Terdengar desahan gadis itu mendesah setelah Naruto melepas ciumannya

Naruto lanjut meraba tubuh Ino dan merasakan setiap lekuk tubuh gadis itu. Dada…paha…vagina…

"Aaah~~~" Desahan Ino meninggi ketika Naruto membuatnya mengangkang, memberikan jilatan dalam pada kemaluannya.

Ino menggigit bibir ketika Penis Naruto memasuki kemaluannya. Seolah bagian kemauannya terganjal oleh batang padat.

Naruto melihat Ino yang cantik. Ia beruntung bisa mempunyai kekasih cantik seperti Ino dan bisa memasukkan penis nya ke dalam vagina gadis itu.

"Rasanya nikmat," kata Naruto. Ia bisa merasakan penisnya yang semakin mengeras di dalam vagina itu. "Benarkan?"

Ino mengangguk pelan. Ia sadar diri bahwa ia sudah tidak bisa bergerak. Ia sedang mengangkang. Melayani Naruto.

"Ino-chan!" kata Naruto sambil memandang Ino. "Paling tidak, aku bisa mengisi kekosongan waktu ku bersamamu."

"Aku juga, Hokage-sama," Ino tersipu malu, ia masih bisa merasakan batang penis naruto di dalam sana. "Aku juga senang bersamamu."

Naruto tersenyum. Sang Hokage mulai menggerakkan pinggulnya.

Malam itu, bulan purnama menyinari Desa Konoha, bintang – bintang bersinar, angin malam berhembus.

Sebagai Hokage, Naruto memang sibuk. Namun, ia beruntung bisa mengisi waktu luang bersama Ino malam ini.

Sambil menikmati tubuh indah gadis itu.

(Selesai…)